Makalah Konsep Komunikasi Efektif Dalam Membina Hubungan Interpersonal [PDF]

  • Author / Uploaded
  • riska
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KONSEP KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM MEMBINA HUBUNGAN INTERPERSONAL



Nama : Riska Aristiana Prodi : S1 Keperawatan NIM



: 1420120008



TAHUN 2020 – 2021



Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul konsep komunikasi efektif dalam membina hubungan interpersonal tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah komunikasi keperawatan di STIKes Immanuel. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.



Bandung, 27 September 2020



Riska Aristiana



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ………………………………………………......................................i DAFTAR ISI …………………...…………………………………….....................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………………........................................1 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………...........................................2 1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………….............................................2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian persepsi …………………………………………..............................................3 2.2 Observasi……………………………………………..........................................................5 2.3 Judgement ...……………………………………………….................................................7 2.4 Fact.......................................................................................................................................8 2.5 Inference...............................................................................................................................9 2.6 Identifikasi............................................................................................................................9 2.7 Paraphrase..........................................................................................................................12 2.8 Description of feeling.........................................................................................................12 2.9 Behaivor description..........................................................................................................13 BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan ………………………………………………………........................................14 3.2 Saran ……………………………….……………………….............................................14 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain atau pihak lain. Menurut pemahaman seperti ini, komunikasi dikaitkan dengan pertukaran informasi yang bermakna dan harus membawa hasil di antara orang-orang yang berkomunikasi. Komunikasi interpersonal menghendaki informasi atau pesan dapat tersampaikan dan hubungan di antara orang yang berkomunikasi dapat terjalin. Oleh karena itu setiap orang apapun tujuan mereka, dituntut memiliki keterampilan komunikasi interpersonal agar mereka bisa berbagi informasi, bergaul dan menjalin kerjasama untuk bisa bertahan hidup. Komunikasi adalah cara penyampaian pesan yang dilakukan satu arah atau lebih dimana ada komunikan dan komunikator yang nantinya diharapkan adalkah terjadinya umpan balik antara keduanya. Berkaitan dengan itu, kita tidak pernah terlepas dari yang namanya persepsi, observasi dan judgment. Persepsi secara garis besar adalah proses penilaian seseorang terhadap suatu objek tertentu. Persepsi yang baik akan terjadi apabila kita menjalin hubungan yang baik pula dengan sesama manusia melalui lambang-lambang verbal dan non verbal, latar belakang budaya, pengalaman, psikologis, dan sebagainya. Observasi ialah metode atau cara-cara yang menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Observasi perlu dilakukan untuk menciptakan persepsi yang baik, karena dengan dianalisis dan dilakukan pengamatan terhadap suatu objek, dapat diketahui suatu objek itu baik atau tidak. Melalui observasi pula, kita dapat membuktikan persepsi yang kita buat. Judgment adalah kemampuan untuk menarik kesimpulan atas situasi yang dihadapi. Setelah adanya persepsi dan dibuktikan dengan observasi, judgment adalah hal terakhir yang dilakukan. Apabila persepsi kita terhadap suatu objek itu baik, dan dibuktikan dengan hasil observasi, maka akan diperoleh kesimpulan atau judgment yang baik pula. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya, maka akan terjadi komunikasi yang tidak efektif. Umtuk itu penulkis mengangkat sebuah makalah yang berjudul” Persepsi, Observasi, dan Judgment”. Untuk menambah pengetahuan para pembaca.



1



2 1.2 Rumusan Masalah a. Menjelaskan level komunikasi tentang Judgement, Fact, Inference dan Identifikasi ? b. Menjelaskan keterampilan komunikasi tentang paraphase, perseption check, description of felling dan behaviour ? 1.3 Tujuan Penulisan a. Mengetahui kemampuan mahasiswa tentang konsep komunikasi efektif dalam membina hubungan interpersonal b. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam mempraktikan komunikasi efektif c. Mengetahui beberapa definisi dan pengertian persepsi d. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi persepsi e. Mengetahui beberapa defenisi dan pengertian observasi f. Mengetahui defenisi dan pengertian judgment g. Mengetahui persamaan dan perbedaan observasi dan judgment



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian persepsi Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998: 51), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafslrkan pesan. Menurut Ruch (1967: 300), persepsi adalah suatu proses tentang petunjukpetunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991: 201) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Gibson dan Donely (1994: 53) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. • Persepsi pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu (Dreverdalam Sasanti, 2003). • Menurut Young (1956) persepsi merupakan aktivitas mengindera, mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada di lingkungannya. • Mar’at (1981) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu proses pengamatan seseorang yang berasal dari suatu kognisi secara terus menerus dan dipengaruhi oleh informasi baru dari lingkungannya. • Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman dan perasaan yang kemudian ditafsirkan. • Mar'at (Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi di pengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan terhadap objek psikologis. Persepsi sebenarnya terbagi dua : • Persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) Persepsi terhadap objek dapat dibentuk melalui lambang-lambang fisik, menanggapi sifat-sifat luar tidak bereeaksi dan berlangsung lebih cepat. Persepsi orang terhadap lingkungan fisik tidaklah sama, dalam arti berbeda-beda., karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: Latar belakang pengalaman Latar belakang budaya Latar belakang psikologis Latar belakang nilai, keyakinan, dan harapan Kondisi factual alat-alat panca indera di mana informasi yang sampai kepada orang itu.



3



4 • Persepsi terhadap manusia Melalui lambang-lambang verbal dan non verbal, menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif, harapan, dan sebagainya) bersifat interaktif, bereaksi, lebih beresiko. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi 1. Psikologi Contoh terbenamnya matahari di waktu senja yang indah temaram, akan dirasakan sebagai bayang-bayang yang kelabu bagi seorang yang buta warna. 2. Famili (keluarga) Contoh orang tua yang Muhammadiyah akan mempunyai anak-anak yang Muhammadiyah juga. 3. Kebudayaan Contoh orang Amerika yang bebas makan daging babi, tidak begitu halnya bagi masyarakat Indonesia. Faktor dari Dalam dan Luar a. Faktor-faktor perhatian dari luar : Intensitas, prinsip intensitas dari suatu perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin besar intensitas stimulus dari luar, layaknya semakin besar pula hal-hal itu dapat dipahami. Ukuran, faktor ini sangat dekat dengan prinsip intensitas. Faktor ini menyatakan bahwa semakin besar ukuran sesuatu objek, maka semakin mudah untuk bisa diketahui atau dipahami. Keberlawanan atau kontras, prinsip keberlawanan ini menyatakan bahwa stimuli luar yang penampilannya berlawanan dengan latar belakngnya yang sama sekali di luar sangkaan orang banyak, akan menarik banyak perhatian. Pengulangan (repetition), dalam prinsip ini dikemukakan bahwa stimulus dari luar yang di ulang akan memberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang sekali dilihat . Gerakan (moving), Prinsip gerakan ini antaranya menyatakan bahwa orang akan memberikan banyak perhatian terhadap obyek yang bergerak dalam jangkauan pandangannya dibandingkan dengan obyek yang diam. Baru dan familier, prinsip ini menyatakan bahwa baik situasi eksternal yang baru maupun yang sudah dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian. b. Faktor-faktor dari dalam (internal set factors) Belajar atau pemahaman learning dan persepsi, semua faktor-faktor dari dalam yang membentuk adanya perhatian kepada sesuatu objek sehingga menimbulkan adanya persepsi adalah didasarkan dari kekomplekan kejiwaan seperti yang diuraikan di muka.



5 Motivasi dan persepsi, selain proses belajar dapat membentuk persepsi, faktor dari dalam lainnya yang juga menentukan terjadinya persepsi antara lain motivasi dan kepribadian. Kepribadian dan persepsi dalam membentuk persepsi unsur ini amat erat hubungannya dengan proses belajar dan motivasi, yang mempunyai akibat tentang apa yang dihadirkan dalam menghadiri suatu situasi.



2.2 Observasi Observasi ialah metode atau cara-cara yang menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. a) Pengertian observasi menurut para ahli : • Observasi adalah suatu penyelidikan yang dijalankan secara sistematis dan sengaja diadakan dengan menggunakan alat indra terutama mata terhadap kejadian-kejadian yang langsung (Bimo Walgito, 1987:54). • Observasi adalah suatu tehnik untuk mengamati secara langsung maupun tidak langsung gejala-gejala yang sedang /berlangsung baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah (Djumhur, 1985:51). • Observasi sebagai alat pengumpul data adalah pengamatan yang memiliki sifat-sifat (depdikbud:1975:50): • dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan lebih dulu. • direncanakan secara sistematis. • hasilnya dicatat dan diolah sesuai dengan tujuannya. • dapat diperiksa validitas, reliabilitas dan ketelitiannya. • bersifat kwantitatif. b) Macam-macam Observasi 1. Menurut peranan observer a.Observasi Partisipan: observasi di mana observer ikut aktif didalam kegiatan observee. b.Observasi Non Partisipan: observasi dimana observer tidak ikut aktif di dalam bagian kegiatan observee (hanya mengamati dari jauh). c.Observasi Kuasi partisipasi : observasi dimana observer seolah-olah turut berpartisipasi yang sebenarnya hanya berpura-pura saja dalam kegiatan observee. 2. Menurut situasinya a. Free Situation : adalah observasi yang dijalankan dalam situasi bebas, tidak ada hal-hal atau faktor-faktor yang membatasi jalannya observasi. b. Manipulated Stuation : adalah observasi yang situasinya dengan sengaja diadakan. Sifatnya terkontrol ( dalam pengontrolan observer ). c. Partially Controlled Situation : adalah campuran dari keadaan observasi free situation dan manipulated situation.



6 3. Menurut sifatnya. a. Observasi Sistematis : adalah observasi yang dilakukan menurut struktur yang berisikan faktor-faktor yang telah diatur berdasarkan kategori, masalah yang hendak di observasi. b. Observasi Non Sistematis : adalah observasi yang dilakukan tanpa struktur atau rencana terlebih dahulu, dengan demikian observer dapat menangkap apa saja yang dapat di tangkap. c) Alat Pencatat Observasi. • Anecdotal Records : merupakan cara untuk melengkapi observasi, dalam mengadakan observasi pengamat dapat melakukan pencatatan tentang kejadian yang berlakudengan suatu kasus atau individu. • Check List : adalah suatu daftar pengamatan, dimana observer tinggal memberikan tanda check atau tanda-tanda lain terhadap ada tidaknya aspek-aspek yang di amati. • Rating Scale : adalah alat pengumpul data yang dipergunakan dalam observasi untuk menjelaskan, menggolongkan, menilai individu atau situasi. • Mechanical Deviaces ( pencatatan dengan alat ) : dengan kemajuan tehnologi, memungkinkan observer menggunakan alat-alat yang lebih sempurna untuk mengadakan observasi, misalnya dengan alat potret, tape recorder dan lain-lain. d) Cara Mencatat Hasil Observasi • Pencatatan secara langsung ( 0n the spot ) yaitu mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat itu juga. • Pencatatan sesudah observasi berlangsung. • Mencatat hasil observasi dengan menggunakan key words / key symbol. Merupakan paduan dari cara langsung dan tidak langsung. e) Langkah-langkah Observasi • Menentukan tujuan • Menentukan sasaran • Menentukan ruang lingkup • Menentukan tempat dan waktu • Mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan. • Mulai mengadakan observasi. • Mengadakan pencatatan data. • Menyusun laporan.



7 f) Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Observasi • Menentukan materi apa yang akan diobservasi • Menentukan cara/teknik apa yang akan dipergunakan • Menentukan cara dalam mencatat hasil observasi • Dalam menyusun laporan harus di bedakan antara data dan interprestasi. • Harus diingat bahwa kemahiran observasi hanya dapat dicapai dengan mengadakan latihan dalam observasi. • Selama observasi berlangsung jangan sampai memberikan interprestasi dan • Interpretasi diberikan setelah oservasi selesai. g) Materi Observasi. Materi observasi tergantung pada maksud dan tujuan dalam melaksanakan observasi. Misalnya mengenai tingkah laku, latar belakang sosial atau keadaan lain. h) Kelebihan Observasi. • Observasi merupakan teknik yang langsung dapat digunakan untuk memperhatikan berbagai gejala. Banyak aspek tingkah laku manusia ataupun situasi yang hanya dapat diteliti melalui observasi langsung. • Observasi memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu gejala atau kejadian yang penting. • Observasi sangat baik dipergunakan sebagai teknik untuk melengkapi dan mencek fakta atau data yang diperoleh dengan alat pengumpul data lain. • Dengan observasi observer tidak memerlukan bahasa verbal untuk berkomunikasi dengan obyek yang ditelaah.



2.3 Judgement Judgment adalah kemampuan untuk menarik kesimpulan atas situasi yang dihadapi. Judgment dibuat ketika berada dalam suatu situasi atau kasus. Jadi, melalui kasus atau masalah, seseorang dapat mengolah pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya untuk mengambil kesimpulan. Banyak orang takut dengan masalah dan begitu takutnya sedapat mungkin menghindarinya. Padahal, di dalam masalah, kita dapat belajar untuk membuat judgment yang baik. Ingat tanpa judgment yang baik, seseorang tidak akan mungkin menjadi orang yang bijak. Orang yang takut terhadap masalah, tidak terlatih dengan baik untuk membuat judgment yang baik. Sikap menghindari masalah adalah sikap yang keliru dan merupakan usaha untuk bunuh diri mengingat dunia ini selalu dirudung dengan masalahmasalah. Selanjutnya, berdasarkan judgment yang dibuat, seseorang harus mengambil tindakan atau keputusan. Hal ini merupakan tingkatan yang paling tinggi dalam pengelolaan informasi.



8 Persamaan observasi dengan judgment adalah sama-sama dihadapi oleh suatu kasus atau masalah, sama-sama mengamati suatu objek. Sedangkan perbedaannya adalah, jika observasi hanya sebatas mengamati dan mencatat suatu objek, judgment mempunyai tingkatan yang lebih tinggi yaitu menganalisa dan menarik suatu kesimpulan dari kasus yang dihadapi. Jadi judgment tidak akan diperoleh bila tidak dilakukan observasi.



2.4 Fact Berkomunikasi itu berbeda dengan ngomong. Ada yang bilang tidak ada yang dapat dilakukan semudah ngomong, dan Tidak ada yang dilakukan sesulit berkomunikasi.Saya belajar hal yang menarik dari sebuah buku mengenai 5 level komunikasi, yang diambil dari buku  John Powell. 5 Level komunikasi tersebut adalah Cliché, Fact, Opinion, Emotion, dan Transparency.    Level 5, atau level paling bawah, yaitu Cliché conversation. Ada yang bilang hal ini mirip dengan elevator talk, dimana kita tidak sharing apapun kepada orang yang kita ajak bicara. Basa-basi, itu kali ya bahasa yang tepat untuk kita. Jadi dalam level ini, kita hanya menyapa orang, kemudian berkata: “Halo, apa kabarnya, baik2 ya? Semua sehat2 kan? Panas ya udaranya? Dan have a nice day.”   Kemudian mulai masuk ke tingkat selanjutnya, yaitu level 4, dimana mulai melibatkan pembicaraan tentang fakta. Fact. Kita mulai share lebih lagi dari yang kita bahas diatas. Lebih dari basa basi. Namun demikian, dalam tingkatan komunikasi ini, kita hanya berbicara mengenai siapa melakukan apa, dan siapa telah mengatakan apa, dan sebagainya. Pembahasan baru sebatas itu. Tidak kurang dan tidak lebih.   Mulai masuk ke tingkatan yang lebih tinggi, yaitu level 3. Di tingkatan ini kita mulai share opinion. Mengkomunikasikan pendapat pribadi kita. Bisa jadi kita mulai berbincang mengenai ide2 dan penilaian2 kita terhadap suatu hal.   Dalam tingkatan ini, bisa dikatakan kita mulai keluar dari kerang atau goa kita, dan diri kita sudah mulai terlihat. Akan tetapi, di level ini kita masih berhati2 dan waspada, sambil melihat respond an reaksi dari lawan bicara, dan apabila kita mulai merasakan adanya sedikit saja penolakan, kita langsung mundur.    Menarik juga ketika kita mempelajari proses semakin dalamnya komunikasi selangkah demi selangkah ini. Lebih tinggi atau lebih dalam lagi, adalah level 2, yaitu emotional sharing. Disini kita sudah mulai berbicara mengenai apa yang kita rasakan. Tingkatan ini disebut juga sebagai “gut-level conversation”. Di level ini juga kita mulai harus hati2 untuk tidak menyakiti hati lawan bicara kita.    Akan tetapi, jika komunikasi level ini diterapkan pada pernikahan, maka adalah sebuah kebutuhan untuk kita ambil resiko untuk sharing atas apa yang kita rasakan ini, dan memiliki kemungkinan menyakiti pasangan kita. Namun, apabila tidak dapat dilakukan maka pernikahan hanya akan berkutat pada hal2 permukaan saja dan tidak dapat bertumbuh.   Akhirnya, level tertinggi dari komunikasi menurut John Powell ini adalah Transparency. Level 1. Dalam tingkatan ini kita benar2 terbuka secara total kepada lawan bicara kita. Tidak ada yang ditutup2i, menunjukkan apa adanya diri kita, bahkan dari hati kita. Untuk dapat meraih tingkat komunikasi level satu ini membutuhkan kepercayaan tinggi, komitmen dan hubungan persahabatan.   



9 Oleh sebab itu, disarankan komunikasi level satu ini kita simpan untuk pasangan kita atau juga untuk sahabat2 yang memiliki hubungan sangat dekat dengan kita. Tidak elok juga jika kita sedimikian transparan dengan setiap orang yang kita temui.   Untuk pernikahan, komunikasi yang disarankan, bahkan perlu diupayakan adalah mencapai komunikasi level satu ini. Mencapai titik komunikasi transparan ini juga berarti bahwa pasangan tersebut telah menyatu satu dengan yang lain. Ini yang disebut sebagai meaningful communication. Tidak mudah untuk mencapai level satu ini, namun bukan tidak mungkin. Kiranya kita terus dibimbing bersama pasangan kita untuk dapat mencapai titik ini.   Untuk hal umum dalam kehidupan sehari2, belajar tingkat demi tingkat komunikasi ini membuat kita dapat menyadari dan mengupayakan untuk menaikkan tingkat komunikasi kita ketika bersama dengan seseorang.    2.5 Inference Inference adalah langkah-langkah dalam penalaran , bergerak dari premis ke konsekuensi logis ; Secara etimologis, kata menyimpulkan berarti "meneruskan". Inferensi secara teoritis secara tradisional dibagi menjadi deduksi dan induksi , perbedaan yang di Eropa setidaknya berasal dari Aristoteles (300-an SM). Deduksi adalah inferensi yang memperoleh kesimpulan logis dari premis yang diketahui atau diasumsikan benar , dengan hukum inferensi valid yang dipelajari dalam logika . Induksi adalah kesimpulan dari tempat tertentu ke akesimpulan universal . Jenis kesimpulan ketiga terkadang dibedakan, terutama oleh Charles Sanders Peirce , yang membedakan penculikan dari induksi. Berbagai bidang mempelajari bagaimana inferensi dilakukan dalam praktik. Inferensi manusia (yaitu bagaimana manusia menarik kesimpulan) secara tradisional dipelajari dalam bidang logika, studi argumentasi, dan psikologi kognitif ; peneliti kecerdasan buatan mengembangkan sistem inferensi otomatis untuk meniru inferensi manusia. Inferensi statistik menggunakan matematika untuk menarik kesimpulan di hadapan ketidakpastian. Ini menggeneralisasi penalaran deterministik, dengan tidak adanya ketidakpastian sebagai kasus khusus. Inferensi statistik menggunakan data kuantitatif atau kualitatif (kategorikal) yang mungkin memiliki variasi acak. 2.6 Identifikasi Definisi Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal adalah suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Maksud dari Proses ini, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung terus-menerus. Menurut Joseph A. Devito, komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi antarpersonal dinilai paling baik dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah karena komunikasi antarpersonal dilakukan secara tatap muka dimana antara komunikator dan komunikan saling terjadi kontak pribadi; pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan, sehingga akan



10 ada umpan balik yang seketika (perkataan, ekspresi wajah, ataupun gesture). Komunikasi inilah yang dianggap sebagai suatu teknik psikologis manusiawi. Adapun  teori-teori Komunikasi Interpersonal, sebagai berikut: a.Teori Kebutuhan Hubungan Interpersonal Gregory Bateson adalah seorang Antropolog, dia pendiri garis teori ini yang selanjutnya dikenal dengan komunikasi relasional. Kerjanya mengarah pada pengembangan dua proposisi mendasar pada mana kebanyakan teori relasional masih bersandar. Pertama yaitu sifat mendua dari pesan: setiap pertukaran interpersonal membawa dua pesan, pesan “report” dan pesan “command”. Report message mengandung substansi atau isi komunikasi, sedangkan command message membuat pernyataan mengenai hubungan. Dua elemen ini selanjutnya dikenal sebagai “isi pesan” dan “pesan hubungan”, atau “komunikasi” dan “metakomunikasi”. Pesan report menetapkan mengenai apa yang dikatakan, dan pesan command menunjukkan hubungan diantara komunikator. Isi pesan sederhana seperti “I love you” dapat dibawakan dalam berbagai cara, dimana masing-masing mengatakan sesuatu secara berbeda mengenai hubungan. Unit yang paling dasar dari komunikasi dipakai Fisher adalah interact, atau rangkaian dua pesan yang bersambungan diantara dua orang. Contohnya yaitu pertanyaan dari orang pertama diikuti oleh jawaban dari orang kedua. Pertanyaan yang diikuti oleh jawaban akan berbeda dari permintaan yang diikuti persetujuan. Permintan yang diikuti oleh penawaran adalah berbeda dari suggestion atau saran yang diikuti oleh keberatan. Interaksi dikombinasikan kedalam unit yang lebih besar disebut double interact (tiga tindakan), dan selanjutnya dikombinasi lagi kedalam triple interact (empat tindakan). Inti dari kerja ini adalah asumsi bahwa fungsi komunikasi interpersonal untuk membuat, membina, dan mengubah hubungan dan bahwa hubungan pada gilirannya akan mempengaruhi sifat komunikasi interpersonal.



b.Teori Analisis Transaksional (Transactional Analysis Theory) Menurut International Association Transaksional Analisis, Analisis Transaksional adalah teori kepribadian dan psikoterapi sistematis untuk pertumbuhan pribadi dan perubahan pribadi. Teori analisis transaksional memandang hubungan sebagai sebuah system. Setiap system memiliki sifat-sifat structural, integrative, dan medan. Semua system terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai satu kesatuan. Teori ini dikemukakan oleh seorang psikiater jenius Amerika bernama Eric Berne yang lahir di Montreal Kanada 10 Mei 1910. Kemunculan teori ini tidak dapat dilepaskan dari perasaan dari perasaan kecewa Berne terhadap praktek psikiatri yang menurutnya menuntut biaya terlalu mahal tetapi hasil yang dapat diperdebatkan serta sukar dimengerti. Atas dasar inilah, Berne terdorong untuk mengahsilkan teori dan metode psikiatri yang betul-betul dapat mengak misteri dibalik perilaku manusia yaitu pada otak yang merupakan suatu system.



11 Haree dan Lamb (1996) mendefinisikan teori analisis transaksional sebagai sesuatu teori kepribadian dan tingkah laku sosial yang dipakai sebagai wahana untuk psikioterapi dan perubahan social yang lebih umum. Konsep kepribadian dan prilaku sosial dalam teori ini dipandang sebagai satu kesatuan dimana struktur kepribadian seseorang diyakini akan mempengaruhi cara yang bersangkutan berinteraksi secara sosial. menurut teori analisis transaksional, ketika dua lebih orang bertemu, cepat atau lambat; salah satu dari mereka akan menyapa atau memberikan indikasi lainnya atas kehadiran orang lain. Hal ini disebut “ Stimulus Transaksional”. Orang lain tersebut kemudian akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan stimulus yang diterima. Respon yang diberikan orang lain tersebut dinamai “Tanggapan Transaksional”. Orang yang menyampaikan stimulus disebut “agen” dan orang yang merespon disebut “Responden”. Tujuan teori analisis transaksional adalah menghasilkan hubungan atau komunikasi yang efektif dan memuaskan kedua belah pihak. c. Teori Proksemik Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan pesan. Istilah ini dilahirkan oleh antropolog interkultural Edward T. Hall. Hall membagi jarak ke dalam empat corak: jarak publik, jarak sosial, jarak personal, dan jarak akrab. Jarak yang dibuat individu dalam hubungannya dengan orang lain menunjukkan tingkat keakraban di antara mereka. Sebuah definisi khusus lagi tentang proksemik adalah studi tentang bagaimana seorang secara tidak sadar terlibat dalam struktur ruang atau jarak fisik antara manusia sebagai sesuatu keteraturan, tertib pergaulan setiap harinya. Hall mengemukakan bahwa pada saat seseorang terlibat dalam komunikasi antarpersonal dengan orang lain maka bisa terjadi delapan kemungkinan katagori utama dari analisis proksemik, antara lain : 1) Posture-sex factor, yaitu jarak antara pasangan waktu berhubungan sex. 2)Sociofugal-sociopetal axis, adalah adanya hambatan ruang antarpersonaldalam berinteraksi, jika tidak ada hambatan disebut socialpetal axis. 3) Kinesthetic factor, yaitu perilaku prosemik dengan kebiasaan menyentuh tubuh sehingga menunjukan tingkat keakraban antarpartisipan. 4) Perilaku meraba dan menyentuh, seseorang mungkin dilibatkan dalam setiap cara merabaraba, menyentuh, memegang, mengusap, menyinggung, mengecapi makanan dan minuman, memperpanjang pegangan, membuat tekanan-tekanan pada pegangan, sentuhan mendadak, ataupun kebetulan menyentuh. 5) Visual code, kebiasaan kontak mata dengan jangkauan (saling memandang) dan tidak ada kontak sama sekali. 6) Thermal code, mengamati kehangatan dari komunikator terhadap lainnya.



12 7) Olfactory code, factor ini termasuk jenis dan tingkat kehangatan yang terlibat waktu orang bercakap-cakap. 8) Voice loudness, kekuatan suara waktu berbicara dihubungkan secara langsung dengan ruang antarpersonal. 2.7 Paraphrase Keterampilan Parafrase Menurut Asmani (2010:212) menangkap pesan (paraphrasing) adalah teknik untuk menyatukan kembali esensi atau inti ungkapan konseli, dengan teliti mendengarkan pesan utama konseli, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana. Kathryan yus& David Geldard (2011:80) parafrase merupakan sebuah keterampilan dasar yang sangat berguna untuk melakukan parafrase, konselor harus menyimak dengan cermat dan kemudian mengulang kembali inti dari perkataan konseli dengan kata-kata konselor sendiri. Parafrase adalah cara merefleksikan (menegaskan) kembali pada konseli poin penting dari pembicaraan konseli secara lebih jelas dan dengan menggunakan kata-kata konselor sendiri. Parafrase akan berjalan dengan sendirinya mengikuti alur berpikir konseli. Parafrase yang bagus adalah yang tidak mengganggu konseli. Hal yang paling penting pada bagian ini adalah konselor bisa menjalin hubungan nyata berlandaskan kepercayaan, kepedulian, dan empatik kepada konseli. Hariastuti (2007:40) parafrase yaitu menyatakan kembali kata-kata atau pikiran-pikiran pokok konseli. Dalam parafrase konselor menyatakan ide pokok konseli dengan kata-kata sendiri, tidak sekedar menirukan kata-kata yang di ucapakan konseli. Konselor hendaknya menggunakan pilihan kata yang tepat sehingga membantu menekankan kata atau ide penting yang di ungkapkan konseli. Parafrase yang cermat dapat membantu mengarahkan jalannya wawancara serta dapat dipakai sebagai cara untuk melihat kecermatan persepsi konselor. Perlakuan parafrase yang tepat dari konselor akan mendapat persetujuan dari konseli. Perlu diingat, bahwa parafrase hanya sebagai upaya untuk memperoleh klarifikasi secara cermat dan tepat. Beberapa tujuan di gunakannya parafrase yang akan mempengaruhi konseli menurut Hariastuti (2007:41), yaitu: 1) Menyatakan pada konseli bahwa konselor memahami pembicaraan. 2) Mendorong konseli untuk mengungkapakan ide atau pemikirannya. 3) Membantu konseli memusatkan pembicaraan pada situasi, kejadian, idea tau tingkah laku tertentu. 4) Membantu konseli yang membutuhkan kesimpulan. 5) Untuk lebih menekankan isi pesan dibandingkan afeksi.   2.8 Description of feeling Description of feeling adalah teknik yang digunakan konselor untuk menyatakan kembali pernyataan klien dengan kata-kata yang ada dibalik (dibelakang) pernyataan klien. Saat kita mendengarkan dengan baik kita tidak hanya saja menangkap isi dari pesan yang disampaikan oleh konseli namun juga perasaan yang mengiringinya. Kita perlu mengungkapkan isi perasaan konseli yang kita tangkap supaya konseli mengetahui bahwa kita mendengarkan dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh.  Sebagian besar konseli yang merasa terganggu akan bersikap defensif dan merasa tidak dipahami. Tetapi ketika konselor menggunakan teknik ini, ketakutan mereka atas perasaan tidak diterima, mulai berkurang. Menurut Okun (1987) teknik Description of feeling ini memberikan sebuah fungsi untuk mendorong dan merupakan teknik yang paling efektif untuk digunakan pada fase awal



13 dan pertengahan konseling. Selain itu, teknik Description of feeling  juga membantu memutuskan lingkaran neuritis yang sering dialami konseli dan juga menantang tiap-tiap konseli untuk mengambil tanggung jawab atas diri mereka sendiri. Manfaat lain penggunaan Description of feeling  dalam proses konseling menurut Brammer (1995) adalah:  membantu individu untuk merasa dipahami secara mendalam,  konseli merasa bahwa perasaan menyebabkan tingkah laku,  memusatkan evaluasi pada konseli,  membeni kekuatan untuk memilih,  memperjelas cara berfikir konseli,  menguji kedalaman motif-motif konseli. Brammer (1982:) mengartikan reflection 0f feeling: adalah usaha yang dilakukan oleh konselor yang diungkapkan dengan kata-kata untuk menguraikan katakata baru yang diekspresikan oleh konseli. Selanjutnya menurut Sunardi (1991) reflection of feeling atau pemantulan perasaan klonseli adalah suatu respon yang dibuat oleh konselor dengan ungkapan kata-katanya sendiri untuk mengkomunikasikan perasaan konseli, baik verbal maupun non verbal. Pernyataan dari konselor tersebut menyempurnakan secara tepat ungkapan konseli yang dinyatakan secara tidak langsung. Dalam refleksi perasaan konseli, konselor dituntut untuk mendengarkan dengan hati-hati pernyataan konseli dengan mengatakan dengan kata-kata lain isi dan pesan konseli, tetapi tidak menekankan pada perasaan yang diungkapkan konseling. 2.9 Behavior description Behavior description didefinisikan sebagai konstruksi psikologis yang mempengaruhi perbedaan individu dalam ekspresi perasaan , kebutuhan, dan pikiran sebagai pengganti komunikasi yang lebih langsung dan terbuka. Secara khusus, mengacu pada kecenderungan orang untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan, dan pikiran melalui pesan tidak langsung dan dampak perilaku. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar komunikasi kita sebenarnya non-verbal. Setiap perilaku (atau ketiadaannya saat diharapkan) dapat dinilai komunikatif jika memiliki maksud untuk menyampaikan pesan. Misalnya, gaya rambut yang ekspresif, menunjukkan emosi tertentu, atau sekadar mencuci (atau tidak) hidangan, semuanya dapat menjadi sarana untuk menyampaikan pesan satu sama lain. Konstruksi komunikasi perilaku dipahami sebagai variabel perbedaan individu . Ini berarti bahwa beberapa orang, lebih dari yang lain, cenderung terlibat dalam komunikasi tidak langsung atau perilaku, baik secara sadar melakukannya, secara tidak sadar melakukannya, terlepas dari berbagai alternatif penggunaan komunikasi verbal .  Gaya perilaku seseorang sangat memengaruhi komunikasi verbal dan nonverbal mereka. Jarang seseorang menggunakan semua gaya komunikasi perilaku, sepanjang waktu.  Mampu mengidentifikasi gaya perilaku sendiri membutuhkan kesadaran diri yang tinggi. 



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pada dasarnya dalam kehidupannya, manusia tidak lepas dari kegiatan komunikasi. Komunikasi digunakan untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan dan manusia lainnya. Dalam berkomunikasi, manusia menerima stimulus dari yang lain, sehingga ia dapat memberikan respon dari stimulus tersebut melalui panca indera yang dimilikinya. Namun dari stimulus-stimulus yang sama mungkin akan ditafsirkan secara berbeda oleh orang yang berbeda. Alat-alat indera yang dimiliki manusia menyebabkan manusia mampu berpikir, merasakan, dan memiliki persepsi tertentu mengenai dirinya dan dunia sekitarnya. Prasyarat terjadinya persepsi adalah penangkapan stimulus oleh alat-alat indera, sehingga peranan alatalat indera sangat penting. Agar persepsi suatu objek itu dapat diketahui kebenarannya, maka dilakukan observasi yang akan mengamati dan mencatat apa yang terjadi dalam suatu kasus atau masalah. Setelah itu, maka ambillah suatu kesimpulan dari analisis suatu kasus atau masalah tersebut. Sehingga akan dihasilkan kesimpulan yang baik dari persepsi dan observasi yang baik. 3.2 Saran Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca dalam dunia pendidikan. Dan penulis berharap makalah ini akan bertambah baik di masa mendatang.



14



DAFTAR PUSTAKA www.google.com Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi. Bandung : Remaja Rosda http://www.scribd.com/doc/31074226/Semiotika  http://www.scribd.com/doc/15998955/Tekom-3Komunikasi-Organisasi Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Graha Ilmu : Yogyakarta. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/01/18/game-theory-dan-raden-pardede/ http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2264380-teori-belajar-robert-gagnedalam/#ixzz1rh75IWk5



15