Makalah Koordinasi Isolasi-1 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • ilmi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KOORDINASI ISOLASI KOORDINASI ANTARA RECLOSER DAN FCO



Disusun Oleh : Iman Budiman



= D1022131019



Berlian Adhiguna



= D1022131023



Bastian L Situmorang = D1022131012 Muhammad ilmi



= D02112040



JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA 2017



DAFTAR ISI DAFTAR ISI................................................................................................1 KATA PENGANTAR..................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................................3 B. Rumusan Masalah............................................................................3 BAB II PEMBAHASAN A. Koordinasi Antara Recloser dan Fuse Cut Out................................5 B. Proteksi Sistem Distribusi dengan Recloser dan FCO.....................6 C. Penutup Balik Otomatis (PBO) / Recloser......................................11 D. Pengaman Lebur (PL)/Fuse Cut Out (FCO)...................................14 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan.....................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................21



KATA PENGANTAR Pada saluran udara tegangan menengah (SUTM) dalam penyaluran energi listrik sering kali mengalami gangguan baik itu gangguan yang bersifat temporer maupun gangguan yang bersifat permanen. Oleh karena itu untuk mengatasi gangguan-gangguan tersebut dipasang alat proteksi gangguan arus lebih. Untuk jaringan SUTM di pasang recloser sebagai alat proteksi dari gangguan yang bersifat temporer, pemasangan recloser biasanya diikuti pula dengan dengan pemasangan fuse di sisi bebannya. Recloser mempunyai kurva cepat dan lambat, kurva cepat digunakan untuk menghilangkan gangguan yang bersifat temporer sedangkan kurva lambat digunakan untuk memberikan kesempatan pada fuse untuk bekerja, melebur jika terjadi gangguan yang bersifat permanen.



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem tenaga listrik berperan paling penting dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat. Namun, dalam penyaluran tersebut seringkali terjadi hambatan seperti halnya gangguan pada sistem jaringan tenaga listrik. Gangguan yang paling sering terjadi pada sistem tenaga listrik adalah gangguan satu fasa ketanah. Gangguan tersebut sering terjadi pada jaringan 1 fasa. Untuk menekan gangguan yang sering terjadi pada jaringan tenaga listrik terutama pada percabangan satu fasa yang memliki



arus



gangguan



yang



relatif



kecil namun sering terjadi, maka



perlu diperhatikan keandalan proteksi pada sistem jaringan listrik satu fasa tersebut. Adapun peralatan pengaman yang digunakan pada jaringan satu fasa yaitu FCO ( Fuse Cut Out) yang di pasang pada percabangan satu fasa dan rele GFR (Ground Fault Relay) yang terpasang pada recloser. B. Rumusan Masalah 



Jaringan SUTM 20 kv







Jaringan Distribusi



BAB II PEMBAHASAN A. Koordinasi Antara Recloser dan Fuse Cut Out Dalam jaringan distribusi, khususnya saluran udara sering digunakan recloser dan fuse cut out bersama-sama untuk keperluan pengamanan. Recloser digerakan oleh relai dengan karakteristik tertentu, sedangkan fuse mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karenanya perlu koordinasi antara kedua alat ini.



Gambar 2.15 Feeder Dengan Pengaman Recloser dan FCO Gambar 2.15 menggambarkan SUTM 20 kV yang dilengkapi dengan recloser pada saluran utama dan fuse pada saluran cabang. Apabila terjadi gangguan pada saluran cabang, recloser pada saluran utama harus segera trip dan jangan sampai di dahului oleh putusnya fuse yang ada di saluran cabang. Setelah recloser trip, kemudian ada dead time dengan harapan agar selama waktu mati ini penyebab gangguan sudah hilang dan recloser masuk kembali sehingga keadaan menjadi normal kembali. Hal ini terasa sebagai gangguan temporer.



Gambar 2.16 Kurva Waktu Arus Relai Recloser dan Fuse Cut Out



Tetapi apabila gangguan yang terjadi adalah gangguan permanen dan terjadi di saluran cabang di belakang fuse, maka setelah dead time diatas habis dan recloser masuk kembali, diharapkan kali ini fuse bekerja terlebih dahulu mendahului recloser trip kembali. Agar hal ini dapat terlaksana maka relai harus berubah karakteristiknya seperti terlihat pada Gambar 2.16. Keterangan : R1= Kurva relai arus lebih sewaktu recloser trip pertama kali. R2= Kurva relai arus lebih sewaktu recloser trip kedua kali. S1= Kurva waktu minimum dari fuse. S2= Kurva waktu maksimum dari fuse. Dengan kurva arus seperti yang ditunjukan oleh Gambar 2.16 maka pada waktu recloser menutup kembali setelah trip yang pertama kali, fuse telah melebur terlebih dahulu sehingga gangguan permanen yang terjadi di saluran cabang tidak menyebabkan recloser trip kembali. Dengan demikian yang padam hanya saluran cabang yang mengalami gangguan permanen.



B. Proteksi Sistem Distribusi dengan Recloser dan FCO Proteksi sistem distribusi merupakan seperangkat peralatan yang dipergunakan untuk mengamankan sistem dari gangguan listrik atau beban lebih, yaitu dengan cara memisahkan bagian sistem yang terganggu dengan sistem yang tidak terganggu, sehingga sistem kelistrikan yang tidak terganggu dapat terus mengalirkan arus ke beban. Pada dasarnya sistem proteksi dalam sistem distribusi mempunyai peranan sebagai berikut : 1. Mencegah atau membatasi kerusakan pada jaringan beserta peralatannya dari akibat adanya gangguan listrik, 2. Menjaga keselamatan umum dari akibat gangguan listrik, 3. Meningkatkan kelangsungan pelayanan tenaga listrik kepada konsumen.



1. Persyaratan Sistem Proteksi a. Harus mampu melakukan koordinasi dengan sistem tegangan tinggi (gardu induk, transmisi dan pembangkit), b. Harus mampu mengamankan dari kerusakan, c. Harus mampu membatasi kemungkinan terjadinya kecelakaan, d. Harus dapat secepatnya membebaskan pemadaman karena gangguan temporer, e. Harus dapat membatasi daerah pemadaman akibat gangguan, f. Harus dapat mengurangi frekuensi pemutusan tetap karena gangguan.



2. Persyaratan Alat Proteksi Sebagai pengaman jaringan distribusi tenaga listrik, semua peralatan proteksi yang terpasang pada sistem harus mampu bekerja secara optimal, sehingga sistem dapat dipastikan aman dari gangguan. Untuk dapat bekerja secara optimal, maka semua peralatan proteksi tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Sensitivty (Kepekaan) Suatu pengaman bertugas mengamankan suatu alat atau bagian tertentu dari sistem tenaga listrik termasuk dalam jangkauan pengamanannnya.Tugas suatu pengaman yaitu mendeteksi adanya gangguan yang terjadi didaerah pengamanannya dan harus cukup sensitif untuk mendeteksi dengan nilai minimum dan bila perlu mentripkan PMT atau pelebur untuk memisahkan bagian yang terganggu dengan bagian yang sehat. Pada prinsipnya relai harus cukup peka sehingga dapat mendeteksi gangguan di kawasan pengamanannya meskipun dalam kondisi yang memberikan rangsangan minimum. b. Selectivity (Ketelitian) Suatu pengaman harus dapat memisahkan bagian sistem yang terganggu sekecil mungkin yaitu hanya seksi yang terganggu saja yang menjadi kawasan pengamanan utamanya. Pengamanan yang demikian disebut pengaman yang selektif. Jadi relai harus dapat membedakan apakah gangguan terletak di kawasan pengamanan utamanya dimana ia harus bekerja cepat atau terletak di seksi berikutnya dimana ia harus bekerja dengan waktu tunda atau harus tidak bekerja sama sekali karena gangguannya di luar daerah pengamanannya atau sama sekali tidak ada gangguan.



c. Reliability (Keandalan) Yaitu tingkat kepastian bekerjanya suatu alat pengaman. Dalam keadaan normal pengaman tidak boleh bekerja, tetapi harus pasti dapat bekerja bila diperlukan. Pengaman tidak boleh salah bekerja, jadi susunan alat-alat pengaman harus dapat diandalkan. Keandalan keamanan akan tergantung kepada desain, pengerjaan dan perawatannya. d. Speed (Kecepatan) Semakin cepat pengaman bekerja tidak hanya dapat memperkecil kerusakan tetapi juga dapat memperkecil kemungkinan meluasnya akibat-akibat yang ditimbulkan oleh gangguan. Untuk menciptakan selektifitas yang baik mungkin saja suatu pengaman terpaksa diberi waktu tunda (time delay) antara pengaman yang terpasang. Namun waktu tunda itu harus secepat mungkin, setelah waktu minimum yang disetkan ke relay untuk menghindari thermal stress. e. Ekonomis Dengan biaya yang sekecil-kecilnya diharapkan peralatan proteksi mampu memberikan pengamanan yang sebesar-besarnya.



3. Peralatan Proteksi Sistem Distribusi Peralatan proteksi yang terpasang pada sistem distribusi bermacam-macam yang ditempatkan menurut fungsinya masing-masing. Adapun macam-macam peralatan proteksi sistem distribusi adalah sebagai berikut :



Gambar 2.6 Pemutus Tenaga 20 KV



a) Saklar Pemutus Tenaga (PMT) PMT merupakan peralatan proteksi utama sistem distribusi yang ditempatkan disisi hulu (gardu induk) jaringan yang beroperasi dengan cara menutup dan membuka rangkaian listrik dalam keadaan tanpa beban, beban penuh dan gangguan arus hubung singkat sesuai dengan ratingnya. Pada PMT ini terdapat media isolasi yang berfungsi untuk mengisolasi dan memadamkan busur api saat terjadi pemutusan rangkaian. Media isolasi pada PMT ada yang menggunakan minyak, hampa udara (vakum) dan gas SF6. Namun kebanyakan yang digunakan PLN masa kini adalah dengan menggunakan media isolasi hampa udara dengan alasan ekonomis juga memberikan unjuk kerja yang optimal. b) Penutup Balik Otomatis (PBO) /Recloser Recloser merupakan peralatan proteksi sejenis PMT yang dilengkapi dengan peralatan kontrol dipasang pada tiang SUTM yang difungsikan sebagai peralatan hubung untuk manuver jaringan dan dapat membuka secara otomatis apabila saluran yang dilayaninya ada gangguan arus lebih dan menutup kembali secara otomatis beberapa saat setelah membuka. Jumlah buka tutupnya dikoordinasikan dengan PMT utama yang ada di gardu induk. Untuk mendeteksi adanya indikasi gangguan maka recloser ini dilengkapi dengan reclosing relay (relai penutup balik). Pemasangan recloser pada SUTM dimaksudkan agar ketika terjadi gangguan temporer, jaringan dapat normal kembali dengan sendirinya dan ketika terjadi gangguan yang bersifat permananen akan mengurangi daerah padam. Recloser ditempatkan pada SUTM saluran utama dengan panjang 25 km.



Gambar 2.7 Penutup Balik otomatis / Recloser



c) Saklar Seksi Otomatis (SSO) / Sectionalizer Sectionalizer merupakan peralatan proteksi yang dilengkapi kontrol elektronik yang digunakan untuk mengisolir seksi SUTM yang terganggu secara otomatis, agar daerah yang terganggu sekecil mungkin. Pengaman ini bekerja berdasarkan pengindra tegangan, maka dari itu SSO akan selalu berkaitan dengan pengaman di sisi hulunya (seperti recloser ). Pengaman ini menghitung jumlah operasi pemutusan yang dilakukan oleh pelindung backupnya secara otomatis di sisi hulunya (biasanya 2 atau 3 kali trip) dan akan membuka pada saat peralatan pengaman di sisi hulunya dalam posisi terbuka. SSO biasanya ditempatkan pada SUTM dipasang seri dengan recloser (setelah recloser) bukan diantara



2



recloser (ditengah-tengah).



Namun



pengaman



ini



akan



sulit



bila



dikoordinasikan dengan fuse cut out, karena saat terjadi gangguan fuse cut out akan



langsung putus sehingga tegangan hilang dan SSO akan terbuka. Gambar 2.8 Sectionalizer d) Pengaman Lebur (PL) / Fuse Cut Out (FCO) Fuse Cut Out seperti yang terlihat pada Gambar 2.9 merupakan alat proteksi sistem distribusi yang bekerja dengan cara meleburkan bagian dari komponennya (fuse link) apabila jaringan yang dilayaninya mengalami arus gangguan hubung singkat atau beban lebih. Prinsip kerja dari fuse ini adalah jika arus yang melewati fuse melebihi nilai arus rating nominal dari fuse maka elemen lebur (fuse link) akan panas dan terus meningkat jika telah mencapai titik leburnya maka elemen akan melebur (putus). Pada SUTM, FCO biasanya ditempatkan pada saluran percabangan dan sebagai alat pengaman peralatan seperti trafo distribusi.



Gambar 2.9 Fuse Cut Out



e) Lightning Arrester (LA) Lightning Arrester adalah alat proteksi bagi peralatan listrik terhadap tegangan lebih, yang disebabkan oleh petir atau surja hubung (switching surge). Alat ini bersifat sebagai jalan pintas (by-pass) di sekitar isolasi. Arrester akan membentuk jalan yang mudah dilalui oleh arus kilat ke sistem pentanahan sehingga tidak menimbulkan tegangan lebih yang tinggi dan tidak merusak isolasi peralatan listrik. Jadi dalam keadaan normal, arrester berlaku sebagai isolator dan apabila timbul tegangan surja alat ini bersifat sebagai konduktor yang tahanannya relatif rendah, sehingga dapat meneruskan arus yang tinggi ke tanah. Setelah surja hilang, arrester harus dapat dengan cepat kembali menjadi isolasi. Pada sistem distribusi pemasangan arrester antara lain diletakan pada kabel keluaran gardu induk dengan saluran listrik udara, trafo tenaga yang terpasang di tiang dan di ujung jaringan atau ujung percabangan SUTM.



Gambar 2.10 Lightning Arrester



C. Penutup Balik Otomatis (PBO) / Recloser Penutup Balik Otomatis atau Recloser merupakan pemutus tenaga yang dilengkapi kotak kontrol elektonik (Electronic Control Box), yaitu suatu peralatan elektronik sebagai kelengkapan recloser dimana peralatan ini tidak berhubungan dengan tegangan menengah dan pada peralatan ini recloser dapat dikendalikan cara pelepasannya. Dari dalam kotak kontrol inilah pengaturan (setting) recloser dapat ditentukan. 1. Kegunaan PB /Recloser Pada saat terjadi gangguan permanen, recloser dapat memisahkan secara cepat daerah atau jaringan yang terganggu sistemnya sehingga dapat memeperkecil daerah yang terganggu. Pada saat terjadi gangguan sesaat, recloser akan memisahkan daerah gangguan sesaat sampai gangguan tersebut dianggap hilang, dengan demikian recloser akan masuk kembali sesuai settingnya sehingga jaringan akan normal kembali secara otomatis. 2. Klasifikasi PBO/Recloser PBO atau Recloser dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Menurut Jumlah Fase i. PBO 1 fase, digunakan untuk proteksi jaringan 1 fase seperti pada saluran percabangan. Tiga buah PBO 1 fase dapat juga digunakan pada sistem 1 fase. Bila terjadi gangguan permanen 1 fase, maka hanya 1 fase yang terganggu yang akan dikunci, sedangkan pelayanan untuk 2 fase lainnya yang sehat yang akan terus berjalan. ii. PBO 3 fase, digunakan bila dibutuhkan untuk penguncian ketiga fase secara bersamaan sehingga jika terjadi gangguan permanen 1 fase, beban 3 fase tidak akan bekerja dengan 2 fase.



b. Menurut Media Pemadam Busur Api i. PBO dengan pemadam busur api minyak. Dalam hal ini minyak digunakan sebagai isolasi dan pemadam busur api. Pada saat kontak dipisahkan, busur api akan terjadi di dalam minyak, sehingga minyak menguap dan menimbulkan gelembung gas yang menyelubungi busur api. Minyak yang berada diantara kontak sangat efektif untuk memutuskan arus. Kelemahan pemadam busur api dengan minyak yaitu minyak mudah terbakar dan kekentalan minyak



memperlambat pemisahan kontak, sehingga tidak cocok untuk sistem yang membutuhkan pemutusan arus cepat. ii. PBO dengan pemadam busur api hampa udara (vakum). Dalam hal ini vakum digunakan sebagai isolasi dan pemadam busur api. Pada PBO jenis ini, kontak ditempatkan pada suatu bilik vakum. Untuk mencegah udara masuk ke dalam bilik, maka bilik ini harus ditutup rapat dan kontak bergeraknya diikat ketat dengan perapat logam. iii. PBO dengan pemadam busur api gas SF6. Media gas yang digunakan pada tipe ini adalah gas SF6 (sulphur hexafluoride). Sifat gas SF6 murni adalah tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Sifat lain dari gas SF6 ialah mampu mengembalikan kekuatan dielektrik dengan cepat, tidak terjadi karbon selama terjadi busur api dan tidak menimbulkan bunyi pada saat pemutus tenaga menutup atau membuka. c. Menurut Peralatan Kontrol i. PBO dengan kontrol hidrolik. Digunakan dalam semua PBO 3 fase dan sebagian PBO 1 fase. Tipe ini dapat merasakan arus lebih melalui trip coil yang dihubung seri dengan jaringan. ii. PBO dengan kontrol elektornis. Pada PBO jenis ini akan memudahkan dalam mengubah karakteristik arus waktu, tingkat arus trip dan urutan operasi PBO tanpa harus menurunkan atau melepas PBO dari jaringan, merupakan kelebihan karena tidak mengganggu sistem.



3. Operasi Kerja PBO Operasi kerja PBO dapat disetel cepat atau lambar seperti yang terlihat pada Gambar 2.11. Penyetelan operasi cepat dimaksudkan agar ketika gangguan temporer jaringan bisa pulih kembali dalam waktu yang cepat. Sedangkan operasi lambat dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bekerja pada pengaman yang berada di sisi hilir pada saat terjadi gangguan yang bersifat permanen. Apabila recloser merasakan gangguan yang bersifat permanen, maka recloser akan trip sesuai settingnya sehingga mencapai kondisi lockout



Gambar 2.11 Operasi Kerja PBO



D. Pengaman Lebur (PL)/Fuse Cut Out (FCO) Pengaman Lebur atau FCO merupakan sebuah alat pemutus rangkaian listrik yang berbeban pada jaringan distribusi yang bekerja dengan cara meleburkan bagian dari komponennya (fuse link) yang telah dirancang khusus dan disesuaikan ukurannya. FCO berfungsi untuk melindungi jaringan terhadap arus beban lebih (over load current) yang mengalir melebihi dari batas maksimum, yang disebabkan karena hubung singkat (short circuit) atau beban lebih (over load). Konstruksi dari FCO ini jauh lebih sederhana bila dibandingkan dengan pemutus beban yang terdapat di Gardu Induk. Akan tetapi FCO ini mempunyai kemampuan yang sama dengan pemutus beban. FCO ini hanya dapat memutuskan satu saluran kawat jaringan di dalam satu alat. Apabila diperlukan pemutus saluran tiga fasa maka dibutuhkan FCO sebanyak tiga buah. 1. Klasifikasi Fuse cut out Fuse Cut Out dapat diklasifikasi dalam 2 macam fuse yaitu : a. Fuse letupan (Expulsion Fuse) Pengaman lebur atau FCO yang digunakan pada jaringan distribusi adalah jenis letupan. Kontruksi pengaman lebur letupan dapat dilihat pada Gambar 2.12. Fuse ini tidak dilengkapi dengan alat peredam busur api, sehingga bila digunakan untuk daya besar maka fuse tidak mampu meredam busur api yang timbul pada saat terjadi gangguan, akibatnya akan timbul ledakan. Karena itu fuse ini dikategorikan sebagai pengaman letupan. Istilah letupan (expulsi) merupakan suatu tanda yang dipergunakan fuse sebagai tanda adanya busur listrik yang melintas didalam tabung fuse yang kemudian dipadamkannya. Peristiwa yang terjadi pada



bagian dalam tabung fuse ini adalah peristiwa penguraian panas secara partial akibat busur dan timbulnya gas yang di deionisasi pada celah busurnya sehingga busur api segera menjadi padam pada saat arus menjadi nol. Tekanan gas yang timbul pada tabung akibat naiknya temperatur dan pembentukan gas menimbulkan terjadinya pusaran gas didalam tabung dan ini membantu deionisasi lintasan busur api. Tekanan yang semakin besar pada tabung membantu proses pembukaan rangkaian, setelah busur api padam, partikel-partikel yang diionisasi akan tertekan keluar dari ujung tabung yang terbuka.



Gambar 2.12 Bagian-bagian Pengaman Lebur Letupan



Keterangan : 1. Isolator Porselen



6. Mata kait dari brons



2. Kontak dari tembaga disepuh perak



7. Tabung pelebur dari resin



3. Klem terminal dari kuningan



8. Penggantung dari baja tahan karat



4. Tutup yang dapat dilepas(kuningan)



9. Klem pemegang dari baja



5. Batang pemegang atas dari baja



10. Lengan pemutus hubungan dari baja



b. Fuse Liquid (Liquid Filled Fuse) Fuse Liquid, fuse jenis ini tidak dikenal diwilayah PT PLN (Persero). Namun menurut referensi, FCO semacam ini dapat digunakan untuk jaringan distribusi dengan saluran kabel udara. 2. Fuse link Perlengkapan



Fuse



Cut



Out



terdiri



dari



sebuah



rumah



fuse



(fuse



support), pemegang fuse ( fuse holder) dan fuse link sebagai pisau pemisahnya. Fuse link merupakan pembatas arus yang dipasang pada FCO. Ukuran fuse link ditentukan oleh panjang fuse link dan besarnya penampang elemen lebur. Panjang fuse link menentukan jumlah yang dapat ditampung dan dihantarkan dari pengikat ketika elemen lebur. 3. Standar Fuse link Ada sejumlah standar yang dianut fuse link, salah satu standar pengenal fuse link dikenal dengan sebutan pengenal H. Pengenal H dispesifikasi fuse link tersebut mampu untuk disalurkan arus listrik sebesar 100 % secara kontinue dan akan melebur pada nilai tidak lebih dari 230 % dari angka pengenalnya dalam waktu 5 menit. Pada praktek dilapangan ketentuan tersebut kurang memuaskan penggunaanya karena hanya satu titik yang dispesifikasi pada karakteristik arus waktu sehingga fuse link yang dibuat oleh sejumlah pabrik yang berbeda mempunyai keterbatasan dalam memberikan jaminan koordinasi antar fuse link. Setelah fuse link dengan pengenal H kemudian muncul standar industri fuse link dengan pengenal K dan pengenal T pada tahun 1951.



Pengenal K untuk menyatakan fuse link dapat bekerja memutus jaringan listrik yang berbeban dengan waktu kerja lebih cepat dan pengenal T untuk menyatakan fuse link bekerja memutus jaringan listrik yang berbeban dengan waktu kerja lebih lambat. Fuse link tipe T dan tipe K ini merupakan rancangan yang universal karena fuse link ini bisa ditukar tukar (interchangeability) kemampuan elektris dan mekanisnya yang dispesifikasi dalam standar. Karakteristik fuse link tipe K dan tipe T sudah distandarisasi dan sebagai titik temu nilai arus maksimum dan minimum yang diperlukan untuk melelehkan fuse link ditetapkan pada 3 titik waktu dalam kurva karakteristik. Kondisi ini lebih menjamin koordinasi antara fuse link yang dibuat oleh beberapa pabrik menjadi lebih baik dari pada yang dimiliki fuse link H. Tabel 2.1 Arus Pengenal Fuse Link Tipe K



Tabel 2.2 Arus Pengenal Fuse Link Tipe T



Kurva karakteristik kerja fuse link tipe K dan T masing-masing dapat dilihat pada



Gambar 2.13 dan Gambar 2.14 sebagai berikut : Gambar 2.13 Kurva Karakteristik Arus–Waktu Fuse Link Tipe K



Gambar 2.14 Kurva Karakteristik Arus–Waktu Fuse Link Tipe T



Dari kedua kurva karakteristik kerja fuse ini masing-masing memiliki hal sebagai berikut : a. Kurva waktu leleh minimum (minimum melting time). Yaitu kurva yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan mulai dari saat terjadinya arus lebih sampai dengan mulai meleburnya pelebur untuk harga arus tertentu. b. Waktu busur. Yaitu waktu antara saat timbulnya busur permulaam sampai saat pemadaman. c. Kurva waktu pembebasan maksimum (maximum clearing time). Yaitu kurva yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan dari saat terjadinya arus lebih sampai dengan padamnya bunga api untuk harga arus tertentu.



4. Pemilihan Rating Arus Fuse Link FCO untuk Proteksi Percabangan Salah satu hal yang menjadi pertimbangkan dalam pemilihan arus pengenal FCO untuk proteksi saluran cabang atau saluran anak cabang adalah besarnya nilai arus beban maksimum yang akan atau dapat mengalir pada saluran cabang atau anak cabang tersebut. Untuk menentukan rating arus fuse link FCO yang dipilih dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Pilih fuse link yang sesuai dengan standar dalam hal ini PLN dalam SPLN 64 :1985 menentukan pilihan tipe K atau T. 2. Bagilah arus beban maksimum yang sudah ditentukan dengan kemampuan arus kontinyu fuse link. 3. Koordinasi yang sebaik baiknya dengan alat proteksi yang lain seperti recloser dan FCO lainnya baik yang berada di sisi hulu ataupun sisi hilirnya. 4. Perhatikan batas ketahanan penghantar terhadap arus hubung singkat. 5. Perhatikan pula kemampuan pemutusan dari FCO, khususnya bagi FCO yang terpasang dekat dengan sumber tenaga. Pemilihan rating arus fuse link FCO yang benar adalah tidak akan melebur atau terjadi kerusakan oleh gangguan sesaat yang terjadi disebelah hilirnya, karena recloserlah yang seharusnya membuka rangkaian tanpa memutuskan fuse link. Pada saat gangguan tetap fuse link pertama pada sisi hulu dari gangguan akan melebur dan membuka rangkaian setelah operasi recloser



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Untuk mengatasi gangguan arus lebih, baik berupa gangguan temporer/permanen maka diperlukan kerjasama antara Recloser dan FCO untuk mengamankannya, sehingga dapat memisahkan antara area yang terganggu dan yang tidak terganggu.



DAFTAR PUSTAKA https://www.scribd.com/doc/265286054/Koordinasi-Antara-Recloser-Dan-FCO