Makalah Lapangan Terbang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bandar udara (disingkat: Bandara) atau Pelabuhan Udara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandar udara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization): Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat. Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah "lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat". Pada masa awal penerbangan, bandar udara hanyalah sebuah tanah lapang berumput yang bisa didarati pesawat dari arah mana saja tergantung arah angin. Sekarang, bandar udara bukan hanya tempat untuk naik dan turun pesawat. Dalam perkembangannya, berbagai fasilitas ditambahkan seperti toko-toko, restoran, pusat kebugaran, dan butik-butik merek ternama apalagi di bandara-bandara baru. Di indonesia bandar udara yang berstatus bandar udara internasional antara lain Polonia (Medan), Soekarno-Hatta (Cengkareng), Djuanda (Surabaya), Sepinggan (Balikpapan), Hasanudin (Makassar) dan masih banyak lagi.



1



B. PERMASALAHAN Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam maklah ini adalah tentang salah satu komponen Lapangan Terbang yaitu Landas Pacu / Runway (R/W), sebagai berikut: 1. Apakah pengertian bandara? 2. Apa saja komponen dalam bandara? 3. Bagaimana struktur perkerasan pada landasan?



C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN Adapun yang menjadi tujuan dari pada penulisan maklah ini adalah : 1. Sebagai salah satu penilaian dalam mata kuliah Perencanaan Lapangan Terbang. 2. Menguatkan pemahaman tentang Bandar Udara dan semua kmponen didalamnya. 3. Untuk mengkaji secara mendalam tentang fungsi dan kegunaan bandara.



D. METODE PENULISAN Untuk mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka penyusunan maklah ini penulis telah mengunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mempelajari sumber-sumber tertulis, seperti buku-buku yang membahas masalah mengenai lapangan terbang, artikel-artikel, dan berbagai sumber lainnya.Untuk pengolahan bahanbahan tersebut telah digunakan metode-metode: 1. Metode deduktif, yaitu metode yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat umum kemudian dari hal-hal yang bersifat umum ini ditarik kesimpulan yang khusus. 2. Metode induktif, yaitu metode yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat khusus kemudian dari hal-hal yang bersifat khusus ini ditarik kesimpulan yang umum.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. PENGERTIAN BANDARA Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport merupakan sebuah fasilitas di mana pesawat terbang seperti pesawat udara dan helikopter dapat lepas landas dan mendarat. Suatu bandar udara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landasan pacu atau helipad (untuk pendaratan helikopter), sedangkan untuk bandara-bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya seperti bangunan terminal dan hanggar. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) : Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat. Definisi bandar udara menurut PT (Persero) Angkasa Pura I adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat. Pada masa awal penerbangan, bandara hanyalah sebuah tanah lapang berumput yang bisa didarati pesawat dari arah mana saja tergantung arah angin. Di masa Perang Dunia I, bandara mulai dibangun permanen seiring meningkatnya penggunaan pesawat terbang dan landas pacu mulai terlihat seperti sekarang. Setelah perang,dunia 1 bandara mulai ditambahkan fasilitas komersial untuk melayani penumpang. Dimasa modern, bandara bukan hanya tempat untuk naik dan turun pesawat. Dalam perkembangannya, berbagai fasilitas ditambahkan seperti tokotoko, restoran, pusat kebugaran, dan butik-butik merek ternama apalagi di bandara bandara baru.



Transportasi udara umumnya dibagi menjadi tiga golongan, yakni angkutan udara, penerbangan umum, dan militer. Kategori penerbangan swasta dan umum selain penerbangan terjadwal yang dilaksanakan penerbangan (airlines) meliputi juga penerbangan pribadi dan yang digunakan oleh industri swasta dan komersial untuk mengirimkan barang ataupun alat – alat dan hasil pruduksi. Dalam kategori penerbangan juga termasuk kegiatan penerbangan non – transport, misalnya untuk keperluan inspeksi penerbangan, pemadam kebakaran, dan lain – lain.



3



Adapun istilah yang berkaitan dengan operasi penerbangan adalah : 1. Penerbangan terjadwal Penerbangan secara teratur dan tetap pada jalur - jalur tertentu untuk mengangkut penumpang, barang, dan pos. 2. Penerbangan tidak terjadwal Penerbangan sewaktu - waktu pada jalur - jalur yang diperlukan untuk pengangkutan penumpang, barang, dan pos termasuk penerbangan carteran.  Fungsi Bandar Udara Terminal Bandar udara digunakan untuk pemrosesan penumpang dan bagasi untuk pertemuan dengan pesawat dan moda trasportasi darat. Bandar udara juga digunakan untuk penanganan pengangkutan barang (cargo). Pentingnya pengembangan sub sector transportasi udara yaitu: 1. Mempercepat arus lalu lintas penumpang, kargo dan servis melalui transportasi udara di setiap pelosok Indonesia. 2. Mempercepat wahana ekonomi, memperkuat persatuan nasional dalam rangka menetapkan wawasan nusantara. 3. Mengembangakan transportasi yang terintegrasi dengan sector lainnya serta memperhatikan kesinambungan secara ekonomis.



Transportasi udara di Indonesia memiliki fungsi strategis sebagai sarana transportasi yang menyatukan seluruh wilayah dan dampaknya berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan dan peranannya maupun dalam pengembangannya.  Aktivitas Pada Bandar Udara Bandar udara merupakan suatu fasilitas sebagai perantara (interface) antara transportasi udara dengan transportasi darat, yang secara umum fungsinya sama dengan terminal, yakni sebagai: 1. Tempat pelayanan bagi keberangkatan/kedatangan pesawat. 2. Untuk bongkar/muat barang atau naik/turun penumpang. 3. Tempat perpindahan (interchange) antar moda transportasi uadara dengan moda transportasi yang sama (transit) atau dengan moda transportasi yang lainnya. 4. Tempat klasifikasi barang/penumpang menurut jenis, tujuan perjalanan, dan lain lain. 5. Tempat untuk penyimpanan barang (storage) selama proses pengurusan dokumen. 4



6. Sebagai tempat untuk pengisian bahan bakar, perawatan dan pemeriksaan kondisi pesawat sebelum dinyatakan layak untuk terbang.  Tipe Bandar Udara Bandar udara secara umum digolongkan dalam beberapa tipe menurut berbagai criteria yang disesuaikan dengan keperluan penggolongannya, antara lain: 1. Berdasarkan kriteria fisiknya, bandara dapat digolongkan menjadi seaplane base, stol port (jarak take – off dan landing yang pendek), dan Bandar udara kovensional. 2. Berdasarkan pengelolaan dan penggunaanya, Bandar udara dapat digolongkan menjadi dua, yakni Bandar udara umum yang dikelola pemerintah untuk penggunaan umum maupun militer atau bandara swasta/pribadi yang dikelola/digunakan untuk kepentingan pribadi/perusahaan swasta tertentu. 3. Berdasarkan aktifitas rutinnya, bandara dapat digolongkan menurut jenis pesawat terbang yang beroperasi (enplanements) serta menurut karakteristik operasinya. 4. Berdasarkan fasilitas yang tersedia, bandara dapat dukategorikan menurut jumlah runway yang tersedia, alat navigasi yang tersedia, kapasitas hangar, dan lain sebagainya. 5. Berdasarkan tipe perjalanan yang dilayani, bandara dapat digolongkan bandara internasional, bandara domestik dan gabungan bandara internasional domestik.



Menurut peraturan direktur jenderal perhubungan udara No.SKEP/77/VI/2005 tentang Persyaratan Teknis Bandar Udara, bandar udara berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Bandar udara yang merupakan simpul yang merupakan simpul dalam jaringan transportasi udara sesuai dengan hierarki fungsinya yaitu Bandar udara pusat penyebaran dan bukan pusat penyebaran. 2. Bandar udara sebagai pintu gerbang kegiatan perekonomian Nasional dan Internasional. 3. Bandar udara sebagai tempat kegiatan alih moda transportasi.



Di Indonesia klasifikasi Bandar udara sesuai dengan keputusan Menteri Perhubungan No. 36 Tahun 1993 didasarkan pada beberapa criteria berikut ini : 1. Komponen jasa angkutan udara. 2. Komponen pelayanan keselamatan dan keamanan penerbangan. 5



3. Komponen daya tamping bandara (landasan pacu dan tempat parker pesawat). 4. Komponen fasilitas keselamatan penerbangan (fasilitas elektronika dan listrik yang menunjang operasi fasilitas keselamatan penerbangan). 5. Komponen status dan fungsi bandara dalam konteks keterkaitannya dengan lingkungan sekitarnya.



B. FASILITAS BANDAR UDARA Sebuah Bandar Udara pasti memiliki fasilitas yang terpenting antara lain adalah: 



Sisi Udara (Air Side) 1. Runway



Gambar Runway Bandara Runway atau landas pacu yang mutlak diperlukan pesawat. Panjangnya landas pacu biasanya tergantung dari besarnya pesawat yang dilayani. Untuk bandar udara perintis yang melayani pesawat kecil, landasan cukup dari rumput ataupun tanah diperkeras (stabilisasi). Panjang landasan perintis umumnya 1.200 meter dengan lebar 20 meter, misal melayani Twin Otter, Cessna, dll. pesawat kecil berbaling-baling dua (umumnya cukup 600-800 meter saja). Sedangkan untuk bandar udara yang agak ramai dipakai konstruksi aspal, dengan panjang 1.800 meter dan lebar 30 meter. Pesawat yang dilayani adalah jenis turbo-prop atau jet kecil seperti Fokker-27, Tetuko 234, Fokker-28, dlsb. Pada bandar udara yang ramai, umumnya dengan konstruksi beton dengan panjang 3.600 meter dan lebar 45-60 meter. Pesawat yang dilayani adalah jet sedang seperti Fokker-100, DC-10, B-747, Hercules, dlsb. Bandar udara international terdapat lebih dari satu landasan untuk antisipasi ramainya lalu lintas.



6



Tabel kelas bandar udara berdasarkan panjang runway



2. Apron



Gambar Apron Apron atau tempat parkir pesawat yang dekat dengan terminal building, sedangkan taxiway menghubungkan apron dan runway. Konstruksi apron umumnya beton bertulang, karena memikul beban besar yang statis dari pesawat. Perencanaan apron harus memenuhi ketentuan teknis : 



Kemiringan (slope)







Jarak lebar antara pesawat yang sedang parkir dengan bangunan terdekat dengan pesawat lain yang sedang parker dan benda lainnya.







Posisi parkir pesawat pada apron yang sering digunakan oleh pesawat udara : a. Sejajar b. Nise in c. Nose out d. Angled nose in e. Angled nose out



3. Taxiway Taxiway adalah suatu jalur tertentu di dalam lokasi Bandar udara yang 7



menghubungkan antara landas pacu (runway) dengan landas parkir (apron) di daerah bangunan terminal dan sebaliknya, terdiri dari exit taxiway, paralel taxiway dan high speed taxiway. Taxiway berfungsi sebagai fasilitas penghubung, maka taxiway dalam perencanaannya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 



Jarak antara garis tengah taxiway dengan garis tengah runway







Lebar taxiway







Wheel clearance







Kemiringan dan jarak pandang







Taxiway strip



4. Air Traffic Control



Gambar. Air Traffic Controller Untuk keamanan dan pengaturan, terdapat Air Traffic Controller, berupa menara khusus pemantau yang dilengkapi radio control dan radar. 5. Air Rescue Service



Gambar Air Rescue Service Karena dalam bandar udara sering terjadi kecelakaan, maka disediakan unit penanggulangan kecelakaan (air rescue service) berupa peleton penolong dan



8



pemadam kebakaran, mobil pemadam kebakaran, tabung pemadam kebakaran, ambulans, dan peralatan penolong lainnya.







Sisi Darat (Land Side) 1. Terminal bandar udara



Gambar. Terminal Bandara Terminal bandar udara atau concourse adalah pusat urusan penumpang yang datang atau pergi. Di dalamnya terdapat pemindai bagasi sinar X, counter check-in, (CIQ, Custom - Inmigration - Quarantine) untuk bandar udara internasional, dan ruang tunggu (boarding lounge) serta berbagai fasilitas untuk kenyamanan penumpang. Di bandar udara besar, penumpang masuk ke pesawat melalui garbarata atau avio bridge. Di bandar udara kecil, penumpang naik ke pesawat melalui tangga (pax step) yang bisa dipindah-pindah.. 2. Curb



Gambar. Curb Airport



9



Curb, adalah tempat penumpang naik-turun dari kendaraan darat ke dalam bangunan terminal bandar udara.



3. Parkiran kendaraan



Gambar parkiran kendaraan di bandara Parkir kendaraan, untuk parkir para penumpang dan pengantar/penjemput, termasuk taksi. C. SEJARAH BANDARA



gambar bandara yang digunakan oleh wright bersaudara



Sejarah dunia penerbangan telah membuka mata dunia akan sarana transportasi, yang efektif dan efisien. Sarana transportasi ini kini telah melayani jutaan orang setiap harinya. Selain cepat, juga relatif aman. Demikian juga sarana dan prasarana yang menunjangnya, seperti bandara, telah menjadikan banyak orang terbantu. Tapi tahukan Anda di mana letak bandara pertama kali ada? Dan bagaimana sejarah dunia penerbangan?



10



Prasasti bandara udara pertama. Seperti yang sering disinggung dalam pelajaran sejarah, Wright bersaudara telah "menyihir" dunia dengan alat terbangnya. Yang kala itu, tebang merupakan "sihir" yang hanya bisa dilakukan oleh penyihir. Di salah satu tempat bernama Kitty Hawk, terdapat padang rumput seluas 84 hektar, di North Carolina. Di sinilah awal mula, Wright bersaudara bereksperimen dengan alat yang akan membantu mengubah transportasi di dunia. Mereka belajar dari setiap kesalahan, dengan mengembangkan mesin praktis dan bermanfaat.



Pesawat yang digunakan Wright bersaudara.



Dan akhirnya mereka membuat sejarah di Kitty Hawk, dengan membuat mesin yang mampu terbang dalam jarak 852 meter dengan waktu terbang sekitar 59 detik. Walaupun di sini tidak layak disebut bandara, karena fasilitas atau persyaratan bandara tidak terdapat di sini. Namun di sinilah pertama kali pesawat terbang dan mendarat.



11



D. BENTUK AREA DAN BANGUNAN BANDARA 1. Bentuk Area Terminal Perancangan tata letak di area terminal tergantung besaran bandar udara, dan berubah dari tata letak sederhana menjadi lebih rumit seiring dengan pertumbuhan penumpang di bandar udara. a. Bandara Kecil 



Hubungan sederhana antara apron dan bangunan terminal penumpang







Fasilitas-fasilitas di area terminal ditata secara terpusat.



b. Bandara Sedang 



Hubungan sederhana antara apron dan bangunan terminal penumpang, namun ukuran apron lebih luas.







Fasilitas-fasilitas di area terminal ditata secara terpusat namun dihubungkan dengan suatu jaringan jalan operasional yang kolektif.



c. Bandara Besar 



Bentuk maupun ukuran bangunan terminal penumpang dan apron lebih rumit dan luas, untuk memperoleh lebih banyak posisi parkir pesawat di apron serta untuk mengurangi jarak tempuh (walking distance) dari ruang check in ke pintu pemberangkatan (boarding gates).







Dalam perancangan apron perlu pula dipertimbangkan kemudahan pesawat "taxiing' pada apron taxiway.







Fasilitas-fasilitas di area terminal ditata secara terpisah pada lokasi individual. Bentuk zoning dasar dan fasilitas pada area terminal dijelaskan seperti dalam gambar dan tabel berikut.



Gambar Bandar udara kecil



Gambar Bandar udara sedang



12



Gambar bandar udara besar



2. Bentuk Bangunan Terminal Penumpang a. Tata Letak Bangunan Teminal Penumpang Pengaturan tata letak bangunan terminal harus memperhatikan dan memperhitungkan posisi fasilitas lainnya, sirkulasi bagi pelayanan umum, kondisi eksisting dan kemungkinan pengembangan. b. Konsep Bentuk Bangunan Terminal Penumpang Dalam perencanaan bangunan terminal penumpang, konsep bentuk bangunan ditentukan dengan memperhatikan beberapa kriteria dasar berikut. Kriteria dasar dalam penentuan konsep bentuk terminal : 



Orientasi yang jelas bagi pengunjung untuk dapat mencapai bangunan terminal, dengan arus sirkulasi dan penunjuk arah yang jelas dan berskala manusia.







Jarak capai sesingkat mungkin dari halaman parkir kendaraan ke bangunan terminal, dan dari fasilitas pempfosesan penumpang dan barang ke pesawat. Perbedaan tinggi lantai seminimal mungkin di bangunan terminal.







Menghindari pertemuan silang dalam sirkulasi penumpang.







Jarak yang sesingkat mungkin bagi transportasi penumpang dan barang (bagasi) antara bangunan terminal dengan posisi parkir pesawat.







Fasilitas-fasilitas yang ada mudah dikombinasikan/ fleksible terhadap karakteristik dari beberapa type pesawat yang dilayani.







Sebagai antisipasi terhadap kemungkinan pengembangan, atau terhadap perubahan kebijakan/ peraturan, perlu direncaraakan desain bangunan yang modular. 13



BAB III GAYA GAYA YANG BEKERJA PADA RUNWAY



Dalam dunia penerbangan, perlu adanya pengaturan pesawat, baik itu take off, landing maupun pada saat masuk ke taxi way dan apron. Runway (r/w): Bagian memanjang dari sisi darat aerodrom yang disiapkan untuk tinggal landas dan mendarat pesawat terbang. Untuk menjamin keselamatan pesawat maka dikeluarkan persyaratan-persyaratan untuk menentukan panjang runway. Peraturan tersebut dikeluarkan oleh FAR (Federal Aviation Regulation) dan I.C.A.O. Panjang landasan pacu bergantung pada suhu, kecepatan dan arah angin serta tekanan udara di sekitarnya, juga kemampuan pesawat yang melintas di atasnya. Di daerah gurun dan di dataran tinggi, umumnya landas pacu yang digunakan lebih panjang daripada yang umum digunakan di bandara-bandara bahkan bandara internasional karena tekanan udara yang lebih rendah. Jumlah landasan tergantung pada volume lalu lintas, dan orientasi landasan tergantung kepada arah angin dominan yang bertiup, tetapi kadang – kadang juga luas tanah yang tersedia bagi pengembangan ada pengaruhnya.



A. PENGARUH KEMAMPUAN PESAWAT TERHADAP PANJANG LANDAS PACU DALAM PERENCANAAN GEOMETRIK



Beberapa definisi berkenaan dengan topik ini: 



Kecepatan awal mendaki - Initial Climb Out Speed (V2) : Kecepatan minimum yang diperkenankan untuk mendaki sesudah mencapai ketinggian 10,5 m (35 Ft)







Kecepatan putusan – Decision Speed (V1) : Kecepatan yang ditentukan dimana bila mesin mengalami kegagalan saat kecepatan V1 belum tercapai pilot harus menghentikan pesawat, namun apabila sudah melewati V1 maka pesawat harus terus lepas landas dan tidak boleh mengurangi kecepatan







Kecepatan Rotasi - Rotation Speed (Vr) : Kecepatan pada saat pilot mulai mengangkat hidung pesawat.







Kecepatan Angkat – Lift Off Speed (V lot) : Kecepatan dari kemampuan pesawat, di saat itu badan pesawat mulai terangkat dari landasan.



14







Jarak Landasan Pacu – Take Off Distance : Jarak horizontal yang diperlukan untuk lepas landas dengan mesin tidak berkerja tetapi pesawat telah mencapai ketinggian 10,5 m







Take off Run : 1. Jarak dari awal take off ke titik V lof + ½ kali jarak pesawat mencapai ketinggian 10,5 m dari V lof, pada keadaan mesin tidak berkerja. 2. Jarak dari awal take off ke titik V lof dikalikan 115% + ½ kali jarak pesawat mencapai ketinggian 10,5 m dari titik V lof x 115% tadi, pada keadaan mesin pesawat berkerja. Jarak terbesarnya merupakan take off run Accelerate Stop Distance : Jarak yang digunakan untuk mencapai kecepatan V1 + jarak untuk berhenti dari titik V1 lStop way : Perpanjangan landasan, digunakan untuk menahan pesawat pada waktu gagal lepas landas. Clearway : Area di luar akhir landasan lebarnya paling sedikit 500 feet. As Clearway merupakan perpanjangan as landasan, panjangnya tidak boleh melebihi ½ panjang take off run.



Untuk pesawat terbang bermesin turbin dalam menentukan panjang runway harus mempertimbangkan tiga keadaan umum agar pengoperasian pesawat aman. Ketiga keadaan tersebut adalah: 



Lepas landas normal Suatu keadaan dimana seluruh mesin dapat dipakai dan runway yang cukup dibutuhkan untuk menampung variasi-variasi dalam teknik pengangkatan dan karakteristik khusus dari pesawat terbang tersebut.







Lepas landas dengan suatu kegagalan mesin Merupakan keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan pesawat terbang lepas landas walaupun kehilangan daya atau bahkan direm untuk berhenti.







Pendaratan Merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan variasi normal dari teknik pendaratan, pendaratan yang melebihi jarak yang ditentukan (overshoots), pendekatan yang kurang sempurna (poor aproaches) 15



dan lain-lain. Panjang runway yang dibutuhkan diambil yang terpanjang dari ketiga analisa di atas



Keadaan pendaratan Peraturan menyebutkan bahwa jarak pendaratan (landing distance = LD) yang dibutuhkan oleh setiap pesawat terbang yang menggunakan bandara, harus cukup untuk memungkinkan pesawat terbang benar-benar berhenti pada jarak pemberhentian (stop distance = SD), yaitu 60 persen dari jarak pendaratan, dengan menganggap bahwa penerbang membuat pendekatan pada kepesatan yang semestinya dan melewati ambang runway pada ketinggian 50 ft.



1. Keadaan Normal Semua mesin bekerja memberikan definisi jarak lepas landas (take off distance = TOD) yang untuk bobot pesawat terbang harus 115 persen dan jarak sebenarnya yang ditempuh pesawat terbang untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35). Tidak seluruh jarak ini harus dengan perkerasan kekuatan penuh. Bagian yang tidak diberi perkerasan dikenal dengan daerah bebas (clearway = CW). Separuh dari selisih antara 115 persen dari jarak untuk mencapai titik pengangkatan, jarak pengangkatan (lift off distance = LOD) dan jarak lepas landas dapat digunakan sebagai daerah bebas (clearway). Bagian selebihnya dari jarak lepas landas harus berupa perkerasan kekuatan penuh dan dinyatakan sebagai pacuan lepas landas (take off run = TOR).



2. Keadaan dengan kegagalan mesin peraturan menetapkan bahwa jarak lepas landas yang dibutuhkan adalah jarak sebenarnya untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35) tanpa digunakan persentase, seperti pada keadaan lepas landas dengan seluruh mesin bekerja. Keadaan ini memerlukan jarak yang cukup untuk menghentikan pesawat terbang dan bukan untuk melanjutkan gerakan lepas landas. Jarak ini disebut jarak percepatan berhenti (accelerate stop distance = ASD). Untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin karena jarang mengalami lepas landas yang gagal maka peraturan mengizinkan penggunaan perkerasan dengan kekuatan yang lebih kecil, dikenal dengan daerah henti (stopway = SW), untuk bagian jarak percepatan berhenti diluar pacuan lepas landas (take off run).



16



Grafik percepatan pesawat ketika mesin gagal



Panjang lapangan (field length = FL) yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dari tiga bagian yaitu perkerasan kekuatan penuh (FS), perkerasan dengan kekuatan parsial atau daerah henti (SW) dan daerah bebas (CW). Untuk peraturan-peraturan diatas dalam setiap keadaan diringkas dalam bentuk persamaan – persamaan berikut :



Keadaan lepas landas normal:



Keadaan lepas landas dengan kegagalan mesin dan pendaratan :



17



Untuk menentukan panjang lapangan yang dibutuhkan dan berbagai komponennya yang terdiri dari perkerasan kekuatan penuh, daerah henti dan daerah bebas, setiap persamaan diatas harus diselesaikan untuk rancangan kritis pesawat terbang di bandara. Hal ini akan mendapatkan setiap nilai-nilai berikut: 1. FL = (TOD, ASD, LD)/ maks (1.5) 2. FS = (TOR, LD)/ maks (1.6) 3. SW = ASD – (TOR, LD)/ maks (1.7) 4. CW = (FL – ASD, CW)/ min (1.8) Dimana nilai CW minimum yang diizinkan adalah 0. Apabila pada runway dilakukan operasi pada kedua arah, seperti yang umum terjadi, komponen-komponen panjang runway harus ada dalam setiap arah.



18



Tabel 1. Klasifikasi Airport, Disain GroupPesawat dan Jenis Pesawat



(sumber: Aerodromes, Civil Aviation Safety Authority, Australian Government.)



19



Tabel 2. Klasifikasi Airport, Disain GroupPesawat dan Jenis Pesawat



(sumber: Aerodromes, Civil Aviation Safety Authority, Australian Government.)



B. PERHITUNGAN PANJANG RUNWAY AKIBAT PENGARUH KONDISI LOKAL BANDARA.  Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang runway adalah: 



Temperatur,







angin permukaan (surface wind)







Kemiringan runway (effective gradient)







Elevasi runway dari permukaan laut (altitude)







Kondisi permukaan runway. 20







Sesuai dengan rekomendasi dari International Civil Aviation Organization (ICAO) bahwa perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi bandara. Metoda ini dikenal dengan metoda Aeroplane Reference Field Length (ARFL).







Menurut ICAO, ARFL adalah runway minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada maximum sertificated take off weight, elevasi muka laut, kondisi atmosfir standar, keadaan tanpa angin bertiup, runway tanpa kemiringan (kemiringan = 0).







Perencanaan persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan koreksi akibat pengaruh dari keadaan local



 Koreksi Elevasi Menurut ICAO bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300 m (1000ft) dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut. Maka rumusnya adalah:



Fe h



: faktor koreksi elevasi : elevasi di atas permukaan laut, m



 Koreksi Temperatur 



Pada temperatur yang tinggi dibutuhkan runway yang lebih panjang sebab temperatur tinggi akan menyebabkan density udara yang rendah.







Sebagai temperatur standar adalah 15 oC







Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi terhadap temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1 oC. Sedangkan untuk setiap kenaikan 1000 m dari permukaaan laut rata-rata temperatur turun 6.5 oC



Ft = 1 + 0.01 (T –(15 - 0.0065h))



Ft



: faktor koreksi temperatur



T



: temperatur dibandara, oC



21



 Koreksi Kemiringan Runway Faktor koreksi kemiringan runway dapat dihitung dengan persamaan berikut:



Fs = 1 + 0.1 S



Fs



: faktor koreksi kemiringan



S



: kemiringan runway, %



 Koreksi Angin Permukaan (Surface Wind) Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin haluan (head wind) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind) maka runway yang diperlukan lebih panjang. Angin haluan maksimum yang diizinkan bertiup dengan kekuatan 10 knots, dan menurut Basuki (1990) kekuatan maksimum angin buritan yang diperhitungkan adalah 5 knots. Tabel berikut memberikan perkiraan pengaruh angin terhadap panjang runway.



Tabel Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway



Sumber: Basuki (1990) Untuk perencanaan bandara diinginkan tanpa tiupan angin tetapi tiupan angin lemah masih baik  Kondisi Permukaan Runway Untuk kondisi permukaan runway hal sangat dihindari adalah adanya genangan tipis air (standing water) karena membahayakan operasi pesawat. Genangan air mengakibatkan permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat yang membuat daya pengereman menjadi jelek dan yang paling berbahaya lagi adalah terhadap kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas landas. Menurut hasil penelitian NASA dan FAA tinggi maksimum genangan air adalah 1.27 cm. Oleh karena itu drainase bandara harus baik untuk membuang air permukaan



22



secepat mungkin Jadi panjang runway minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan persamaan berikut:



ARFL = (Lro x Ft x Fe x Fs) + Fw (1.12) Lro



: Panjang runway rencana, m



Ft



: faktor koreksi temperatur



Fe



: faktor koreksi elevasi



Fs



: faktor koreksi kemiringan



Fw



: faktor koreksi angin permukaan



Kontrol dengan ARC dapat dilakukan berdasarkan pada Tabel 2 berikut: Tabel Aerodrome Reference Code (ARC)



Sumber: Horonjeff (1994)



1. Lebar, Kemiringan dan Jarak Pandang Runway Dari ketentuan pada Tabel 2 apabila dihubungkan dengan Tabel 3 berikut maka dapat ditentukan lebar runway rencana minimum. Tabel Lebar Runway



23



a = lebar landasan presisi harus tidak kurang dari 30 m untuk kode angka 1 atau 2 catatan : apabila landasan dilengkapi dengan bahu landasan lebar total landasan dan bahu landasannya paling kurang 60 m. Sumber: Basuki (1990) 2. Kemiringan memanjang (longitudinal) runway Kemiringan memanjang landasan dapat ditentukan dengan Tabel 5 dengan tetap mengacu pada kode angka pada Tabel 4. Tabel 4 Kemiringan Memanjang (Longitudinal) Landasan



Catatan : 



semua kemiringan yang diberikan dalam persen.







untuk landasan dengan kode angka 4 kemiringan memanjang pada seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan tidak boleh lebih 0.8 %.







untuk landasan dengan kode angka 3 kemiringan memanjang pada seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan precision aproach category II and III tidak boleh lebih 0.8 %. Sumber : Basuki (1990)



24



3. Kemiringan melintang (transversal) Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada di atas landasan perlu kemiringan melintang dengan ketentuan sebagai berikut: a) 1.5 % pada landasan dengan kode huruf C, D atau E. b) 2 % pada landasan dengan kode huruf A atau B.



4. Jarak pandang (sight distance) Apabila perubahan kemiringan tidak bisa dihindari maka perubahan harus sedemikian hingga garis pandangan tidak terhalang dari : a. Suatu titik setinggi 3 m (10 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 3 m (10 ft) dari permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf C, D atau E. b. Suatu titik setinggi 2 m (7 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 2 m (7 ft) dari permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf B.50 c. Suatu titik setinggi 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf A.



5. Panjang, Lebar, Kemiringan dan Perataan Strip Landasan. Tabel Panjang, Lebar, Kemiringan dan Perataan Strip Landasan



25



Catatan: 



60 m bila landasan berinstrumen 30 m bila landasan tidak berinstrumen.







kemiringan transversal pada tiap bagian dari strip di luar diratakan kemiringannya tidak boleh lebih dari 5 % .







untuk membuat saluran air kemiringan 3m pertama arah ke luar landasan, bahu landasan, stopway harus sebesar 5 %



suatu landasan terbang sedikitnya 6,000 ft ( 1,800 m) biasanya digunakan untuk pesawat terbang di bawah 200,000 lb ( 91,000 kg). Pesawat terbang lebih besar yang mencakup widebodies ( Boeing 747, 767, 777, dan 787 [Preproduction]); Bis udara A310, A330, A340, A350 dan A380; Mcdonnell Douglas DC-10 atau MD-11; dan Ruangan pesawat untuk pilot L1011 pada umumnya memerlukan sedikitnya 8,000 ft (2,400 m) untuk ketinggian level muka air laut sedang pada ketinggian lebih tinggi dibutuhkan lebih. International widebody flights mungkin juga mempunyai kebutuhan lahan 10,000 ft ( 3,000 m)) atau lebih dan kebutuhan takeoff 13,000 ft ( 4,000 m) atau lebih. Pada ketinggian level muka air laut, panjang 10,000 ft ( 3,000 m) dapat dipertimbangkan suatu panjang yang cukup untuk mengakomodasi hampir seluruh kapal. Sebagai contoh, pada O'Hare Pelabuhan udara Internasional, ketika landasan pendaratan secara serempak pada 22R dan 27L atau 27R paralel, negara-negara Timur Jauh yang rutin berdatangan pada vector 22R 7,500 ft ( 2,300 m) atau 27R 8,000 ft ( 2,400 m) untuk meminta 27L ( 10,000 ft (3,000 m)). Adalah selalu mengakomodasi, walaupun adakalanya dengan suatu keterlambatan.  Konfigurasi Runway Pada dasarnya landasan dan penghubungnya taxiway diatur sedemikian hingga : 



Memenuhi persyaratan ”separation” pemisahan lalu lintas udara.







Gangguan operasi satu pesawat dangan lainnya serta penundaan di dalam pendaratan, taxiway serta lepas landas, minimal.







Pembuatan taxiway dari bangunan terminal menuju ujung landasan untuk lepas landas dipilih yang paling pendek.







Pembuatan taxiway memenuhi kebutuhan hingga pendaratan pesawat dapat secepatnya mencapai bangunan terminal.



26



Ada 5 bentuk wujud landasan terbang basis dasar dengan sisanya menjadi variasi pola teladan yang asli [itu]. Banyak macam konfigurasi landas pacu, sebagian konfigurasi adalah kombinasi dari konfiguarasi dasar. Konfigurasi dasar adalah : 



Landasan tunggal







Landasan paralel







Landasan dua jalur







Landasan berpotongan







Landasan terbuka V



Penamaan Runway Berdasarkan Arah Runway : 



Ilmu penerbangan dikendalikan oleh suatu agen Pemerintah status Yang dipersatukan sebagai Administrasi Ilmu penerbangan Yang pemerintah pusat atau FAA.







Agen mengamanatkan standard identifikasi untuk tataruang bandara udara







Dari angka-angka landasan terbang dan strip dicat ke pelabuhan udara dan cahaya landasan terbang dan tanda







Kompas Directionsin Ilmu pelayaran Dan survei, semua pengukuran arah dilakukan dengan penggunaan angka-angka suatu kompas.







Suatu kompas adalah suatu 360° melingkar [di mana/jika] 0/360° adalah Utara, 90° Timur, 180° Selatan, dan 270° Barat.







Landasan terbang dipersiapkan menurut angka-angka [itu] pada suatu kompas.







Suatu arah kompas landasan terbang ditandai oleh sejumlah besar mencat pada ujung landasan terbang masing-masing. sebelum nomor;strip berjumlah 8 belang putih.







Suatu nomor;jumlah landasan terbang tidaklah ditulis dalam derajat tingkat, tetapi diberi suatu format stenografi.







Sebagai contoh, suatu landasan terbang dengan suatu tanda-tanda " 14" benar-benar dekat dengan pun 140 derajat tingkat.







Suatu landasan terbang dengan suatu tanda-tanda " 31" mempunyai suatu kompas [yang] memimpin 310 derajat tingkat, yang adalah arah barat laut.







Untuk kesederhanaan, FAA menyelesaikan judul yang tepat kepada yang paling dekat sepuluh. Sebagai contoh, landasan terbang 7 kekuatan mempunyai suatu tanda tepat 68 derajat tingkat, tetapi dibuat untuk 70 derajat tingkat.



27



Gambar arah angin di landasan



C. JENIS JENIS LANDASAN. 1. Landasan tunggal (Open Single Runways)



Gambar landasan tunggal Landasan tunggal ini adalah konfigurasi yang paling sederhana, sebagian besar lapangan terbang di Indonesia adalah landasan tunggal. Telah diadakan perhitungan bahwa kapasitas landasan tunggal dalam kondisi Visual Flight Rule (VFR) antara 45 – 100 28



gerakan tiap jam, sedangkan dalam kondisi IFR (Instrument Flight Rule) kapasitas berkurang menjadi 40 – 50 gerakan tergantung kepada komposisi pesawat campuran dan tersedianya alat bantu navigasi. Kondisi VFR (Visual Flight Rules) adalah kondisi penerbangan dengan keadaan cuaca yang sedemikian rupa sehingga pesawat terbang dapat mempertahankan jarak pisah yang aman dengan cara-cara visual. Kondisi IFR (Instrument Flight Rules) adalah kondisi penerbangan apabila jarak penglihatan atau batas penglihatan berada dibawah yang ditentukan oleh VFR. Dalam kondisi-kondisi IFR jarak pisah yang aman di antara pesawat merupakan tanggung jawab petugas pengendali lalu lintas udara, sementara dalam kondisi VFR hal itu merupakan tanggung jawab penerbang. Dalam kondisi-kondisi VFR, pengendalian lalu lintas udara adalah sangat kecil, dan pesawat terbang diizinkan terbang atas dasar prinsip “melihat dan dilihat”. 2. Landasan Paralel (Open Parallel Runways)



Gambar landasan pararel Kapasitas landasan sejajar tergantung kepada jumlah landasan dan pemisahan/penjarakan antara dua landasan. Yang biasa adalah dua landasan sejajar (Cengkareng) atau empat landasan sejajar. Jarang ada landasan sejajar tiga. Sampai saat ini belum ada landasan sejajar lebih dari empatPenjarakan antara dua landasan sejajar sangat bermacam – macam. Penjarakan landasan dibagi menjadi tiga : 



Berdekatan / rapat (Close)







Menengah (Intermediate)







Jauh /renggang (far)



Tergantung kepada tingkat ”ketergantungan” antara dua landasan dalam kondisi IFR. Landasan sejajar berdekatan (Close) mempunyai jarak sumbu kesumbu 100 ft = 213 M (untuk lapangan terbang pesawat transport) sampai 3500 ft = 1067 M. Dalam kondisi IFR operasi penerbangan pada satu landasan tergantung kepada operasi pada landasan lain. Landasan sejajar menengah (Intermediate) mempunyai jarak sumbu kesumbu 3500 ft = 1067 M sampai 5000 ft = 1524 M. Dalam kondisi IFR kedatangan pada satu 29



landasan tidak tergantung kepada keberangkatan pada landasan lain. Landasan sejajar jauh (far) mempunyai jarak sumbu kesumbu 4300ft = 1310 M atau lebih. Dalam kondisi IFR dua landasan dapat dioperasikan tanpa tergantung kepada keberangkatan satu sama lain .



Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang kapasitasnya per jam dapat bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi dalam kondisi-kondisi VFR, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Dalam kondisi IFR kapasitas per jam untuk yang berjarak rapat berkisar di antara 50 sampai 60 operasi, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Untuk runway sejajar yang berjarak menengah kapasitas per jam berkisar antara 60 sampai 75 operasi dan untuk yang berjarak renggang antara 100 sampai 125 operasi per jam. Untuk landasan sejajar empat, pasangan pasangan dibuat berdekatan. Dari dua pasangan close dipisahkan jauh (far) untuk menempatkan bangunan terminal diantaranya. . 3. Landasan 2 Jalur Landasan dua jalur terdiri dari dua landasan yang sejajar dipisahkan berdekatan (700 ft – 2499 ft) dengan exit taxiway secukupnya. Walaupun kedua landasan dapat dipakai untuk operasi penerbangan campuran, tetapi diinginkan operasinya diatur, landasan terdekat dengan terminal



untuk keberangkatan dan



landasan jauh



untuk



kedatangan



pesawat. Diperhitungkan bahwa landasan dua jalur dapat melayani 70 % lalu lintas lebih banyak dari pada landasan tunggal dalam kondisi VFR dan sekitar 60 % lebih banyak lalu lintas pesawat daripada landasan tunggal dalam kondisi IFR. Didapat kenyataan bahwa kapasitas landasan untuk pendaratan dan lepas landas tidak begitu peka terhadap pemisahan sumbu landasan antara dua landasan bila pemisahan antara 1000 – 2499 ft. dianjurkan untuk memisahkan dua landasan dengan jarak tidak kurang dari 1000 ft, bila di situ akan dipakai melayani pesawat – pesawat komersiil. Dengan jarak ini dimungkinkan juga pemberhentian pesawat di taxiway antara dua landasan tanpa mengganggu operasi gerakan pesawat di landasan. Untuk memperlancar bisa juga dibangun Taxiway sejajar namun tidak terlalu pokok. Keuntungan utama dari landasan dua jalur adalah bisa meningkatkan kapasitas dalam kondisi IFR tanpa menambah luas tanah.



30



4. Landasan Bersilangan (Intersection Runways)



Gambar Landasan Bersilang



Banyak lapangan terbang (di luar negeri) mempunyai dua atau tiga landasan dengan arah (direction) berlainan, berpotongan satu sama lain, landasan demikian mempunyai patron bersilangan. Landasan bersilangan diperlukan jika angin yang bertiup keras lebih dari satu arah, yang akan menghasilkan tiupan angin berlebihan bila landasan mengarah ke satu mata angin. Pada suatu saat angin bertiup kencang satu arah maka hanya satu landasan dari dua landasan yang bersilangan bisa digunakan Bila angin bertiup lemah (kurang dari 20 knots atau 13 knots) maka kedua landasan, bisa dipakai bersama – sama. Kapasitas dua landasan yang bersilangan tergantung sepenuhnya di bagian mana landasan itu bersilangan (di tengah, di ujung), serta cara operasi penerbangan yaitu strategi dari pendaratan dan lepas landas. Kapasitas landasan ditentukan dari jarak persilangan terhadap titik awal lepas landas. Semakin dekat jarak persilangan dengan titik awal lepas landas maka semakin besar kapasitas yang dicapai. 5. Landasan V Terbuka (Non-Intersection Divergen Runways)



Gambar Landasan V Terbuka 31



Runway V terbuka merupakan runway yang arahnya memencar (divergen) tetapi tidak berpotongan. Strategi yang menghasilkan kapasitas tertinggi adalah apabila operasi penerbangan dilakukan menjauhi V. Dalam kondisi IFR, kapasitas per jam untuk strategi ini berkisar antara 50 sampai 80 operasi tergantung pada campuran pesawat terbang, dan dalam kondisi VFR antara 60 sampai 180 operasi. Apabila operasi penerbangan dilakukan menuju V kapasitasnya berkurang menjadi 50 atau 60 dalam kondisi IFR dan antara 50 sampai 100 dalam VFR. Sama halnya pada landasan bersilangan, landasan V terbuka dibentuk karena arah angin keras dari banyak arah sehingga harus membuat landasan dengan dua arah. Ketika angin bertiup kencang dari satu arah, maka landasan hanya bisa dioperasikan satu arah saja, sedangkan pada keadaan angin bertiup lembut, landasan dua – duanya bisa dipakai bersama – sama.



Perbandingan Dari Berbagai Konfigurasi Landasan 



Dilihat dari segi kapasitas dan pengaturan lalu lintas udara, konfigurasi landasan tunggal aalah yang paling disenangi.







Operasi dari dua arah menghasilkan kapasitas sama serta pengaturan yang sama, konfigurasi ini menghasilkan kapasitas terbanyak dibandingkan konfigurasi lain.







Bagi pengatur lalu lintasnya mengarahkan pesawat dengan arah tunggal jauh lebih sederhana dibandingkan banyak arah.







Sekarang kita bandingkan konfigurasi divergen, landasan dengan V terbuka lebih disukai daripada landasan dengan konfigurasi persilangan.







Pada V terbuka, strategi operasinya dengan rute pesawat membuka V menghasilkan kapasitas lebih banyak daripada operasi sebaliknya. Bila tidak bisa dihindari landasan berpotongan, diusahakan agar berpotongan dua landasan tadi sedekat mungkin pada threshold – nya, dan mengoperasikan pesawat dengan arah menjauhi perpotongan daripada sebaliknya.



32



Bagan alir perencanaan runway metoda ICAO



D. PERKERASAN LANDASAN PACU 1. DEFINISI Perkerasan adaah lapisan yang terdiri dari beberapa lapisan dengan daya dukung yang berlainan. Perkerasan dibuat dari campuran aspal, dengan agregat, di gelar diatas suatu material granular mutu tinggi disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton (porland cemen congcrete) disebut perkerasan kaku (FAA, 2009). Pada struktur bekerja pada roda pesawat terjadi beberapa juta kali selama periode rencana. Setiap kali muatan lewat, terjadi defleksi lapisan permukaan dan lapisan di bawahmya. Pengulangan beban (repetisi) menyebabkan terjadinya retakan yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan. Perkererasan dibuat dengan tujuan untuk memberikan pemukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta ketebalan dari setiapa lapisan harus cukup aman untuk menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak merusak perkerasan lapisan bawahnya (Basuki, 1986). Perkerasan lentur terdiri dari satu lapisan bahan atau lebih yang di golongkan sebagai lapisan permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base course), dan lapisan pondasi bawah (subbase course) yang telah di persiapkan. Lapisan tanah dasar dapat berupa galian dan timbunan. Lapisan permukaan terdiri dari campuran bahan bitumen atau biasanya aspal agregat, yang tebalnya bervariasi tergantung kebutuhan. 33



Fungsi utamanya adlah untuk memberikan permukaan yang rata agar lalu lintas menjadi aman dan nyaman dan juga untuk memikul beban yan gada diatasnya dan meneruskan kelapisan di bawahnya. Lapisan pondasi atas dapat terdiri dari material berbutir kasar dengan bahan pengikat (misalnya dengan aspal atau semen) atau tanpa bahan pengikat tetapi menggunakan bahan penguat (misalnya kapur). Lapisan pondasi bawah dapat terdiri dari batu alam yang dipecahkan terlebih dahulu atau yang alami. Sering kali di gunkan bahan sirtu (batu-pasir) yang diproses terlebh dahulu atau bahan yang dipilih dari hasil galian d tempat pekerjaan. Semakin besar kemampuan tanah dasar untuk memikul beban, maka tebal lapisan perkerasan semakin kecil. Karena keseluruhan struktur perkerasan didukung sepenuhnya oleh tnah dasar, maka identifikasi dan evaluasi terhadap struktur tanah dasar adalah sangat penting bagi perencanaan tebal perkerasan. Pada perencanaan perkerasan runway, memiliki konse dasar yang sama dengan perencanaan perkerasan jalan raya, dimana perencanaan berdasarkan beban yang bekerja dan kekuatan bahan yang digunakan untuk mendukung beba yang bekerja. Namun, aplikasi yang sesungguhnya, tenetu terdapat perbedaan perkerasan runway dan jalan raya, yaitu : 1. Jalan raya dirancang untuk kendaraan yang berbobot sekitar 9000 lbs, sedangkan runway dirancang untk memikul beban pesawat rata-rata berboot jauh lebih besar yaitu sekitar 100.000 lbs. 2. Jalan raya direncanakan mampu mampu melayani perulang beban (repetisi) 10002000 truk perharinya. Sedangkan runway direncanakan untuk melayani repetisi beban 20.000 sampai 40.000 kali selama umur rencana. 3. Tekanan ban pada kendaraan yang bekerja kira- kira 80-90 psi. Sedangkan pada runway tekanan ban yang bekerja diatasnya adalah 400 psi. 4. Perkerasan jlan raya mengalami distress yang besar karena beban kerja lebih dekat ke tepi lapisan, berbeda pada runway dimana beban bekerja pada bagian tengah perkerasan. Jenis perkerasan landasan pacu yang akan digunakan dalam perhitungan adlah perkerasan lentur. Faktor pemilihan perkerasan lentur adalah sebagai berikut: a. Jenis pesawat yang beroperasi pada landasan pacu tersebut. b. Beban dari pesawat. c. Volume lalulintas d. Kondisi lingkungan bandar udara 34



2. LAPISAN TSRUKTUR PERKERASAN LENTUR Menurut heu basuki (1986) perkerasan lentur adalah suatu perkerasan yang mempunyai sfat elastis, maksudnya adalah perkerasan akan meledut saat diberi pembebanan. Keseluruhan struktur perkerasan didukung sepenuhnya oleh tanah dasar lapisan penutup melindungi lapis pondasi atas dari rembesan air dasar permukaan, memberikan permukaan yang rata, terikat baik dan bebas dari butiran – butiran lepas, memikul gaya gesek yang disebabkan oleh beban pesawat dan memberikan permukaan yang tidak menimbulkan keausan pada ban yang tidak semestinya. adaupun struktur lapisan perkerasan lentur sebagai berikut :



Gambar lapisan perkerasan lentur 1. Tanah dasar(sub grade) Tanah dasar perencanaan tebal perkerasan akan menentukan kualitas konstuksi perkerasan sehingga sifat-sifat tanah dasar menentukan kekuatan tanah dan keaweatan kontruksi landasan pacu.Untuk menentukan daya dukung tanah dasar dengan cara CBR (california bearing ratio), MR (resilient modulus) dan K (modulus reaksi tanah dasar). Di indonesia daya dukung tanah untuk lapisan perkerasan landasan pacu di tentukan menggunakan pemeriksaan CBR. Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium, sifat-sifat daya dukung tanah dasar sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi koreksi perlu dilakukan baik dalam perencanaan detail maupun tahap pelaksaan, disesuaikan dengan kondisi tempat. Koreksi koreksi semacam ini akan diberikan pada gambar rencana atau spesifikasii pelaksanaan. Umumnya persoalan yang menyangkut masalah tanah adalah sebagai berikut: a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari tanah tertentu akibat beban lalulintas. b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air. 35



c. Daya dukung tanah tidak merata dan sukar di tentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukanya, atau akibat pelaksaan. d. Lendutan selama dan sesudah pembebanan laluintas dari macam tanah tertentu. e. Tambahan pembebanan akibat lalulintas dan penurunan yang diakibbatkanya, yaitu pada tanah berbutir yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksaannya.



2. Lapisan pondas bawah ( sub base course) Lapisan pondas bawah ( sub base course) adlah bagian dari kontruksi perkerasan landasan pacu yang terletak diantara lapisan tanah dasar(sub grade) dan lapisan pondasi atas (base course). Menurut Horonjeff dan Mckelvey, (1993) fungsi lapisan pondasi bawah adalah sebagai berikut : a. Bagian dari kontruksi perkerasan yang telah mendukung dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar. b. Mencapai efesiensi penggunaan material yang murah agar lapisan lapisan selebihnya bisa dikurangi ketebalanya (penghematan biaya kontruksi). c. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapisan pondasi atas.



3. Lapisan pondasi atas (base course) Lapisan pondasi atas (base course) adalah bagian dari perkerasan landasan pacu yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan. Fungsi lapisan pondasi atas adlah sebagai berikut : a. Bagian perkerasan yang menahan gaya melintang dari roda dan menyebarkan beban lapisan bawahnya. b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. c. Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah.



4. Lapisan permukaan (surface course) Lapisan permukaan (surface course) adalah adalah lapisan yang terletak paling atas. Fungsinya adalah sebagai berikut: a. Palpisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan.



36



b. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan bawahnya. c. Lapisan aus, lapisan yang menderita gesekan akibat rem roda sehingga mudah menjadi aus. d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga lapisan bawah yang memikul daya dukung lebih kecil akan menerima beban yng lebih kecil juga. Penggunaan lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar tercapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.



Gambar 2.9 Lapisan-Lapisan Perkerasan (sumber: http://www.tc.gc.ca/eng/civilaviation/standards/international-technicalpavement-important-3991.html)



37



3. MATERIAL PERKERASAN Perkerasan lentur terdiri dari lapisan permukaan hot mix asphalt di atas lapisan pondasi (base course) dan jika diperlukan akibat kondisi tanah dasar di atas lapisan pondasi bawah (subbase course). Keseluruhan susunan struktur perkerasan tersebut sepenuhnya didukung oleh tanah dasar (subgrade). Definisi atas fungsi masing-masing lapisan perkerasan lentur dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Lapisan Permukaan Untuk lapisan permukaan digunakan item P-401 HMA (Hot Mix Asphalt) Item ini terdiri dari agregat mineral dan material aspal yang dicampr di dalam satu central mixing plant. Pencampuran yang dilakukan harus sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan. Adapun materi yang dignakan adalah agregat, mineral pengisi dan material aspal.



2. Lapisan Pondasi Atas. Lapisan pondasi atas terdiri dari material berbutir dengan bahan pengikat misalnya semen dengan portland atau aspal, atau bahan pengikat. Spesifikasi terkait dengan komponen, gradasi, control manipulasi dan persiapan berbagai material pondasi yang digunakan di bandara untuk beban 30.000 lbs (13.608 kg) atau lebih adalah sebagai berikut: a. Item P-209 – (Crushed Aggregate Base Course) b. Item P-211 –(Lime Rock Base Course) c. Item P-304 – (Cement Treated Base Course) d. Item P-306 – (Econocrete Subbase Course) Penggunaan jenis P-209, sebagai material pondasi terbatas untuk perkerasan yang didesain untuk beban kotor = 100.000 lbs (45.359 kg).



3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course). Lapisan pondasi bawah terdiri dari bahan batu yang dipecah dulu atau yang alamiah. Spesifikasi terkait dengan kualitas komponen, gradasi, kontrol manipulasi dan persiapan dari berbagai tipe lapisan pondasi bawah yang digunakan pada bandara untuk beban rencana = 30.000 lbs (13.608 kg) adalah sebagai berikut: a. Item P-154 – (Subbase Course) b. Item P-208– (Aggregate Base Course) . c. Item P-210 –(Caliche Base Course) 38



d. Item P-212 – (Shell Base Course) e. Item P-213 – (Sand Clay Base Course) f. Item P-301 – (Soil Cement Base Course)



4. Tanah Dasar. Lapisan tanah dasar mendapat tegangan paling kecil dibanding lapisan permukaan, pondasi dan pondasi bawah. Tegangan di lapis tanah dasar dikontrol pada bagian atas tanah dasar, kecuali jika ada kondisi tak biasa. Kemampuan partikel tanah untuk menahan regangan dan penurunan bervariasi menurut kepadatan dan kadar air. DCP atau Dynamic Cone Penetrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur daya dukung tanah dasar langsung di tempat. Daya dukung tanah dasar tersebut diperhitungkan berdasarkan pengolahan atas hasil test DCP yang dilakukan dengan cara mengukur berapa dalam (mm) ujung konus masuk ke dalam tanah dasar tersebut setelah mendapat tumbukan palu geser pada landasan batang utamanya. Korelasi antara banyaknya tumbukan dan penetrasi ujung konus dari alat DCP ke dalam tanah akan memberikan gambaran kekuatan tanah dasar pada titik-titik tertentu. Makin dalam konus yang masuk untuk setiap tumbukan artinya makin lunak tanah dasar tersebut. Pengujian dengan menggunakan alat DCP akan menghasilkan data yang setelah diolah akan menghasilkan CBR lapangan tanah dasar pada titik yang ditinjau. Peralatan dan perlengkapan pengujian adalah sebagai berikut: 



Sebuah palu geser dengan berat 8,0 kg, dan dengan tinggi jatuh 57,5 cm. Palu geser akan bergerak jatuh sepanjang batang baja 20 mm untuk memukul suatu landasan.







Sebuah batang utama baja keras (standard shaft) dengan 20 mm, panjang 100 cm yang disambungkan dengan konus yang terbuat dari baja keras sudut 600 atau 300 dan bergaris tengah terbesar 20 mm. Pada batang baja tersebut telah pula dibuatkan skala dalam mm untuk membaca setiap masuknya ujung konus ke dalam tanah.







Sebuah batang kedua baja keras (hammer shaft) dengan 20 mm, panjang minimum 72 cm, sebagai batang geser palu. Perlengkapan lainnya yang dibutuhkan sebagai alat-alat pendukung adalah: meter, cangkul dan singkup kecil, belincong, dan linggis.



39



Pengujian dengan alat DCP dilakukan sebagai berikut: 



Ukuran lubang bergaris tengah 20 cm.







Pilih titik-titik uji di as landasan baru atau jalan yang akan direkonstruksi, kemudian cari posisi subgade sesuai dengan plan & profile atau pra rencana landasan untuk mengetahui dimana posisi alat DCP harus diletakkan sebelum pengujian dimulai.







Galian dilakukan sampai posisi tepi atas subgrade.



Sampel tanah dasar untuk pengujian CBR diuji dalam laboratorium untuk menentukan nilai CBR. Pengujian dilakukan dengan melakukan pemadatan dengan kadar air tertentu. Dalam penentuan nilai CBR, apabila pada tiap area yang dari sampel tanah didapat nilai CBR yang berbeda, maka perencanaan tebal perkerasan ditentukan berbeda-beda sesuai dengan nilai CBR dari tanah pada area tersebut.



E. METODE PERKERASAN Ada beberapa metode perencanaan perkerasan landasan pacu yaitu metode CBR, metode FAA, dan metode ICAO. Namun yang akan dijelaskan pada tugas akhir ini adalah metode FAA. Untuk menghasilkan desain perkerasan yang aman dan terjamin ada beberapa pertimbangan bahan untuk dalam desain perkerasan landasan pacu yaitu sebagai berikut: a. Prosedur pengujian bahan untuk subgrade dan komponen-komponen lainnya harus akurat dan teliti. b. Metode yang dipakai harus sudah dapat diterima umum dan sudah terbukti telah menghasilkan desain perkerasan yang memuaskan. c. Dapat dipakai untuk mengatasi persoalan-persoalan perkerasan landasan pacu dalam waktu yang relatif singkat.



F. METODE FAA PERKERASAN LENTUR CARA MANUAL Metode perencanaan FAA yang dibahas pada bab ini adalah metode perencanaan yang mengacu



pada



standar



perencanaan



pekerasan



FAA



Advisory



Circular



(AC)



No.150_5320_6D. Metode ini adalah pengembangan perencanaan berdasarkan metode CBR. Perencanaan konstruksi perkerasan dengan menggunakan grafik-grafik, tabel-tabel, yang telah dibuat bersasarkan hasil pengamatan yang telah ada. Pada perhitungan dengan metoda yang mengacu pada Advisory Circular (AC) No. 150_5320_6D, telah mengeluarkan grafikgrafik (dilampirkan dalam lampiran D hal L20-L29) yang berisi hubungan keberangkatan



40



tahunan desain, berat pesawat kotor, nilai CBR (California Bearing Ratio) dengan ketebalan lapisan perkerasan. 1. Klasifikasi Tanah Metode yang dikembangkan oleh Federal Aviation Administration (FAA) ini pada dasarnya menggunakan statistik perbandingan kondisi lokal dari tanah, sistem drainase dan cara pembebanan untuk berbagai tingkah laku beban. FAA telah membuat klasifikasi tanah, untuk perencanaan perkerasan yang dibagi dalam 13 kelas dari E1 sampai E13. Klasifikasi dari Airport Paving FAA, Advisory Circular, adalah sebagai berikut : a. Kelas EI Adalah jenis tanah yang mempunyai gradasi tanah yang baik, kasar, butiranbutiran tanahnya tetap stabil walaupun sistem drainasenya tidak baik. b. Kelas E2 Jenis tanah mirip grup E1, tetapi kandungan pasirnya lebih sedikit, dan mungkin mengandung presentase lumpur dan tanah liat yang lebih banyak. Tanah dalam kelas ini bisa menjadi tidak stabil apabila sistem drainasenya tidak baik. c. Kelas E3 dan E4 Terdiri dari tanah yang berbutir halus, tanah berpasir dengan geradasi lebih jelek dibanding dengan grup E1 dan E2. Grup ini terdiri dari pasir berbutir halus tanpa daya kohesi, atau tanah liat berpasir dengan kualitas pengikatan mulai dari cukup sampai baik. d. Kelas E5 Terdiri dari tanah yang bergradasi yang kurang baik, dengan kandungan lumpur dan tanah liat campuran lebih dari 35% tetapi kurang dari 45%. e. Kelas E6 Terdiri dari lumpur yang berpasir dengan indeks plastisitas yang sangat rendah. Jenis ini relatif stabil bila kering atau pada moisture content rendah. Stabilitasnya akan kurang bahkan hilang dan menjadi sangat lembek dalam keadaan basah, maka sangat sukar dipadatkan kecuali jika moisture content dikontrol dengan sangat teliti sesuai kebutuhan.



41



f. Kelas E7 Temasuk didalamnya tanah liat berlumpur, tanah liat berpasir, pasir berlempung dan lumpur berlempung, mempunyai rentangan konsistensi kaku sampai lunak ketika kering dan plastis ketika basah. g. Kelas E8 Mirip dengan E7, tetapi pada liquid limit yang lebih tinggi akan menghasilkan derajat pemempatan yang lebih besar, pengembangan pengerutan dan stabilitas yang lebih rendah dibawah kondisi kelembaban yang kurang menguntungkan. h. Kelas E9 Terdiri dari campuran lumpur dan tanah liat sangat elastis dan sangat sulit dipadatkan. Stabilitasinya rendah, baik keadaan basah dan kering. i. Kelas E10 Adalah tanah liat yang berlumpur dan tanh liat yang membentuk gumpalan keras dalam keadaan kering, serta sangat pastis bila basah. Pada masa pemadatan perubahan volumenya sangat besar, mempunyai kemampuan mengembang menyusut dan sangat elastis. j. Kelas E11 Mirip dengan tanah grup E10, tetapi mempunyai liquid limit yang lebih tinggi, termasuk didalamnya tanah dengan liquid limit antara 70-80, dengan index plastisitas diatas 30. k. Kelas E12 Jenis tanah yang mempunyai liquid limit di atas 80, tidak diukur berapapun index plastisitasnya. l. Kelas E13 Meliputi semua jenis tanah rawa organik, seperti gambut, mudah dikenal di lapangan. Dalam keadaan asli, sangat rendah stabilitasnya, sangat rendah density dan sangat tinggi kelembabannya. 2. Menentukan Tipe Roda Pendaratan Utama Penentuan tebal perkerasan harus memakai maximm takeoff weight. Perancangan tebal perkerasan lentur dengan anggapan 95% gross weight diterima oleh main gear dan 5% sisanya diterima oleh nose gear.



42



a. Sumbu tunggal roda tunggal (single)



Gambar. Konfigurasi Roda Pendaratan Untuk Pesawat Roda Tunggal (sumber: Yang, 1984) b. Sumbu Tunggal Roda Ganda ( Dual wheel )



Gambar konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tunggal (sumber: Yang, 1984)



43



c. Sumbu Tandem Roda Ganda ( Dual Tandem )



Gambar. Konfigurasi Roda Pendaratan Untuk Pesawat Roda Tandem Ganda. (sumber: Yang, 1984)



d. Sumbu Tandem Roda Ganda Dobel ( DDT )



Gambar 2.13 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda dobel (sumber: Yang, 1984) 3. Menentukan pesawat rencana Pada Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang beroperasi dan besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat. Kemudian dipilih jenis pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar. Pemilihan pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot paling besar, tetapi jumlah keberangkatan yang 44



paling banyak melalui landasan pacu. Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang membutuhkan tebal perkerasan yang paling besar dan tidak perlu pesawat yang paling besar yang beroperasi di dalam bandar udara. Karena pesawat yang beroperasi di bandara memiliki angka keberangkatan tahunan yang berbedabeda, maka harus ditentukan keberangkatan tahunan ekivalen dari setiap pesawat dengan konfigurasi roda pendaratan dari pesawat rencana.



4. Menentukan Beban Roda Pendaratn Utama Pesawat (W²)



Untuk pesawat berbadan lebar yang dianggap mempunyai MTOW cukup tinggi dengan roda pendaratan utama tunggal dalam perhitungan Equivalent Annual Departure (R¹) ditentukan beban roda tiap pesawat, 95% berat total dari pesawat ditopang oleh roda pendaratan utama, dalam perhitungan dengan menggunakan rumus : 1



1



W² = P x MSTOW x 𝐴 x 𝐵..................................................................(2.1) Dimana : MSTOW = Berat kotor pesawat saat lepas landas A = Jumlah konfigurasi roda B = Jumlah roda per satu konfigurasi P = Persentase beban yang diterima roda pendaratan utama W² = Beban roda pendaratan dari masing-masing jenis pesawat.



45



5. Menentukan Nilai Ekuivalen Keberangkatan Tahunan Pesawat Rencana Pada lalu-lintas pesawat, struktur perkerasan harus mampu melayani berbagai macam jenis pesawat, yang mempunyai tipe roda pendaratan yang berbeda-beda dan bervariasi beratnya. Pengaruh dari beban yang diakibatkan oleh semua jenis model lalu-lintas itu harus dikonversikan ke dalam pesawat rencana dengan equivalent annual departure dari pesawat-pesawat campuran, sehingga dapat disimpulkan bahwa perhitungan ini berguna untuk mengetahui total keberangkatan keseluruhan dari bermacam pesawat yang telah dikonversikan ke dalam pesawat rencana. Untuk menentukan R1 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : 𝑤1



Log R1= ( Log R2 ) ( 𝑤2 )0.5 ............................................................................(2.2) Dimana : R1 = keberangkatan tahunan ekivalen oleh pesawat rencana R2 = jumlah keberangkatan tahunan oleh pesawat berkenaan dengan konfigurasi roda pendaratan rencana W1 = beban roda dari pesawat desain W2 = beban roda dari pesawat yang harus dirubah Pesawat berbadan lebar mempunyai konfigurasi roda pendaratan utama yang berbeda dengan pesawat kecil, maka pengaruhnya terhadap perkerasan diperhitungkan dengan menggunakan berat lepas landas kotor dengan susunan roda pendaratan utama adalah roda tunggal yang dikonversikan dengan nilai yang ada. Dengan anggapan demikian maka dapat dihitung keberangkatan tahunan ekivalen. (Equivalent Annual Departure,R1).



6. Menentukan Susunan Tebal Perkerasan. Perencanaan perkerasan yang dikembangkan oleh FAA ini adalah perencanaan untuk masa umur rencana, dimana selama masa layan tersebut harus tetap dilakukan pemeliharaan secara berkala. Pada tahapan ini, data-data awal seperti CBR tanah dasar, CBR Subbase, dan Equivalent Departure dijadikan input untuk menentukan tebal perkerasan. Data tersebut diatas dimasukkan pada kurva rencana yang telah sesuai standar FAA sehingga menghasilkan tebal perkerasan yang nantinya perlu dikoreksi, perhitungan secara detail dijelaskan sebagai berikut:



46



a. Tebal Perkerasan Total Tebal perkerasan total dihitung dengan memplotkan data CBR Subgrade, MTOW (Maximum Take Off Weight) pesawat rencana, dan nilai Equivalent Annual Departure ke dalam grafik 2.14 penentuan tebal perkerasan untuk pesawat rencana. Perencanaan perkerasan yang dikembangkan oleh FAA ini adalah perencanaan untuk masa umur rencana, dimana selama masa layan tersebut harus tetap dilakukan pemeliharaan secara berkala. Grafik-grafik pada perencanaan perkerasan FAA menunjukkan ketebalan perkerasan total yang dibutuhkan (tebal pondasi bawah + tebal pondasi atas + tebal lapisan permukaan). Nilai CBR tanah dasar digunakan bersama-sama dengan berat lepas landas kotor dan keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat rencana. Beban lalulintas pesawat pada umumnya akan disebarkan pada daerah lateral dari permukaan selama operasional. Demikian juga pada sebagian landasan pacu, pesawat akan meneruskan beban ke perkerasan, oleh karena itu FAA memperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada permukaan yang berbeda-beda: 



Tebal penuh T pada seluruh daerah kritis, yang digunakan untuk tempat pesawat yang akan berangkat, seperti apron daerah tunggu (Holding Apron), bagian tengah landasan hubung dan landasan pacu







Tebal perkerasan 0,9 T diperlukan untuk jalur pesawat yang akan datang, seperti belokan landasan pacu berkecepatan tinggi.







Tebal perkerasan 0,7 T diperlukan untuk tempat yang jarang dilalui pesawat, seperti tepi luar landasan hubung dan tepi luar landasan pacu.



47



Gambar 2.14 Grafik Perencanaan Perkerasan Lentur Untuk Pesawat Dual Tandem. (Sumber : Planning & Design Of Airports, Horonjeff) Grafik perencanaan digunakan dengan memulai menarik garis lurus dari sumbu CBR, ditentukan secara vertikal ke kurva berat lepas landas kotor (MSTOW), kemudian diteruskan kearah horizontal ke kurva keberangkatan tahunan ekivalen dan akhirnya diteruskan vertikal ke sumbu tebal perkerasan dan tebal total perkerasan didapat.



b. Menentukan tebal perkerasan Subbase Dengan nilai CBR Subbase yang ditentukan, MTOW dan Equivalent Annual Departure maka dari grafik 2.14 didapat harga yang merupakan tebal lapisan 48



diatas subbase, yaitu lapisan surface dan lapisan base. Maka, tebal Subbase sama dengan tebal perkerasan total dikurangi tebal lapisan diatas subbase.



c. Tebal perkerasan Base Coarse Tebal Base Course sama dengan tebal lapisan diatas Subbase Course dikurangi tebal lapisan permukaan (Surface Course). Hasil ini harus dicek dengan membandingkannya terhadap tebal Base Course minimum dari grafk. Apabila tebal Base Course minimum lebih besar dari Base Course hasil perhitungan, maka selisihnya diambil dari lapisan Subbase Course, sehingga tebal Subbase Course berubah.



Tabel Tebal Minimum Base Course



(Sumber: AC No. 150_5320_6d) Grafik perencanaan grafik 2.14 adalah grafik perencanaan untuk tingkat keberangkatan tahunan maksimum 25.000 keberangkatan. Untuk keberangkatan tahunan diatas 25.000, grafik tersebut juga dapat digunakan dengan mengalikan hasil akhir tebal total perkerasan yang didapat dengan menggunakan grafik keberangkatan tahunan 25.000 dengan angka persentase yang diberikan di tabel 2.11.



49



Tabel 2.11 Persentase pengali untuk tingkat keberangkatan tahunan diatas 25.000



(Sumber : Planning & Design Of Airports, Horonjeff)



50



Gambar 2.15 Grafik Penentuan Tebal Base Course Minimum. (Sumber : Merancang dan Merenanakan Lapangan Terbang, Ir.Heru Basuki)



51



G. PERENCANAAN PERKERASAN DENGAN SOFTWARE FAARFIELD FAARFIELD (Federal Aviation Administration Rigid and Flexible Iterative Elastic Layered Design) merupakan suatu program komputer untuk mendesain tebal perkerasan lentur maupun kaku pada landasan pacu bandar udara. FAARFIELD juga dapat mendesain tebal overlay perkerasan lentur atau kaku. Prosedur perhitungan dan desain ketebalan dalam program ini berdasarkan metode FAA-AC No: 150/5320-6E. Program ini meninjau dan menghitung kebutuhan setiap jenis pesawat, namun program ini terbatas untuk perhitungan lain seperti analisa mawar angin, dan geometrik landasan pacu.



Gambar software FAARFIELD



H. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE FAA Kelebihan metode FAA ini adalah analisa satistik perbandingan kondisi lokal dari tanah dimana metode ini memberikan gambaran secara lengkap dan detail mengenai kondisi dan jenis-jenis tanah yang akan dihadapi di lapangan serta metode ini cocok dipakai untuk segala cuaca dan berbagai kelas tanah yang ada di lapangan. Metode ini memberikan gambaran secara lengkap dan detail mengenai kondisi dan jenis-jenis tanah yang akan dihadapi di lapangan. Metode ini cocok dipakai untuk segala cuaca dan berbagai kelas tanah yang ada di lapangan. Di segala Negara, metode ini dapat diaplikasikan dengan berbagai jenis cuaca dan kondisi tanah yang ada, perhitungannya pun tidak rumit. Sedangkan kekurangannya adalah dalam hal memperhitungkan investigasi kekuatan daya dukung tanah dasar dimana metode ini hanya memperhitungkan statistik perbandingan kondisi lokal dari tanah yang dihadapi di lapangan.



52



BAB IV PERKEMBANGAN KONTRUKSI BANDAR UDARA



Pada masa awal penerbangan, bandar udara hanyalah sebuah tanah lapang berumput yang bisa didarati pesawat dari arah mana saja tergantung arah angin Pada masa Perang Dunia I, bandar udara mulai dibangun permanen seiring meningkatnya penggunaan pesawat terbang dan landas pacumulai terlihat seperti sekarang. Setelah perang berakhir, bandar udara mulai ditambahkan fasilitas-fasilitas komersial untuk melayani penumpang. Sekarang, bandar udara bukan hanya tempat untuk naik dan turun pesawat. Dalam perkembangannya,



berbagai



fasilitas



ditambahkan



seperti



toko-toko, restoran, pusat



kebugaran, dan butik-butik merek ternama apalagi di bandara-bandara baru. Kegunaan bandar udara selain sebagai terminal lalu lintas manusia / penumpang juga sebagai terminal lalu lintas barang. Untuk itu, di sejumlah bandar udara yang berstatus bandar udara internasional ditempatkan petugas-petugas bea cukai. DiIndonesia, bandar udara yang berstatus bandar udara internasional antara lain adalah



Kuala Namu (Deliserdang),



SoekarnoHatta (Cengkareng), Djuanda (Surabaya), Sultan Aji Muhammad Sulaiman (Kota Balikpapan), Hasanuddin(Makassar), dan masih banyak lagi.



53



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



A. KESIMPULAN Bandar Udara adalah sebuah fasilitas di mana pesawat terbang seperti pesawat udara dan helikopter dapat lepas landas dan mendarat. Fasiltas dalam bandara antara lain, sisi udara (air side) : runway, taxiway, apron, air traffic control, air recue sevice. Sisi darat (land side) : bangunan terminal bandara, curb, parkiran kendaraan. Bandara pertama didunia bertempat di kitty hawk di North California. Dengan luas 84 hektar. Peraturan untuk menentukan panjang runway dikerluarkan oleh F.A.R (Federal Aviation Regulation) dan I.C.A.O. (International Civil Aviation Organization). Perkerasan landasan terbagi atas dua macam yaitu perkerasan lentur (terbuat dari material campuran aspal dengan agregat halus) dan perkerasan kaku (terbuat dari slap-slap beton) B. SARAN Adapun saran penulis adalah agar Makalah ini dapat diterima dan dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.



54



DAFTAR PUSTAKA



http://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_udara kampuzsipil.blogspot.co.id/2012/11/perencanaan-geometris-runway-metoda-icao-html?m=1 log.viva.co.id//read/599262-ini-bandara-udara-pertama-di-dunia



55