Makalah Marasmus Kwashiorkor [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi yang dihadapi oleh dunia dan kebanyakan masalah malnutrisi berasal dari negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Bersumber pada data WHO tahun 1999 menyatakan terdapat kematian 10,5 juta anak usia kurang dari 5 tahun dan 99% diantaranya tinggal di negara berkembang. Penyebab kematiannya antara lain 54% adalah karena malnutrisi, disusul dengan kondisi perinatal yang kurang baik, pneumonia, diare dan lainnya. Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi kesehatan masyarakat dan masih menjadi masalah utama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. KEP dimanifestasikan secara primer akibat kurangnya asupan diet yang mengandung energi dan protein secara tidak adekuat, baik karena kurangnya asupan kedua nutrisi ini yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan normal, maupun karena kebutuhan tubuh akan kedua nutrisi tersebut yang meningkat yang tidak sesuai dengan asupan yang tersedia. Namun, karena KEP hampir selalu disertai dengan kekurangan nutrisi-nutrisi lain, istilah “Kurang Gizi Berat Pada Anak-Anak” atau “Severe Childhood Undernutrition” (SCU), lebih tepat menggambarkan keadaan tersebut. SCU, baik primer maupun sekunder, merupakan spectrum yang memiliki rentang dari kekurangan gizi ringan yang ditandai dengan berkurangnya rasio tinggi badan dan berat badan sesuai umur, hingga kekurangan gizi yang berat yang ditandai dengan berkurangnya rasio tinggi badan dan berat badan yang signifikan sesuai umur disertai dengan “wasting” pengurangan atau kehilangan massa otot (bertambah kurus), yaitu penurunan rasio berat badan sesuai tinggi badan normal. SCU dibedakan secara klinis menjadi 3, yaitu : Marasmus (penurunan berat badan/wasting yang berat tanpa disertai edema)



1



2



Kwashiorkor (ditandai dengan edema) Marasmus-Kwashiorkor (merupakan gabungan keduanya, ditandai dengan wasting dan edema) (Lauren,S. 2011).



B. Rumusan Masalah 1.



Apa definisi marasmus dan kwashiorkor ?



2.



Bagaimana etiologi marasmus dan kwashiorkor ?



3.



Bagaimana patofisiologi marasmus dan kwashiorkor ?



4.



Apa manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor ?



5.



Apa komplikasi marasmus dan kwashiorkor ?



6.



Apa pemeriksaan diagnostik marasmus dan kwashiorkor ?



7.



Bagaimana pencegahan marasmus dan kwashiorkor ?



8.



Bagaimana pengobatan marasmus dan kwashiorkor ?



9.



Bagaimana pengkajian marasmus dan kwashiorkor ?



10. Bagaimana analisa data marasmus dan kwashiorkor ? 11. Bagaimana masalah keperawatan marasmus dan kwashiorkor ? 12. Bagaimana intervensi keperawatan marasmus dan kwashiorkor ?



C. Tujuan 1. Tujuan Umum Agar mahasiswa mampu memahami tentang Konsep asuhan keperawatan marasmus kwashiorkor pada anak. 2. Tujuan Khusus Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang : a. Definisi marasmus dan kwashiorkor b. Etiologi marasmus dan kwashiorkor c. Patofisiologi marasmus dan kwashiorkor d. Manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor e. Komplikasi marasmus dan kwashiorkor f. Pemeriksaan diagnostik marasmus dan kwashiorkor g. Pencegahan marasmus dan kwashiorkor



3



h. Pengobatan marasmus dan kwashiorkor i. Pengkajian marasmus dan kwashiorkor j. Analisa data marasmus dan kwashiorkor k. Masalah keperawatan marasmus dan kwashiorkor l. Intervensi keperawatan marasmus dan kwashiorkor



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi 1. Marasmus Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649). Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2006:196). Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu at;au lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212). Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun, dan juga pada gangguan saraf pusat. 2. Kwashiorkor Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan pertumbuhan, depigmentasi, hyperkeratosis (Arvin, 2012). Penyakit ini merupakan bentuk malnutrisi paling banyak didapatkan di dunia ini, pada dewasa ini,terutama sekali pada wilayah-wilayah yang masih terkebelakangan bidang industrinya. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh



4



5



Cicely D. Williams pada rangkaian saintifik internasional melalui artikelnya Lancet 1935. Beliau pada tahun 1933 melukiskan suatu sindrom tersebut berhubungan dengan defisiensi dari nutrien apa. Akhirnya baru diketahui defisiensi protein menjadi penyebabnya. Walaupun sebab utama penyakit ini ialah defisiensi protein, tetapi karena biasanya bahan makanan yang dimakan itu juga kurang mengandung nutrien lainnya, maka defisiensi protein disertai defisiensi kalori sehingga sering penderita menunjukkan baik gejala kwashiorkor maupun marasmus (Arvin, 2012). 3. Marasmus-Kwashiorkor Marasmik-kwashiorkor adalah suatu sindrom protein kalori malnutrisi dimana ditemukan gejala-gejala marasmus dan juga terdapat gejala-gejala kwashiorkor. Jadi marasmik kwashiorkor merupakan sindrom perpaduan dari marasmus dan kwashiorkor.



B. Etiologi 1. Marasmus Menurut Cecily Lynn (2009) Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut: a. Masukan makanan yang kurang Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. b. Infeksi Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital. c. Kelainan struktur bawaan Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.



6



d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang e. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999). f. Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. 2. Kwashiorkor Kwashiorkor terjadi karena adanya defisiensi protein pada anak karena kandungan karbohidrat makanan tersebut tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah. Faktor yang paling mungkin adalah menyusui, ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Selain makanan yang tidak mengandung protein, penyakit kwashiorkor juga dapat ditimbulkan karena gangguan penyerapan protein, misalnya pada keadaan diare kronik, kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka-luka bakar, serta kegagalan melakukan sintesis protein pada penyakit hati yang kronis. Kompartemen protein visceral akan mengalami



deplesi



yang



lebih



parah



pada



kwashiorkor. Kehilangan



kompartemen protein visceral yang nyata pada kwashiorkor akan menimbulkan hipoalbuminemia sehingga terjadi edema yang menyeluruh atau edema dependen (Carpenito,L.J, 2008). Menurut Carpenito,L.J (2008) Faktor yang dapat menyebabkan inadekuatnya intake protein antara lain sebagai berikut :



7



a. Pola makan Protein (asam amino) sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nurisi anak akan berperan penting terhadap terjadinya Kwashiorkor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI. b. Faktor sosial Negara dengan tingkat penduduk tinggi, keadaan sosial dan politik yang tidak stabil, atau adanya pantangan untuk makan makanan tertentu dapat menyebabkan terjadinya Kwashiorkor. c. Faktor ekonomi Penghasilan yang rendah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak yang tidak terpenuhi. d. Faktor infeksi dan penyakit lain Infeksi dan MEP saling berhubungan. Infeksi dapat memperburuk keadaan gizi. MEP akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Misalnya, gangguan penyerapan protein karena diare. 3. Marasmik-Kwashiorkor Marasmik kwashiorkor adalah suatu sindrom protein calorie malnutrition di mana ditemukan gejala-gejala marasmus dan juga terdapat gejala-gejala kwashiorkor. Jadi, marasmik kwashiorkor merupakan sindrom perpaduan dari marasmus dan kwashiorkor. Sindromprotein calorie malnutrition dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan etiologinya yaitu : 1. Protein calorie malnutrition primer atau eksogen. PCM primer terjadi karena intake yang inadekuat. Hal ini dikarenakan kemiskinan, komposisi makanan yang tidak tepat, alkoholisme, drug addiction, alergi makanan, tidak makan, idiosyncrasy (pantang makan makanan tertentu), fad diet (makanan yang tidak sehat), dan lain sebagainya yang bisa membuat intakenya inadekuat. 2. Protein calorie malnutrition sekunder atau endogen. PCM sekunder yang terjadi tidak dikarenakan intake yang inadekuat, tetapi lebih dikarenankan



8



oleh faktor lain seperti peningkatan kebutuhan nutrisi. Pada intinya adanya gangguan metabolisme atau malabsorpsi.



C. Patofisiologi 1. Marasmus Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi



kebutuhan



pokok



atau



energi.



Kemampuan



tubuh



untuk



mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11). 2. Kwashiorkor Pada kwashiorokor yang klasik, gangguan metabolik dan perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum



9



yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta sehingga transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar (Wong, 2008). 3. Marasmus-Kwashiorkor Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolic. Kalau terjadi stress katabolic (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat,sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relative, kalau kondisi ini terjadi terusmenerus maka akan menunjukkan manifestasi kwashiorkor ataupun marasmus (Solihin, 2000).



D. Manifestasi Klinis 1. Marasmus Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit (Nelson,1999). Menurut Lauren,S. (2011) manifestasi marasmus adalah sebagai berikut : a. Penampilan



10



Muka seorang penderita marasmus menunjukan wajah seorang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya. b. Perubahan mental Anak menangis, juga setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun (apatis) terdapat pada penderita marasmus yang berat. c. Kelainan pada kulit tubuh Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak dibawah kulit serta otot-ototnya. d. Kelainan pada rambut kepala Walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya tampak rambut yang kering, tipis dan mudah rontok. e. Lemak dibawah kulit Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang. f. Otot-otot Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas g. Saluran pencernaan Penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi h. Jantung Tidak jarang terdapat bradikardi i. Tekanan darah Pada umumnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur j. Saluran nafas Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang k. Sistem darah Pada umumnya ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah l. Gambaran klinis akan jelas memperlihatkan penampilan seorang anak yang kurus kering. Semula anak rewel, cengeng walaupun telah diberi minum, dan



11



sering bangun malam. Pada tahap berikutnya anak bersifat penakut, apatik, dan nafsu makan menghilang. Sebagai akibat kegagalan tumbuh kembang akan terlihat berat badan menurun, jaringan subkutan menghilang sehingga turgor menjadi jelek dan kulit berkeriput. Pada keadaan yang lebih berat jaringan lemak pipi pun menghilang, sehingga wajah anak menyerupai wajah orang usia lanjut. Vena superfisialis kepala lebih nyata, fontanel cekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata nampak lebih besar dan cekung. Perut dapat membuncit atau mencekung dengan gambaran usus yang nyata. Atrofi otot akan menimbulkan hipotonia. Kadang-kadang terdapat edema ringan pada tungkai, tetapi tidak pada muka. Suhu tubuh umumnya subnormal, nadi lambat dan metabolisme basal menurun, sehingga ujung tangan dan kaki terasa dingin dan nampak sianosis. (A.H Markum,1991;166) 2. Kwashiorkor Pada awalnya, bukti klinik awal malutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis, atau iritabilitas. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamina, kehilangan jaringan muskuler, bertambahnya kerentanan terhadap infeksi, dan oedema. Salah satu manifestasi yang paling serius dan konstan adalah imunodefisiensi sekunder. Misalnya, campak dapat memburuk dan mematikan pada anak malnutrisi. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan, dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat serta sering terjadi infiltrasi lemak. Oedema biasanya terjadi di awal, penurunan berat badan yang dapa dilihat pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, angka filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Manifestasi klinis yang lain adalah dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasitetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Penyebaran rambut jarang dan tipis serta kehilangan sifat elastisitasnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi menyebabkan warna merah atau abu-abu seperti coretan pada rambut (hipokromtrichia). Rambut menjadi kasar pada fase kronik. Anak juga



12



mengalami anoreksi, muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tipis dan atrofi, tetapi kadang-kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental tertama iritabilitas dan apati sering terjadi (Agus, D.M, 2013). Menurut Agus, D.M, (2013) perubahan-perubahan pada kwashiorkor sebagai berikut : a. Wujud umum: secara umum, penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita seperti moon faceakibat terjadinya edema. b. Retardasi pertumbuhan: gejala yang paling penting adalah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat. c. Perubahan mental: biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan, dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun dan anak menjadi pasif. d. Edema: sebagian besar anak dengan Kwashiorkor ditemukan edema, baik ringan maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH. e. Kelainan rambut: perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture) maupun warnanya. Rambut kepala mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih. f. Kelainan kulit: kulit biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar penderita ditemukan perubahan kulit yang



khas



untuk



penyakit



kwashiorkor,



yaitu crazy



pavement



dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan, terutama bila tekanan terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat



13



atau ekskreta, seperti pada fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, pantat, dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercakbercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan menjadi hitam. Pada suatu saat, bercak-bercak ini akan mengelupas dan memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi. g. Kelainan gigi dan tulang: pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita. h. Kelainan hati: pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropic. i. Kelainan darah dan sumsum tulang: anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis dan amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti ferum dan vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh, akibatnya terjadi defek umunitas seluler dan gangguan sistem komplimen. j. Kelainan pankreas dan kelenjar lain: di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva, dan usus halus terjadi perlemakan. k. Kelainan jantung: bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan hipmagnesemia. l. Kelainan gastrointestinal: terjadi anoreksia sampai semua pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena tiga masalah utama, yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi



14



laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu, konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus halus. 3. Marasmus-Kwashiorkor Berikut ini tanda dan gejala dari marasmik-kwashiorkor diantaranya : a. Sangat kurus b. Rambut jagung dan mudah rontok c. Perut buncit d. Punggung kaki bengkak e. Rewel



E. Komplikasi 1. Marasmus Menurut Cecily Lynn (2009) komplikasi yang mungkin terjadi defisiensi Vitamin A, infestasi cacing, dermatis tuberkulosis, bronkopneumonia, noma, anemia, gagal tumbuh serta keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor. a. Defisiensi Vitamin A Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang terganggu. Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi, sering terjangkit infeksi enteritis, salmonelosis, infeksi saluran nafas) atau pada penyakit hati. Karena Vitamin A larut dalam lemak, masukan lemak yang kurang dapat menimbulkan gangguan absorbsi. b. Infestasi Cacing Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi infeksi khususnya gastroenteritis. Pada anak dengan gizi buruk/kurang gizi investasi parasit seperti cacing yang jumlahnya meningkat pada anak dengan gizi kurang.



15



c. Tuberkulosis Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan membentuk



“tuberkolosis



primer”.



Gambaran



yang



utama



adalah



pembesaran kelenjar limfe pada pangkal paru (kelenjar hilus), yang terletak dekat bronkus utama dan pembuluh darah. Jika pembesaran menghebat, penekanan pada bronkus mungkin dapat menyebabkanya tersumbat, sehingga tidak ada udara yang dapat memasuki bagian paru, yang selanjutnya



yang terinfeksi. Pada sebagian besar kasus, biasanya



menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap penyakit ini. Pada anak dengan keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat memecahkan ke dalam bronkus, menyebarkan infeksi dan mengakibatkan penyakit paru yang luas. d. Bronkopneumonia Pada anak yang menderita kekurangan kalori-protein dengan kelemahan otot yang menyeluruh atau menderita poliomeilisis dan kelemahan otot pernapasan. Anak mungkin tidak dapat batuk dengan baik untuk menghilangkan sumbatan pus. Kenyataan ini lebih sering menimbulkan pneumonia, yang mungkin mengenai banyak bagian kecil tersebar di paru (bronkopneumonia). e. Noma Penyakit mulut ini merupakan salah satu komplikasi kekurangan kaloriprotein berat yang perlu segera ditangani, kerena sifatnya sangat destruktif dan akut. Kerusakan dapat terjadi pada jaringan lunak maupun jaringan tulang sekitar rongga mulut. Gejala yang khas adalah bau busuk yang sangat keras. Luka bermula dengan bintik hitam berbau diselaput mulut. Pada tahap berikutnya bintik ini akan mendestruksi jaringan lunak sekitarnya dan lebih mendalam. Sehingga dari luar akan terlihat lubang kecil dan berbau busuk. 2. Kwashiorkor Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya system imun. Tinggi maksimal dan kemampuan



16



potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistic emngemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anank-anak) dapat menurunkan IQ secara permanen (Wong, 2008). Komplikasi jangka pendek : a. Hipoglikemia b. Hipotermi c. Dehidrasi d. Gangguan funfsi vital e. Gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa f. Infeksi berat g. Hambatan penyembuhan penyakit penyerta Komplikasi jangka panjang : a. Tubuh pendek b. Berkurangnya potensi tumbuh kembang



F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Marasmus Menurut Suradi (2006) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada anak dengan marasmus antara lain sebagai berikut : a. Pemeriksaan Fisik 1) Mengukur TB dan BB Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter) 2) Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.



17



3) Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak). b. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin. 2. Kwashiorkor Menurut Suradi (2006) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada anak dengan Kwashiorkor antara lain sebagai berikut : a. Pemeriksaan laboratorium: 1) Penurunan kadar albumin serum merupakan perubahan yang paling khas. Pada stadium awal kekurangan makan sering terdapat ketonuria tetapi sering menghilang pada stadium akhir 2) Glukosa dalam darah rendah 3) Ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan kreatinin dapat turun 4) Asam amino esensial plasma turun terhadap angka asam amino non esensial dan dapat menambah aminoasiduria 5) Defisiensi kalium dan magnesium 6) Kadar kolesterol serum rendah 7) Angka amilase, esterase, kolinesterase, transaminase, lipase, dan alkalin fosfatase serum turun 8) Penurunan aktivitas enzim pankreas dan sanhin oksidase; 9) Pertumbuhan tulang biasanya lambat 10) Sekresi hormon pertumbuhan mungkin bertambah. b. Pemeriksaan air kemih menunjukkan peningkatan ekskresi hidroksiprolin dan adanya amino asidulia. c. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati mengandung vakuola lemak yang besar.



18



d. Pemeriksaan autopsi penderita kwashiorkor menunjukkan kelainan pada hampir semua organ tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi vilus usus, atrofi sistem limfoid, dan atrofi kelenjar timus.



G. Pencegahan 1. Marasmus Tindakan pencegahan terhadap penyakit marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Tindakan



pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidensi dan



menurunkan angka kematian. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang menjadi yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk melakukan pencegahan dapat melakukan beberapa langkah adalah sebagai berikut : a. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun yang merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi. b. Pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 3 tahun ke atas. c. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan. d. Pemberian imunisasi. e. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap. f. Penyuluhan atau pendidikan kesehatan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang kepada ibu-ibu yang memiliki balita. Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat badan) g. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.



19



h. Faktor ekonomi,dalam world food conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan pendudukan merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di samping kuantitasnya. Merencanakan pengaturan makan untuk seorang bayi atau anak. Jika kita hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka kita perlu melakukan beberapa langkah adalah sebagai berikut : a. Menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien dengan menggunakan data tentang kebutuhan nutrien. b. Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih untuk menterjemahkan nutrien yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi nutrien dari berbagai macam bahan makanan. c. Menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan (menu) yang dikehendaki. 2. Kwashiorkor Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah anak terkena Kwashiorkor adalah mencukupi kebutuhan protein yang lengkap dengan mengkonsumsi sumber protein yang dikombinasikan antara sumber protein hewani dan sumber protein nabati sehingga saling melengkapi jumlah protein yang harus dikonsumsi bayi setiap hari. Hal ini bergantung pada umur, berat badan, jenis kelamin, mutu protein yang dikonsumsi, serta keadaan tertentu, misalnya sedang sakit atau baru sembuh dari sakit, yang mengharuskan anak untuk mengkonsumsi protein dalam jumlah yang lebih besar. Umumnya tingkat kebutuhan protein anak dalam keadaan sehat normal membutuhkan sekitar 4060 gram protein tiap hari (Agus, D.M, 2013).



20



H. Pengobatan 1. Marasmus Menurut Suradi (2006) dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. a. Tahap Penyesuaian Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari. 2) Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari. 3) Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan 4) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. b. Tahap Penyembuhan Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.



21



c. Tahap Lanjutan Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah : 1) Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia. 2) KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia. 3) Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat hipomagnesimia. 4) Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI. 5) Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat. 2. Kwashiorkor Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan makanan bergizi secara bertahap. Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan. Secara bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai konsistensi yang normal seperti susu biasa kembali. Jika anak sudah agak besar, bisa mulai dengan makanan encer, kemudian makanan lunak (bubur) dan bila keadaan membaik, maka baru diberikan makanan padat biasa. Dalam melaksanakan hal ini selalu diberikan pengobatan sesuai dengan penyakit yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan gizi sudah mencapai normal, perlu diteruskan dengan imunisasi. Makanan yang dihidangkan diet



22



tinggi kalori, protein, cairan, vitamin, dan mineral. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit (Arvin, 2012). 3. Marasmus-Kwashiokor Menurut Pudjiadi (2005) pengobatan KEP berat ialah untuk menurunkan mortalitas dan memulihkan kesehatan secepatnya. Penderita KEP-berat seyogyanya dirawat di rumah sakit, walaupun memisahkan penderita dari ibunya ada untung-ruginya. Kemungkinan kurang perawatan dan mendapat infeksi dirumah sakit tentu ada. Bahkan menurut Depkes. RI (1999), Yang khas pada penderita marasmus-kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel. Untuk kembalinya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik.



I. Pengkajian 1. Marasmus a. Biodata Identitas pasien, umur, jenis kelamin, alamat, No.Reg, Diagnosa Medis, identitas penanggung jawab, Tanggal masuk rumah sakit dll. b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama 2) Riwayat kesehatan sekarang



23



Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi. 3) Riwayat kesehatan dahulu Pasien pernah masuk Rs karena alergi, meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lainlain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama). 4) Riwayat kesehatan keluarga Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan lain-lain. c. Pemeriksaan Fisik Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan lain-lain. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria. 1) Pengkajian fisik dengan metode head to toe a) Keadaan umum klien, meliputi: kesadaran composmentis: lemah, rewel, kebersihan kurang, berat badan kurang, tinggi badan, nadi cepat dan lemah, suhu meningkat, dan pernapasan takipneu.



24



b) Kepala: lingkar kepala klien biasanya lebih kecil dari normal, warna rambut kusam. c) Muka: tampak seperti wajah orang tua. d) Mata: konjungtiva anemis. e) Hidung: biasanya terdapat sekret dan terpasang selang NGT untuk memenuhi intake nutrisi. f) Mulut: biasanya terdapat lesi, mukosa bibir kering dan bibir pecahpecah. g) Leher: biasanya mengalami kaku duduk. h) Torax : adanya tarikan dada saat bernapas i) Abdomen: perut cekung, terdapat ascites, bising usus meningkat, suara hipertimpani. j) Ekstremitas atas: lingkar atas abnormal, akral dingin dan pucat. k) Ektremitas bawah: terjadi edema tungkai. l) Kulit : keadaan turgor kulit menurun, kulit keriput, CRT: > 3 detik, (Capernito,2000). 2) Pemeriksaan fisik abdomen antara lain: a) Inspeksi (1) Klien tampak kurus, ada edema pada muka dan kaki; (2) Warna rambut kemerahan, kering dan mudah patah/dicabut; (3) Mata terlihat cekung dan pucat; (4) Terlihat pergerakan usus; (5) Ada pembesaran/edema pada tungkai. b) Auskultasi (1) Bunyi peristaltik usus meningkat; (2) Bunyi paru-paru wheezing dan ronchi. c) Perkusi (1) Terdengar adanya shifting dullnees; (2) Terdengar bunyi hipertimpani. d) Palpasi



25



Hati: terjadi pembesaran hati. 3) Pemeriksaaan fisik untuk pertumbuhan anak. a) Mengukur tinggi badan dan berat badan anak b) Menghitung indeks massa tubuh, yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter) c) Mengukur ketebalan lipatan kulit di lengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita. d) Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur lingkar lengan atas (LLA) untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak). 4) Pemeriksaan Laboratorium a) Biokimia: Hb anemia karena kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi, asam folat dan berbagai vitamin, kadar albumin yang rendah karena kurangnya konsumsi protein, kadar globumin normal atau sedikit tinggi, kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada asam amino non esensial. b) Biopsi: ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati mengandung vakual lemak yang besar. c) Autopsi: menunjukkan kelainan pada hampir semua organ tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi virus usus, detrofi sistem limfold dan atrofi kelenjar timus. Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:



26



1) Penurunan ukuran antropometri. 2) Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut). 3) Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra. 4) Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal). 5) Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare. 6) Edema tungkai. 7) Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha). 2. Kwashiorkor a. Identitas Pasien Biodata anak terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis, alamat. Kwashiorkor paling seringnya pada usia antara 1- 4 tahun, namun dapat pula terjadi pada bayi. b. Riwayat sakit dan Kesehatan 1) Keluhan utama Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi. 2) Riwayat penyakit sekarang Klien dengan kwashiorkor biasanya mengalami gangguan pertumbuhan (BB < 80% dari BB normal seusianya), bengkak, serta mengalami keterbelakangan mental yaitu apatis dan rewel. Pada anak kwarshiorkor juga mengalami penurunan nafsu makan ringan sampai berat.



27



3) Riwayat Peri natal a) Tahap Prenatal: Hal yang dikaji adalah terkait asupan nutrisi pada ibu selama kehamilan. Kekurangan nutrisi pada ibu selama kehamilan jugan memungkinkan anak juga akan mengalami malnutrisi. Setelah itu, infeksi yang mungkin dapat timbul pada ibu dan menyalur ke anak dan menjadi infeksi kronis bagi anak. b) Tahap Intranatal: Hal yang dikaji adalah proses selama persalinan. Bayi mungkin dapat lahir dengan berat badan rendah, dan karena pengetahuan ibu yang kurang sehingga kwarshiorkor dapat timbul saat bayi. c) Tahap Post natal Hal yang dikaji adalah asupan nutrisi seperti pemberian ASI eksklusif dan pemberian nutrisi setelah asi eksklusif. Beberapa ibu terkadang tidak memberikan asi eksklsif pada bayinya setelah melahirkan. Hal ini beresiko anak mengalami malnutrisi. 4) Riwayat penyakit keluarga Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya kwarshiorkor. Namun, sebagian besar tidak ada pengaruh genetik yang dapat menyebabkan kwarshiorkor. Penyebab kwarshiorkor dikaitkan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat. 5) Pengkajian Psikososial Ibu dengan anak yang menderita kwarshiorkor dapat mengalami cemas dikarenakan penurunan berat badan anak, penurunan nafsu makan serta anak yang sering rewel. 6) Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas Lingkungan yang buruk, dapat memicu timbulnya infeksi. Anak dapat terkena kwarshiorkor dikarenakan infeksi yang kronik misalnya diare yang membuatnya mengalami gangguan penyerapan protein.



28



7) Riwayat nutrisi Anak dengan kwarshiorkor akan mengalami malnutrisi terutama defisiensi protein. Ana juga kekurangan asupan karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral penting yang diperlukan tubuh. Vitamin yang kurang diantaranya pembentuk darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6) dan vitamin A yang penting untuk pertumbuhan mata. 8) Riwayat pertumbuhan perkembangan a) Anak



yang



menderita



kwarshiorkor



mengalami



keterlambatn



pertumubuhan akibat defisiensi protein dan gangguan penglihatan b) Kecerdasan anak dengan kwarshiorkor juga akan menurun akibat keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan c) Anak CP yang mengalami gangguan anoreksia dapat memperberat gangguan nutrisi sehingga intake nutrisi semakin berkurang c. Pemeriksaan fisik 1) Penampilan Umum Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema. Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif. Pada tanda-tanda vitalnya ditemukan; TD meningkat karena terjadi takikardi, ritme nadi tidak teratur, RR meningkat terjadi dyspnea dan terdapat bunyi abnormal, suhu turun kurang dari 37oC. 2) Head to Toe a) Rambut Akibatnya pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh, rambut menjadi kusam, kering, mudah dicabut, warna tidak merata dan kemerahan. b) Wajah Wajah pucat jika terjadi anemia dan wajah akan bengkak (moon face).



29



c) Mata Mata menjadi sayu, selaput mata pucat, kornea menjadi putih buram. d) Bibir Terdapat luka pada sudut-sudut mulut. e) Kulit Terdapat bintik / belang hiperpigmentasi bilateral pada kulit yang mengelupas mirip luka bakar. Jaringan bawah kulit edema akibat terjadi penumpukan cairan dan akan membentuk cekungan jika di palpasi, lalu akan kembali ke bentuk semula setelah beberapa detik atau menit. f) Otot Atrofi otot ada sehingga anak tampak lemah terus-menerus dan tidak mampu berjalan dengan baik. g) Gastrointestinal Saat dilakukan palpasi akan ditemukan hepatomegali. h) Sistem saraf Anak menjadi apatis, kurang perhatian, bingung, kurang ceria dan iritabilitas. i) Kaki Terjadi edema pada ektremitas bawah dan luka pada paha. d. Pemeriksaan Diagnostik 1) Kadar albumin: normal 4-5,2g/dl. Pada anak dengan kwarsiokor ringan memiliki kadar albumin hanya 2,7-3,4g/dl, dan pada kwarsiokor berat memiliki kadar albumin 2,1g/dl. 2) Tes imun: jumlah limfosit