Makalah Masyarakat Kerta Jagaditha [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cita-cita ataupun Visi dan Misi dari ajaran Agama Hindu adalah seperti ucap sastra “Moksartham jagadhitaya ca iti dharmah artinya; “Tujuan Dharma adalah untuk mendapatkan Moksa dan Jagadhita”. Kemudian “Atmanam moksartham jagadhitaya ca” artinya; “Tujuan Atman (roh) adalah untuk mencapai Jagadhita dan Moksa”. Dalam mewujudkan masyarakat kerta jagadhita yang sejahtera disebutkan pada hakekatnya hampir semua masyarakat ingin mewujudkan Jagadhita (sejahtera), Kerta (aman) dan Trepti (tertib) yang meliputi kesejahteraan lahiriah dan adyatmika yaitu kesejahteraan batiniah. Keberadaan manusia pada hakekatnya, terwujud sebagai manusia bersifat sosial dan manusia yang berbudaya. Menurut kodrat alam, manusia di mana – mana dan pada zaman apapun juga selalu hidup bersama. Berbagai kondisi obyektif dan perjalanan historis mengakibatkan manusia berusaha mengembangkan sistem sosial dan sistem budayanya secara khas. Manusia sebagai individu mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Dalam masyarakat, tentu setiap manusia selaku anggota dalam suatu masyarakat harus memiliki suatu tujuan hidup, agar nantinya dapat tercipta suatu keharmonisan, kerukunan, serta kesejahteraan antarsesama umat manusia. Dalam mencapai tujuan hidup, tentunya setiap manusia harus memiliki pedoman-pedoman yang dapat mengarahkannya secara benar dalam mencapai tujuan hidupnya. Salah satu yang dapat dijadikan pedoman dalam mewujudkan tujuan hidup adalah agama, sebab setiap agama di dalam ajarannya tentu mempunyai suatu tujuan dalam kehidupan bagi setiap umatnya. Tidak terkecuali dengan agama Hindu. Agama Hindu dalam ajarannya juga memiliki tujuan hidup bagi umat-umatnya seperti halnya agamaagama lainnya, yaitu “Moksartham Jagadhita ya ca iti Dharma”, yang artinya bahwa agama (dharma) bertujuan untuk mencapai kebahagiaan rohani dan kesejahteraan hidup jasmani atau kebahagiaan secara lahir dan bathin (Moksa). Jika dihubungkan dengan masyarakat, tujuan hidup bagi setiap umat Hindu sesuai dengan ajaran agamanya adalah mewujudkan masyarakat yang jagadhita, yaitu suatu masyarakat yang sejahtera, tentram, damai, serta berbudi pekerti luhur. Sudah pasti, dalam mewujudkan masyarakat jagadhita tersebut memerlukan suatu tahapan-tahapan agar nantinya tujuan dari agama Hindu itu sendiri dapat tercapai.



Dalam mencapai kehidupan yang harmonis, pemimpin memiliki peran strategis. Membawa masyarakat sampai ke pintu kesejahteraan (kebahagiaan) dan keharmonisan, sesungguhnya bagian dari yadnya seorang pemimpin. Karena itu menjadi pemimpin mutlak membahagiaan rakyatnya, sesuai makna raja (pemimpin) itu sendiri. Dalam sastra agama disebutkan, raja (pemimpin) berasal dari kata rajintah yang artinya membahagiakan rakyat. Pun, kepercayaan dalam menjalankan yadnya itu hendaknya digunakan sebaik-baiknya. Untuk mencapai kehidupan yang demikian itu, sejatinya diperlukan kerja sama semua pihak. Visi dan misi untuk mencapai kehidupan masyarakat yang jagadhita, perlu diusung bersama.



1.2 RUMUSAN



MASALAH



Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka kami sebagai penulis menemukan beberapa permasalahan yang kiranya perlu untuk dibahas dan dikaji dalam paper ini. Adapun permasalahan tersebut sebagai berikut : 1. Apakah pengertian dari masyarakat kerta jagadhita ? 2. Bagaimana caranya mencapai masyarakat kerta jagadhita ? 3. Apa peranan umat Hindu dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera ? 4. Apa tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan HAM dan Demokrasi ? 1.3 TUJUAN PENULISAN Tujuan Umum Penulisan Tujuan umum penulisan paper ini adalah untuk mendapatkan pandangan dan informasi bagaimana sesungguhnya masyarakat kerta jagadhita tersebut, peranan beserta tanggung jawabnya demi Negara Indonesia sesuai dengan ajaran agama Hindu. Dan bilamana permasalahan tersebut telah dipahami, maka seharusnya masyarakat mampu mewujudkan dan mempertahankan manfaat dari masyarakat kerta jagadhita tersebut. Tujuan Khusus Penulisan : Tujuan khusus penulisan paper ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengertian masyarakat kerta jagadhita 2. Untuk mengetahui cara yang diamalkan dalam mencapai masyarakat kerta jagadhita



3. Untuk mengetahui apa – apa saja dan seberapa besarkah peranan umat Hindu dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera 4. Untuk mengetahui apa tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan HAM dan Demokrasi. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Masyarakat Kerta Jagadhita Masyarakat secara umum adalah sekelompok orang yang bergaul, berkomunikasi dan berinteraksi satu dengan yang lain, dengan berbagai unsur yang ada di dalamnya, dengan identitas bersama. Masyarakat menurut pandangan agama hindu adalah berangkat dari konsepsi kula (keluarga), gotra atau mahagotra (himpunan keluarga besar atau yang lebih besar) yang berkembang meliputi suatu wilayah desa hingga terbentuknya suatu tatanan hidup bersama. Masyarakat kerta jagaditha adalah masyarakat yang sejahtera. Pada hakekatnya hampir semua masyarakat ingin mewujudkan



masyarakat yang Kerta (aman)



dan



Jagadhita



(sejahtera). Jagadhita dimaksudkan disini meliputi wahya yaitu kesejahteraan lahiriah dan adyatmika yaitu kesejahteraan batiniah. Kerta yang dimaksudkan disini yaitu merujuk pada ketentraman dan kebrlimpahan sebagaimana halnya di kahyangan atau di sorga. Peran umat hindu untuk mewujudkan masyarakat kerta jagadhita melalui bekerja tekun, giat membenahi diri dan membangun diri. peran membangun diri yang dimaksudkan yaitu suatu proses yang menunjukkan adanya suatu kegiatan guna mencapai kondisi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Adapun bidang-bidang dalam membangun diri tersebut antara lain: pembangunan dibidang fisik akan



mewujudkan



kesejahteraan ekonomi dan peralatan hidup, pembangunan dibidang rohani akan mewujudkan kesucian dan ketenangan pikiran, pembangunan dibidang mental akan



mewujudkan



ketentraman dan kenyamanan perasaan, dan pembangunan dibidang perilaku akan mewujudkan ketertiban dan kedisiplinan, baik individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di desa adat. 2.2 CARA MENCAPAI MASYARAKAT KERTA JAGADHITA



Masyarakat kerta Jagadhita dapat dicapai melalui beberapa cara, yang dapat secara langsung dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori agama hindu terdapat 2 cara untuk mencapai masyarakat kerta jagadhita, 2 cara itu sebagi berikut: a. Tri Hita Karana ini terdiri dari kata Tri yang artinya tiga, Hita artinya kesejahteraan dan Karana artinya yang menyebabkan, jadi Tri Hita Karana adalah tiga penyebab kesejahteraan. Bagian – Bagian dari Tri Hita Karana: 1) Parhyangan Parhyangan adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan. Tuhan memberikan alam semesta beserta isinya kepada manusia. oleh sebab itu manusia patut mensyukurinya dengan cara melakukan sembahyang, bersembah kepada Beliau. Dengan cara itu kita dapat merasakan sebuah ketenangan, kedamaian lahir bathin, sehingga kelak akan terciptanya suatu kesejahteraan.



2) Pawongan Pawongan adalah hubungan manusia dengan manusia, dimana sebagai manusia kita tidak bisa hidup sendiri karena manusia saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh karena itu, sebagai manusia harus saling menghormati, mengargai dan menjunjung tinggi kerukunan antar manusia. Dengan itu dapat menciptakan suatu hubungan yang harmonis, dimana kelak nantinya akan menciptakan suatu kesejahteraan. 3) Palemahan Palemahan adalah hubungan antara manusia dengan lingkungan. Manusia yang memiliki akal pikiran seharusnya memperhatikan lingkungan dimana mereka berada, karena jika lingkungan tersebut rusak, suatu kenyamanan untuk tinggal dan menetap di ruang lingkup tersebut akan terganggu, otomatis jika kita melestarikan dan menjaga suatu kenyaman maka akan terwujud kesejahteraan dalam hidup. Dari ketiga bagian diatas, jika salah satunya tidak diamalkan maka kesejahteraan di dunia ini tidak akan terwujud. Walaupun ketiga bagian diatas memiliki makna yang berbeda, tetapi tujuan dan manfaatnya akan kita rasakan. Oleh karena itu, pentingnya kita mengamalkan ajaran Tri Hita Karana dalam kehidupan beragama ini untuk menciptakan kehidupan sejahtera



lahir dan batin. Selain itu juga agama Hindu mengajarkan bahwa dalam kesejahteraan menyangkut kehidupan material dan spiritual berdasarkan Tri Warga.



b. Tri Warga berasal dari kata tri dan warga. Tri berarti tiga, dan warga berarti bagian. Jadi Tri warga adalah tiga bagian ajaran rohani untuk mencapai moksa dan jagadhita. Bagian – bagian Tri Warga: -



Dharma Dharma berarti ajaran-ajaran kerohanian dan budi pekerti dari agama hindu itu sendiri.



-



Artha Artha dapat diartikan sebagai harta yaitu seperti benda atau sarana yang dapat memuaskan naluri.



-



Kama Kama merupakan hawa nafsu, dan keinginan manusia.



Sloka mengenai ajaran Tri Warga: Dharmathakamamoksanam Sariram sadhanam (Brahma purana,228.45) Artinya: Tubuh adalah sarana untuk mendapatkan Dharma (kerohanian dan kesusilaan),artha (sarana hidup duniawi dan harta benda),kama (naluri,nafsu,dan keingginan) dan moksa (kelepasan roh dari penderitaan duniawi serta kehidupan abadi di akherat). 2.3



PERANAN



UMAT



HINDU



DALAM



MEWUJUDKAN



MASYARAKAT



INDONESIA YANG SEJAHTERA Pengertian tentang masyarakat sebgai sebuah komunitas dalam pandangan hindu adalah berangkat dari konsepsi kula (keluarga), gotra atau mahagotra (himpunan keluarga besar atau yang lebih besar )yang berkembang melingkupi suatu wilayah desa sehingga terbentuknya suatu tatanan hidup bersama, baik yang disebut kula dresta, desa dresta atau loka drestra, dan sastra drestra. Setiap kula atau gotra pada dasarnya merupakan unit kecil dari system tatanan dharma- dharma dalam sebuah kesatuan kosmos yang bertujuan mewujudkan kreta (pakertan), yakni kesejahteraan warganya. Dari kerta (kreta ini dikembangkan menjadi keraman atau desa pekraman seperti dikenal pada masyarakat di bali.



Konsepsi kerta (kreta) yang di pahamkan dalam konteks keraman ini secara ideal (dan utopis) merujuk kepada ketentraman dan keberlimpahan sebagai mana halnya di khayangan atau sorga; ketentraman dan keberlimpahan itu adalah sepatutnya dihadirkan di bumi bagi segenap umat manusia. Hal ini di sebutkan dalam Atharva Veda, sebagai berikut : “Jnana bibhrati bahudha vivacasam, nanadharmanam pritivi yathaukasan. Shasram dhara dravinasya me duham, Dhruveva dheur anapasphuranti” (Atharva Veda XII.1.45) “Bumi yang memikul beban, bagaikan sebuah keluarga, sebuah orang berbicara dengan bahasa berbeda-beda dan yang memeluk kepercayaan (agama) yang berbeda- beda pula, semoga ia melimpahkan kekayaan kepada kita, tumbuhkan penghargaan diantara Anda seperti sapi betina (kepada anak-anaknya)” “ Samani prapa saha vo-annabhagah, Samane yoktre saha vo-yunajmi. Samyanco-agnim saparnyata. Ana nabhim iva-abitah.” (Atharva veda III.30.6) “Engkau mengambil makanan dan air mu ditempat yang sama. Aku menyatakan Anda semua dengan suatu ikatan saling pengertian. Sembahlah Tuhan Yang Maha Esa dengan kebulatan hati ( musyawarah ) dan tujulah kehidupan yang bersatu seperti sebuah as roda yang di kelilingi oleh jari-jarinya”. “Jyayavantas Cittino ma vi yausta, Sam radhayantah sadhuras caran-tah. Anyo anyasmai algu vadanta eta. Sadhrician vahsammanasaskraomi” (Atharva Veda III.30.5) “ Wahai uamat manusia, dengan berjalan kearah depan anda seharusnya tidak saling bertentangan, karena anda adalah para pengikut tujuan yang sama, yang hormat kepada orang tua, yang memiliki pemikiran-pemikiran yang mulia dan ikut serta di dalam pikiran yang sama. Aku mempersatukan anda dan memberkahimu dengan pemikiran-pemikiran yang mulia”.



“ Ajyesthaso akanisthasa ete,sam Bhrataro vav rdhuh saubhagaya” (Rg Veda V.60.5) “Pada Dewa Marut bertingkah laku seperti sesama saudara dan mereka membeci orang yang membedakan tinggi dan rendah, majulah diaku menuju kemakmuran”.



“Sagdhis ca me saptitas ca me” (Yayur Veda XVIII 9 ) “Hendaknya terdapat tempat makan umum, untuk makan dan minum”.



“Indram vardhanto apturah krnavanto visvam aryanam Apaghnanto Aravnah” (Rg Veda IX.63.5) “Semoga semua dari Anda menjadi giat dan bijak. Buatlah seluruh masyarakat menjadi mulia dan hancurkanlah orang-orang kikir”.



Dari kutipan di atas dapat di pahami bahwa setiap manusia Hindu yang merupakan bagian dari anggota keluarga, mahagotra, dan desa pakaraman secara teologis telah dibekali sebuah kesadaran social-ekonomi cultural untuk berperan mengkondisikan dan membangun sebuah masyarakat yang kerta-raharja (civil society) atau masyarakat madani/ sejahtera. Upaya ini tidak sekedar tergantug kepada pimpinan Negara, akan tetapi bertumpu kepada setiap individu. Hal ini selaras dengan konsep Hindu yang memandang bahwa setiap manusia Hindu adalah seorang pemimpin; pertam-tama adalah memimpin mengendalikan indra-indranya ke hal yang positif, sehingga ia jiga akan dapat memimpin keluarga dan masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Mewujudkan kesejahteraan pada prinsipnya sebuah dharma-agama sekaligus dharma-Negara dan dharma-kemasyarakatan. 2.4 TANGGUNG JAWAB UMAT HINDU DALAM MEWUJUDKAN HAM DAN DEMOKRASI Masyarakat adalah kumpulan orang-orang yang selalu bergaul satu dengan yang lain sehingga terjadi kontak dan interaksi. Sebagai kelompok yang tetap eksis masyarakat mempunyai identitas bersama, masyarakat Hindu mempunyai ciri-ciri sendiri yang khas.



Agama Hindu mengajarkan bahwa kesejahteraan adalah yang menyangkut kehidupan material dan spiritual berdasar atas dharma artha dan kama yang disebut tri warga, untuk mewujudkan kesejahteraan harus dilaksanakan pembangunan masyarakat. Bentuk-bentuk peran serta umat Hindu di antaranya peran serta dalam pemikiran, penggalangan dana, penyediaan tenaga dan peran serta dalam penggalian sumber-sumber kekayaan. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak asasi manusia diperjuangkan dalam kurun waktu panjang, dan telah masuk dalam pasal-pasal Undang-undang Dasar Republik Indonesia. Tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan hak asasi manusia dan demokrasi dilaksanakan dengan memenuhi kewajiban untuk mengamalkan Undang-undang Dasar 1945 karena dalam pasal-pasalnya sudah masuk hak-hak asasi manusia dan sendi-sendi demokrasi. Sarana untuk mewujudkan jagadhita itu adalah melalui bekerja tekun dan giat membenahi diri dan membangun diri meliputi pembangun dibidang fisik, pembangunan dibidang rohani, mental dan perilaku. Pembangunan dibidang fisik akan mewujudkan kesejahteraan ekonomi dan peralatan hidup, pembangunan dibidang rohani akan mewujudkan kesucian dan ketenangan pikiran, pembangunan dibidang mental akan mewujudkan ketentraman dan kenyamanan perasaan, dan pembangunan dibidang perilaku akan mewujudkan ketertiban dan kedisiplinan, baik individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di desa adat . maka dari itu adalah mutlak perlu diciptakan suatu: trepti ring tata parhyangan (tata tertib dalam tata prahyangan), trepti ring tata pawongan (tata tertib dalam perilaku manusianya) dan trepti ring palemahan ( tertib dalam pemakain tanah desa dan sesuai dengan aturan yang berlaku) di desa adat yang bersangkutan, sehingga terwujud suatu kondisi masyarakat desa adat yang kerta, raharja dan jagadhita Untuk mewujudkan kesejahteraan harus ada pembangunan, yaitu suatu proses yang menunjukkan adanya suatu kegiatan guna mencapai kondisi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Ada keselarasan antara tujuan pembangunan dengan tujuan agama Hindu, yaitu untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Tanggung jawab dalam mewujudkan HAM dan Demokrasi bagi sebuah kehidupan masyarakat dalam pandangan Veda, pada dasarnya tidak dapat di pisahkan dharma-karma. Dalam pemahaman tentang dharma-karma baik dalam konteks dharma-agama, dharmanegara,dharma-kemasyarakatan, maka makna ham akan di pahami sebagai salah satu kesatuan



dengan KAM (Kewajiban Asasi Manusia ). Selanjutnya, dengan memahami makna HAM dan KAM sebagai salah satu kesatuan juga berarti memahami konsepsi HAR( Hak Asasi Ruh) dan KAR (Kewajiban Asasi Ruh ) yang terlahirkan sebagai manusia. Seperti telah disinggung dalam pembicaraan di atas, pandangan filsafat manusia Hindu lebih berat tendensinya kepada paham seperti ritualisme bahwa jiwa- atman lebih tinggi dari badan materi. Dalam kaitan ini, Mahatma Gandhi mengatakan : “Sumber dari seluruh hak yang sejati ialah kewajiban. Asal saja kita semua melaksanakan kewajiban sendiri (Suadharma), tidak terlalu susah mengejar hak”. Pandangan Mahatma Gandhi ini pada dasarnya bersumber dari Bhagawadgita, sebagai berikut : “Tasmad asaktah satatam, Karyam karma samacara, Asakto hy acara karma, Param apnoti purusah.” “oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja kewajibanmu tanpa terikat pada hasil (sebagai hak). Sebab kerja yang bebas dari keterikatan bila melakukanya, maka orang itu akan mencapai (tujuan) yang tertinggi ”. Dalam bahasa yang lain, Svami Vivankananda mengatakan: “ Tiap-tiap kewajiban adalah suci, dan mengabdikan diri kepada suatu kewajiban adalah suatu bentuk pemujaaan terhadap Tuhan yang tertinggi ”. Dengan demikian sudah sangat jelas bagi masyarakat Hindu, bahwa mewujudkan HAM tidak dapat di lakukan tanpa KAM. Dengan kata lain bahwa pemahan dan pelaksanan KAM secara otomatis telah mengandung HAM sekalipun tidak tampak dalam bentuk benda materi yang nyata. Selanjutnya pustaka suci Bhagawadgita II 40-41-45, menjelaskan sebagai berikut : “Dijalan ini tak ada usaha yang sia-sia, dan tak ada rintangan yang tidak teratasi bahkan walaupun sedikit dari dharma ini sudah cukup untuk membebaskan dari kekuatan yang mengerikan”. Tak ada langkah yang sia-sia karena dan setiap usaha yang dilakukan dalam penuh perjuangan akan meninggalkan nilai yang akan di perhitungkan sebagai jasa. “Dalam hal ini, wahai Kurunandana (Arjuan), yang pikirannya sudah bulat, pemahamannya menyatu; sedangkan yang pikirannya masih ragu-ragu, pemahamannya bercabang dan tak ada habis-habisnya”.



Disisni dengan jelas diharapkan untuk dapat mengkonsentrasikan pikiran dalam mencapai keberhasilan, karena kegiatan apapun yang di kerjakan tanpa konsentrasi, tak akan memberikan keberhasilan. Pada dasarnya, pikiran manusia senang tiasa mengembara kemanamana terutama mengingatkan dirinya pada objek-objek kenikmatan material, sehingga untuk dapat melakukannya semacam ini di perlukan usaha keras yang di sertai semangant yang tunjung pamadam. Kegiatan dari triguna (tiga sifat alam) adalah msalah pokok dari kitab weda, tetapi engkau hendaknya membebaskan darimu dari padanya, wahai arjuna ; bebaskan pula dirimu dari dualitas(pasangan yang saling bertentangan) dan mantapkan pikiranmu dalam kemurnian, jangan memperdulikan tentang masalah duniawi dan berkonsentrasi pada sang diri”. Pelaksanaan upacara ritualitas diperlukan untuk memelihara kehidupan duniawi sebagai hasil dari triguna mendapatkan hasil kesempurnaan yang lebih tinggi,kita harus mengarahkan perhatian kita pada realitas tertinggi .



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Masyarakat kerta jagaditha adalah masyarakat yang sejahtera. Pada hakekatnya hampir semua masyarakat ingin mewujudkan



masyarakat yang Kerta (aman)



dan



Jagadhita



(sejahtera). Peran umat hindu untuk mewujudkan masyarakat kerta jagadhita melalui bekerja tekun, giat membenahi diri dan membangun diri. Ada 2 cara didalam ajaran agama hindu untuk mewujudkan masyarakat kerta jagadhita yaitu dengan melaksanakan Tri Hita Karana dan Tri Warga. Tri Hita Karana adalah tiga penyebab kesejahteraan. Tri warga adalah tiga bagian ajaran rohani untuk mencapai moksa dan jagadhita. Dalam mewujudkan masyarakat kerta jagadhita juga dipengaruhi oleh tanggung jawab umat hindu dalam mewujudkan HAM dan demokrasi dalam bangsa dan negara.



3.2 Saran Melalui pemaparan isi paper ini, para pempaca diharapkan dapat menambah wawasan tentang pengertian dan cara mewujudkan masyarakat kerta jagadhita di kehidupan nyata.



DAFTAR PUSTAKA Tim Dosen Agama Hindu Unud. 2015. Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi. Denpasar: Udayana University Press. Alukta. 2014. http://hindualukta.blogspot.com/2015/11/pengertian-jagadhita.html. (diakses tanggal 20 November 2015) http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/6/23/bd1.htm (diakses pada tanggal 20 November 2016)