Makalah Melasma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Melasma merupakan suatu penyakit kulit hipermelanosis, didapat, dan letaknya simetris pada daerah yang sering terpapar sinar matahari, terutama wajah. Melasma sering ditemukan pada wanita. Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui pasti, tetapi ada beberapa faktor risiko yang dianggap berperan pada patogenesisnya antara lain : sinar matahari, hormon, obat-obatan, genetik, kosmetik, riwayat penyakit lain, usia, dan pekerjaan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana definisi melasma? 2. Bagaimana etiopatogenesis terjadinya melasma? 3. Bagaimana epidemiologi melasma? 4. Bagaimana prognosis melasma? 5. Bagaimana cara mendiagnosa melasma? 6. Bagaimana tatalaksana melasma? 1.3 Maksud Dan Tujuan Penulisan Makalah 1. Untuk memahami definisi melasma. 2. Untuk memahami etiopatogenesis terjadinya melasma. 3. Untuk memahami epidemiologi melasma. 4. Untuk memahami prognosis melasma. 5. Untuk memahami cara mendiagnosa melasma. 6. Untuk memahami tatalaksana melasma.



Bab II Pembahasan 2.1 Definisi Proses penunaan pada kulit dapat berupa berbagai macam permasalahan, seperti warna kulit yang berlebih, kondisi kulit yang mengering dan menipis, kerutan, bahkan atrofi kulit. Proses penuaan kulit yang paling banyak terdapat di Indonesia adalah penimbunan warna kulit yang berlebih atau melasma. Sekarang ini makin banyak orang yang semakin perduli terhadap masalah penuaan kulit ini terutama melasma, sehingga harus diatasi dengan cara yang paling efektif. Melasma merupakan kelainan hipermelanosis yang sangat sering dijumpai, bersifat didapat, dengan distribusi simetris pada daerah yang sering terpapar sinar matahari dan biasanya dijumpai pada wanita usia reproduksi. Melasma muncul dalam bentuk makula berwarna coklat terang sampai gelap dengan pinggir yang iregular, biasanya melibatkan daerah dahi, pelipis, pipi, hidung, di atas bibir, dagu, dan kadang-kadang leher. Meskipun melasma dapat mengenai semua orang, akan tetapi lebih sering pada wanita Asia dan Hispanik berkulit gelap. Pasien yang mempunyai melasma dapat mengalami perubahan kehitaman kulit selama paparan UV (Ultra violet) dari satu waktu ke waktu lain . Di luar negeri, melasma biasanya lebih terlihat saat musim panas dan menurun saat bulan-bulan musim dingin dengan paparan sinar UV yang lebih sedikit. Hal ini disebabkan oleh UVA dan UVB yang memacu aktivitas melanosit dan melanogenesis. 2.2 Etiopatogenesis Patogenesis melasma selalu digunakan dalam pelaksanaan proses diagnosis maupun proses pengobatan. Pengetahuan tentang patogenesis melasma banyak berkaitan dengan biologi, biokimia, patofisiologi dan patologi dari proses pigmentasi kulit, baik



di tingkat selular, biomolekular dan jaringan kulit. Juga berhubungan langsung dengan faktor penyebab melalui beberapa mekanisme yang bersifat spesifik. 2.2.1 Sistem Pigmentasi Kulit Sistem pigmentasi manusia terdiri dari 2 (dua) tipe sel, yaitu melanosit dan keratinosit beserta komponen selular yang berinteraksi membentuk hasil akhir yaitu pigmen melanin (Jimbow, 2001). Melanosit yaitu suatu sel eksokrin, yang berada di lapisan basal epidermis dan matriks bulbus rambut. Setiap melanosit lapisan basal dihubungkan melalui dendrit-dendrit melanosit dengan 36 keratinosit yang berada pada lapisan malphigi epidermis, ini yang disebut dengan unit melanin lapisan epidermal. Melanosit memproduksi tirosinase dan melanosom. Di dalam melanosit di produksi dua subtipe melanin, eumelanin dan feomelanin. Tirosinase berperan dalam pembentukan dua subtipe melanin tersebut . Melanin merupakan pigmen yang dihasilkan oleh melanosit dari polimerisasi dan oksidasi pada proses melanogenesis. Terdapat 2 pigmen melanin yaitu, eumelanin (coklat-hitam) dan feomelanin (kuning-merah). Eumelanin bersifat lebih dominan (koesoema, 2005). Melanin ditransfer dari melanosit ke epidermis melalui keratinosit. Degradasi melanosom dilakukan oleh asam hidrolase lisosom selama keratinosit naik menuju permukaan epidermis, dan akhirnya melanin hilang bersama lepasnya stratum korneum. Jika terdapat inflamasi kulit dan kemudian kerusakan selular, beberapa melanosom masuk ke dalam dermis dan ditangkap oleh makrofag, maka sel- sel ini yang kemudian dikatakan sebagai melanofag. Karakteristik keadaan untuk melasma yaitu terjadi kelainan proses pigmentasi berupa hipermelanosis epidermal, yang disebabkan oleh peningkatan produksi melanin tanpa perubahan jumlah melanosit, dengan mekanisme peningkatan produksi melanosom, peningkatan melanisasi dari melanosom, pembentukan melanosom yang lebih besar, peningkatan pemindahan melanosom ke dalam keratinosit, dan



peningkatan ketahanan melanosom dalam keratinosit. 2.2.2 Patogenesis faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya melasma 2.2.2.1 Faktor endokrin Hormon yang dikenal dapat meningkatkan melanogenesis antara lain : Melanin Stimulating Hormone (MSH), ACTH, lipotropin, estrogen, dan progesteron. Melanin Stimulating Hormon (MSH) merangsang melanogenesis melalui interaksi dengan reseptor membran untuk menstimulasi aktivitas adenylcyclase untuk membentuk c-AMP dan akan meningkatkan pembentukan tirosinase melanin dan penyebaran melanin. Hipermelanosis yang difus berhubungan dengan insufisiensi korteks adrenal. Peningkatan MSH dan ACTH yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari akan terjadi bila kortisol mengalami defisiensi sebagai akibat dari kegagalan mekanisme inhibisi umpan balik. Estrogen dan progesteron baik natural maupun sintetis diduga sebagai penyebab terjadinya melasma oleh karena sering berhubungannya dengan kehamilan, penggunaan obat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesteron, penggunaan estrogen konjugasi pada wanita postmenopause dan pengobatan kanker prostat dengan dietilbestrol. Meskipun peran estrogen dalam menginduksi melasma belum diketahui, namun dilaporkan bahwa melanosit yang mengandung reseptor estrogen menstimulasi sel-sel tersebut menjadi hiperaktif. Peranan hormon estrogen dan progesteron pada kehamilan yang disertai melasma juga belum diketahui dengan pasti. Pathak (2006) berpendapat bahwa melasma tidak akan hilang setelah proses kelahiran atau penghentian penggunaan obat kontrasepsi. Kelainan ini dapat memudar akan tetapi lebih sering persisten untuk jangka waktu yang lama, dan timbul kembali pada kehamilan berikutnya. Dari penelitian ternyata 77% wanita yang menderita melasma karena pemakaian pil



kontrasepsi, juga menderita melasma gravidarum. Pada penelitian Iraji di Iran menunjukkan dari 230 wanita hamil, 27,6% menderita melasma. Penelitian di Pakistan menyatakan dari 140 wanita hamil, 46,4% menderita melasma dan pada satu penelitian di Perancis oleh pada 60 wanita hamil, di laporkan prevalensi sebanyak 5% (n=3). Prevalensi melasma pada penelitian lainnya dilaporkan sebanyak 50-70%. Pada mamalia, hormon pituitari dan ovarium merangsang terjadinya melanogenesis. Walaupun estrogen disangka memegang peranan penting dalam etiologi melasma, terdapat insiden yang rendah diantara para wanita postmenopause yang mendapat terapi pengganti. Profil endokrinologik pada wanita dengan melasma idiopatik dan menemukan adanya peningkatan level leutinizing hormon (LH) dan level estradiol serum yang rendah, abnormalitas diduga akibat adanya disfungsi ovarium ringan. Pada 15 pasien pria dengan melasma idiopatik juga menunjukkan profil hormon yang abnormal, dengan peningkatan level sirkulasi LH dan level testosteron serum yang rendah dibanding kontrol, mungkin oleh karena testicular resistance. Di samping itu juga terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit autoimun tiroid dengan melasma. Tahun 2004, pada 108 wanita yang tidak hamil dan menemukan hubungan yang bermakna antara penyakit tiroid autoimun dan melasma, terutama pada wanita yang penyakit tersebut didapat pada saat hamil atau setelah menggunakan obat kontrasepsi oral. Pada penelitian ini penderita penyakit tiroid empat kali lebih besar menderita melasma dibanding kontrol. 2.2.2.2 Faktor paparan sinar matahari Paparan sinar matahari adalah faktor yang sangat berpengaruh, dan ini berlaku untuk semua pasien yang mengalami perbaikan atau bertambah parah apabila terpapar sinar matahari. Eksaserbasi melasma hampir pasti di jumpai setelah terpapar sinar matahari yang berlebihan, mengingat kondisi melasma akan memudar selama musim



dingin. Lipid dan jaringan tubuh (kulit) yang terpapar dengan sinar, terutama UV dapat menyebabkan terbentuknya singlet oxygen dan radikal bebas yang merusak lipid dan jaringan tersebut. Radikal bebas ini akan menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin yang berlebihan. Panjang gelombang dari radiasi sinar matahari yang paling berisiko dalam pencapaiannya ke bumi adalah UVB 290-320 nm dan UVA 320-400 nm. Semakin kuat UVB maka akan semakin menimbulkan reaksi di epidermis, dengan perkiraan 10% dapat mencapai dermis, sementara 50% UVA akan mencapai dermis. Sinar UV akan merusak gugus sulfhidril yang merupakan penghambat tirosinase sehingga dengan adanya sinar UV, enzim tirosinase bekerja secara maksimal dan memicu proses melanogenesis (Jimbow, 2001). Pada mekanisme perlindungan alami terjadi peningkatan melanosit dan perubahan fungsi melanosit sehingga timbul proses tanning cepat dan lambat sebagai respon terhadap radiasi UV. Ultraviolet A menimbulkan reaksi pigmentasi cepat. Reaksi cepat ini merupakan fotooksidasi dari melanin yang telah ada, dan melanin hasil radiasi UVA hanya tersebar pada stratum basalis. Pada reaksi pigmentasi lambat yang disebabkan oleh UVB, melanosit mengalami proliferasi, terjadi sintesis dan redistribusi melanin pada keratinosit disekitarnya. Melasma merupakan proses adaptasi melanosit terhadap paparan sinar matahari yang kronis Terjadinya melasma pada daerah wajah karena memiliki jumlah melanosit epidermal yang lebih banyak dibanding bagian tubuh lainnya dan merupakan daerah yang paling sering terpapar sinar matahari. Interaksi antara faktor sinar matahari dan berbagai hormon terjadi di perifer, kemudian bersama-sama mempengaruhi metabolisme melanin di dalam melanoepidermal unit. 2.2.2.3 Faktor kosmetika Berbagai zat yang terkandung didalam kosmetika dapat memberikan faktor positif dan negatif bagi kulit. Perbedaan ras, warna dan jenis kulit seseorang dapat



menimbulkan efek kosmetik. Penelitian Tranggono pada bulan Januari sampai Desember 1978 terhadap 244 pasien di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta yang menderita noda-noda hitam, 18,3% diantaranya disebabkan oleh kosmetik. Bahan kosmetika yang menimbulkan hiperpigmentasi/melasma yaitu yang berasal dari bahan iritan atau photosensitizer misalnya minyak bergamot, tar, beberapa asam lemak, minyak mineral, petrolatum, lilin tawon, bahan pewarna seperti Sudan III, para-fenilen diamin, pewangi, dan pengawet kosmetik. Melasma yang terjadi biasanya difus dengan batas tidak jelas dan akan lebih jelas bila terkena sinar matahari. Patogenesis diduga akibat reaksi fotosensitisasi setelah terkena pajanan sinar matahari. Absorbsi sinar oleh bahan fotosensitizer, kemudian terbentuk hapten yang akan bergabung dengan protein karier dan memicu terjadinya respon imun. Mediator inflamasi yang mempunyai kemampuan merangsang prolifersi melanosit yaitu leukotrien C



4



dan D . Sedangkansitokin dan interleukin (IL)-1 α, IL6, Tumor 4



Necrosing Factor (TNF) α menghambat proliferasi melanosit. Selain hipermelanosis epidermal, juga terdapat hipermelanosis dermal dan edema kutis. Terdapat peningkatan jumlah makrofag dermis bagian atas dan multiplikasi lamina basalis. Terjadinya respon edema kutis terhadap pemberian bahanbahan kimia ini menunjukkan adanya degenerasi dan regenerasi sel basal. Dalam proses ini melanosom dalam keratinosit yang mengalami degenerasi berpindah ke dermis dan terjadilah inkontinensia pigmenti, dan hiperpigmentasi dermal. 2.2.2.4 Faktor Obat-obatan Pigmentasi yang ditimbulkan oleh obat mencapai 10-20% dari keseluruhan kasus hiperpigmentasi yang didapat. Patogenesis pigmentasi yang diinduksi oleh obat ini bermacam-macam, berdasarkan pada penyebab pengobatan dan melibatkan akumulasi melanin, diikuti dengan peradangan kutaneus yang non spesifik dan sering diperparah dengan paparan sinar matahari. Biasanya obat-obat ini akan tertimbun pada



lapisan atas dermis bagian atas secara kumulatif, dan juga dapat merangsang melanogenesis. Beberapa obat yang dapat merangsang aktivitas melanosit dan meningkatkan pigmentasi kulit terutama pada daerah wajah yang sering terpapar sinar matahari yaitu, obat-obat psikotropik seperti fenotiazin (klorpromazin), amiodaron, tetrasiklin, minosiklin, klorokuin, sitostatika, logam berat, arsen inorganik, dan obat antikonvulsan seperti hidantoin, dilantin, fenitoin dan barbiturat. 2.3 Epidemiologi 2.3.1 Frekuensi AS Melasma pada umunya mempengaruhi lebih dari 5 juta orang di Amerika Serikat. Tingkat prevalensi berkisar antara 8,8% di antara wanita keturunan Latino yang tinggal di Amerika Serikat bagian selatan hingga 40% pada beberapa wanita di populasi Asia Tenggara 2.3.2 Ras Orang dari ras manapun bisa terkena melasma. Namun, melasma jauh lebih umum terjadi pada jenis kulit yang secara konstitusional lebih gelap daripada jenis kulit yang lebih ringan, dan mungkin lebih sering terjadi pada jenis kulit coklat muda, terutama orang Latin dan Asia, dari daerah-daerah di dunia dengan paparan sinar matahari yang intens. 2.3.3 Jenis Kelamin Melasma jauh lebih umum terjadi pada wanita daripada pria. Wanita terkena dampak pada 90% kasus. Saat pria terpengaruh, gambaran klinis dan histologisnya identik. 2.3.4 Usia Melasma jarang terjadi sebelum pubertas dan paling sering terjadi pada wanita selama masa reproduksi mereka. Melasma hadir pada 15-50% pasien hamil.



2.4 Prognosis Melasma tidak menyebab mortalitas atau morbiditas. Tidak ada laporan transformasi dari melasma menjadi keganasan, juga tidak ada kaitannya dengan peningkatan risiko melanoma atau keganasan lainnya. Pasien dengan melasma dianggap berisiko mengalami penurunan melanoma. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingkat keganasan kulit yang lebih rendah pada pasien dengan warna kulit gelap. Pigmen dermal membutuhkan waktu lebih lama untuk diatasi daripada pigmen epidermal karena tidak ada terapi yang efektif yang mampu menghilangkan pigmen dermal. Namun, pengobatan tidak boleh ditahan hanya karena pigmen dermal yang lebih besar. Sumber pigmen dermal adalah epidermis, dan jika melanogenesis epidermal dapat dihambat dalam waktu lama, pigmen dermal tidak akan mengisi dan perlahan akan sembuh. Kasus resistansi atau kekambuhan melasma sering terjadi jika tetap terlalu sering terpapar sinar matahari.



2.5 Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis melasma didasarkan pada anamnesis yang seksama dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. 2.5.1



Anamnesis



Dari anamnesis yang seksama dapat membantu menegakkan diagnosis secara tepat terutama untuk mengetahu segala hal terkait dengan pasien. Anamnesis yang dapat mendukung menegakkan diagnosis melasma, sehingga perlu ditanyakan : a. Pasien wanita dengan kisaran umur 30-40 tahun 
 b. Pasien dengan riwayat kehamilan berulang 
 c. Pasien dengan penggunaan oral kontrasepsi d. Pasien yang memiliki aktivitas yang sering berpaparan dengan sinar



matahari
 secara langsung 
 e. Lesi timbul setelah berminggu-minggu dan semakin terlihat saat kontak dengan 
 sinar matahari 
 f. Pasien dengan riwayat penggunaan kosmetik 
 g. Pasien wanita menopause yang sedang menjalani terapi hormon 
 2.5.2



Pemeriksaan Fisik Pengamatan gambaran klinis yang akurat dilakukan dengan pemeriksaan fisik



pasien. Pada melasma ditemukan lesi yang khas yaitu makula hiperpigmentasi pada wajah yang berhubungan dengan luas, warna dan intensitas tergantung pada fototipe kulit mana yang terkena. Biasanya simetris. Daerah yang paling sering terkena seperti pipi, hidung, bibir bagian bawah, dan dagu. Namun juga ditemukan dalam persentase lebih kecil di daerah malar dan mandibular. 2.5.3



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu : Pemeriksaan



histopatologi dan Pemeriksaan lampu Wood.
 Pemeriksaan histopatologi diperlukan pemeriksaan secara patologi anatomi dengan sampel biopsi kulit.
 Pemeriksaan dengan lampu Wood bertujuan menspesifikkan suatu keadaan melasma yang akan menentukan seperti apa bentuk penatalaksanaannya. Hasil pemeriksaan akan dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe Epidermal, tipe Dermal, dan tipe Campuran. 2.6 Tatalaksana Pengobatan melasma memiliki respon yang cukup lama dan pada mereka yang



mendapatkan hasil yang baik dari pengobatan, pigmentasi mungkin muncul kembali pada paparan sinar matahari musim panas dan atau karena faktor hormonal, kontrol yang teratur serta kerjasama yang baik antara penderita dan dokter yang menanganinya akan mengurangi nilai kekambuhan. Penatalaksanaan melasma meliputi Pengobatan dan Pencegahan, yang akan dibahas masing-masing berikut ini : 2.6.1 Pengobatan Prinsip pengobatan melasma adalah menghambat melanogenesis, dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu Mengurangi jumlah sinar UV yang mengenai kulit, Mengurangi aktivitas enzim tirosinase, Mengurangi aktivitas melanosit seperti hidroquinon - asam azaleat dan Menggunakan antioksidan reaktif seperti asam askorbat. Pengobatan bisa dilakukan melalui 3 cara yaitu : 1) Pengobatan secara Topikal 



Hidroquinon
 Hidroquinon dipakai dengan konsentrasi 2-5% untuk terapi melasma.Hidroquinon menghambat konversi dari DOPA (Dihidroksi Phenil Alanin) terhadap melanin dengan menghambat aktivitas dari enzim tirosinase. Cara pemakaian yang dianjurkan adalah pengolesan 1 kali sehari pada malam hari selama bebrapa jam pada minggu pertama, kemudian ditingkatkan dan digunakan sepanjang malam. Pada pagi dan siang hari dianjurkan menggunakan tabir surya. Agar efektif, hidroquinon harus digunakan setidaknya selama 2 bulan, karena biasanya respon awal berupa depigmentasi nampak dalam waktu 6-8 minggu dan dapat diteruskan sampai 4 bulan. Efek sampingnya adalah dermatitis kontak iritan atau alergik. Penggunaan yang lebih lama dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, terutama



pada konsentrasi tinggi, berupa Okronosis yaitu pigmentasi berbentuk jala pada wajah, yang biasanya mengenai pipi, dahi dan daerah periorbita. 



Asam Retinoat Mekanisme kerjanya belum jelas, namun diduga menghambat induksi tirosinase. Asam retinoat 0,1% terutama digunakan sebagai terapi tambahan atau terapi kombinasi. Krim tersebut juga dipakai pada malam hari karena pada siang hari dapat terjadi fotodegradasi.







Asam Azeleat Pengobatan dengan asam azeleat 20% selama 6 bulan memberikan hasil yang baik. Efek sampingnya berupa rasa panas, gatal dan eritema ringan.







Asam Kojik (Kojic Acid) Asam kojik diproduksi oleh jamur Aspergiline oryzae dan berperan sebagai inhibitor tirosinase. Double-blind study membandingkan penggunaan Asam Glikolik 5% dan Hidroquinon 4% dengan penggunaan Asam Kojik 4% selama 3 bulan. Baik kedua kombinasi membuktikan efektifitas yang hampir sama dalam mengurangi sebanyak 51% pigmentasi dari pasien. Penelitian lain, membuktikan bahwa perbaikan pada melasma mulai tampak setelah 1 bulan pengobatan berdasarkan skor MASI (Melasma Area Severity Index) dan efek samping yang terjadi relatif ringan berupa kemerahan pada kelompok Asam kojik 4% Pada kelompok HIdroquinon 4% dilaporkan timbulnya rasa panas dan kemerahan pada hari ke 14 dan kulit kering yang disertai sedikit pengelupasan kulit, yang kesemuanya menghilang dalam waktu 1-14 minggu.



2) Pengobatan secara Sistemik 



Asam Askorbat / Vitamin C Vitamin C memiliki efek mengubah melanin bentuk oksidasi menjadi melanin bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan mencegah pembentukan melanin dengan mengubah DOPA kinon menjadi DOPA.



3) Tindakan Khusus 



Pengelupasan Kimiawi (Chemical Peels) 
 Pengelupasan kimiawi dapat membantu pengobatan kelainan hiperpigmentasi. Pengelupasan kimiawi dilakukan dengan mengoleskan topical asam glikolat dan krim asam salisilik.







Bedah Laser Bedah laser dengan menggunakan laser Q-switched pigment-spesific lasers dan Laser ablasi, akan tetapi penggunaan terapi ini masih menjadi perdebatan para ahli.







Mikrodermabrasi Merupakan prosedur yang aman dan efektif dalam mencerahkan melasma pada tipe kulit orang Asia, dapat selesai dalam 6 kali perawatan dengan interval 1-2 minggu. Akan tetapi harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat merusak melanosit



yang dimana dapat meningkatkan produksi pigmen dan



menggelapkan melasma. 2.6.2 Pencegahan 1) Meminimalisir paparan sinar UV Lokasi geografis sering menempatkan pasien dalam risiko untuk terpapar UV saat kegiatan sehari-hari. Penderita diharuskan menghindari pajanan langsung sinar ultraviolet terutama antara pukul 09.00-15.00. Menggunakan pakaian dan topi yang melindungi dari sinar matahari dan menggunakan sunblock yang mengandung SPF ( Sun protection Factor) 30 atau lebih yang melindungi dari UVA dan UVB saat melakukan kegiatan di luar yang terpapar sinar matahari. Ulangi pemakaian setiap 2-3 jam. 2) Meminimalisir efek hormonal



Baik pil oral kontrasepsi dan Hormone Replacing Therapy mempunyai peran dalam perkembangan melasma. Sebagai tambahannya, riwayat medikasi diperlukan untuk mengidentifikasi substansi-substansi yang memiliki hormone-like activity seperti suplemen-suplemen antiaging dan krim pharmacy-compounded yang digunakan untuk mengurangi gejala-gejala dari menopause.