Makalah Muhammad Abduh [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Sejak dunia Islam mengalami kemunduran di berbagai aspek kehidupan, umat Islam terjebak dalam berbagai macam bentuk kejumudan yang membuat umat Islam semakin terbelakang, kolot, dan bahkan ortodoks. Kondisi ini menyebabkan umat Islam malah semakin jauh dari ajaran agama Islam itu sendiri, ditengarai dengan banyaknya doktrik-doktrin bid’ah yang ditengahtengah umat Islam yang sangat jauh dari amaln-amalan sunnah Rasulullah SAW, terjangkitnya umat Islam dengan penyakit takhayul dan khurafat, dan sikap ignorance umat Islam akan ilmu-ilmu di luar ilmu agama. Kondisi ini yang membuat banyak tokoh melakukan pembaharuan dalam dunia Islam, dengan maksud agar dunia Islam sadar, bangun, dan bangkit, dengan melaksanakan ajaran agama Islam yang sebenarnya, bebas dari bid’ah, takhayul dan khurafat, serta mengembalikan dunia Islam pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semakin jauh ketinggalan dari dunia luar. Muhammad abduh sebagai salah satu penggagas pembaharuan dunia Islam, termotivasi untuk ikut bergerak melakukan pembaharuan diberbagai bidang, terutama pada bidang pendidikan. Muhammad abduh yang pernah menjabat sebagai shaikh atau rektor Universitas Al Azhar di Kairo Mesir, melakukan banyak perubahan di universitas tersebut, dan dari perubahanperubahan tersebut, dia memiliki pengaruh yang sangat luas di dunia Islam.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tadi, dapat kita rumuskan beberapa masalah, di antaranya: 1. Apakah Biografi Muhammad abduh ?. 2. Bagaimana pemikiran pendidikan dilakukan oleh Muhammad abduh ?.



1



C. Tuuan Masalah Tujuan masalah di antaranya: 1. Mengetahui Biografi Muhammad abduh 2. Mengetahui pemikiran pendidikan dilakukan oleh Muhammad abduh



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Biografi Muhammad Abduh Nama lengkapnya adalah Muhammad Abduh Hasan Khairullah. Ia dilahirkan di sebuah kampung bernama Mahallat Nasr, Syubra Khit, provinsi Al-Bahirah, Mesir pada tahun 1849 M./1266 H. Ayahnya berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir, sedangkan ibunya adalah orang Arab, yang menurut riwayat, silsilah ibunya sampai pada Umar bin Khattab ra.1 Pendidikan Muhammad ‘Abduh di mulai dengan belajar menulis dan membaca di rumah.Setelah beliau hapal kitab suci Al-Qur’an pada tahun 1863 ayahnya mengirimnya ke Thamta untuk meluruskan bacaan dan tajwid di Masjid Al-Ahmadi. Namun karena metode pelajaran tidak sesuai yang diberikan gurunya seperti membiasakan menghapal istilah nahwu atau fiqh akhirnya Muhammad Abduh kembali ke Mahallat Nasr dengan tekad tidak akan kembali lagi belajar. Tentang pengalamannya ini Abduh menceritakan: “Satu setengah tahun saya belajar di mesjid Syeikh Ahmad dengan tak mengerti suatu apapun. Ini adalah karena metodenya yang salah. Guru-guru mulai mengajak kita untuk menghapal istilah-istilah tentang nahwu dan fiqh yang tak kita ketahui artinya, guru tak merasa penting apa kita meengetahui atau tidak mengerti istilah-istilah itu. Inilah salah satu yang melatarbelakangi Abduh ingin mengadakan pembaruan dalam bidang pendidikan. Sayyid Qutub mengambarkan situasi dan kondisi masyarakat tempat Muhammad Abduh hidup sebagai masyarakat yang kaku, beku, menutup rapatrapat pintu ijtihad serta mengabaikan peranan akal dalam memahami syari'at. Sementara di Eropa khususnya, kehidupan masyarakat sangat mendewakan akal, terlebih setelah penemuan-penemuan ilmiah yang sangat mengagumkan ketika itu.



1



Ahmad Amin,Husayn Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung; Remaja Rosdakarya,2001),h.67



3



Tahun 1866 Abduh meninggalkan isteri dan keluarganya menuju Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Tiga tahun kemudian, ketika Jamaluddin al-Afghani datang ke Mesir tahun 1871 M, Muhammad Abduh giat belajar dan mendengar segala ide pembaharuan darinya. Abduh mulai memperluas studinya sampai meliputi ilmu filsafat dan ilmu sosial serta politik. Afghani adalah seseorang yang aktif memberikan dorongan kepada murid-murid untuk menghadapi intervensi Eropa di negeri mereka dan pentingnya melihat umat Islam sebagai umat yang satu. Abduh memutar jalur hidupnya dari tasawuf yang bersifat pantang dunia , lalu memasuki dunia aktivisme sosio-politik. Muhammad Abduh bekerja sama dengan Afghani untuk mengadakan pembaharuan terhadap Islam melalui majalah al-Urwah al-Wutsqa. Abduh menyelesaikan studinya pada tahun 1877, dan mengajar pertama kali di Al-Azhar. Puncak karir Muhammad Abduh dalam pembaharuannya, terutama di bidang pendidikan adalah ketika ia ditugaskan menjadi seorang mufti pertama Mesir. Posisi ini diperolehnya pada 03 Juni 1899 M. Beliau meninggal pada tanggal 11 Juli 1905. Banyaknya orang yang memberikan hormat di Kairo dan Alexandria, membuktikan betapa besar penghormatan orang kepada dirinya. Meskipun Abduh mendapat serangan sengit karena pandangan dan tindakannya yang reformatif, namun Mesir dan Islam merasa kehilangan atas meninggalnya seorang pemimpin yang terkenal lemah lembut dan mendalam spiritualnya. B. Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad ‘Abduh 1. Kemunduran Islam Situasi kritis yang melanda dunia Islam disebabkan oleh penyakit yang melanda negara-negara Islam yang menjangkiti umat Islam dengan karancuan pemikiran agama sebagai konsekuensi datangnya peradaban barat dan adanya tuntutan dunia Islam modern.2 Dalam pandangan Muhammad abduh, yang membawa kemunduran umat Islam bukan karena 2



Fauzan. dan Suwito, Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan. (Bandung: Angkasa 2003),h.32



4



ajaran Islam itu sendiri, melainkan adanya sikap jumud di tubuh umat Islam. Jumud adalah kondisi beku atau statis, sehingga umat Islam tidak mau menerima perubahan.3 Seperti dikemukakan Abduh dalam al-Islam baina al-’Ilm wa alMadaniyyah, ia menerangkan bahwa sikap jumud dibawa ke tubuh Islam oleh orang-orang yang bukan Arab, yang merampas puncak kekuasaan politik di dunia Islam. Mereka juga membawa faham animisme, tidak mementingkan pemakaian akal, jahil dan tidak kenal ilmu pengetahuan. Rakyat harus dibutakan dalam hal ilmu pengetahuan agar tetap bodoh dan tunduk pada pemerintah. Keadaan seperti ini, menurutnya adalah bid’ah. Masuknya bid’ah ke dalam tubuh Islam-lah yang membawa umat lepas dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Untuk menyelesaikan masalah ini, Abduh, sebagaimana Abdul Wahhab, berusaha mengembalikan umat seperti pada masa salaf, yaitu di zaman sahabat dan ulama-ulama besar. Namun, yang membedakan faham Abduh dengan Abdul Wahhab adalah umat tidak cukup hanya kembali kepada ajaran-ajaran asli itu saja, tetapi ajaran-ajaran itu juga mesti disesuaikan dengan keadaan modern sekarang ini. 2. Orientasi Pembaharuan Pendidikan Ala Barat Kontak kebudayaan antara Mesir dan kebudayaan yang dibawa oleh Napoleon Bonaparte menimbulkan kesadaraan umat Islam bahwa mereka telah tertinggal jauh dari Eropa. Kesadaran ini menimbulkan berbagai pergerakan pembaharuan dari kalangan umat Islam, salah satu pelopornya adalah Muhammad Ali Pasya. Setelah Muhammad Ali menjadi penguasa tunggal di Mesir, ia tidak mengalami kesukaran dalam merealisasikan konsep pembaharuannya, terutama di bidang pendidikan. Sebagai penguasa Mesir, ia mengirim orang-orang Mesir untuk menuntut ilmu ke Eropa, terutama ke Paris. Sementara di Kairo sendiri, didirikan sekolah-sekolah modern, seperti 3



Ensiklopedi Islam Jilid 1,Jakarta;Ikhtiar Baru Van Hoeve,2001



5



sekolah militer, teknik, kedokteran, apoteker, pertanian, dll. Sekolahsekolah yang didirikan Muhammad Ali ini berorentasi pada pendidikan Barat, dan jauh dari ruh Islam, karena mengenyampingkan pendidikan Islam. Sementara di Al-Azhar, sebagai benteng pendidikan ke-Islaman, terus bersikeras pada corak tradisionalnya. Realitas ini menyebabkan adanya dualisme pendidikan di Mesir. Pembaharuan dalam bidang pendidikan yang juga menjadi prioritas utama Muhammad Ali, berorientasi pada pendidikan barat. Ia mendirikan berbagai macam sekolah yang meniru sistem pendidikan dan pengajaran barat, dari pembaharuan dalam bidang pendidikan tersebut mewariskan dua tipe pendidikan pada abad ke 20. Tipe pertama sekolah tradisional. Tipe kedua, sekolah-sekolah modern yang didirikan oleh pemerintah Mesir oleh para misionaris asing. Kedua tipe lembaga pendidikan tidak mempunyai hubungan sama sekali dan masing-masing berdiri sendiri. Adanya dua tipe pendidikan tersebut juga berdampak kepada munculnya dua kelas sosial dengan motivasi yang berbeda. Tipe yang pertama melahirkan para ulama dam tokoh masyarakat yang mempertahankan tradisi, sedangkan tipe sekolah kedua melahirkan kelas elit generasi muda yang mendewakan dan menerima perkembangan dari barat tanpa melakukan filterisasi. 3. Pembaharuan Pendidikan Islam Muhammad ‘Abduh Salah satu proyek terbesar Muhammad Abduh dalam gerakannya sebagai seorang tokoh pembaharu sepanjang hayatnya adalah pembaharuan dalam bidang pendidikan. Muhammad Abduh melihat adanya segi-segi negatif bentuk pemikiran yang muncul dan ia mengkritik kedua corak lembaga pendidikan yang berkembang di Mesir saat itu. Abduh memandang bahwa jika pola fikir yang pertama tetap di pertahankan maka akan mengakibatkan umat Islam tertinggal jauh dan semakin terdesak oleh arus kehidupan modern. Sementara pola fikir yang kedua, Muhammad Abduh melihat bahwa pemikiran modern yang mereka serap dari barat tanpa nilai “religius” merupakan bahaya yang mengancam sendi agama dan moral. Maka muncul Ide untuk menyelaraskan atau memperkecil dualisme



6



pendidikan ini. Ia berupaya untuk menjadikan dua pola pendidikan tersebut dapat saling menopang demi untuk mencapai suatu kemajuan serta upaya untuk mempersempit jurang pemisah antara dua lembaga pendidikan yang kelak akan melahirkan para generasi penerus. Dalam upayanya membenahi sitem pendidikan terutama di Mesir, Muhammad Abduh mengadopsi pemikiran teman sekaligus mentornya Jamaluddin Al-Afghani. Ia cenderung menggunakan metode-metode yang didasarkan pada filsafat rasionalis. Pendidikan agama yang berkaitan dengan tauhid dijelaskan dengan menggunakan pendekatan nalar, seperti yang diperolehnya dari Al-Afghani. Hal ini berbeda jauh dengan metode yang sudah mapan dilakukan di Mesir yaitu metode hafalan. Muhammad Abduh juga tidak segan-segan memasukkan materi pendidikan Barat dalam kurikulum dipadukan dengan pendidikan Islam. Sebagai contoh; ia memasukkan pelajaran Sejarah Kemajuan Eropa dan Prancis karangan Guizot. Pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh dalam kurikulum Al-Azhar diniatkan sebagai contoh bagi perguruan Islam lain di dunia sebab Al-Azhar adalah lambang pendidikan dunia Islam. Gibb melalui Modern Trends in Islam menjelaskan bahwa menurut Muhammad Abduh ada empat agenda pembaruan, terutama di bidang pendidikan Islam, yaitu: a. Purifikasi Pemurnian ajaran Islam mendapat perhatian serius dari Muhammad Abduh berkaitan dengan munculnya bid'ah dan khurafat yang masuk dalam kehidupan beragama umat Islam. b. Reformasi Muhammad Abduh, dalam mereformasi pendidikan tinggi Islam terkonsentrasi pada universitas almamaternya, Al-Azhar. Ia menyatakan bahwa kewajiban belajar itu tidak hanya mempelajari buku-buku klasik berbahasa Arab yang berisi dogma ilmu agama untuk membela Islam. Akan tetapi, kewajiban belajar juga terletak pada mempelajari sains-



7



sains modern, serta sejarah dan agama Eropa, agar diketahui sebabsebab kemajuan yang telah mereka capai. Nurcholish



Majid



menjelaskan



bahwa



usaha



awal



reformasi



Muhammad Abduh adalah memperjuangkan mata kuliah filsafat agar diajarkan



di



Al-Azhar.



Dengan



belajar



filsafat,



semangat



intelektualisme Islam yang hilang diharapkan dapat hidup kembali. c. Pembelaan Islam Muhammad



Abduh,



melalui



Risalah



Tauhid-nya



tetap



mempertahankan jati diri Islam. Usahanya untuk menghilangkan unsurunsur asing merupakan bukti bahwa ia tetap yakin dengan kemandirian Islam. Abduh, terlihat tidak pernah menaruh perhatian pada pahampaham ateis atau anti agama yang marak di Eropa. Ia lebih tertarik untuk memperhatikan serangan-serangan terhadap Islam dari sudut keilmuan. d. Reformulasi Agenda ini dilaksanakan Abduh dengan membuka kembali pintu ijtihad. Karena menurutnya, kemunduran umat Islam disebabkan dua faktor: eksternal dan internal, yakni kejumudan umat Islam sendiri. Abduh dengan refomulasinya menegaskan bahwa Islam telah membangkitkan akal pikiran manusia dari tidur panjangnya, sebenarnya manusia tercipta dalam keadaan tidak terkekang, termasuk dalam hal berpikir. Langkah yang ditempuh Muhammad Abduh untuk meminimalisir kesenjangan dualisme pendidikan adalah upaya menyelaraskan dan menyeimbangkan antara porsi pelajaran agama dengan pelajaran umum. Hal ini dilakukan untuk memasukan ilmu-ilmu umum kedalam kurikulum sekolah agama dan memasukan pendidikan agama kedalam kurikulum modern yang didirikan pemerintah sebagai sarana untuk mendidik tenagatenaga administrasi, militer, kesehatan, perindustrian. Atas usahanya tersebut, maka didirikanlah suatu lembaga yakni “Majlis Pendidikan Tinggi”.



8



Dalam pandangan Muhammad Abduh, Islam adalah agama yang rasional. Dengan membuka pintu ijtihad, kebangunan akal akan dapat ditingkatkan. Ilmu pengetahuan harus dimajukan di kalangan rakyat hingga mereka dapat berlomba dengan masyarakat Barat. Karena jika Islam ditafsirkan sebaik-baiknya dan difahami secara benar, tidak satu pun dalam ajaran Islam yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Langkah-langkah



memberdayakan



sistem



Islam



untuk



ketertinggalan dan memperkecil dualisme pendidikan



mengejar



yang dilakukan



Muhammad Abduh antara lain: 4. Rekonstruksi Tujuan Pendidikan Islam Dalam memberdayakan pendidikan Islam, Muhammad Abduh menetapkan tujuan pendidikan Islam yang dirumuskannya yakni : mendidik akal dan jiwa serta menyampaikannya kepada batas-batas kemungkinan seseorang dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.Dari rumusan tujuan pendidikan tersebut, dapat dipahami bahwa yang ingin dicapai oleh Muhammad Abduh adalah tujuan yang mencakup aspek kognitif (akal) dan aspek afektif (spritual). Jadi adanya keseimbangan antara akal dan spritual. Pendidikan akal ditujukan sebagai alat untuk menanamkan kebiasaan berfikir dan dapat membedakan yang baik dan yang buruk antara membawa kemaslahatan dan kemudaratan. Dengan hal ini, ia berharap kemandekan berfikir yang melanda umat Islam pada saat itu dapat terkikis. Baginya, perbuatan manusia bertolak dari konklusi bahwa manusia adalah makhluk yang bebas memilih perbuatan. Dalam



Risalah



Tauhid-nya,



ia



menjelaskan



bahwa



yang



mendukung suatu perbuatan manusia adalah akal, kemauan dan daya. Penggabungan dengan tujuan spiritual (afektif), diharapkan dapat melahirkan generasi baru yang berintelektual tinggi, berpikir kritis, tetapi juga memiliki akhlak yang mulia dan berjiwa bersih. Sehingga sikap-sikap yang mencerminkan kerendahan moral dapat terhapuskan. Menurutnya, apabila kedua aspek tersebut dididik dan dikembangkan, dalam arti akal



9



dicerdaskan dan jiwa dididik dengan akhlak agama, maka umat Islam akan bangkit dan dapat berpacu serta dapat mengimbangi bangsa-bangsa yang telah maju kebudayaannya. 5. Menggagas Kurikulum Pendidikan Islam Yang Integral Sistem pendidikan yang di perjuangkan oleh Muhammad Abduh adalah sistem pendidikan fungsional yang bukan impor, dimana mencakup pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan. Semua harus memiliki kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan menghitung serta pendidikan agama. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan, maka Abduh membentuk seperangkat kurikulum sejak dari tingkat dasar sampai tingkat atas. a. Tingkat Sekolah Dasar Abduh beranggapan bahwa dasar pembentukan jiwa agama hendaknya dimulai dari usia dini, yakni masa kanak-kanak. Oleh sebab itu, mata pelajaran agama dijadikan sebagai inti semua mata pelajaran. Pandangan ini mengacu pada anggapan bahwa ajaran agama Islam merupakan dasar pembentukan jiwa dan pribadi muslim. Dengan memiliki jiwa kepribadian muslim, manusia khususnya rakyat Mesir pada waktu itu, akan memiliki jiwa kebersamaan dan nasionalisme untuk dapat membangkitkan sikap hidup yang lebih baik, sekaligus dapat meraih kemajuan. b. Tingkat Atas Dalam hal ini, upaya yang dilakukan Abduh adalah dengan mendirikan sekolah menengah pemerintah untuk menghasilkan ahli dalam berbagai lapangan, seperti administrasi, militer, kesehatan, perindustrian, dll. Melalui lembaga pendidikan ini, ia merasa perlu memasukkan materi pelajaran agama, sejarah Islam, dan kebudayaan Islam. Di madrasahmadrasah yang berada dalam naungan Al-Azhar, ia memasukkan pelajaran mantiq, falsafah, dan tauhid. Sebelumnya, Al-Azhar menganggap pelajaran falsafah dan mantik adalah pelajaran yang haram diajarkan dan dipelajari. Sedangkan di rumahnya, ia mengajarkan buku



10



Tahdzib al-Akhlak karya Ibnu Miskawaih, dan buku sejarah peradaban Eropa yang telah diterjemahkan dalam bahasa Arab, dengan judul atTuhfat al-Adabiyah fi Tarikh Tamaddun al-Mamalik al-Arabiah. Kurikulum tingkat ini meliputi, antara lain: 1) Buku yang memberikan pengantar pengetahuan, seni logika, prinsip penalaran. 2) Teks tentang doktrin, yang menyampaikan soal-soal seperti dalil rasional, menentukan posisi tengah dalam upaya menghindarkan konflik, dan keefektifan doktrin Islam dalam membentuk kehidupan di dunia dan akherat. 3) Teks yang menjelaskan mana yang benar dan salah, penggunaan nalar dan prinsip-prinsip doktrin. 4) Teks sejarah yang meliputi berbagai penaklukan dan penyebaran Islam. Sementara untuk pendidikan yang lebih tinggi yaitu orientasi untuk guru dan kepala sekolah, maka ia menggunakan kurikulum yang lebih lengkap yang mencakup : (1) tafsir al-Qur’an (2) ilmu bahasa dan bahasa Arab (3) ilmu hadis (4) studi moralitas (etika) (5) prinsip-prinsip fiqh (6) seni berbicara dan meyakinkan; dan (7) teologi dan pemahaman doktrin secara rasional. Kurikulum tersebut merupakan gambaran umum dari kurikulum yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan. Dari beberapa kurikulum yang dicetuskan, ia menghendaki bahwa dengan kurikulum tersebut diharapkan akan melahirkan beberapa kelompok masyarakat, seperti kelompok awam dan kelompok masyarakat golongan pejabat pemerintah dan militer serta kelompok masyarakat golongan pendidik. Langkah ini merupakan metode Muhammad Abduh dalam mencoba menghilangkan jarak dualisme dalam pendidikan. 6. Pembaharuan Universitas Al-Azhar Al-Azhar mulai dikenal pada masa dinasti Fatimiyah menguasai Mesir. Tepatnya pada tahun 359 H/970 M, Khalifah al-Muiz Lidinillah



11



(341 – 365 H / 953 – 975 M) memerintahkan panglima Jauhar al-Katib asSiqili agar meletakkan batu pertama bagi pembangunan Masjid Jami’ AlAzhar yang selesai pembangunannya pada tahun 361 H / 971 M. Semula ide para penguasa daulah Fatimiyah untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar di Al-Azhar adalah karena dorongan kepentingan madzhab, namun gagasan ini kemudian berkembang sehingga lembaga pendidikannya berubah menjadi sebuah perguruan tinggi. Pada masa Muhammad Abduh berkarir di Al-Azhar, Universitas ini dikuasai oleh ulama-ulama konservatif yang membawa Al-Azhar terjebak dalam dikotomi ilmu pengetahuan, dimana mereka lebih puas pada pendalaman ilmu agama dengan supremasi fiqih tanpa diimbangi dengan cabang-cabang ilmu lain. Kondisi Al-Azhar tersebut, menggugahnya untuk mengadakan perubahan-perubahan. Ia meyakini bahwa apabila Al-Azhar diperbaiki, kondisi umat Islam akan baik sehingga Al-Azhar dapat berdiri sejajar dengan universitas-universitas lain di Eropa serta menjadi mercusuar dan pelita bagi kaum muslimin. Usaha Muhammad Abduh memajukan Universitas Al-Azhar antara lain: a. Memasukkan ilmu-ilmu modern yang berkembang di Eropa kedalam Al-Azhar. b. Mengubah sistem pendidikan dari mulai mempelajari ilmu dengan sistem hafalan menjadi sistem pemahaman dan penalaran. c. Menghidupkan metode munazaroh (discussion) sebelum mengarah ke taqlid. d. Membuat peraturan-peraturan tentang pembelajaran seperti larangan membaca hasyiyah (komentar-komentar) dan syarh (penjelasan panjang lebar tentang teks pembelajaran) kepada mahasiswa empat tahun pertama. e. Masa belajar di perpanjang dan memperpendek masa liburan.



12



BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan Muhammad Abduh adalah sosok pembaharu Islam abad 19/20 yang mengusung rasionalitas dalam beragama. Beliau ingin menghilangkan kejumudan dalam pendidikan dengan mendidik akal dan jiwa dengan harapan akan ada keseimbangan dalam hidup dan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Di samping hidup berwibawa dengan akal yang cerdas, umat Islam juga berperilaku baik yang sesuai dengan ajaran syari'at. Untuk mencapai tujuan demikian, maka ia menggagas kurikulum berbasis sains dan falsafah yang banyak menggunakan akal, dan tanpa meninggalkan pelajaran-pelajaran yang bersifat agamis. Pemikiran Muhammad Abduh tentang pendidikan dinilai telah memberikan pengaruh positif terhadap lembaga pendididkan Islam sehingga dianggap sebagai awal dari kebangkitan Pendidikan Islam diawal abad ke-20.



B. Saran Demikian makalah yang dapat kami sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan selanjutnya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah khasanah pengetahuan, manfaat untuk kita semua.



13



DAFTAR PUSTAKA



Abdurrahman



Mas’ud,Menggagas



Format



Pendidikan



Nondikotomik,



Jogjakarta;Gama Media,2002 Ensiklopedi Islam Jilid 1,Jakarta;Ikhtiar Baru Van Hoeve,2001 Husayn Ahmad Amin,Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung; Remaja Rosdakarya,2001 Suwito dan Fauzan. 2003 Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan. Bandung: Angkasa



14



ii



15