Makalah Museum Negeri Medan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara



Museum Sumatera Utara



Museum Sumatera Utara Didirikan 19 April 1982 Jln. H.M. Jhoni Lokasi Medan 2003 - 73.032 Pengunjung 2004 - 80.070 2005 - 81.031



No. 51,



Direktur Sri Hartini Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara diresmikan tanggal 19 April 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr.Daoed Yoesoef, namun peletakan koleksi pertama dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno, tahun 1954 berupa makara. Oleh karena itu museum ini terkenal dengan nama Gedung Arca. Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara terletak di Jalan H.M.Joni no. 15, Medan. Jarak dari bandara udara Polonia sekitar 3 km, dan dari pelabuhan laut Belawan sekitar 25 km. Sedangkan dari pusat pemerintahan kantor Gubernur Sumatera Utara berkisar 3 km. Bangunan museum berdiri di atas lahan seluas 10.468 meter persegi, terdiri dari bangunan induk dua lantai yang difungsikan sebagai ruang pameran tetap, ruang pameran temporer, ruang audio-visual/ceramah, ruang Kepala Museum, tata usaha, ruang seksi bimbingan, perpustakaan, ruang mikro film, ruang komputer, serta gudang. Secara arsitektur, bentuk bangunan induk museum ini menggambarkan rumah tradisional daerah Sumatera Utara. Pada bagian atap depan dipenuhi dengan ornamen dari etnis Melayu, Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Pakpak, dan Nias. Berdasarkan koleksi yang dimiliki, Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara dikategorikan sebagai museum umum. Sebagian besar koleksinya berasal dari daerah Sumatera Utara berupa benda-benda peninggalan sejarah budaya mulai dari masa prasejarah, klasik pengaruh Hindu-Buddha, Islam, hingga sejarah perjuangan masa kini. Sebagian lainnya berasal dari beberapa daerah lain di Indonesia dan dari negara lain seperti Thailand. Hingga tahun 2005



1



Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara menyimpan kurang lebih 6.799 koleksi. Berikut akan diuraikan koleksi museum ini. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Singkat Gedung Arca Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara diresmikan tanggal 19 April 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr.Daoed Yoesoef, namun peletakan koleksi pertama dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno, tahun 1954 berupa makara. Oleh karena itu museum ini terkenal dengan nama Gedung Arca. Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara terletak di Jalan H.M Joni no. 15, Medan. Jarak dari bandara udara Polonia sekitar 3 km, dan dari pelabuhan laut Belawan sekitar 25 km. Sedangkan dari pusat pemerintahan kantor Gubernur Sumatera Utara berkisar 3 km. Bangunan museum berdiri di atas lahan seluas 10.468 meter persegi, terdiri dari bangunan induk dua lantai yang difungsikan sebagai ruang pameran tetap, ruang pameran temporer, ruang audio-visual/ceramah, ruang Kepala Museum, tata usaha, ruang seksi bimbingan, perpustakaan, ruang mikro film, ruang komputer, serta gudang. Secara arsitektur, bentuk bangunan induk museum ini menggambarkan rumah tradisional daerah Sumatera Utara. Pada bagian atap depan dipenuhi dengan ornamen dari etnis Melayu, Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Pakpak, dan Nias. Berdasarkan koleksi yang dimiliki, Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara dikategorikan sebagai museum umum. Sebagian besar koleksinya berasal dari daerah Sumatera Utara berupa benda-benda peninggalan sejarah budaya mulai dari masa prasejarah, klasik pengaruh Hindu-Buddha, Islam, hingga sejarah perjuangan masa kini. Sebagian lainnya berasal dari beberapa daerah lain di Indonesia dan dari negara lain seperti Thailand. Hingga tahun 2005 Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara menyimpan kurang lebih 6.799 koleksi. 2.2 KOLEKSI YANG DI MILIKI OLEH GEDUNG ARCA Ø MASA PRASEJARAH Pada ruang pertama ini ditampilkan sejarah geologi mulai terbentuknya alam semesta, pergeseran benua, dan Pulau Sumatera. Sejarah alam mengenai migrasi manusia, sebaran flora dan fauna, juga mengenai kehidupan prasejarah. Koleksi yang ditampilkan meliputi replika hewan khas Sumatera, replika fosil manusia purba, diorama kehidupan prasejarah, serta beragam perkakas prasejarah. Ø KEBUDAYAAN SUMATERA UTARA KUNO



2



Menampilkan jejak dari peradaban awal masyarakat Sumatera Utara, mulai dari masa megalitik tua hingga masa perundagian. Koleksi yang ditampilkan meliputi temuan budaya megalit seperti peti mati dari batu (sarkofagus), benda-benda religi berupa patung batu dan kayu, tongkat perdukunan, wadah obat dari gading, serta koleksi naskah Batak Kuno yang ditulis pada kulit kayu yang disebut Pustaha Laklak. Ø MASA KERAJAAN HINDU-BUDDHA Peradaban Hindu dan Buddha menyebar ke wilayah Indonesia seiring dengan berkembangnya perniagaan Asia sekitar abad ke-2 Masehi. Ruang ini menampilkan koleksi peninggalan agama Hindu-Buddha yang ditemukan di daerah Sumatera Utara, diantaranya temuan arkeologi dari situs Percandian Padang Lawas dan situs Kota Cina. Benda koleksi meliputi arca batu, perunggu, pecahan keramik, dan mata uang kuno, juga sebuah replika candi induk dari Candi Bahal I. Ø MASA KERAJAAN ISLAM Ruang Islam menampilkan berbagai artefak peninggalan masa Islam seperti replika berbagai batu nisan dari makam Islam yang ditemukan di daerah Barus, Sumatera Utara. Serta nisan peninggalan Islam yang bercorak khas Batak, beberapa Al Qur'an, dan naskah Islam tua yang ditulis dengan tangan. Serta sebuah replika Masjid Azizi di Medan (note: tepatnya di Tanjung Pura, Langkat; negeri kelahiran Amir Hamzah). Ø KOLONIALISME DI SUMATERA UTARA Sebelum Pemerintah Hindia Belanda masuk dan memerintah di wilayah Sumatera, para pengusaha dari Eropa khususnya Jerman telah datang dan membuka perkebunan di Sumatera. Koleksi masa kolonial membawa kita kembali pada masa-masa tersebut, ketika kemajuan usaha perkebunan telah melahirkan Medan sebagai kota multikultur yang kaya, unik, dan menarik. Koleksi yang ditampilkan meliputi komoditas perdagangan kolonial, alat-alat, dan mata uang perkebunan, foto-foto bersejarah yang langka, model figur kolonial, serta replika dari kehidupan kota Medan tempo dulu. Ø PERJUANGAN RAKYAT SUMATERA UTARA Seperti halnya daerah lain di Indonesia, di Sumatera Utara telah tumbuh benih-benih perlawanan terhadap penjajah jauh sebelum kemerdekaan. Ruang perjuangan menceritakan sejarah perjuangan masyarakat Sumatera Utara sejak sebelum 1908 sampai masa revolusi fisik 1945-1949, juga ditampilkan sejarah perjuangan pers di Sumatera Utara. Benda koleksi meliputi senjata tradisional dan modern, obat-obatan tradisional, peralatan komunikasi yang digunakan melawan penjajah. Juga ditampilkan lukisan kepahlawanan dan poster propaganda masa perang. Ø GUBERNUR & PAHLAWAN SUMATERA UTARA 3



Ruang ini menampilkan para pahlawan nasional yang berasal dari provinsi Sumatera Utara, juga para mantan gubernur yang telah berjasa membangun dan memajukan provinsi Sumatera Utara. Koleksi berupa foto-foto serta lukisan dari para pahlawan dan mantan gubernur Sumatera Utara. 2.3 FOTO GALERI DI GEDUNG ARCA



Gambar Galeri Kolonialisme



Gambar Galeri Kerajaan Hindu-Buddha



Gambar Galeri Kebudayaan



Gambar Galeri Kerajaan Islam



Koleksi Sampai tahun 2005, Museum Sumatera Utara memiliki 6799 koleksi. Terdiri atas replika hewan khas Sumatera, replika fosil manusia purba, diorama kehidupan prasejarah, serta beragam perkakas prasejarah. Adapun, peninggalan lain seperti arca-arca peninggalan zaman Hindu-Budha, peninggalan batu nisan, Al-Qur'an, replika Masjid Azizi ada disini, dan juga perkakas zaman Kolonial Belanda juga dikoleksi. Selain itu, terdapat pula model figur kolonial, dan replika kehidupan kota Medan zaman dulu. Benda koleksi meliputi senjata tradisional dan modern, obat-obatan tradisional, peralatan komunikasi yang digunakan melawan penjajah. Juga ditampilkan lukisan kepahlawanan dan poster propaganda masa perang. Dan terakhir, foto-foto serta lukisan dari para pahlawan dan mantan gubernur Sumatera Utara juga dikoleksi di sini Komplek Museum Negeri Sumatera Utara berdiri di atas lahan seluas 10.468 meter persegi. Halaman kanan kiri ditumbuhi bunga-bunga, area parkir yang cukup luas, sedangkan bagian depan ditumbuhi rumput hijau. Dua buah meriam juga terdapat di halaman depan museum. Atap bagian depan bangunan museum terdapat ornamen khas suku-suku yang ada di Sumatera Utara : Nias, Melayu, Pak-Pak, Simalungun, Toba, Karo, dan Mandailing. Sedangkan di dinding depan museum menggambarkan suku-suku dan pahlawan asal Sumatera Utara. 4



Pakaian adat suku di Sumatera Utara Bangunan museum terdiri dari dua lantai yang secara umum terdiri atas ruang-ruang, di antaranya ruang pameran tetap, ruang pameran temporer, ruang audio visual, ruang kepala museum, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang mikro film, ruang seksi bimbingan, ruang komputer serta gudang. Bangunan bagian tengah menjorok ke depan, lalu melebar ke samping kiri kanan dan masingmasing menjorok ke belakang, membentuk formasi segi empat yang ditengahnya adalah area terbuka dengan rerumputan hijau sebagai lantainya dan langit sebagai atapnya.



Arca di tuangan tengah bagian belakang Sebagian besar koleksi Museum Negeri Sumatera Utara adalah benda-benda bersejarah masyarakat Sumatera Utara, namun ada juga sebagian yang didatangkan dari daerah lain di Indonesia dan titipan dari negara lain seperti Thailand.



5



Secara umum, ruang galeri museum terdiri dari : Ruang Masa Prasejarah, Kebudayaan Sumatera Utara Kuno, Masa Kerajaan Hindu-Buddha, Masa Kerajaan Islam, Masa Kolonialisme, Ruang Gubernur, dan Ruang Masa Perjuangan Kemerdekaan. Masa Prasejarah menampilkan tentang sejarah terbentuknya alam semesta dan Pulau Sumatera, sejarah alam tentang migrasi makhluk hidup serta kehidupan di masa prasejarah. Diorama kehidupan prasejarah, replika hewan khas Sumatera, replika fosil manusia purba dan ragam perkakas prasejarah ditambilkan dalam kotak-kotak kaca di tengah ruangan. Dari ruang Prasejarah yang posisinya berada di tengah bagian depan bangunan museum, pengunjung dapat mengunjungi ruang gubernur di sebelah kiri yang memuat foto-foto dan biographi singkat tokohtokoh yang pernah memimpin Sumatera, dari Raja Sisingamangaraja XII hingga Gubernur Sumatera Utara periode 2008-2013, Syamsul Arifin. Dari ruang gubernur, ruangan selanjutnya adalah ruang masa perjuangan kemerdekaan. Ruangan ini memanjang hingga ke belakang, memajang gambar-bambar dan keterangan tentang perjuangan kemerdekaan seperti peristiwa Agresi Militer Belanda II dan peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan di Sumatera lainnya. Terdapat juga lukisan-lukisan yang menggambarkan suasa perjuangan masa lampau seperti lukisan berjudul Peristiwa Siantar Hotel, Bumi Hangus Pangkalan Berandan, dan Memancing Senjata di Perairan Belawan.



Alam semesta



Ruang gubernur. Berisi foto-foto gubernur Sumut dari masa ke masa



6



Peristiwa Siantar Hotel



Masa agresi militer Belanda



Sementara itu, di sisi sebelah kanan bangunan adalah ruang Megalitikum, berisi koleksi benda-benda dari masa kebudayaan Sumatera Utara kuno yakni dari masa megalitikum tua hingga perundagian seperti peti mati dan meja kayu dari Nias Selatan. Ruang selanjutnya adalah ruang Masa Kerajaan Hindu-Budha yang menampilkan peninggalan agama Hindu-Buddha di Sumatera Utara seperti mata uang kuno, arca batu, arca perunggu, pecahan keramik yang ditemukan di situs percandian Padang Lawas dan situs Kota Cina. Selain itu, terdapat juga replika candi Bahal. 7



Peti mati dari Nias Selatan



Masa Hindu-Budha Ruang islam memajang artefak dan replika berbagai peninggalan masa islam di Sumatera Utara seperti Al Qur’an, naskah tua islam yang ditulis tangan, batu nisan bercorak Batak, replika batu nisan dari makam islam di Barus. Ada juga replika masjid Azizi yang terdapat di Tanjung Pura, Langkat – Sumatera Utara. Suasan berganti saat memasuki ruang kolonialisme yang memajang benda-benda dan foto yang memuat kehidupan masyarakat Sumatera Utara pada masa kolonialisme. Foto-foto hitam putih yang menggambarkan aktifitas masyarakat di masa Kolonialisme terpampang di tengah ruangan. Semakin lengkap dengan dekorasi warung dan toko obat di jaman dulu,lengkap dengan patung penjual dan pembelinya.



Medan tempo dulu 8



Medan tempo dulu Dari ruang kolonialisme, terdapat tangga yang menjadi akses untuk ke lantai dua. Lantai dua memajang koleksi benda-benda masyarakat Sumatera Utara di masa lampau. Peralatan sehari-hari ditampilkan disini seperti : peralatan dapur, perkebunan, berburu dan meramu, perdagangan, transportasi, pertanian, pandai besi, perikanan, peternakan, hingga peralatan perang tradisional.



Suku di Sumatera Utara Uniknya, selain menampilkan alat-alat tradisional, juga dilengkapi dengan patung dan suasana kehidupan di masa lampau. Misalnya koleksi peralatan pandai besi yang tidak hanya menampilkan alat-alatnya saja, tetapi patung yang menggambarkan aktifitas seorang pandai besi. Di ruangan ini juga terdapat Abal-abal yaitu peti mati khas Batak Toba yang terbuat dari kayu bintatur atau kayu dari pohon nangka yang dikorek. Abal-abal ini digunakan untuk jenazah yang sudah gabe atau saur matua, yaitu jenazah yang meninggal dalam kondisi seluruh anaknya telah menikah dan mengaruniakan cucu. Koleksi lainnya adalah miniatur rumah adat etnis yang ada di 9



Sumatera Utara. Koleksi kain khas suku-suku di Sumut juga terdapat di lantai dua di sisi sebelah kiri bangunan museum.



Koleksi rata-rata di dalam kaca



Abal-abal



Rumah adat dari suku-suku yang ada di Sumut



10



Kain tradisional suku-suku di Sumut



Bisa dikatakan, hampir sembilan puluh persen koleksi Museum Negeri Sumatera Utara diletakkan dalam kotak kaca transparan. Hal ini dilakukan untuk menjaga koleksi museum agar tetap terjaga dengan baik. Di Masjid Raya Medan Mesjid Al -Mashun Medan yang terletak di jantung kota tepatnya di Jalan Sisingamangaraja, meski usianya hampir 100 tahun atau seabad (1906 - 2000), namun bangunan dan berbagai ornamennya masih tetap utuh dan kokoh. Peninggalan kerajaan Islam Melayu Deli hingga kini masih menjadi kebanggaan umat Islam Medan dan Sumut, bahkan menjadi salah satu keunikan



sejarah



Islam



masyarakat



Melayu



di



Sumatera



maupun



di



Malaysia.



Karenanya, rumah Allah ini tidak pernah sepi dari kunjungan umat baik untuk beribadah atau sekedar ber itikaf siang atau malam, apalagi kalau saat-saat bulan Ramadhan seperti ini pintu bangunan tua ini nyaris tidak ditutup selama 24 jam. Masjid yang menjadi identitas Kota Medan ini, memang bukan sekedar bangunan antik bersejarah biasa, tetapi juga menyimpan keunikan tersendiri mulai dari gaya arsitektur, bentuk bangunan, kubah, menara, pilar utama hingga ornamen-ornamen kaligrafi yang menghiasi tiap bagian bangunan tua ini. Masjid ini dirancang dengan perpaduan gaya arsitektur Timur Tengah, India dan Eropa abad 18. Merupakan salah satu peninggalan Sultan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alam - penguasa ke 9 Kerajaan Melayu Deli yang berkuasa 1873 - 1924 . Masjid Raya Al- Mashun sendiri dibangun tahun 1906 diatas lahan seluas 18.000 meter persegi, dapat menampung sekitar 1.500 jamaah dan digunakan pertama kali pada hari Jum’at 25 Sya’ban 1329 H ( 10 September 1909). Peninggalan Sulthan Ma’moen lainnya yang hingga kini masih utuh bahkan menjadi andalan objek wisata sejarah Medan adalah Istana Maimoon yang selesai dibangun 26 Agustus 1888 dan mulai dipakai 18 Mei 1891, dan berbagai bangunan tua lainnya seperti residen pejabat kesulthanan, masjid dan ruang pertemuan yang tersebar di berbagai pelosok bekas wilayah kesulthanan Melayu Deli- kini wilayah Kodya Medan, Kodya Binjai, Kab. Langkat dan Kab Deli Serdang. 11



Masjid Raya Al-Mashun Medan, banyak dikagumi karena bentuknya yang unik tidak seperti bangunan masjid biasa yang umumnya berbentuk segi empat. Masjid ini, dirancang berbentuk bundar segi delapan dengan 4 serambi utama - di depan, belakang, dan samping kiri kanan, yang sekaligus menjadi pintu utama masuk ke masjid. Antara serambi yang satu dengan lainnya dihubungkan oleh selasar kecil, sehingga melindungi bangunan/ruang utama dari luar. Di bagian dalam masjid ini, ditopang oleh 8 buah pilar utama berdiameter 0,60 m yang menjulang tinggi dan langsung menjadi penyangga kubah utama pada bagian tengah. Sedangkan 4 kubah lainnya berada di atas ke empat serambi selain ditambah dengan 2 buah menara di kiri-kanan belakang masjid Kecuali itu, mimbar, keempat pintu utama dan 8 buah jendela serambi terbuat dari ukiran kayu jenis merbau bergaya seni tinggi - terbukti hingga kini masih tetap utuh. Belum lagi dengan ukiran dan hiasan ornamen khas Melayu Deli pada setiap sudut bangunan, yang serta merta melahirkan nilai-nilai sakral religius yang teramat dalam bagi tiap orang yang memasukinya. Pada bulan Ramadhan seperti saat ini, suasana di Masjid Raya ini menjadi jauh lebih semarak dibanding hari-hari biasa. Kegiatan ibadah tidak hanya berlangsung siang hari, melainkan juga malam hari hingga menjelang waktu sahur. Hanya saja kalau siang disisi dengan kegiatan muzakarah, diskusi tentang hukum sya’ri Islam, ceramah Ramadhan, dan berbagai kegiatan pengkajian Islam lainnya. Sedangkan, malam hari kegiatannya berupa shalat Tarawih dan Tadarrus Al-Qur’an hingga larut malam malah sampai dini hari saat sahur tiba. Kecuali itu, untuk menghidupkan suasana di komplek masjid, pengurus juga menyiapkan makanan bukaan setiap sore dengan bahan dari sumbangan para dermawan dan masyarakat sekitar masjid. Makanan berbuka yang disiapkan hingga 300 - 500 orang tersebut khusus bagi anak-anak yatim, gelandangan, dan kaum musafir yang jauh dari rumahnya saat waktu berbuka tiba. Masjid Al Mashun Medan atau lebih dikenal dengan Masjid Raya Medan terletak di jantung kota Medan. Meski umurnya sudah lebih dari satu abad (berdiri tahun 1906), tapi bangunan dan seluruh ornamennya masih saja utuh dan kuat. Warisan kerajaan Islam Melayu Deli sampai sekarang masih sebagai kebanggaan masyarakat muslim Medan dan Sumatera Utara. Masjid Raya Medan juga sebagai salah satu masjid bersejarah di Indonesia. Makanya, Masjid Raya Medan ini selalu ramai dikunjungi umat baik untuk beribadah atau sekedar ber itikaf siang atau malam, apalagi kalau saat-saat bulan Ramadhan seperti ini pintu Masjid Raya Medan ini nyaris tidak ditutup selama 24 jam. Di Istana Maimun



12



Sejarah Istana Maimun Istana Maimun, terkadang disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna kuning, warna kebesaran kerajaan Melayu. Pembangunan istana selesai pada 25 Agustus 1888 M, di masa kekuasaan Sultan Makmun al-Rasyid Perkasa Alamsyah. Sultan Makmun adalah putra sulung Sultan Mahmud Perkasa Alam, pendiri kota Medan. Sejak tahun 1946, Istana ini dihuni oleh para ahli waris Kesultanan Deli. Dalam waktuwaktu tertentu, di istana ini sering diadakan pertunjukan musik tradisional Melayu. Biasanya, pertunjukan-pertunjukan tersebut dihelat dalam rangka memeriahkan pesta perkawinan dan kegiatan sukacita lainnya. Selain itu, dua kali dalam setahun, Sultan Deli biasanya mengadakan acara silaturahmi antar keluarga besar istana. Pada setiap malam Jumat, para keluarga sultan mengadakan acara rawatib adat (semacam wiridan keluarga). Bagi para pengunjung yang datang ke istana, mereka masih bisa melihat-lihat koleksi yang dipajang di ruang pertemuan, seperti foto-foto keluarga sultan, perabot rumah tangga Belanda kuno, dan berbagai jenis senjata. Di sini, juga terdapat meriam buntung yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan menyebut meriam ini dengan sebutan meriam puntung. Kisah meriam puntung ini punya kaitan dengan Putri Hijau. Dikisahkan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. Ia memiliki dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Yasid dan Mambang Khayali. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya. Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil mengalahkan Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau, mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta tanpa henti. Karena terusmenerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua. Bagian depannya ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe. Sementara bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli, kemudian dipindahkan ke halaman Istana Maimun. Setiap hari, Istana ini terbuka untuk umum, kecuali bila ada penyelenggaraan upacara khusus. 2. Lokasi Istana ini terletak di jalan Brigadir Jenderal Katamso, kelurahan Sukaraja, kecamatan Medan Maimun, Medan, Sumatera Utara. 13



3. Luas Luas istana lebih kurang 2.772 m, dengan halaman yang luasnya mencapai 4 hektar. Panjang dari depan kebelakang mencapai 75,50 m. dan tinggi bangunan mencapai 14,14 m. Bangunan istana bertingkat dua, ditopang oleh tiang kayu dan batu Setiap sore, biasanya banyak anak-anak yang bermain di halaman istana yang luas. 4. Arsitektur Arsitektur bangunan merupakan perpaduan antara ciri arsitektur Moghul, Timur Tengah, Spanyol, India, Belanda dan Melayu. Pengaruh arsitektur Belanda tampak pada bentuk pintu dan jendela yang lebar dan tinggi. Tapi, terdapat beberapa pintu yang menunjukkan pengaruh Spanyol. Pengaruh Islam tampak pada keberadaaan lengkungan (arcade) pada atap. Tinggi lengkungan tersebut berkisar antara 5 sampai 8 meter. Bentuk lengkungan ini amat populer di kawasan Timur Tengah, India dan Turki. Bangunan istana terdiri dari tiga ruang utama, yaitu: bangunan induk, sayap kanan dan sayap kiri. Bangunan induk disebut juga Balairung dengan luas 412 m 2, dimana singgasana kerajaan berada. Singgasana kerajaan digunakan dalam acara-acara tertentu, seperti penobatan raja, ataupun ketika menerima sembah sujud keluarga istana pada hari-hari besar Islam.Di bangunan ini juga terdapat sebuah lampu kristal besar bergaya Eropa. Di dalam istana terdapat 30 ruangan, dengan desain interior yang unik, perpaduan seni dari berbagai negeri. Dari luar, istana yang menghadap ke timur ini tampak seperti istana raja-raja Moghul. 5. Perencana Ada beberapa pendapat mengenai siapa sesungguhnya perancang istana ini. Beberapa sumber menyebutkan perancangnya seorang arsitek berkebangsaan Italia, namun tidak diketahui namanya secara pasti. Sumber lain, yaitu pemandu wisata yang bertugas di istana ini, mengungkapkan bahwa arsiteknya adalah seorang Kapitan Belanda bernama T. H. Van Erp.



6. Renovasi Istana ini terkesan kurang terawat, boleh jadi, hal ini disebabkan minimnya biaya yang dimiliki oleh keluarga sultan. Selama ini, biaya perawatan amat tergantung pada sumbangan pengunjung yang datang. Agar tampak lebih indah, sudah seharusnya dilakukan renovasi, tentu saja dengan bantuan segala pihak yang concern dengan nasib cagar budaya bangsa.



Sejenak tentang ksultan di kerajaan deli 1.



Tuanku Panglima Gocah Pahlawan 1632-1669 14



2.



Tuanku Panglima Parunggit 1669-1698



3.



Tuanku Panglima Padrap 1698-1728



4.



Tuanku Panglima Pasutan 1728-1761



5.



Tuanku Panglima Gandar Wahid 1761-1805



6.



Sultan Amaluddin Mangendar 1805-1850



7.



Sultan Osman Perkasa Alam Shah 1850-1858



8.



Sultan Mahmud Al Rasyid 1858-1873



9.



Sultan Ma'moen Al Rasyid 1873-1924



10. Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah 1924-1945 Meriam Jelmaan Putri Cantik di Istana Maimun Medan Di depan pintu masuk terdapat sebuah prasasti besar buatan Dinas Pariwisata Kota Medan. Isinya rupanya penjelasan soal bangunan ini dan Legenda Meriam Puntung alias meriam buntung. Disebutkan, Meriam Puntung adalah penjelmaan dari adik Putri Hijau dari Kerajaan Deli Tua bernama Mambang Khayali nan cantik jelita. Dia berubah menjadi meriam dalam mempertahankan istana dari serbuan Raja Aceh yang ditolak pinangannya oleh Putri Hijau. Akibat laras meriamnya yang terlalu panas karena menembak terus menerus, maka akhirnya meriam pecah menjadi dua bagian. Ujung meriam yang merupakan bagian yang satu, melayang dan menurut dongeng jatuh di Kampung Sukanalu, Kecamatan Barus Jahe, Tanah Karo. Sedangkan bagian yang lain disimpan pada bangunan kecil di sisi kanan Istana Maimun. Wah! Legenda yang menarik. Saya pun jadi penasaran dan masuk ke bangunan tersebut. Di dalamnya ada seorang ibu bernama Farida yang menjadi penunggu. Sementara, pengunjung membayar uang sukarela Rp 3.000 untuk kebersihan. Ruangannya sekitar 4x6 meter. Ada semacam altar dengan atap berbentuk rumah Batak dan di bawahnya dibalut kain hijau. Di balik kain hijau itulah terdapat meriam buntung. Nah rupanya, di bagian atas meriam ditabur aneka bunga-bunga. Menurut Farida, masyarakat ada yang percaya meriam ini membawa berkah. "Iya ini Meriam Puntung kalau orang ada kaul (punya impian-red), kemari hari Senin, Kamis atau Jumat. Taruh bunga-bungaan," kata Farida yang suaminya masih keluarga Kesultanan Deli. Ah, terlepas dari kepercayaan dan legenda yang ada, Meriam Puntung adalah kisah sejarah yang menarik. Sepotong kisah dari meriam yang sepotong juga, Meriam Puntung menambah pengalaman menarik wisatawan yang mengunjungi Istana Maimun Medan. Legenda meriam puntung Kampung kecil, dalam masa lebih kurang 80 tahun dengan pesat berkembang menjadi kota, yang dewasa ini kita kenal sebagai kota Medan, berada di suatu tanah datar atau MEDAN,



15



di tempat Sungai Babura bertemu dengan Sungai Deli, yang waktu itu dikenal sebagai “Medan Putri”, tidak jauh dari Jalan Putri Hijau sekarang. Menurut Tengku Lukman Sinar, SH dalam bukunya “Riwayat Hamparan Perak” yang terbit tahun 1971, yang mendirikan kampung Medan adalah Raja Guru Patimpus, nenek moyang Datuk Hamparan Perak (Dua Belas Kota) dan Datuk Sukapiring, yaitu dua dari empat kepala suku Kesultanan Deli. John Anderson, seorang pegawai Pemerintah Inggeris yang berkedudukan di Penang, pernah berkunjung ke Medan tahun 1823. Dalam bukunya bernama “Mission to the Eastcoast of Sumatera”, edisi Edinburg tahun 1826, Medan masih merupakan satu kampung kecil yang berpenduduk sekitar 200 orang. Di pinggir sungai sampai ke tembok Mesjid kampung Medan, ada dilihatnya susunan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar yang menurut dugaannya berasal dari Candi Hindu di Jawa. Menurut legenda, dizaman dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Deli Lama kira-kira 10 km dari kampung Medan, di Deli Tua sekarang seorang putri yang sangat cantik dan karena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan puteri itu tersohor kemana-mana, mulai dari Aceh sampai ke ujung utara Pulau Jawa. Sultan Aceh jatuh cinta pada puteri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau. Sultan Aceh sangat marah karena penolakannya itu dianggap sebagai penghinaan terhadap dirinya. Maka pecahlah perang antara kesultanan Aceh dan kesulatanan Deli. Menurut legenda yang tersebut di atas, dengan mempergunakan kekuatan gaib, seorang dari saudara Putri Hijau menjelma menjadi seekor ular naga dan yang seorang lagi sebagai sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya. Deli Lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena kecewa, Putera mahkota yang menjelma menjadi meriam itu, meledak bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya kedataran tinggi Karo, kira-kira 5 km dari Kabanjahe. Pangeran yang seorang lagi yang telah berubah menjadi seekor ular naga itu, mengundurkan diri melalui satu saluran dan masuk ke dalam Sungai Deli, disatu tempat yang berdekatan dengan Jalan Putri Hijau sekarang. Arus sungai membawanya ke Selat Malaka dari tempat ia meneruskan perjalanannya yang terakhir di ujung Jambo Aye dekat Lok Seumawe, Aceh. Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh. Ketika kapal sampai di ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur. Permohonan tuan Putri itu dikabulkan. Tetapi, baru saja upacara dimulai, tiba-tiba berhembus angin ribut yang maha dahsyat disusul oleh gelombang-gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncul abangnya yang



16



telah menjelma menjadi ular naga itu dengan menggunakan rahangnya yang besar itu, diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut. Legenda ini sampai sekarang masih terkenal dikalangan orang-orang Deli dan malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia. Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan benteng dari Puri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedangkan sisa meriam, penjelmaan abang Putri Hijau, dapat dilihat di halaman Istana Maimun, Medan.



17



BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Dari semua yang telah kami tulis, kami dapat menyimpulkan bahwa semua objek – objek bersejarah yang kami kunjungi yaitu, mureum negri medan, masjid raya, istana maimun. 2. Saran 1. Benda – benda di museum hendaknya ditingkatkan perawatannya supaya wisatawan bias tetap menikmati keaslian benda – benda tersebut. Untuk itu, diharapkan dapat meningkatkan Objek wisata tersebut. 2. Pemerintah hendaknya lebih meningkatkan mutu dan keamanan dari lokasi bersejarah 3. Masalah waktu. Mungkin, masalah ini sudah tidak asing lagi dalam setiap pelaksanaan studi tour. Apa yang menyebabkan terjadinya masalah waktu ?. Mungkin, kurang terjadinya kordinasi dan kurang disiplinya semua pihak dalam menyusun jadwal pemberangkatan ataupun jadwal pemberhentian. Kemudian, apa saja bentuk masalah waktu tersebut ? masalah waktu tersebut diantaranya : tenggang waktu di daerah transit terlalu lama sehingga menunda waktu pemberangkatan selanjutnya. Bijaknya, dalam pelaksanaan studi tour, Kita semua harus sepandai – pandainya mengatur waktu baik itu jadwal pemberangkatan maupun jadwal pemberhentian. Demikian Kritik dan saran yang dapat kami sampaikan. Semoga saran dan kritik kami dapat memberikan manfaat untuk semua pihak.



18