Makalah OSK Kelompok 6 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BLOK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT REVIEW JURNAL DAN INTERVENSI OBSTRUKSI SALURAN KEMIH



Disusun oleh: Kelompok 6 Reg B 2017 1. Ni Komang Hefi



04021381722038



2. Yuniar Ayu Lestari



04021381722044



3. Zawickha Puspa Gita



04021381722050



4. Diani Rista Sari



04021381722059



Dosen pengampu: Eka Yulia Fitri Y, S.Kep., Ns., M.Kep.,



Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya



2020



1



DAFTAR ISI COVER.................................................................................. 1 KATA PENGANTAR.................................................................2 DAFTAR ISI...........................................................................3 BAB I PENDAHULUAN.............................................................4 1.1................................................................................Latar Belakang ......................................................................................................4 1.2.............................................................................................Tujuan ......................................................................................................6 1.3...........................................................................................Manfaat ......................................................................................................6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................7 2.1...........................................................................................Definisi ......................................................................................................7 2.2...........................................................................................Etiologi ......................................................................................................7 2.3...........................................................................................Fisiologi ......................................................................................................7 2.4.......................................................................................Patofisiologi ......................................................................................................8 2.5................................................................Kolik Ureter Atau Kolik Ginjal ....................................................................................................10 2.6.................................................................................Anuria Obstruktif ....................................................................................................11 2.7..........................................................Intervensi Obstruksi Saluran Kemih ....................................................................................................13 BAB III PEMBAHASAN JURNAL...............................................15 BAB IV KESIMPULAN............................................................22 DAFTAR PUSTAKA...............................................................23



2



KATA PENGANTAR Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas review jurnal dan intervensi obstruksi saluran kemih



ini sebagai tugas kompetensi



kelompok blok keperawatan gawat darurat. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman. Kami menyadari bahwa review jurnal ini jauh dari sempurna. Oleh karena



itu,



kami



mengharapkan



kritik



dan



saran



yang



bersifat



membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan, 2. Dosen pengampu Eka Yulia Fitri Y, S.Kep., Ns., M.Kep., 3. Teman-teman sejawat PSIK UNSRI 2017, 4. Semua pihak yang telah membantu kami. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan



3



semoga laporan tutorial ini bermanfaaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.



Indralaya, 21 Maret 2020 Kel ompok 6



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obstruksi saluran kemih merupakan salah satu masalah dalam bidang urologi yang dapat terjadi pada seluruh fase kehidupan manusia dan lokasinya bisa disepanjang traktus urinarius bagian atas. Akibat dari kondisi ini dapat terjadi hidronefrosis, yaitu terjadinya dilatasi pelvis atau kaliks ginjal. Singh et al.(2012) menyebutkan banyak ditemui kejadian obstruksi pada saluran kemih. Pernah dilakukan outopsi sebanyak 59.064 orang pada kelompok umur neonatus sampai geriatri, ternyata ditemukan sebanyak 3,1% hidronefrosis. Pada perempuan banyak ditemui hidronefrosis ini direntg usia 20-60 tahun dan sering berkaitan dengan keganasan ginekologi, sedangkan pada laki-laki apabila ditemukan di atas umur 60 tahun seringberkaitan dengan pembesaran prostat baik jinak maupun ganas.Hidronefrosisini juga bisa ditemui pada anak-anak dengan angka kejadian sekitar 2-2,5 % dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki(Singh et al., 2012). Selama kehamilan juga bisa terjadihidronefrosis. Kejadian ini ditemui sampai 90% dari kehamilan, kemungkinan ini akibat dari kompresi 4



uterus yang gravid atau karena pengaruh dariprogesteronyang menyebabkan relaksasi otot polos. Biasanya berupa hidronefrosis ringan dan sering terjadi pada ginjal kanan. Pada fase awal dapat diterapi secara konservatif, bila tidak sembuh dengan terapi konservatif maka perlu tindakan operatif dengan pemasangan ureteric stent (Isfahani et al., 2005). Bila keadaan ini berlanjut bisa menyebabkan gagal ginjal. Dari seluruh kejadian gagal ginjal, sekitar 1,5% disebabkan karena kelainan urologi. Pada tahun 1999, di United Kingdomdidapatkan angka transplantasi ginjal anak 53,4 per 1 juta anak. Obstruksi saluran kemih ini merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal padaanak yang berusia kurang dari satu tahun dengan angka transplantasi sebanyak 23%(Singh et al., 2012). Uropati obstruktif adalah suatu kondisi tersumbatnya saluran kemih secara fungsional atau anatomiskarena berbagai macam penyebab, sehingga akan terjadi gangguan aliran urin dari proksimal ke distal. Akibatnya akan terjadi h idronefrosisyang nantinya akan mengakibatkan disfungsi endotel glomeruli dan merubah struktur dari ginjal seperti fibrosis interstisial, tubular atrofi, apoptosis serta inflamasi interstisial.Keadaan ini menyebabkan gangguan fungsi ginjal karena menurunnya aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus sehingga menyebabkan nefropati obstruktif. Berbagai faktor diperkirakan berperan dalam terjadinya proses tersebut diatas, antara lainstress oksidatif dan inflamasi. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada intra tubular ginjal



akan



memicu



terjadinya



apoptosis,



nekrosis



dan



trauma



tubularyang



akanmengakibatkan terjadinya fibrosis. Selain itu juga dapat menyebabkan hilangnya fungsi utama nefron ginjal, aktifasi myofibroblast interstitialdandeposit matriks ekstraseluler. Interstitial fibrosis dan penurunan fungsi tubular sehingga berakibat reabsorbsi zat terlarut dan air akan berkurang, kehilangan kemampuan mengkonsentrasikan urin,gangguan ekskresi hidrogen dan kalium. Akibatnya terjadi peningkatan risiko dari penderita batu saluran kemih menjadi penyakit ginjal kronis(PGK). Bila progresif PGK ini maka akan menjadi penyakit ginjal terminal. Obstruksi saluran kemih merupakan salah satu masalah dalam bidang urologi yang dapat terjadi pada seluruh fase kehidupan manusia dan lokasinya bisa disepanjang traktus urinarius bagian atas. Akibat dari kondisi ini dapat terjadi hidronefrosis, yaitu terjadinya dilatasi pelvis atau kaliks ginjal. Singh et al.(2012) menyebutkan banyak ditemui kejadian obstruksi pada saluran kemih. Pernah dilakukan outopsi sebanyak 59.064 orang pada kelompok umur neonatus sampai geriatri, ternyata ditemukan sebanyak 3,1% hidronefrosis. Pada perempuan banyak ditemui hidronefrosis ini direntang usia 20-60 tahun dan sering



5



berkaitan dengan keganasan ginekologi, sedangkan pada laki-laki apabila ditemukan di atas umur 60 tahun seringberkaitan dengan pembesaran prostat baik jinak maupun ganas.Hidronefrosisini juga bisa ditemui pada anak-anak dengan angka kejadian sekitar 2-2,5 % dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Selama kehamilan juga bisa terjadihidronefrosis. Kejadian ini ditemui sampai 90% dari kehamilan, kemungkinan ini akibat dari kompresi uterus yang gravid atau karena pengaruh dariprogesteronyang menyebabkan relaksasi otot polos. Biasanya berupa hidronefrosis ringan dan sering terjadi pada ginjal kanan. Pada fase awal dapat diterapi secara konservatif, bila tidak sembuh dengan terapi konservatif maka perlu tindakan operatif dengan pemasangan ureteric stent. Bila keadaan ini berlanjut bisa menyebabkan gagal ginjal. Dari seluruh kejadian gagal ginjal, sekitar 1,5% disebabkan karena kelainan urologi. Pada tahun 1999, di United Kingdomdidapatkan angka transplantasi ginjal anak 53,4 per 1 juta anak. Obstruksi saluran kemih ini merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal pada anak yang berusia kurang dari satu tahun dengan angka transplantasi sebanyak 23%. Uropati obstruktif adalah suatu kondisi tersumbatnya saluran kemih secara fungsional atau anatomiskarena berbagai macam penyebab, sehingga akan terjadi gangguan aliran urin dari proksimal ke distal. Akibatnya akan terjadi hidronefrosisyang nantinya akan mengakibatkan disfungsi endotel glomeruli dan merubah struktur dari ginjal seperti fibrosis interstisial, tubular atrofi, apoptosis serta inflamasi interstisial.Keadaan ini menyebabkan gangguan fungsi ginjal karena menurunnya aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus sehingga menyebabkan nefropati obstruktif. Berbagai faktor diperkirakan berperan dalam terjadinya proses tersebut diatas, antara lainstress oksidatif dan inflamasi. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada intra tubular ginjal akan memicu terjadinya apoptosis, nekrosis dan trauma tubularyang akanmengakibatkan terjadinya fibrosis. Selain itu juga dapat menyebabkan



hilangnya



fungsi



utama



nefron



ginjal,



aktifasi



myofibroblast



interstitialdandeposit matriks ekstraseluler. Interstitial fibrosis dan penurunan fungsi tubular sehingga berakibat reabsorbsi zat terlarut dan air akan berkurang, kehilangan kemampuan mengkonsentrasikan urin,gangguan ekskresi hidrogen dan kalium. Akibatnya terjadi peningkatan risiko dari penderita batu saluran kemih menjadi penyakit ginjal kronis(PGK). Bila progresif PGK ini maka akan menjadi penyakit ginjal terminal (PGT) . 1.2 Tujuan 1) Tujuan umum Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui tentang Obstruksi Saluran Kemih. 6



2) Tujuan khusus a. Mahasiswa mengetahui tentang Obstruksi Saluran Kemih. b. Mahasiswa menegtahui tentang penyebab Obstruksi Saluran Kemih. c. Mahasiswa mengetahui tetang perkembangan Obstruksi Saluran Kemih. d. Mahasiswa mengetahui tetang intervensi yang dapat diberikan pada orang dengan Obstruksi Saluran Kemih. 1.3 Manfaat Mahasiswa diharapkan dapat menambah pengalaman dan wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam pemberian intervensi pada orang dengan Obstruksi Saluran Kemih.



BAB ll TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obstruksi saluran kemih atau sering disebut dengan uropati obstruktif, bisa terjadi pada seluruh bagian saluran kemih, mulai dari kaliks hingga meatus uretra eksterna. Sistem saluran kemih dibagi menjadi dua bagian besar, yakni bagian atas yang dimulai dari sistem kalises hingga muara ureter dan bagian bawah, yaitu bulu-buli dan uretra. Penyebab paling umum terjadinya obstruksi saluran kemih bagian bawah adalah BPH, batu kantung kemih, striktur uretra dan keganasan pada vesica urinaria, prostat dan uretra. Sedangkan pada wanita, prolaps organ seperti vesica urinaria, rectum atau usus melalui vagina dapat menyebabkan obstruksi fungsional melalui penekanan uretra atau kinking. Obstruksi ini dibedakan atas obstruksi akut atau kronik, unilateral atau bilateral (pada saluran kemih atas, dan parsial atau total. Obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks, yang dikenal sebagai hidronefrosis. Hidronefrosis dapat menjadi petanda adanya obstruksi saluran kemih. 2.2 Etiologi 7



Penyebab nefropati obstruksi bervariasi tergantung dengan usia pasien. Kelainan anatomi lebih sering pada anak-anak. Kelaian pada anak-anak yang sering ditemukan antara lain obstruksi ureteropelvic junction, obstruksi ureterovesical junction, atresia katup uretra posterior, atresia uretra dan neuropati kandung kemih yang sering ditemukan. Penyebab obstruksi pada orang dewasa antara lain pembesaran prostat, tumor, batu saluran kemih, striktur ureter dan fibrosis retroperitoneal yang sering dijumpai. Obstruksi saluran kemih bisa disebabkan oleh berbagai sebab, yakni karena penyakit bawaan (congenital) atau didapat (acquired), dan penyakit yang ada di dalam lumen (intraluminar) atau desakan dari lumen (ekstraluminar) saluran kemih. Obstruksi saluran kemih sebelah atas mengakibatkan kerusakan saluran kemih (ureter dan ginjal) pada sisi yang terkena, tetapi obstruksi di saluran kemih bagian bawah akan berakibat pada kedua sistem saluran kemih bagian atas. 2.3 Fisiologi Ginjal memproduksi urine secara berkelanjutan. Setelah diproduksi oleh nefron, urine disalurkan melalui ureter menuju buli-buli secara intermiten mulai dari kalises, infundibulum, pelvis, dan ureter atas dorongan gerakan peristaltik otot saluran kemih. Pada saat ureter proksimal menerima sejumlah urine, otot polos ureter akan teregang dan menimbulkan rangsangan untuk berkontraksi, sedangkan segmen di bagian distalnya akan relaksasi. Selanjutnya sejumlah urine tersebut akan dialirkan ke distal secara berantai. Gelombang peristaltik saluran kemih bagian atas dibangkitkan dan dikendalikan oleh sel pacemaker yang terletak di bagian paling proksimal kalises ginjal. Jumlah pacemaker pada suatu ginjal ditentukan oleh jumlah kalises minor pada ginjal tersebut. Kontraksi peristaltik dimulai saat sel pacemaker mengirimkan sinyal untuk memulai aktivitas perstaltik pada sel otot polos saluran kemih bagian atas. Pada aliran urine normal, frekuensi kontraksi kalises dan pelvis renalis lebih kuat daripada ureter proksimal, dan akan terjadi hambatan pada saat melewati uretero-pelvic junction (UPJ). Tekanan ureter pada saat relaksasi adalah 0-5 cm H20, dan pada saat terjadi kontraksi tekanannya menjadi 20-80 cm H2O. Gelombang peristaltik ureter terjadi 2-6 kali dalam setiap menit. Pada keadaan normal vesico-ureter junction (VUJ) bertindak sebagai katup satu arah yang memungkinkan urine mengalir ke buli-buli dan mencegah aliran balik urine ke dalam ureter. 2.4 Patofisiologi Obstruksi saluran kemih akan menyebabkan kerusakan struktur maupun fungsi ginjal yang tergantung pada lama obstruksi, derajat obstruksi, unilateral atau bilateral, dan adanya infeksi yang menyertainya. Perubahan yang terjadi pada ke empat variabel pada saat 8



obstruksi berlangsung dibagi dalam tiga waktu kritis yaitu: Fase I atau akut (0-90 menit), fase II atau pertengahan (2-5 jam), dan fase III atau lanjut (24 jam) dan fase pascaobstruksi. Dimana tekanan intrakalises, aliran darah ginjal (RBF), rerata laju filtrasi glomerulus (GFR), dan fungsi tubulus distalis (DTP) akan semakin memburuk sesuai dengan semakin lamanya waktu kritis.



Urine yang alirannya terhambat, pada minggu pertama obstruksi akan



menyebabkan dilatasi saluran kemih. Urine akan masuk ke jaringan parenkim ginjal dan menyebabkan edema ginjal sehingga berat ginjal bertambah, yang selanjutnya mulai terjadi atrofi sel parenkim. Setelahbeberapa minggu, atrofi akan lebih dominan daripada edema sehingga berat ginjal berkurang. Ginjal akan terlihat berwarna gelap karena terdapat bagian yang mengalami iskemia, edema sel darah merah, dan nekrosis. Obstruksi yang berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan nefron yang progresif yang dimulai dari penekanan sistem pelvikalises ke dalam parenkim ginjal. Selanjutnya medula dan kortreks ginjal akan mengalami atrofi. Akibat tekanan yang terus menerus, akan terlihat kerusakan pada kaliks ginjal yang pada keadaan normal, ujung proksimal nya berbentuk cekung. Tekanan urine yang terus menerus menyebabkan pelvis dan kalises ginjal mengalami dilatasi. Secara histopatologis juga terjadi dilatasi dan atrofi tubulus, pembentukan cast, fibrosis interstisial, dan kerusakan glomeruli. Glomeruli lebih tahan terhadap proses kerusakan akibat obstruksidibandingkan tubulus; demikian pula setelah sumbatandibebaskan, peyembuhan fungsi glomeruli dan bagian korteks ginjal lebih cepat dari pada tubulus dan bagian medulla ginjal. Kerusakan medulla ginjal yang parah terjadi karena kerusakan tubulus kolegentes dan tubulus distalis. Setelah lebih dari 1 minggu, terjadi penyembuhan pasca-obstruksi diikuti dengan penyembuhan sebagian fungsi ginjal. Pada percobaan binatang, setelah mengalami obstruksi total selama 4-6 minggu, hanya sebagian kecil fungsi glomerulus yang dapat kembali normal setelah sumbatan ureter dibebaskan. GFR akan pulih setelah 28 minggu hingga satu setengah tahun setelah obstruksi total. Faktor lain yang dapat mempengaruhi penyembuhan pasca-obstruksi adalah adanya infeksi dan iskemia pada ginjal yang mengalami obstruksi. Jika obstruksi tidak dihilangkan, kematian sel akan terjadi dalam waktu 15 hari lesi histologis ini akan tetap ada meskipun obstruksi sudah dihilangkan. Hal inilah yang menjelaskan insufisiensi ginjal yang menetap meskipun sumbatan sudah dihilangkan(Harris RH, et al, 1974). Peningkatan tekanan intrapelvik akibat obstruksi akan diteruskan ke sistem kalises ginjal, sehingga merusak papilla ginjal dan struktur kalises. Pada keadaan normal, kaliks minor berbentuk konkaf dengan kedua ujungnya tajam, melalui pemeriksaan pielografi intravena (IVU) perubahannya dapat diamati. Tekanan dari intrapelvis yang diteruskan ke kalises, akan menyebabkan peregangan kalises 9



dann menimbulkan perubahan pada bentuk kalises minor ginjal. Kedua tepi kaliks menjadi tumpul, Kaliks menjadi datar (konkavitas menghilang), Kaliks menjadi konveks, dan Semakin lama parenkim ginjal tertekan ke perifer sehingga korteks menipis. Kecurigaan akan uropati obstruktif akut ditunjukkan dengan munculnya gejala klinis berupa nyeri kolik pada pinggang yang menjalar sepanjang perjalanan ureter, hematuri makroskopik (berasal dari batu saluran kemih), gejala gastrointestinal, demam dan menggigil jika disertai infeksi, perasaan panas pada saat berkemih, dan urine keruh. Nyeri merupakan manifestasi hiperperistaltik otot saluran kemih bagian atas, yang bisa terjadi mulai dari infundibulum hingga ureter sebelah distal. Pada pemeriksaan fisis, ginjal yang mengalami hidronefrosis mungkin teraba pada palpasi (ballotemen) atau terasa nyeri pada saat perkusi (nyeri ketok CVA). Perlu dicari kemungkinan penyebab obstruksi dari saluran kemih bagian bawah, yang menyebabkan obstruksi saluran kemih bagian atas, misalkan BPH, striktur uretra, kanker prostat, kanker buli-buli, kanker serviks, sehingga perlu dilakukan tindakan colok dubur atau colok vagina. Pada pemeriksaan juga bisa didapatkan buli buli yang membesar, kadang pasien juga datang dalam kondisi anuria. Pemeriksaan laboratorium urinalisis dapat menunjukkan adanya inflamasi saluran kemih, yakni didapatkannya lekosituria dan eritrosituria. Nitrit dalam urine menunjukkan adanya infeksi saluran kemih karena bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih membuat enzim reduktase yang mengubah nitrat menjadi nitrit. Pemeriksaan produksi urine per hari, pH urine, berat jenis urine, dan kandungan elektrolit dapat digunakan untuk menilai fungsi tubulus ginjal. Kenaikan nilai faal ginjal menunjukkan adanya kelainan fungsi ginjal. Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan penunjang diagnosis yang pertama dilakukan untuk mendiagnosis adanya uropati obstruktif. Pada fase awal obstruksi akut, gambaran hidronefrosis sering tidak terlihat, terutama jika pasien mengalami dehidrasi; sehingga dapat terjadi negatif palsu (false negative). Nilai negatif palsu pemeriksaan USG pada diagnosis obstruksi saluran kemih ±35%. IVU (pielografi intravena) sampai saat ini masih dipakai sebagai sarana diagnosis uropati obstruksi bagian atas. Pielografi intravena dapat menilai faal dan struktur ginjal. Pada obstruksi akut, terdapat peningkatan opasitas pada foto nefrogram, yang disebabkan oleh kegagalan fungsi tubulus; dan keterlambatan gambaran pielogram. Dari urogram juga dapat dikenali adanya penyebab obstruksi, mungkin berupa batu opak; serta kelainan akibat obstruksi mulai dari kalises, pelvis renalis, dan urteter berupa kaliektasis, hidronefrosis, penipisan korteks, atau hidrouretero-nefrosis, pemeriksaan ini tidak mungkin dikerjakan pada insufiensi ginjal atau pasien lain yang tidak memenuhi sarat. Pielografi retrograd dapat secara tepat menggambarkan dan menentukan letak penyumbatan pada ureter. 10



Pada keadaan tertentu seorang spesialis urologi dapat menentukan adanya sumbatan, lokasi sumbatan, sekaligus melakukan tindakan terhadap penyebab sumbatannya dengan melakukan ureterorenoskopi (URS). Renografi dapat menunjukkan gangguan fungsi ginjal dan ada atau tidak adanya obstruksi. Pada ginjal yang fungsi sekresi maupun eksresinya normal (tanpa ada obstruksi pasca renal), kurve renografi meningkat dan akan mencapai puncaknya, yang kemudian menurun. Namun pada obstruksi saluran kemih, kurva nya tidak pernah menurun. 2.5 Kolik Ureter Atau Kolik Ginjal Kolik ureter atau kolik ginjal merupakan nyeri pinggang hebat yang datangnya mendadak, hilang-timbul (intermitten) yang terjadi akibat spasme otot polos untuk melawan suatu hambatan. Nyeri hilang timbul ini ditimbulkan sebagai akibat dari teraktivasinya mekanoreseptor yang mengakibatkan eksitasi serat spinothalamic C. .Secara klinis pasien tampak gelisah, mengeluh nyeri pinggang, selalu ingin berganti posisi dari duduk, tidur kemudian berdiri untuk mencari posisi yang dianggap tidak nyeri. Denyut nadi dan tekanan darah meningkat pada pasien yang sebelumnya normotensi. Sering dijumpai adanya pernafasan cepat dan grunting terutama pada saat puncak nyeri. Harus diwaspadai adanya infeksi yang serius atau urosepsis jika disertai demam. Dalam keadaan dicurigai adanya infeksi serius atau urosepsis, pasien harus secepatnya dirujuk ke tempat pelayanan urologi karena mungkin memerlukan tindakan drainase urine. Palpasi abdomen dan perkusi daerah pinggang (Costo Vertebral Angle) akan terasa nyeri. Perasaan nyeri bermula di daerah pinggang yang kemudian dapat menjalar ke seluruh perut, daerah inguinal, testis, atau labium. Yang sering menjadi penyebab sumbatan pada umumnya adalah batu, bekuan darah, atau debris yang berasal dari ginjal dan turun ke ureter Batu kecil yang turun ke pertengahan ureter biasanya akan menyebabkan penjalaran nyeri ke pinggang sebelah lateral dan seluruh perut. Obtruksi terjadi pada saluran kemih bagian bawah, pada umumnya disertai dengan keluhan lain yang mirip dengan gejala iritasi saluran kemih bagian bawah, seperti urgensi dan disuria. Pemeriksaan foto polos perut dapat digunakan untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, tetapi seringkali tidak tampak batu opak karena tidak disertai persiapan pembuatan fotoyang baik. Ultrasonografi dapat menilai adanya sumbatan pada saluran kemih yang berupa hidronefrosis. Setelah episode kolik berlalu dan syarat memenuhi, dilakukan foto IVU untuk mengetahui lokasi dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan sedimen urine sering menunjukkan adanya sel darah merah. Namun pada sumbatan total saluran kemih, 10% kasus tidak dijumpai adanya sel darah merah pada pemeriksaan sedimen urine. Diketemukannya 11



piuria perlu dicurigaikemungkinan adanya infeksi, dan didapatkannya kristal pembentuk batu (urat, kalsium oksalat, atau sistin) dapat diperkirakan jenis batu yang menyumbat saluran kemih. 2.6. Anuria Obstruktif Manifestasi dari sumbatan total aliran urine pada sistem saluran kemih bagian atas adalah anuria yaitu berkurangnya produksi urine hingga kurang dari 200 ml dalam 24 jam. Anuria obstruktif ini terjadi jika terdapat sumbatan saluran kemih bilateral unilateral pada ginjal tunggal.Selain disebabkan oleh adanya sumbatan di saluran kemih, anuria juga bisa disebabkan oleh perfusi darah ke jaringan ginjal yang berkurang (disebut sebagai anuria pre renal) atau kerusakan pada jaringan ginjal (anuria intra renal). Pada anamnesis pasien datang dengan keluhan tidak kencing atau kencing hanya sedikit, yang seringkali didahului oleh keluhan obstruksi yang lain, seperti nyeri di daerah pinggang atau kolik; dan tidak jarang diikuti dengan demam. Jika didapatkan riwayat adanya kehilangan cairan dalam jumlah besar, asupan cairan yang berkurang, atau riwayat menderita penyakit jantung, harus diwaspadai adanya faktor penyebab pre renal. Diperiksa keadaan hidrasi pasien dengan mengukur tekanan darah, nadi, dan perfusinya. Lebih baik jika dapat dipasang CVP (central venous pressure) sehingga dapat diketahui keadaan hidrasi pasien dengan tepat dan mudah. Sering dijumpai pasien datang dengan tanda-tanda uremia yaitu pernafasan asidosis, demamkarena urosepsis atau dehidrasi, serta tanda-tanda ileus. Palpasi bimanual dan perkusi yang dilakukan di daerah pinggang bertujuan untuk mengetahui adanya nyeri atau massa pada pinggang akibat hidro atau pionefrosis. Pada colok dubur atau colok vagina mungkin teraba adanya masa yang dapat dicurigai sebagai karsinoma buli-buli, karsinoma prostat, atau karsinoma serviks stadium lanjut yang membuntu kedua muara ureter. Pemeriksaan laboratorium sedimen urine dapat menunjukkan leukosituria atau hematuria,nitrit dalam urine menunjukkan adanya infeksi saluran kemih karena bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih membuat enzim reduktase yang mengubah nitrat menjadi nitrit. Pada pemeriksaan darah rutin dapat ditemukan leukositosis, terdapat gangguan faal ginjal, tanda asidosis, atau hiperkalemia. Foto polos abdomen dilakukan untuk mencari adanya batu opak pada saluran kemih, atau bayangan pembesaran ginjal. Pemeriksaan ultrasonografi abdomen harus dilakukan untukmengetahui adanya hidronefrosis atau pionefrosis. Melalui tuntunan USG dapat dilakukan pemasangan kateter nefrostomi secara perkutan dengan anestesi lokal .Pada pasien yang mengalami obstruksi total, apalagi disertai penyulit sepsis, nyeri yang tidak kunjung reda dengan pemberian anti nyeri, dan wanita 12



hamil, obstruksi harus segera ditanggulangi dengan melakukan nefrostomi perkutan atau pemasangan kateter Double J, hal ini untuk mencegah terjadinya penyulit obstruksi lebih lanjut. Selanjutnya terapi ditujukan untuk menemukan lokasi dan menghilangkan penyebab obstruksi. Seringkali pasien terpaksa menjalani pengangkatan ginjal (nefrektomi), jika struktur dan fungsi ginjal sudah sangat jelek, apalagi jika disertai dengan adanya pionefrosis. Tentu saja tindakan nefrektomi ini dilakukan setelah melihat fungsi ginjal kontralateral dan pertirnbangan lain. Jika tidak segera diatasi, uropati obstruksi akan menimbulkan penyulit berupa uremia, infeksi, dan terjadi SIRS yang berakhir dengan kematian, oleh karena itu sambil memperbaiki keadaan pasien, secepatnya dilakukan diversi/ pengeluaran urine (Basuki, 2011). Diversi/ pengeluaran urine sebagai usaha untuk source control harus dilakukan dalam waktu 12 jam setelah diagnosis sepsis ditegakkan Pengeluaran urine dapat dilakukan dengan cara pemasangan kateter nefrostomi atau kalau mungkin dilakukan pemasangan kateter double J (DJ kateter). Banyak penulis menyarankan pemasangan stent sebagai tahap pertama yang aman dan efektif untukmenangani obstruksi ginjal yang terinfeksi dan nefrostomy hanya dilakukan jika diperkirakan akan didapatkan kesulitan akses retrograde ke ureter atau pada keadaan dimana diperlukan tindakan segera untuk meringankan disfungsi ginjal, namun penelitian mengenai kualitas hidup pasien tidak menunjukkan kelebihan pemasangan stent dibandingkan dengan pemasangan kateter nefrostomy, ketika diperlukan pemasangan stent atau pemakaian kateter nefrostomy jangka panjang, pasien harus dilibatkan dalam pemilihanprosedur, dan keputusan yang diambil harus disetujui bersama. Pemasangan kateter nefrostomi dapat dilakukan secara perkutan menggunakan trocar dengan tuntunan ultrasonografi atau CT scan dengan anestesi lokal atau dengan operasi terbuka, yaitu memasang kateter pada kaliks ginjal agar urine atau nanah yang berada pada sistem pelvikalises ginjal dapat didrainase. Seringkali pasien membutuhkan bantuan hemodialisis untukmengatasi penyulit akibat uremia. 2.5 Intervensi Obstruksi Saluran Kemih 1. Diagnosa 1 : Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain. Kriteria Hasil : Nyeri berkurang / hilang saat dan sesudah berkemih Intervensi: Intervensi : 13



a. Pantau perubahan warna urin, pantau pola berkemih, masukan dan keluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang. Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) nyeri. Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri c. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan. Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot. d. Berikan perawatan perineal. Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra e. Jika dipaang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari. Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan. f. Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan. Rasional : relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri. 2. Diagnosa 2 : Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain. Kriteria Hasil : Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria) Intervensi: Intervensi : a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin. Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi b. Dorong meningkatkan pemasukan cairan. Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri. c. Kaji keluhan pada kandung kemih. Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal) d. Observasi perubahan tingkat kesadaran. Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat Kolaborasi: e. Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin. Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal f. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin. Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.



14



BAB lll PEMBAHASAN JURNAL Jurnal I Judul



: Efektivitas Cystoscopy Janin Sebagai Intervensi Diagnostik dan Terapeutik untuk Obstruksi Saluran Kemih Bawah



Nama Jurnal



: USG Obstet Gynecol



Volume & Halaman : 37 & 629-637 Tahun



: 2011



Penulis



: RK. Morris, R. Ruano dan MD. Kilby



Reviewer



: Zawickha Puspa Gita



Tanggal Review



: 21 Maret 2020



Review



:



Pada jurnal yang berjudul “Efektivitas Cystoscopy Janin Sebagai Intervensi Diagnostik dan Terapeutik untuk Obstruksi Saluran Kemih Bawah”. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas cystoscopy janin sebagai alat untuk diagnosis prenatal dan 15



intervensi terapi untuk kongenital obstruksi saluran kemih. Cystoscopy janin perkutan telah diusulkan untuk diagnosis yang akurat dan potensial diagnosis diferensial antara katup uretra posterior dan atresia uretra, yang keduanya dapat memiliki penampilan ultrasound yang sama. Pada fase pertama penelitian ini yaitu dilakukan pencarian sistematis dilakukan di MEDLINE, Embase, Cochrane Library, MEDION, Web of Science, daftar referensi dan kontak dengan para ahli dari awal sampai September 2010. Semua studi melaporkan cystoscopy janin di LUTO dengan data pada akurasi atau efektivitas diagnostik yang dipilih. Kemudian dilakukan seleksi studi dan prosedur ekstraksi data, penilaian kualitas penelitian, sintesis data, analisis diagnosis dan analisis efektifitas. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif. Data dianalisis menggunakan perangkat lunak diantaranya Spreadsheet Excel (Microsoft Corp, Redmond, WA, USA) digunakan untuk meringkas semua hasil. Pengaruh cystoscopy janin dibandingkan dengan ada pengobatan atau VAS dihitung untuk setiap hasil yaitu kelangsungan hidup secara keseluruhan, kelangsungan hidup termasuk penghentian kehamilan (TOP), kelangsungan hidup perinatal tidak termasuk TOP dan kelangsungan hidup dengan fungsi ginjal pasca melahirkan normal. Semua analisa statistik dilakukan dengan menggunakan StatsDirect versi 2.7.2. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 2.071 kutipan yang diidentifikasi dan 66 makalah terpilih untuk evaluasi rinci, dari yang empat makalah dengan total 63 pasien yang dipilih untuk dimasukkan. Dua makalah memiliki hasil untuk penggunaan cystoscopy di diagnosis, menunjukkan bahwa cystoscopy janin mengubah diagnosis USG dari patologi yang mendasari di 36,4 dan 25,0% janin, masing-masing. Dibandingkan dengan ada pengobatan, intervensi cystoscopic janin menunjukkan rasio untuk meningkatkan kelangsungan hidup perinatal dari 20,51 (95% CI, 3,87-108,69). Namun, membandingkan shunt vesicoamniotic (VAS) dengan cystoscopy janin tampaknya tidak ada perbaikan signifikan dalam rasio kelangsungan hidup perinatal dari 1,49 (95% CI, 0,13-16,97). Hasil ini memiliki CI luas dan untuk cystoscopy dan VAS, semua hasil melintasi garis tidak berpengaruh. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada sangat sedikit bukti yang dipublikasikan untuk efektivitas cystoscopy janin sebagai intervensi diagnostik dan terapeutik untuk LUTO dan kualitas bukti ini buruk. Seharusnya cystoscopy janin dianggap sebagai intervensi eksperimental dan bukti lebih lanjut, termasuk uji coba terkontrol acak yang dirancang



16



dengan sangat baik, diperlukan untuk menilai efeknya terhadap kelangsungan hidup perinatal dan ginjal dan kandung kemih jangka panjang fungsi untuk korban.



Jurnal II Judul



: USG Dipandu Nefrostomi Perkutan Untuk Uropati Obstruktif Pada Penyakit Jinak dan Ganas



Nama Jurnal



: Urologi Klinik



Volume & Halaman : 32 Tahun



: 2006



Penulis



: Rio de Janeiro



Reviewer



: Yuniar Ayu Lestari



Tanggal Review



: 22 Maret 2020



Review



:



Uropathy obstruktif adalah suatu kondisi yang terjadi karena penyumbatan aliran urin, mengakibatkan peningkatan tekanan dalam sistem pengumpulan dan cedera ginjal. Gangguan hasil aliran urin sakit, infeksi, sepsis, dan hilangnya fungsi ginjal. Ini adalah kondisi yang berpotensi mengancam kehidupan dan tindakan segera yang diperlukan untuk dekompresi ginjal. Berbagai modalitas yang tersedia adalah stenting retrograde, drainase terbuka dari ginjal dan nefrostomi perkutan. 17



Pada jurnal ini, peneliti melakukan PCN pada pasien, dengan kedua kondisi jinak dan ganas hanya di bawah bimbingan ultrasound dengan bantuan ahli radiologi dan dievaluasi tingkat keberhasilan prosedur, komplikasi terkait dan hasil pada pasien dengan penyakit ginjal jinak dan ganas. Sebuah studi prospektif dilakukan di 50 ginjal dari 32 pasien yang menderita uropati obstruktif. Ini termasuk 18 laki-laki dan 14 perempuan dengan kedua penyebab jinak dan ganas dari uropati obstruktif. Usia rata-rata dalam kelompok penelitian ini adalah 41,4 tahun, mulai dari 10 sampai 63 tahun. Pada laki-laki rata-rata berusia 41,5 tahun mulai dari 10 sampai 63 tahun dan pada wanita itu 42 tahun mulai dari 19 tahun hingga 63 tahun. Semua pasien mengalami investigasi rutin dan pasien berikut dikeluarkan dari penelitian: gangguan perdarahan tidak diobati, infeksi saluran kemih tidak diobati, hemoglobin kurang dari 10 mg / dL. Pada pasien gagal memenuhi kriteria ini semua parameter dikoreksi sebelum melanjutkan dengan PCN. Para pasien ditempatkan di meja USG dalam posisi rawan dan bantal ditempatkan di bawah perut di sisi yang akan dioperasikan untuk lordosis lumbal yang benar dan mendukung ginjal. USG scanning dilakukan dengan menggunakan transducer 7,5 MHz untuk mendapatkan scan membujur median melalui ginjal. Begitu situs tusukan awal terpilih itu dibersihkan dan dibungkus. anestesi lokal disuntikkan di situs tusukan dan sekitarnya menggunakan 3-5 ml 1% lignocaine. betadine steril jelly diaplikasikan pada transduser dan lokalisasi situs tusukan dilakukan lagi. Dalam penelitian ini tingkat keberhasilan adalah 84%, yang konsisten dengan penelitian yang disebutkan di atas. Azotemia karena ginjal terhambat bilateral telah menjadi indikasi yang paling sering nefrostomi. PCN sering metode yang paling sederhana untuk pengelolaan awal gagal ginjal obstruktif karena bahaya dari operasi pada pasien uremik. PCN kadang-kadang digambarkan sebagai ukuran raguan sebelum operasi korektif (5,6). Kami mengamati pola yang sama di seri kami juga seperti dalam 10 dari 17 kasus jinak (58%) operasi dilakukan. PCN adalah definitif pada 5 pasien (29%). Pada kelompok ganas operasi definitif direncanakan sesuai dengan asal dan kadar keganasan.



18



Jurnal III Judul



: KEJADIAN BATU SALURAN KEMIH PADA PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) PERIODE JANUARI 2013 – DESEMBER 2015 DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG



Nama Jurnal



: Jurnal Kedokteran Diponegoro



Volume & Halaman : Volume 5 Nomor 4 & 1650-1661 Tahun



: 2016



Penulis



: Riski Novian Indra Saputra, Dimas Sindhu Wibisono, Firdaus Wahyudi



Reviewer



: Diani Rista Sari



Tanggal Review



: 21 Maret 2020



Review



:



Pada jurnal yang berjudul “KEJADIAN BATU SALURAN KEMIH PADA PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) PERIODE JANUARI 2013 – DESEMBER 2015 DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG”. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui



19



kejadian batu saluran kemih pada pasien Benign Prostate Hyperplasia (BPH) periode Januari 2013 – Desember 2015 di RSUP Dr. KARIADI Semarang. Batu saluran kemih merupakan masalah kesehatan yang cukup besar, menempati urutan ketiga setelah Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dan Infeksi Saluran Kemih. Insidensi batu saluran kemih dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti konsumsi tinggi kalsium dan oksalat, intake cairan yang kurang, infeksi saluran kemih atau oleh karena drainase urine yang tidak adekuat seperti pada BPH. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif yang menggunakan data sekunder yaitu rekam medis sebagai subjek penelitian. Penelitian ini telah dilaksanakan di instalasi rekam medis RSUP Dr. Kariadi Semarang pada bulan Maret-Mei 2016. Subjek penelitian adalah data rekam medis yang memenuhi kriteria yaitu, terdapat kejadian batu saluran kemih pada pasien Benign Prostate Hyperplasia (BPH) periode Januari 2013 – Desember 2015. Subjek penelitian yang tidak terdapat kejadian batu saluran kemih pada pasien Bening Prostate Hyperplasia (BPH) periode Januari 2013 – Desember 2015 tidak diikutsertakan dalam penelitian. Sampel diambil dengan metode total sampling dengan menggunakan kriteria waktu penelitian yaitu periode Januari 2013 – Desember 2015. Variabel bebas penelitian adalah Benign Prostate Hyperplasia (BPH). Variabel terikat penelitian adalah batu saluran kemih. Hasil penelitian ini diambil dari data sekunder yaitu rekam medis pasien Benign Prostate Hyperplasia (BPH) yang mengalami batu saluran kemih di RSUP dr. Kariadi Semarang periode Januari 2013 - Desember 2015 pada bulan Mei 2016. Selama periode tersebut terdapat 255 sampel data pasein Benign Prostate Hyperplasia (BPH), dari data tersebut didapatkan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 25 sampel kejadian batu saluran kemih pada pasien Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dengan data yang didapat pada penelitian yaitu Obstruksi saluran kemih yang sangat berpengaruh dalam pembentukan batu saluran kemih pada orang usia >50 tahun dengan Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebagai penyebab tersering terjadinya obstruksi tersebut diikuti oleh striktur uretra dan adenokarsinoma prostat. Penuaan merupakan proses dimana banyak fungsi tubuh yang berkurang dan menurun. Perubahan yang terjadi pada saluran kemih adalah berkurangnya kontrol berkemih diakibatkan atrofi yang progresif pada korteks serebri dan neuron. Berkurangnya sel-sel otot berkemih yang digantikan dengan sel lemak dan jaringan ikat juga menjadi faktor melemahnya kontrol berkemih. Hal ini sering dikaitkan dengan gangguan urologi pada lansia terutama obstruksi saluran kemih yang akan beresiko menyebabkan batu saluran kemih. Seiring dengan penigkatan usia, volume prostat akan 20



membesar diakibatkan terjadinya penurunan hormon pada laki-laki terutama hormon testosterone. Hormon testosterone diubah menjadi dihydrotestosterone (DHT) yang secara kronis akan merangsang pembesaran kelenjar prostat. Peningkatan usia dapat meningkatan resiko terjadinya batu saluran kemih. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukan jumlah terbanyak pada usia 65-69 tahun 15 orang (60%). Batu saluran kemih dapat menimbulkan gejala asimtomatik. Gejala yang ditimbulkan umumnya seperti hematuria, infeksi berulang dan iritasi. Ada beberapa keluhan utama pada kejadian batu saluran kemih pada pasien Benign Prostate Hyperplasia (BPH) yaitu sulit buang air kecil (BAK), nyeri saat buang air kecil (BAK), buang air kecil (BAK) menetes, sering buang air kecil (BAK) malam hari, buang air kecil (BAK) keluar batu, nyeri pinggang. Dari hasil penelitian didapatkan frekuensi terbanyak untuk keluhan utama pada pasien berada pada sulit buang air kecil (BAK) sebanyak 18 orang (72%). Atan dkk (2005) menemukan 181 dari 10,326 karyawan pekerja industri baja memiliki penyakit batu saluran kemih. Dari 181 orang tersebut 103 orang bekerja di lingkungan bersuhu >45C dan 78 orang di lingkungan dengan suhu kamar. Hal ini menunjukkan suhu udara yang tinggi meningkatkkan pembentukan batu saluran kemih. Paparan panas dan status dehidrasi dalam pekerjaan menjadi faktor resiko untuk terjadinya pembentukan batu. Pada penelitian tersebut juga menemukan pekerja pabrik kaca yang terkena paparan suhu tinggi atau yang tidak terkena paparan suhu tinggi yang lama sehingga dapat menyebabkan pengeluaran keringat cukup banyak. Semakin tinggi suhu yang terpapar ke tubuh sejalan dengan penurunan volume dan pH urine yang lebih rendah, meningkatnya kadar asam urat, dan peningkatan berat jenis urine menyebabkan kejenuhan urine yang tinggi dari asam urat. Didapatkan jenis batu dengan insidensi tinggi yang terbentuk pada pekerja adalah batu asam urat dan didapatkan peningkatan resiko terbentuknya batu saluran kemih tanpa diketahui alasan pastinya Berdasarkan hasil penelitian mengenai kejadian batu saluran kemih pada pasien Benign Prostate Hyperplasia (BPH) periode Januari 2013 – Desember 2015 di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada bulan Mei 2016. Selama periode tersebut terdapat 255 sampel data pasein Benign Prostate Hyperplasia (BPH), dari data tersebut didapatkan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 25 sampel kejadian batu saluran kemih pada pasien Benign Prostate Hyperplasia (BPH). Dari data tersebut didapatkan peningkatan jumlah kejadian pada tahun 2014 sebesar 15 kejadian batu saluran kemih pada pasien Benign Prostate Hyperplasia (BPH). Dari 25 sampel tersebut didapatkan frekuensi usia terbanyak pada usia 65-69 tahun sebanyak 15 orang (60%), dengan frekuensi keluhan terbanyak pada sulit buang air kecil (BAK) sebanyak 18 orang (72%),dan jenis pekerjaan yang memiliki 21



frekuensi terbanyak yaitu pekerjaan wiraswasta sebanyak 22 orang (88%). Dapat disimpulkan bahwa kejadian batu saluran kemih masih dapat ditemukan pada sebagian kecil pasien Benign Prostate Hyperplasia (BPH).



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Obstruksi saluran kandung kemih adalah penyumbatan yang terjadi pada pangkal kandung kemih. Ini akan mengurangi atau menghentikan aliran urin ke uretra (saluran yang membawa urin keluar dari tubuh). Penderita obstruksi outlet kandung kemih biasanya mengalami salah satu atau beberapa gejala berikut ini: Nyeri pada perut, terus menerus merasa ingin buang air kecil, sering buang air kecil, tak bisa buang air kecil, rasa nyeri saat buang air kecil, kesulitan memulai aliran urin saat buang air kecil, aliran air kencing yang lemah dan lambat, infeksi saluran kencing, aliran air kencing yang terputus-putus, sering terbangun tengah malam untuk buang air kecil, mual, lemas, dan retensi cairan apabila sudah terjadi gagal ginjal. Usia sangat mempengaruhi terjadinya obstruksi outlet kandung kemih. Seiring bertambahnya usia, risiko seseorang untuk terkena kondisi ini menjadi lebih tinggi, terutama 22



jika ia berjenis kelamin laki-laki. Pengobatan OSK bergantung pada penyebabnya. Pada kebanyakan kasus, kateter akan dimasukkan ke uretra menuju kandung kemih untuk memperbaiki penyumbatan. Terkadang, kateter suprapubik (kateter yang dimasukkan lewat perut) juga dibutuhkan untuk mengosongkan urin dari kandung kemih. Operasi biasanya dibutuhkan untuk pengobatan jangka panjang. Intervensi juga dapat dilakukan oleh perawat sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan.



DAFTAR PUSTAKA



Baradero M. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC. Blandy J, Kaisary A. Lecture notes: urology. 6th ed. West Sussex: Blackwell.2009.p.77-89, 174-98. Brunicardi DC, Andersen DK. Schwartz’s principle of surgery. 10th ed. New York: McGrawHill.2014.p.1176, 1661-2,1665. Effendi Jefri, 2007. Lower Urinary Track Infections. BAG/SMF Ilmu Bedah FK Unsyiah/ RSU ZA : Banda Aceh Kimberly. A. J (ed). 2011. Kapita Selekta Penyakit : Dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta : EGC. Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. Purnomo, Basuki B. 2008. Dasar – Dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.



23



Tjokronegoro A dan Utama H., 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Penerbit FK UI, Jakarta Towsend MC. Sabiston textbook of surgery. 19th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.2012.p.2052-9. Timmreck, T.C., 2004. Epidemiologi: Suatu Pengantar. Edisi 2. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.



24