Makalah Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN NASIONAL Untuk Memenuhi Tugas Pancasila yang diampu oleh : Catur Sugiarti,S.H.M.h



Oleh : Mey Maharani Pristyawibi 153190052 Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta



Kata Pengantar



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Makalah Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Catur Sugiarti,SH.MH  pada Mata Kuliah Pancasila . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk



menambah



wawasan



tentang studi



kasus



Pancasila



sebagai



Paradigma



Pembangunan Nasional bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Catur Sugiarti,SH.MH selaku dosen Mata Kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.



Yogyakarta, 29 November 2019  Penulis



DAFTAR ISI



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derap dan langkah pembangunan pada hakikatnya dimaksudkan agar terjadi perubahan yang didambakan dan dirindukan oleh bangsa Indonesia,dalam menjalani dan menjalankan hidup



di kehidupan bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara yang



tantangannya semakin besar dan semakin kompleks. Membangun adalah “ to make or become larger or fuller or mature or organized” (Eugene Ehrlich,1986). Manusia sebagai makhluk Tuhan, tidak hanya berada di dunia, melainkan juga senantiasa membangun adanya, dalam pertemuan dan pergaulannya dengan sesama dan dunia, serta dalam hubungannya dengan Tuhan. Kita memang sedang gandrung untuk membangun, tumbuh dan berubah secara progresif, namun bukan dengan harga setinggi penghancuran eksistensí kita sendiri, Kita tidak hanya ingin mengenyam, tetapi juga ingin menyumbang terhadap kemenangan ilmu dan teknologi,kemenangan semu yang secara melekat mengandung kekalahan total dilihat dari nilai-nilai insani ("human values"). Pembangunan yang sedang digalakkan perlu sebuah paradigma, yaitu sebuah kerangka berpatokan mengenai bagaimana hal-hal yang sangat esensial dilakukan. Denis Goulet, tokoh yang merintis etika pembangunan menyebut tiga pandangan tentang pembangunan (M.Sasatrapratedja, 2001) pertama, pandangan yang melihat pembangunan sinonim dengan pertumbuhan ekonomi, dengan indicator GNP pertumbuhan per tahun; kedua, sebagaima-na dirumuskan oleh PBB,bahwa "pembangunan pertumbuhan ekonomi +perubahan sosial. "Pembangunan dalam artian ini sangat luas, namun kerap kali ditekankan pada perkembangan pembagian kerja, kebutuhan institusí baru, tuntutan akan sikap-sikap baru yang sesuai dengan kehidupan modern; dan pandangan ketiga mengenai pembangunan menekankan nilai-nilai etis. Tekanan diberikan pada peningkatan kualitatif seluruh masyarakat dan seluruh masyarakat. Pembangunan itu bukan tujuan pada dirinya sendiri,tetapi suatu usaha pengembangan manusia. Dalam konsepsi ini yang ditekankan bukan hanya hasil yang bermanfaat, tetapi proses pencapaian hasil juga penting. Pembanguan dalam perspektif Pancasila adalah pembangunan yang sarat muatan nilai



yang berfungsi menjadi dasar pengembangan visi dan menjadi referensi kritik terhadap pelaksanaan pembangunan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian paradigma ? 2.



Apa pengertian pembangunan nasional ?



3.



 



Mengapa pancasila sebagai paradigma pengembangan kehidupan beragama ?



4.



 



Mengapa pancasila sebagai paradigma penyeimbang iptek dan imtaq ?



5.



Mengapa pancasila sebagai paradigma membangun politik berperadaban?



6.



 



Mengapa Pancasila sebagai paradigma membangun ekonomi berkeadilan?



7.



 



Mengapa Pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial  budaya yamg humanis ?



1.3 Tujuan



1.4 Manfaat



BAB 2 ISI



Pengertian Paradigma Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional



Makna Pembangunan Nasional Adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi aspek politik, ekonomi, soaial dan budaya, dan Hankam untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana termaksud dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945. Hakekat Pembangunan Nasional Adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia pada umumnya.



Wujud manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia Indonesia yang



bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas dan trampil, berbudi luhur, berakhlak mulia, desiplin, sehat jasmani dan rohani, bertanggung jawab, dan mampu membangun diri dalam rangka membangun bangsanya. Tujuan Pembangunan Nasional Untuk mencapai tujuan nasional sebagaimnana yang termasuk dalam alinea ke empat pembukaan UUD 1945 dalam rangka mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur lahir dan batin berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara kesatuan RI dan lingkup pergaulan internasional yang merdeka dan berdaulat. Pancasila sebagai paradigma pembangunan, artinya pancasila berisi anggapan-anggapan dasar yang merupakan kerangka keyakinan yang berfungsi sebagai acuan, pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemamfaatan hasil-hasil pembangunan nasional. Misalnya : 1. Pembangunan tidak boleh bersifat pragmatis, yaitu pembangunan itu tidak hanya mementingkan tindakan nyata dan mengabaikan pertimbangan etis. 2. Pembangunan tidak boleh bersifat ideologis, yaitu secara mutlak melayani Ideologi tertentu dan mengabaikan manusia nyata.



3. Pembangunan harus menghormati HAM, yaitu pembangunan tidak boleh mengorbankan manusia nyata melainkan menghormati harkat dan martabat bangsa. 4. Pembangunan dilaksanakan secara demokratis, artinya melibatkan masyarakat sebagai tujuan pembangunan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan mereka. 5. Pembangunan diperioritaskan pada penciptaan taraf minimum keadilan sosial, yaitu mengutamakan mereka yang paling lemah untuk menghapuskan kemiskinan struktural.



Kemiskinan struktural, adalah kemiskinan yang timbul bukan akibat



malasnya individu atau warga Negara, melainkan diakibatkan dengan adanya struktur-struktur sosial yang tidak adil.



Tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945, adalah : 1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 2. Memajukan kesejahteraan umum. 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa. 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan, kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan. Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain: 1. Susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga



2. Sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus social 3. Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan. 4. Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.



Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.



Pancasila Sebagai Pengembangan Iptek Perkembangan IPTEK yang semakin cepat bisa mempengaruhi segala aspek kehidupan dan budaya. Bisa berpengaruh positif tetapi juga bisa berpengaruh negatif. Apalagi di era modern ini masuknya IPTEK disengaja atau tidak akan membawa nilai – nilai asing yang dapat mempengaruhi gaya hidup, sikap hidup maupun pikiran kita. IPTEK mampu membantu manusia dan memudahkan kehidupan manusia. Selain itu IPTEK penting bagi lembaga pendidikan sehingga IPTEK tidak bisa dipisahkan dari lembaga pendidikan. IPTEK dengan pendidikan memiliki hubungan yang erat. Karena pendidikan sangat dipengaruhi oleh perkembangan IPTEK dan IPTEK merupakan salah satu materi pengajaran sebagai bagian dari pendidikan. Oleh karena itu agar IPTEK bisa membantu untuk memudahkan kebutuhan manusia maka dalam menggunakan IPTEK harus dengan cara yang tepat. Pembahasan



IPTEK memang bisa mempengaruhi dalam hal positif dan negatif. Sehingga dalam pengembangannya pun dibutuhkan suatu landasan agar tidak merugikan manusia dan bisa mengurangi dampak negatif. Yaitu berlandaskan pada nilai – nilai Pancasila karena setiap sila demi sila pada Pancasila mengandung hal – hal yang penting dalam pengembangan IPTEK dan menunjukkan sistem etika dalam pengembangan IPTEK.



Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Perkembangan IPTEK kita



jadikan sebagai bentuk



syukur pemberian akal oleh Yang Maha Esa. Sehingga IPTEK tidak dibuat untuk mencederai keyakinan umat beragama. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, menekankan bahwa dalam pengembangan IPTEK harus dengan cara–cara yang berperikemanusiaan dan tidak merugikan manusia individual maupun umat manusia yang sekarang maupun yang akan datang agar bisa mensejahterakan manusia. ( T. Jacob, 2000 : 155 ) Sila Persatuan Indonesia, mengingatkan kita untuk mengembangkan IPTEK untuk seluruh tanah air dan bangsa secara merata. Selain itu memberikan kesadaran bahwa rasa nasionalisme bangsa Indonesia akibat adanya kemajuan IPTEK, dengan IPTEK persatuan dan kesatuan bangsa dapat terwujud, persaudaraan dan persahabatan antar daerah dapat terjalin. ( T. Jacob, 2000 : 155 ) Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, meminta kita membuka kesempatan yang sama bagi semua warga untuk dapat mengembangkan IPTEK dan mengenyam hasilnya sesuai kemampuan dan keperluan masing – masing, sehingga tidak adanya monopoli IPTEK. ( T. Jacob,2000 : 155 ) Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, IPTEK didasarkan pada keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan. ( T. Jacob 2000 : 156 ).



Contoh kasus Pancasila Sebagai Pengembangan Iptek :



IPTEK disalah gunakan kebanyakan oleh remaja, juga sering dilakukan oleh para ilmuan. Contohnya saja



adanya internet yang mempermudah dalam pencarian informasi tetapi



kebanyakan orang menggunakannya untuk mencari dan melihat video porno. Karena kondisi yang seperti itu maka perlu adanya landasan bagi pengembangan IPTEK yaitu Pancasila. Agar dalam pemgembangan IPTEK bisa berdampak positif dan bisa mensejahterakan manusia serta tidak disalahgunakan.



Dengan begitu Iptek pada hakekatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Dan dalam pengembangannya juga dapat membawa dampak positif yaitu memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia. Contohnya yang tadinya berhubungan menggunakan surat dengan adanya kemajuan IPTEK, berhubungan jarak jauh bisa menggunakan telepon,jika dulunya membajak sawah menggunakan alat tradisional kini bisa menggunakan peralatan dari mesin karena kemajuan IPTEK. Selain itu juga mempermudah meluasnya berbagai informasi. Serta bertambahnya pengetahuan dan wawasan karena dulu komputer, internet danhandphone merupakan peralatan yang sangat canggih dimana hanya orang – orang tertentu yang mampu membelinya dan menggunakannya,



namun karena perkembangan IPTEK peralatan



elektronik tersebut menjadi benda yang menjamur dimana tidak hanya orang – orang tertentu yang mampu menggunakannya bahkan anak – anak dibawah umurpun menggunakannya. Kita juga harus waspada dan memiliki sikap positif terhadap Pancasila agar kita dapat menyaring dan memilih mana yang baik untuk dicontoh dan menghindari yang buruk. Karena dengan perkembangan komunikasi memudahkan hubungan antarbangsa di dunia dengan intensitas yang cukup tinggi sehingga menyebabkan proses akulturasi dan saling mempengaruhi antara nilai – nilai dan kebudayaan antarbangsa. Selain itu seharusnya dalam penyajian siaran di televisi maupun di Radio atau diberbagai media elektronik harus yang bermanfaat karena sekarang ini banyak menyajikan yang kurang bermanfaat bagi masyarakat yang dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat itu sendiri dan bisa mempengaruhi pola berfikir anak. Sangat tidak baik jika anak – anak diberi siaran yang kurang bermanfaat karena tidak baik untuk perkembangan dan pertumbuhan



anak. Jika siaran televisi tersebut menyajikan tayangan orang berkelahi bisa saja anak tersebut ikut – ikutan dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari – harinya. Oleh karena itu dalam menonton harus didampingi oleh orang tua agar anak tersebut diarahkan ke hal yang positif sehingga nantinya anak itu tidak terjerumus ke pergaulan bebas. Sebab sekarang ini banyak anak – anak dan remaja yang terjerumus pergaulan bebas hanya karena terpengaruh temannya, tidak adanya bimbingan dan perhatian dari orang tuanya atau bisa juga karena mendapat kiriman video porno melalui handphone sehingga ada keinginan untuk menirukan apa yang ada di video tersebut. Apalgi diperkuat oleh rayuan temannya yang sudah terjerumus ke hal yang negatif.



Untuk itu anak – anak maupun remaja boleh – boleh saja di berihandphone, tetapi harus selalu dikontrol agar dengan adanya handphone tersebut tidak untuk hal – hal yang buruk tetapi untuk digunakan hal – hal yang positif seperti untuk alat komunikasi sebagaimana mestinya.



Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Politik, Sosial, Budaya, dan Pertahanan Keamanan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter. Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral



daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral. Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik: Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari; Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan; Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan; Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab; Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah: 1. Nilai toleransi; 2. Nilai transparansi hukum dan kelembagaan;



3. Nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata); 4. Bermoral berdasarkan konsensus (fukuyama dalam astrid: 2000:3).



Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.



Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).



Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).



Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncakpuncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:



Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya; Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat; Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan; Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat



perjuangan



bangsa



Indonesia



dalam



memajukan



kesejahteraan



umum,



mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.



c. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum



Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.



Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.



Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu: 1. Adanya perlindungan terhadap HAM, 2. Adanya susunan ketatanegaraan 3. Negara yang mendasar, dan 4. Adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar. Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila – sila Pancasila dasar negara). Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:



1. Ketuhanan Yang Maha Esa, 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3. Persatuan Indonesia, 4. Kerakyatan



yang



dipimpin



permusyawaratan/perwakilan



oleh



hikmat



kebijaksanaan



dalam



5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).



BAB 3 PENUTUP