Makalah Pemeliharaan Dan Perkandangan Ulat Sutera [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN PERKANDANGAN dan PEMELIHARAAN ULAT SUTERA



Makalah Disusun untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Produksi Aneka Ternak Dibina oleh Ir. Nur Cholis, MS



Kelompok IV 1. Shandy Kurniawan Hadi



135050107111004



2. Soraya Rizki Sanidita



135050107111005



3. Mursyid Aam Ikhwanul 135050107111007 4. Fajar Romadhon E. Pribadi



135050107111010



5. Bayu Aji Pradikdo



135050107111011



6. Devita Nur Amalia



135050107111012



Universitas Brawijaya Malang Fakultas Peternakan Tahun Akademik 2013/2014



1



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Perkandangan Dan Pemeliharaan Ulat Sutera” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah Ilmu Produksi Aneka Ternak. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku panduan serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan Ulat sutera, tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar matakuliah Ilmu Produksi Aneka Ternak atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini. Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai ulat sutera yang ditinjau dari aspek perkandangan maupun pemeliharaannya. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.



Malang, 29 September 2014



2



DAFTAR ISI Halaman Sampul



1



Kata Pengantar



2



Daftar isi



3



BAB 1 Pendahuluan



4



1.1 Latar Belakang Masalah



4



1.2 Tujuan Masalah



5



1.3 Rumusan Masalah



5



1.4 Batasan Masalah



5



BAB II Pembahasan



6



2.1 Sanitasi Ruangan Pemeliharaan



6



2.1.1 Cara Desinfeksi Ruangan



6



2.1.3 Cara Desinfeksi Alat – Alat Pemeliharaan



7



2.1.3 Desinfeksi Lingkungan Sekitar Ruangan Pemeliharaan



7



2.1.4 Menghindarkan Ulat Dari Serangan Hama



7



2.2 Persiapan Pemeliharaan Ulat Sutera



8



2.2.1 Tersedianya Daun Murbei



8



2.2.2 Ruangan peralatan dalam cara beternak ulat sutera yang baik



8



2.3 Penetasan Ulat Sutera



10



2.4 Pemeliharaan Ulat Sutera



11



2.4.1 Pemeliharaan Ulat Kecil



11



2.4.2 Pemeliharaan Ulat Besar



13



2.5 Proses Pengokonan dan Panen Kokon



14



2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemeliharaan Ulat Sutera



16



BAB III Penutup



17



3.1 Simpulan



17



3.2 Saran



18



Daftar Pustaka



19



3



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini banyak sekali perkembangan yang erat kaitannya dengan dunia fashion, hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya industri garmen yang terus berkembang pesat meraih keuntungan dari hari ke hari. Tingkat pendapatan masyarakat yang mulai mengalami peningkatan menjadi pemicu dari perkembangan tersebut, dampaknya adalah pemilihan bahan pakaian yang tidak sembarangan. Bahan sutera menjadi salah satu bahan yang banyak digemari karena kehalusan serat kain yang dimilkinya. Di sisi lain, ternyata peternak ulat sutera yang ada di Indonesia belum dapat menyesuaikan bahkan mengimbangi langkah cepat usaha kain sutera saat ini. Banyak faktor yang menyebabkannya, namun yang terpenting adalah kesalahan dalam faktor pemeliharaan ulat sutera yang kurang optimal. Sesungguhnya apabila segala kesalahan tersebut dapat diminimalisir dan bahkan dihilangkan Persuteraan Alam Indonesia akan dapat mencapai puncak masa kejayaannya. Oleh sebab itu, didalam makalah ini akan dibahas mengenai manajemen perkandangan dan pemeliharaan yang baik bagi ulat sutera. Dengan begitu, diharapkan para peternak akan lebih memperhatikan manajemen tersebut dan keluarannya peternak tersebut dapat memperoleh keuntungan secara maksimal.



1.2 Tujuan 1.2.1 Mengetahui kualitas sanitasi ruangan pemeliharaan ulat sutera yang baik. 1.2.2 Mengetahui tahapan pemeliharaan ulat sutera yang baik. 1.2.3 Mengetahui faktor-faktor keberhasilan pemeliharaan ulat sutera.



4



1.3 Perumusan Masalah 1.3.1 Bagaimana kualitas sanitasi ruangan pemeliharaan ulat sutera yang baik? 1.3.2 Apa saja tahapan yang terjadi pada saat pemeliharaan ulat sutera? 1.3.3 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemeliharaan ulat sutera?



1.4 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah pada makalah ini hanya di batasi pada bidangbidang tertentu yang terkait dengan perumusan masalah yang sebelumnya sudah di sebutkan, dan di jabarkan melalui poin-poin penting, hal tersebut dilakukan karena keterbatasan waktu serta para anggota kelompok yang memiliki tempat berdomisili yang berbeda-beda, sehingga makalah yang dihasilkan dari hasil diskusi tersebut belum dapat dikatakan memiliki nilai yang baik dan benar.



5



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Sanitasi Ruangan Pemeliharaan Sanitasi ruangan terdiri dari beberapa metode salah satunya yaitu desinfeksi, desinfeksi dilakukan untuk mencegah infeksi kuman penyakit pada ulat sutera. Meskipun untuk desinfeksi membutuhkan banyak biaya, tanpa desinfeksi yang baik tidak akan dapat dihasilkan kokon yang baik, sehingga pemeliharaan ulat sutera tidak akan memberikan hasil atau pendapatan. Desinfeksi dilakukan 2 kali, sebelum dan setelah pemeliharaan ulat. Bila petani berkelompok, alat penyemprot dapat digunakan bersama dan akan meningkatkan hasil desinfeksi. Desinfeksi dilaksanakan 6 sampai 8 hari sebelum ruangan dan alat-alat di gunakan, adapun desinfektan yang digunakan yaitu: 1. Larutan formalin 2 sampai 5% Untuk menghasilkan larutan formalin 5% dilakukan pencampuran formalin dari toko 36% dengan air dan perbandingan yang digunakan adalah 1:6 2. Larutan kaporit 2 sampai 5% Untuk menghasilkan larutan kaporit 5% dilakukan pencampuran kaporit dari toko 60% dengan air dan perbandingan yang digunakan adalah 1:11 3. Sedangkan jumlah desinfeksi yang di semprotkan yaitu:  Formalin 2 sampai 5% = 0,5 liter/m2  Kaporit 2 sampai 5% = 0,5 liter/m2 2.1.1 Cara Desinfeksi Ruangan 2.1.1.1 Desinfeksi Pertama  Penyemprotan ruangan yang baru saja digunakan dengan larutan kaporit 5%.  Penyucian dengan penyemprotan air.  Fumigasi dengan penguapan (bila ruangan dapat ditutup rapat). 6



 Formalin 36% dicampur air dengan perbandingan 1:2 untuk 30 m3 diuapkan dalam ruangan.  Formalin tablet 5 gram + 10 gram belerang di bakar untuk 1 m3 ruangan. 2.1.2 Cara Desinfeksi Alat-Alat Pemeliharaan  Desinfeksi peralatan dari kayu, bambu dan plastik dilakukan perendaman dalam larutan desinfektan.  Pengeringan peralatan pemeliharaan dengan sinar matahari.  Kertas paraffin dan kertas alas desinfeksi dan disimpan. Bila kertaskertas tersebut merupakan kertas bekas pemeliharaan dimana banyak ulat yang sakit, kertas tersebut agar dibakar. 2.1.3 Desinfeksi Lingkungan Sekitar Ruangan Pemeliharaan Penyemprotan dengan larutan kaporit 5%, untuk mencegah terjadinya infeksi kuman penyakit, diluar ruangan pemeliharaan ulat selalu disediakan larutan formalai atau kaporit 1% untuk mencuci tangan para petugas pemelihara sebelum bekerja didalam ruangan, larutan pencuci diusahakan diganti setiap hari, di luar ruangan di sediakan keset yang dibasahi larutan formalin 2%, setiap yang akan masuk ke dalam ruangan harus menggunakan sandal khusus yang telah di sediakan didalam ruangan ulat, setelah selesai bekerja,setiap hari ruangan ulat dan teras luar dibersihkan dan dipel dengan larutan formalin 2%. 2.1.4 Menghindarkan Ulat Dari Serangan Hama 2.1.4.1 Dari tikus Sebelum pemeliharaan dilakukan, di pasang “racumin “agar nantinya ulat tidak diserang tikus, menutup pintu setiap selesai melakukan kegiatan di ruang pemeliharaan seperti pemberian makan dan pembersihan. 2.1.4.2 Dari semut Melilitkan kain pada kaki rak, kemudian diberi sedikit solar dan kaki rak direndam dalam mangkok-mangkok kecil yang terbuat dari plastik dan di isi air



7



2.2 Persiapan Pemeliharaan Ulat Sutera Sebelum beternak ulat sutera diawali, hal-hal yang butuh di perhatikan dalam beternak ulat sutera adalah: 2.2.1 Tersedianya daun murbei jadi pakan dalam cara beternak ulat sutera, area dan peralatan pemeliharaan dan pemesanan bibit atau telur ulat sutera.  Penyediaan daun murbei  Untuk ulat kecil berusia pangkas 1 bulan  Untuk ulat besar berusia pangkas 2 sampai 3 bulan Tanaman murbei yang baru ditanam, bisa dipanen sesudah berusia 9 bulan, untuk pemeliharaan 1 boks ulat sutera, diperlukan 400 sampai 500 kg daun murbei tanpa cabang atau 1.000 sampai 1.200 kg daun murbei dengan cabang. Daun murbei tipe unggul dalam cara beternak ulat sutera yang baik buat ulat sutera yaitu: a) Morus alba, m. b) Multicaulis, m. c) Cathayana d) Bnk-3 2.2.2 Ruangan peralatan dalam cara beternak ulat sutera yang baik. 2.2.2.1 Ruangan diusahakan mempunyai sirkulasi udara yang baik dengan beberapa jendela dan pintu. Melalui jendela dan pintu inilah pertukaran udara dapat diatur dengan lancar. Agar lebih mudah mengontrol suhu dan kelembapan, di dalam ruangan dapat dipasang termometer (untuk mengukur suhu) dan higrometer (untuk mengukur kelembapan udara). Jika sengatan matahari terlalu kuat atau tiupan angin terlalu kencang, di sekitar bangunan dapat ditanami pepohonan. Pohon-pohon ini dapat berfungsi sebagai peneduh sekaligus pelindung. 2.2.2.2 Di ruang pemeliharaan disediakan rak-rak bertingkat untuk menyusun sasak-sasak tempat ulat. Rak ini dapat dibuat dari kayu atau dari besi dengan ukuran 0,6 m x 2 m. Agar ulat yang



8



ada di atas sasak tidak dimangsa oleh serangga seperti semut, misalnya, setiap kaki rak diolesi vaselin atau diberi alas kaleng yang diisi air. 2.2.2.3 Sasak sebagai tempat pemeliharaan ulat dapat dibuat dengan ukuran 0,6 m x 1 m. Bahan yang dipakai bisa berupa papan, bambu atau kawat anyaman. Tiap tingkat rak dengan ukuran di atas dapat menampung 3 sasak. Jika 1 rak dibuat 5 tingkat, dengan jarak antar tingkat 30 cm, bebarti rak setinggi 1,5 m dengan 5 tingkat tersebut mampu menampung sebanyak 15 buah sasak. 2.2.2.4 Untuk memelihara ulat dari satu boks bibit (20.000 butir telur) dibutuhkan tempat sekitar 18 meter persegi. Dengan demikian, kira-kira dibutuhkan 30 sasak dengan ukuran 0,6 m x 1 m untuk kebutuhan tempat seluas itu. Sasak sebanyak ini dapat ditampung dalam 2 rak. 2.2.2.5 Selain ruangan untuk pemeliharaan, perlu disediakan pula ruangan untuk penyimpanan daun. Ruang ini harus mempunyai suhu rendah dengan kelembapan yang tinggi agar daun murbei yang disimpan tidak cepat layu. 2.2.2.6 Bahan-bahan dan peralatan yang butuh disediakan yaitu: 1.



Kapur tembok



2.



Kaporit atau papsol



3.



Kotak atau rak pemeliharaan



4.



Area daun



5.



Gunting stek



6.



Pisau



7.



Ember atau baskom



8.



Jaring ulat



9.



Ayakan



10. Kain penutup daun 11. Hulu ayam, kerta alas 12. Kertas minyak atau parafin



9



13. Lap tangan dan lain-lain 14. Desinfeksi ruangan dan peralatan 15. Dikerjakan 2 sampai 3 hari sebelum saat pemeliharaan ulat sutera dilakukan:  Memakai larutan kaporit 0,5% atau formalin (2 sampai 3%), disemprotkan dengan merata  Seandainya area pemeliharaan ulat kecil berbentuk upuk yang



berlantai



semen,



jadi



sesudah



didesinfeksi



dikerjakan pencucian. 2.3 Penetasan Telur Ulat Sutera Pada tahapan ini banyak sekali penunjang keberhasilan, salah satunya adalah memilih pesanan bibit yang baik dalam cara beternak ulat sutera. Syarat maupun tahapan dari bibit yang dipilih antara lain: a. Pesanan bibit



ulat sutera sesuai dengan jumlah daun yang ada dan



kapasitas ruangan dan peralatan pemeliharaan. b. Bibit dipesan selambat-lambatnya 10 hari sebelum saat pemeliharaan ulat diawali lewat petugas atau penyuluh ataupun segera pada produsen telur. c. Seandainya bibit atau telur sudah diterima, kerjakan penanganan telur (inkubasi) dengan baik supaya penetasannya seragam. Selain itu juga, pada saat pengambilan bibit dilakukan setiap satu bulan sekali. Jumlah ulat sutera yang dipelihara disesuaikan dengan produksi daun yang tersedia. Selanjutnya dilakukan inkubasi, yaitu penyimpanan telur ulat sutera untuk ditetaskan dalam ruangan yang suhu, kelembaban, dan cahayanya dapat diatur. Proses penetasan telur ulat sutera ini memerlukan ketelitian dan kecermatan Penyebaran telur dalam beternak ulat sutera dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Menyebarkan telur pada kotak penetasan dan tutup dengan kertas putih yang tidak tebal.



10



b. Menyimpannya pada area sejuk dan terhindari dari penyinaran matahari segera (pada suhu ruangan 25o sampai 28oC dengan kelembapan 75 sampai 85%. c. Sesudah tampak bintik biru pada telur, bungkus dengan kain hitam selama 2 hari. Tujuan pembungkusan ini adalah agar telur menetas secara serentak sehingga ukuran ulat akan seragam. d. Setelah telur menetas, ulat-ulat kemudian dipindahkan ke brak atau kotak pemeliharaan dan selanjutnya dilakukan pemeliharaan ulat. 2.4 Pemeliharaan Ulat Sutera Proses aktivitas pemeliharaan dalam beternak ulat sutera meliputi pemeliharaan ulat kecil, pemeliharaan ulat besar dan mengokonkan ulat. 2.4.1 Pemeliharaan Ulat Kecil Pemeliharaan ulat kecil ditandai dengan hakitate sekitar jam 9-10 pagi. Ulat yang telah menetas setelah diinkubasi pada kotak penetasan dipindahkan pada rak pemeliharaan. Sebelum hakitate ulat yang baru menetas permukaan tubuh ulat didesinfeksi dengan menggunakan kapur kaporit (kapur 95 : kaporit 5) untuk pemberantasan Aspergillus dan Muscardine. Kemudian digunakan masing-masing sebanyak 1 gram, 2 gram, dan 3 gram per 0,1 m2 tempat pemeliharaan untuk instar I, II, dan III. Fase-fase yang dialami ulat kecil adalah sebagai berikut: a. Instar I, adalah fase ketika ulat berumur 1-4 hari. Pada fase ini ulat kecil memerlukan suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kebutuhan ulat yaitu 27° sampai 28°C dan kelembaban 90%. b. Instar II, adalah fase ketika ulat berumur 5-7 hari. Pada fase ini ulat kecil memerlukan suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kebutuhan ulat yaitu 26° sampai 27°C dan kelembaban 85%. c. Instar III, adalah fase ketika ulat berumur 8-10 hari. Pada fase ini ulat kecil memerlukan suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kebutuhan ulat yaitu 25°C dan kelembaban 80%.



11



Pemeliharaan ulat kecil dalam beternak ulat sutera didahului dengan aktivitas hakitate yakni pekerjaan penanganan ulat yang baru menetas dibarengi dengan pemberian makan pertama. a. Ulat yang baru menetas didesinfeksi dengan bubuk campuran kapur dan kaporit (95:5), lalu diberi daun murbei yang muda dan segar yang dipotong kecil-kecil. Kecocokan daun murbei sebagai pakan ulat kecil berdasarkan posisi tunasnya. Dengan mengambil daun terbesar yang mengkilap di dekat pucuk tunas di antara semua daun yang mengkilap, maka sampai dua daun di bawahnya baik untuk ulat instar I, sampai daun ketiga dan keempat daun acuan tadi, baik untuk instar II dan samapai daun kelima dan keenam dibawahnya, baik untuk instar III. b. Pindahkan ulat ke sasak lantas ditutup dengan kertas minyak atau parafin. c. Pemberian makanan dikerjakan 3 kali 1 hari yaitu pada pagi, siang, dan sore hari. Jumlah daun yang diberikan pada ulat kecil sebanyak 48 kg daun. Pemberian pakan dilakukan dengan rajangan secara halus dan ditaburkan secara merata pada tempat pemeliharaan. Ukuran rajangan daun antara 0,5 sampai 1 cm untuk instar I. Kemudian 1,5 sampai 2 cm untuk instar II. Lalu 3 sampai 4 cm untuk instar III. Bila yang diberikan potongan tunas maka seluruh tunas yang digunakan harus dipotong-potong sepanjang 1 cm untuk instar I, dan potongan sepanjang 2 sampai 4 cm untuk instar II dan III. Menjelang pergantian kulit, pakan yang diberikan dirajang lebih halus agar daun cepat mongering. d. Pada tiap-tiap instar ulat akan alami waktu istirahat (eksidis) dan pergantian kulit. Seandainya sebagian besar ulat tidur kurang lebih persentasenya adalah 90%, pemberian makan dihentikan dan ditaburi kapur. Namun secara nyata, studi di lapangan mengatakan bahwa ulat kecil aktif makan selama ± 12 hari dan mengalami 3 x masa tidur (eksidis). e. Pada waktu ulat tidur, jendela ataupun ventilasi di buka supaya hawa dapat mengalir secara sempurna.



12



f. Pada tiap-tiap cara beternak ulat sutera pada akhir instar dikerjakan penjarangan dan daya tampung area sesuai dengan perubahan ulat g. Pembersihan area ulat dan pencegahan hama dan penyakit kudu dikerjakan dengan teratur. Penyaluran ulat baiknya dikerjakan pada pagi atau sore hari. 2.4.2 Pemeliharaan Ulat Besar Sama halnya dengan ulat kecil yang mengalami fase-fase yang disebut instar, yaitu periode ketika ulat akan mengalami masa tidur dan mengalami pergantian kulit. Fase-fase tersebut juga dialami oleh ulat besar adalah sebagai berikut: a. Instar IV, pada fase ini ulat besar memerlukan suhu yang ideal untuk pertumbuhannya yaitu 23° sampai 24°C dan kelembaban 70 sampai 75%. Selain itu berkaitan dengan kepadatan pemeliharaan yang terjadi pada fase ini dapat dikatakan baik apabila dalam 0,1 m2 tempat pemeliharaan berjumlah 200 ekor ulat sutera, karena nantinya ulat akan bersikap rakus. b. Instar V, pada fase ini ulat besar memerlukan suhu yang ideal untuk pertumbuhannya yaitu 22° sampai 23°C dan kelembaban 60 sampai 65%. Sama halnya pada instar IV, berkaitan dengan kepadatan pemeliharaan yang terjadi pada fase ini dapat dikatakan baik apabila dalam 0,1 m2 tempat pemeliharaan berjumlah 100 ekor ulat sutera, karena nantinya ulat akan bersikap rakus. Hal-hal yang butuh di perhatikan didalam pemeliharaan ulat besar yaitu seperti berikut: a. Ulat besar membutuhkan ruangan atau tempat pemeliharaan yang lebih luas dibanding dengan ulat kecil. b. Daun yang disiapkan untuk ulat besar, disimpan pada area yang bersih dan sejuk dan ditutup dengan kain basah.



13



c. Daun murbei yang diberikan pada ulat sutera tak akan dipotong-potong tetapi dengan utuh berbarengan dengan cabangnya sekaligus. Penempatan pakan diselang-selingi dengan teratur pada bagian ujung dan pangkalnya. d. Pemberian makanan pada cara beternak ulat sutera besar dikerjakan 3 sampai 4 kali 1 hari yakni pada pagi, siang, sore dan malam hari. Ulat besar aktif makan selama ± 14 sampai 16 hari sebelum akhirnya ulat mulai mengokon dan mengalami 1x eksidis. Jumlah daun ditambah dengan ranting yang diberikan pada ulat besar ± 1,2 ton/boks. Pemberian pakan dilaksanakan 4x sehari dengan mengindahkan kemungkinan layu daun, efisiensi produksi kokon dan efisiensi pengelolaan tenaga kerja. e. Menyambut ulat tidur, pemberian makan dikurangi atau dihentikan. pada waktu ulat tidur ditaburi kapur dengan merata, dan jangan lupa untuk melakukan proses desinfeksi tubuh ulat dikerjakan tiap-tiap pagi sebelum saat pemberian makan menggunakan campuran kapur dan kaporit (90:10) ditaburi dengan merata. Pada instar IV, pembersihan area pemeliharaan dikerjakan sekurang-kurangnya 3 kali, yakni pada hari ke-2 dan ke-3 dan menyambut ulat tidur, pada instar V, pembersihan area dikerjakan tiap-tiap hari. f. Layaknya pada ulat kecil, rak atau sasag diletakkan tidak menempel pada dinding ruangan dan pada kaki rak dipasang kaleng yang diisi air.seandainya lantai ruangan pemeliharaan tidak berlantai semen supaya ditaburi kapur buat menghindari kelembaban tinggi. Mengokonkan ulat dalam cara beternak ulat sutera. 2.5 Proses Pengokonan dan Panen Kokon Pengokonan dan panen kokon merupakan langkah-langkah terakhir dalam pemeliharaan ulat sutera. Bila hal ini tidak dilaksanakan dengan baik maka dapat berpengaruh buruk pada kualitas filamen kokon. Ulat instar V akan mulai membentuk kokon pada hari ke 6. Pada saat itu ukuran tubuh ulat mulai menyusut, kotoran menjadi lunak, ulat berhenti makan, dan mulai berputar-putar dengan mengangkat kepala dan sebagian badannya. Pada fase



14



ini bagian badan mulai tampak agak transparan. Pada fase ini ulat dikatakan matang dan siap untuk mengokon. Bila pengokonan dilakukan pada ulat yang belum matang atau dilakukan terlambat setelah ulat matang maka daya pintal ulat menjadi kurang dan panjang filamen yang didapat akan berkurang. Selain itu ulat sutera yang kelewat dewasa cenderung membuat kokon yang dobel atau rangkap. Proses pengokonan dilakukan selama 2 hari penuh. Pada saat ulat mengeluarkan serat sutera diusahakan tidak terganggu karena akan menyebabkan daya pintal yang menurun. Kondisi iklim seperti suhu, kelembaban, arus udara selama pengokonan berpengaruh terhadap kualitas filamen kokon terutama kepada kualitas pemintalan. Sebaiknya ulat sutera yang sedang mengokon mendapat perlakuan suhu 23° sampai 25°C, kelembaban 60 sampai 75%, sirkulasi udara 0,2 sampai 1m/s dan cahaya remang-remang dengan intensitas 10 sampai 20 lux. Suhu, kelembaban dan arus udara berpengaruh pada persentase daya pintal kokon secara timbal balik. Bila ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, dapat menurunkan daya pintal ulat. Sedangkan jika salah satu dari syarat tersebut dipenuhi dapat meningkatkan daya pintal dari ulat secara drastis. Jenis dan struktur tempat pengokonan sangat berpengaruh pada kualitas kokon yang dihasilkan. Oleh karena itu diperlukan persyaratan tempat pengokonan seperti kekuatan dan sruktur yang cocok untuk mengokonkan, mampu mengontrol kelembaban, memberi kemudahan untuk memperlakukan ulat pada waktu mengokon dan kemudahan pada saat panen kokon. Menurut bentuk dan strukturnya tempat pengokonan diklasifikasikan kedalam: tempat pengokonan yang berputar (rotary), yang berombak, bambu, spiral, yang terbuat dari plastik. Mengenai pengaruh alat pengokonan “Mukade” (daun kelapa kering), bambu, “Seriframe” (plastik) dan “Rotary” (dari karton) dan teknik pemasakan terhadap kualitas serat sutera. Kesimpulannya adalah bahwa alat pengokonan Rotary dan Mukade memberi hasil yang baik untuk semua parameter kualitas serat sutera yang diamati yaitu panjang serat, daya gulung, dan rendemen serat. Untuk alat pengokonan rotary masing-masing ditemukan 940,96 m; 77,69% dan 19,36%. Sedangkan untuk alat mukade masing-masing ditemukan 902,75 m; 75,73% dan 19,58%.



15



Ada beberapa metode yang dilakukan dalam mengokonkan ulat pada tempat pengokonan seperti metode pemungutan dengan tangan, metode guncangan tunas, dan metode mengokonkan alami. Akan tetapi kebanyakan petani menggunakan metode pemungutan dengan tangan karena ulat mengokon secara bertahap. Pada metode ini ulat yang telah matang dipungut dengan tangan. Kelebihan metode ini adalah hanya ulat yang telah matang yang dipilh serta dikumpulkan untuk dimasukan pada tempat pengokonan. Sedangkan kelemahannya adalah dibutuhkan pengalaman untuk dapat menentukan ulat yang telah matang serta dibutuhkan 5 sampai 6 jam untuk memilih ulat daru populasi yang berasal dari satu boks telur.



2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemeliharaan Ulat Sutera Faktor



lingkungan



yang



dapat



mempengaruhi



keberhasilan



persuteraan alam, khususnya budidaya tanaman murbei dan pemeliharaan ulat sutera antara lain: Pakan atau daun murbei



: 38,2 %



Klimat



: 37 %



Teknik Pemeliharaan



: 9,3 %



Kualitas Telur



: 3,1 %



Jenis Ulat Sutera



: 4,2 %



Faktor lainnya



: 8,2 %



16



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Pada awal tahap manajemen perkandangan yang baik bagi usaha ulat sutera yang perlu disiapkan adalah alat dan juga bahan sebagai penunjang usaha tersebut. Sedangkan konsep perkandangan yang baik itu sendiri, seperti berikut: a. Rak pemeliharaan dibuat dari kayu atau dari besi dengan ukuran 0,6 m x 2 m. Agar ulat yang ada di atas sasak tidak dimangsa oleh serangga seperti semut, misalnya, setiap kaki rak diolesi vaselin atau diberi alas kaleng yang diisi air. b. Sasak sebagai tempat pemeliharaan ulat dapat dibuat dengan ukuran 0,6 m x 1 m. Bahan yang dipakai bisa berupa papan, bambu atau kawat anyaman. Tiap tingkat rak dengan ukuran di atas dapat menampung 3 sasak. Jika 1 rak dibuat 5 tingkat, dengan jarak antar tingkat 30 cm, berarti rak setinggi 1,5 m dengan 5 tingkat tersebut mampu menampung sebanyak 15 buah sasak. c. Untuk memelihara ulat dari satu boks bibit (20.000 butir telur) dibutuhkan tempat sekitar 18 meter persegi. Dengan demikian, kira-kira dibutuhkan 30 sasak dengan ukuran 0,6 m x 1 m untuk kebutuhan tempat seluas itu. Sasak sebanyak ini dapat ditampung dalam 2 rak. d. Selain ruangan untuk pemeliharaan, perlu disediakan pula ruangan untuk penyimpanan daun. Ruang ini harus mempunyai suhu rendah dengan kelembapan yang tinggi agar daun murbei yang disimpan tidak cepat layu. Terkait dengan manajemen perkandangan, terdapat satu hal penting lainnya yakni sanitasi ruangan yang terbagi menjadi: a. Desinfeksi ruangan b. Desinfeksi alat-alat pemeliharaan c. Desinfeksi ruangan sekitar ruangan pemeliharaan d. Menghindarkan ulat dari serangan hama Sedangkan pada tahapan pemeliharaan ulat sutera, terdiri atas:



17



1. Tahapan persiapan pemeliharaan yang didalamnya terdapat tahapan penyediaan daun murbei, manajemen perkandangan yang baik, desinfeksi ruangan, pemilihan bibit yang unggul, 2. Tahapan penetasan 3. Tahapan pemeliharaan ulat kecil 4. Tahapan pemeliharaan ulat besar 5. Tahapan pengokonan dan panen kokon Satu hal lagi yang tak kalah pentingnya dlam bahasan terkait manajemen ternak ulat sutera adalah faktor-faktor yang menyebabkan keberhasilan dalam pemeliharaan ulat sutera, antara lain; Pakan atau daun murbei; Klimat; Teknik Pemeliharaan; Kualitas Telur; Jenis Ulat Sutera; Faktor lainnya.



3.2 Saran Dengan mempelajari manajemen perkandangan dan pemeliharaan ulat sutera yang baik dan benar, maka proses pembelajaran, pemahaman, dan pendalaman materi terkait akan hal-hal yang menjadi lingkup pembelajaran akan menjadi lebih mudah. Untuk itu pelajarilah segala ilmu yang ada didalamnya dengan sungguh-sungguh agar dapat dimengerti dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.



18



DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2012. Media Peternakan. www.jendelahewan.blogspot.com. Diakses tanggal 25 September 2014. Nunuh, Agus. 2012. Budidaya Sutera Alam (Bombyx mori Lin). Bandung: Serikultur. Nurjayanti, Dewi Eka. 2011. Budidaya Ulat Sutera Dan Produksi Benang Sutera Melalui Sistem Kemitraan Pada Pengusahaan Sutera Alam (Psa) Regaloh Kabupaten Pati. MEDIAGRO. Vol 7 (2) : 1 – 10. Setiani, Ani. 2012. Peluang Investasi Sutera Alam. garutkab.go.id. Diakses tanggal 25 September 2014. Subardjo, Aji. 2011. Pengembangan Ulat Sutera. http://ulat-sutera.blogspot.com/. Diakses tanggal 25 September 2014. Suprio, Guntoro. 2010. Budidaya Ulat Sutera. Jakarta: Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia.



19