Makalah Pendidikan Pancasila [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MAKALAH  DINAMIKA DAN TANTANGAN PANCASILA DALAM



KONTEKS SEJARAH BANGSA INDONESIA  



Ditulis untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila Dosen Pembimbing : Gladys Retno Maharani,S.Pd,M.Pd



Oleh : Fauzul ‘Azim Zulfi Tingkat : B Nim : 20334033 PRODI DIII KEPERAWATAN JURUSAN KESEHATAN DAN REKREASI FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2020



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik para founding fathers ketika negara Indonesia didirikan. Namun dalam perjalanan panjang kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam aktualisasi nilai-nilainya. Deviasi pengamalan Pancasila tersebut bisa berupa penambahan, pengurangan, dan penyimpangan dari makna yang seharusnya. Walaupun seiring dengan itu sering pula terjadi upaya pelurusan kembali. Pancasila sering digolongkan ke dalam ideologi tengah di antara dua ideologi besar dunia yang paling berpengaruh, sehingga sering disifatkan bukan ini dan bukan itu. Pancasila bukan berpaham komunisme dan bukan berpaham kapitalisme. Pancasila tidak berpaham individualisme dan tidak berpaham kolektivisme. Bahkan bukan berpaham teokrasi dan bukan perpaham sekuler. Posisi Pancasila inilah yang merepotkan aktualisasi nilai-nilainya ke dalam kehidupan praksis berbangsa dan bernegara. Dinamika aktualisasi nilai Pancasila bagaikan pendelum (bandul jam) yang selalu bergerak ke kanan dan ke kiri secara seimbang tanpa pernah berhenti tepat di tengah. Pada saat berdirinya negara Republik Indonesia, kita sepakat mendasarkan diri pada ideologi Pancasila dan UUD 1945 dalam mengatur dan menjalankan kehidupan negara. Namun sejak Nopember 1945 sampai sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah Indonesia mengubah haluan politiknya dengan mempraktikan sistem demokrasi liberal.Dengan kebijakan ini berarti menggerakan pendelum bergeser ke kanan. Pemerintah Indonesia menjadi pro Liberalisme.Deviasi ini dikoreksi dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.Dengan keluarnya Dekrit Presiden ini berartilah haluan politk negara dirubah. Pendelum yang posisinya di samping kanan digeser dan digerakan ke kiri.Kebijakan ini sangat menguntungkan dan dimanfaatkan oleh kekuatan politik di Indonesia yang berhaluan kiri (baca: PKI) Hal ini tampak pada kebijaksanaan pemerintah yang anti terhadap Barat (kapitalisme) dan pro ke Kiri dengan dibuatnya poros Jakarta-Peking dan Jakarta- Pyong Yang. Puncaknya adalah peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965.



B. Rumusan Masalah 1. Dinamika dan tantangan Pancasila diawal perumusan Pancasila (Sidang BPUPKI I, BPUPKI II, hingga PPKI) 2. Dinamika dan tantangan Pancasila pada awal kemerdekaan. 3. Dinamika dan tantangan Pancasila di era demokrasi liberal. 4. Dinamika dan tantangan Pancasila di era demokrasi terpimpin. 5. Dinamika dan tantangan Pancasila di masa orde baru (masa kepemimpinan Presiden Soeharto). 6. Dinamika dan tantangan Pancasila di masa awal reformasi (masa kepemimpinan Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman  Wahid sampai Presiden Megawati Seokarno Putri). 7. Dinamika dan tantangan Pancasila saat ini (masa Presiden SBY dan Presiden Joko Widodo).



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa itu Dinamika dan tantangan Pancasila diawal perumusan Pancasila (Sidang BPUPKI I, BPUPKI II, hingga PPKI) 2. Untuk mengetahui apa itu Dinamika dan tantangan Pancasila pada awal kemerdekaan. 3. Untuk mengetahui apa itu Dinamika dan tantangan Pancasila di era demokrasi liberal. 4. Untuk mengetahui apa itu Dinamika dan tantangan Pancasila di era demokrasi terpimpin. 5. Untuk mengetahui apa itu Dinamika dan tantangan Pancasila di masa orde baru (masa kepemimpinan Presiden Soeharto).



6. Untuk mengetahui apa itu Dinamika dan tantangan Pancasila di masa awal reformasi (masa kepemimpinan Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman  Wahid sampai Presiden Megawati Seokarno Putri). 7. Untuk mengetahui apa itu Dinamika dan tantangan Pancasila saat ini (masa Presiden SBY dan Presiden Joko Widodo).



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Dinamika dan tantangan Pancasila diawal perumusan Pancasila (Sidang BPUPDKI I, BPUPKI II, hingga PPKI)



Pendirian Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dilatarbelakangi oleh situasi menjelang akhir Perang Dunia II saat Jepang mengalami kekalahan perang di berbagai tempat. Jepang sangat membutuhkan bantuan rakyat jajahannya untuk menahan Sekutu.Pada September 1944, giliran Indonesia mendapatkan janji kemerdekaan, tetapi tanpa batasan waktu pelaksanaannya. Janji tersebut baru ditindaklanjuti pada tahun berikutnya dengan membentuk badan persiapan kemerdekaan setelah Jepang semakin terdesak di kawasan Asia Tenggara. Kedua badan bentukan Jepang tersebut menghasilkan berbagai keputusan, seperti dasar negara, Undang-Undang Dasar, bentuk negara, batas wilayah, hingga memilih presiden dan wakil presiden. Hal-hal tersebut membantu mempercepat wujud negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.



BPUPKI Kebijakan pemerintah Jepang membentuk BPUPKI tersebut tentunya bukan tanpa alasan. Jepang ingin mempertahankan sisa-sisa kekuatannya dengan memikat hati rakyat Indonesia serta melaksanakan politik di tanah jajahannya.Selain itu, BPUPKI dibentuk dengan tujuan untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Struktur BPUPKI terdiri atas dua bagian, yakni badan perundingan (persidangan) dan kantor tata usaha (sekretariat). Yang diangkat menjadi ketua adalah KRT Radjiman Wediodiningrat. Ketua Muda Pertama dijabat oleh Ichibangase Yosio (shucokan Cirebon). Ketua Muda Kedua dijabat RP Soeroso (fuku shucokan Magelang). Sedangkan Kepala Sekretariat dijabat oleh Toyohito Masuda dan Abdoel Gafar Pringgodigdo.



Sidang pertama BPUPKI BPUPKI mengadakan dua kali sidang sebelum kemudian dibubarkan dan diganti PPKI. Sidang pertama diadakan pada 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945 di gedung Cuo



Sangi In, Jalan Pejambon 6 Jakarta (sekarang gedung Pancasila). Sidang ini dikenal dengan rapat mencari Dasar Negara Indonesia.Upacara pembukaan sidang tersebut dihadiri oleh Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Wilayah Ke-7 yang bermarkas di Singapura yang membawahi Tentara Ke-25 dan Tentara Ke-16) dan Letnan Jenderal Nagano (Panglima Tentara Ke-16 yang baru). Acara tersebut juga diisi dengan pengibaran bendera Hinomaru oleh AG. Pringgodigdo yang kemudian disusul dengan pengibaran bendera Merah Putih oleh Toyohito Masuda.Rangkaian sidang pertama ini dimulai dengan membahas dan merumuskan Undang-Undang Dasar (UUD) dan persoalan mendasar tentang Negara Indonesia Merdeka. Selama empat hari sidang, tercatat 46 pembicara, sesuai dengan pengumuman Zimukyoku BPUPKI, tetapi yang tercatat oleh harian Asia Raya Jakarta dan Sinar Baru Semarang hanya 30 orang pembicara.Dari berbagai pembicara selama sidang pertama, terdapat tiga pembicara yang menjawab pertanyaan tentang dasar negara, yakni pidato dari Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Pada 29 Mei 1945, Muhammad Yamin mengemukakan lima “Azas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” yang terdiri dari peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ke-Tuhan-an, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.Pada 31 Mei 1945, Soepomo mengajukan dasar-dasar untuk Indonesia merdeka adalah persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir batin, musyawarah, dan keadilan rakyat. Pada 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan tentang dasar negara dengan nama Pancasila, Trisila, dan Ekasila. Rumusan lima dasar bagi negara Indonesia merdeka menurut Soekarno adalah kebangsaan Indonesia, internasionalisme dan perikemanusiaan, mufakat dan demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ke-Tuhan-an yang Maha Esa. Pidato Soekarno ini kemudian dikenal dengan lahirnya Pancasila. Pada hari yang sama, juga dibentuk Panitia Delapan di bawah pimpinan Soekarno. Panitia kecil ini beranggotakan Mohammad Hatta, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Wachid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Muhammad Yamin, dan AA Maramis. Tugas Panitia Delapan ini adalah menampung dan mengidentifikasi rumusan dasar negara pada sidang BPUPKI.Selain pembentukan panitia kecil yang beranggotakan delapan orang tersebut, hingga akhir sidang pertama BPUPKI, belum diperoleh kesepakatan utuh tentang rumusan dasar negara.



Sidang kedua BPUPKI



Pada 10 Juli 1945 dimulai putaran sidang BPUPKI yang kedua. Sidang hari pertama ini dimulai pada pukul 10.00 dan berakhir pada pukul 18.00. Di antaranya terdapat waktu istirahat pada pukul 13.30-15.30.aan, Ketua Radjiman Wediodiningrat menyampaikan adanya enam anggota baru BPUPKI. Selanjutnya, dilaporkan hasil kerja panitia kecil yang telah mengadakan pertemuan selama masa reses, yakni pengelompokkan usulan serta rancangan pemukaan UUD. Sidang hari pertama ini juga menghasilkan keputusan tentang bentuk negara republik bagi Indonesia merdeka. Keputusan tentang bentuk negara ini dihasilkan dengan cara voting—atau setem sesuai istilah Radjiman—oleh 64 anggota. Sejumlah 55 suara memilih bentuk negara republik, 6 suara memilih bentuk kerajaan, dan 2 suara memilih bentuk lain, dan 1 suara belangko. Sidang besar hari kedua, tanggal 11 Juli 1945 dibuka pada pukul 10.50 dan berakhir pada pukul 16.40. Di antaranya terdapat waktu istirahat dari pukul 13.10 hingga pukul 14.30.Acara hari kedua mengangkat topik mengenai wilayah negara. Dari antara 66 anggota belum ada kesepakatan tentang batas-batas Negara Indonesia.Suroso menyimpulkan adanya tiga pendapat sidang terkait batas-batas wilayah Indonesia merdeka. Pertama, Indonesia adalah Hindia Belanda dahulu. Kedua, Hindia Belanda dahulu ditambah Borneo Utara, Papua, dan Timor semuanya. Ketiga, Hindia Belanda dahulu, ditambah Malaka, Borneo Utara, Papua, Timor dan kepulauan sekelilingnya.Setelah melalui perdebatan, akhirnya sebuah komisi ditentukan oleh Wakil Ketua Suroso yang terdiri tiga orang, yaitu Otto Iskandardinata, Abikusno, dan Latuharhary. Tugasnya mengatur pemungutan suara dengan surat.Hasilnya, ada 66 suara yang sah. Keputusan terbanyak, yakni 39 suara, memilih batas wilayah negara adalah Hindia Belanda dulu, ditambah Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis, dan pulaupulau sekitarnya.Sidang ini juga menetapkan beberapa panitia. Panitia yang bekerja untuk merancang UUD diketuai Soekarno, panitia yang bekerja untuk merancang pembelaan tanah air diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso, dan panitia yang membahas hal keuangan dan ekonomi diketuai oleh Mohammad Hatta. Pada tanggal 11 Juli 1945 juga diadakan rapat kecil panitia perancang UUD. Rapat tersebut menyetujui isi pembukaan (preambule) UUD dan membentuk panitia kecil perancang UUD yang terdiri atas Soepomo, Wongsonegoro, Subardjo, Maramis, Singgih, Salim, dan Sukiman. Soepomo diangkat menjadi ketua. Kewajiban panitia adalah merancang UUD dengan memperhatikan pendapat dari rapat besar dan kecil. Hasil kerja panitia Supomo dilaporkan dalam rapat kecil tanggal 13 Juli 1945.



Persidangan BPUPKI selanjutnya dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945 dari pukul 15.00 hingga 16.16. Rapat tersebut membicarakan hasil Panitia Perancang UndangUndang Dasar, yakni pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan undang-undang dasar,



serta batang tubuh undang-undang dasar.Dalam sidang tersebut, Soekarno menceritakan usulan dari Abikusno dalam rapat kecil menyangkut pernyataan Indonesia Merdeka. Semua anggota panitia hukum dasar sudah sepakat, kecuali Abikusno yang mengusulkan tentang perlunya alasan-alasan kemerdekaan dikemukakan dengan tegas dan ringkas. Mengakomodasi pendapat tersebut, dalam rapat besar ini Soekarno menyampaikan kembali usulan Abikusno.Menurut Soekarno, untuk mempercepat prosedur penyelesaian pekerjaan, jika ada anggota yang mengusulkan perubahan kata-kata, bolehlah di bawah tangan nanti berunding memperbaiki kata-kata yang tidak disetujui Dalam sidang BPUPKI tanggal 15 Juli 1945, dibahas rancangan UUD. Mengingat banyaknya suara bulat dengan sedikit perubahan kata-kata.pendapat saat membahas rancangan UUD, sidang yang dibuka pada pukul 10.20 ini baru ditutup pada pukul 23.25. Di antaranya terdapat waktu istirahat, yakni dari pukul 13.05-15.10 dan pukul 18.0021.10. Hingga akhir sidang, tidak dihasilkan suatu keputusan dan menunggu sidang selanjutnya.Sidang pada tanggal 16 Juli 1945 dimulai pada pukul 10.30. Sidang ini sepakat menerima rancangan UUD yang diusulkan oleh panitia perancang UUD. PPKI Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dianggap bubar dan diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Linkai.Berbeda dengan anggota BPUPKI, anggota PPKI, menurut Jenderal Yamamoto (Gunseikan), dipilih langsung oleh Jenderal Besar Terauci yang menjadi penguasa tertinggi di seluruh Asia Tenggara.Anggota PPKI ini berjumlah 21 orang dari berbagai pulau, yakni 12 dari Jawa, tiga dari Sumatera, dua dari Sulawesi, satu dari Kalimantan, satu dari Sunda Kecil (Nusa Tenggara), satu dari Maluku, dan satu dari golongan China. Selain 21 orang tersebut, terdapat enam anggota tambahan atas usul Soekarno.Soekarno ditunjuk menjadi ketua PPKI dengan wakil Mohammad Hatta, dan Ahmad Subardjo menjadi penasihat khusus. Pertama, untuk mencapai kemerdekaan, Bangsa Indonesia harus ikut dalam perang. Oleh karena itu, Bangsa Indonesia harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya dan bersama-sama dengan Pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan dalam Perang Asia Timur Raya. Kedua, Negara Indonesia itu merupakan anggota Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya sesuai dengan cita-cita pemerintah Jepang yang bersemangat Hakko-Iciu, yaitu bangsa Jepang sebagai pemimpin bangsa bangsa sedunia terdiri dari bangsa Eropa, Asia, dan Afrika.Untuk menegaskan pembentukan badan tersebut, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga tokoh nasional, yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat, ke markas besar Terauci di Dalat, Vietnam. Dalam pertemuan dengan ketiga tokoh tersebut pada tanggal 12 Agustus 1945, Jenderal Terauci menyampaikan bahwa pemerintah kemaharajaan Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Untuk



melaksanakannya, telah dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaanya dapat dilakukan segera setelah persiapan selesai. Selain itu, diputuskan juga bahwa wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah jajahan Hindia Belanda.Setelah pulang kembali ke Indonesia, situasi berubah dengan cepat karena Jepang telah menyatakan menyerah kepada Sekutu, yang terima oleh Amerika Serikat. Berita tersebut mendorong para pemuda untuk mendesak Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan secepatnya.Desakan tersebut tak segera disetujui oleh Soekarno-Hatta karena belum mendapatkan kepastian berita tersebut secara resmi. Selain itu, secara legal, langkah-langkah menuju Indonesia merdeka telah dipersiapkan oleh BPUPKI dan akan dilanjutkan oleh PPKI sesuai janji Jepang.Di luar skenario Jepang, setelah mendapat desakan dari golongan pemuda, akhirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sidang PPKI PPKI mulai bersidang pada tanggal 18 Agustus 1945 di bekas gedung Volksraad, Pejambon, Jakarta Pusat. Rapat direncanakan dimulai pukul 09.30, tetapi baru dibuka pukul 11.30 dan ditutup pada pukul 16.12. Di antaranya terdapat waktu istirahat pada pukul 13.50-15.15 WIB.Dalam sidang hari pertama itu, PPKI akhirnya mengesahkan pembukaan (gabungan pernyataan Indonesia Merdeka dan pembukaan), batang tubuh, serta aturan peralihan Undang-Undang Dasar. Dasar negara Indonesia, yakni Pancasila, masuk dalam pembukaan UUD yang disahkan. Selain itu, ditetapkan presiden dan wakil presiden, yakni Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden. Diusulkan pula pembentukan Komite Nasional untuk membantu presiden Sidang PPKI selanjutnya dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1945 pada pukul 10.00 hingga pukul 14.55. Di antaranya terdapat dua kali waktu istirahat, yakni pada pukul 11.15-11.43 dan pukul 12.44-14.23.Di awal rapat, dibentuk panitia kecil yang beranggotakan Subardjo, Sutardjo, dan Kasman, untuk membahas rancangan departemen. Panitia kecil yang diketuai Subardjo tersebut lantas pergi ke luar untuk mengadakan rapat sendiri. Sidang dilanjutkan dengan membahas hasil kerja panitia kecil yang diketuai Otto Iskandardinata. Menanggapi hasil kerja panitia kecil, sidang memutuskan pembagian wilayah atas delapan provinsi beserta calon gubernurnya serta pembentukan Komite Nasional.Selanjutnya, diadakan pembahasan hasil kerja panitia yang diketuai Subardjo. Panitia kecil mengusulkan adanya 13 kementerian. Akan tetapi, pembicaraan tentang departemen tidak dilanjutkan hingga menghasilkan suatu keputusan karena ada pokok bahasan lain, yakni tentang tentara kebangsaan hasil kerja panitia kecil pimpinan Otto Iskandardinata. Disetujui pembubaran Heiho, Peta di Jawa dan Bali, serta pembubaran Laskar Rakyat di Sumatera. Selain itu, disetujui segera dibentuk Tentara Kebangsaan Indonesia



oleh Presiden. Selanjutnya, Soekarno menunjuk Abdul Kadir, Kasman, dan Otto Iskandardinata untuk menyiapkan pembahasan tentang tentara kebangsaan dan kepolisian. Abdul Kadir menjadi ketua panitia kecil tersebut. Pada malam hari, tanggal 19 Agustus 1945, rapat PPKI dilanjutkan di Jalan Gambir Selatan Nomor 10 untuk membicarakan pembentukan Komite Nasional. Disepakati bahwa anggota Komite Nasional berjumlah 60 orang dan rapat pertama akan dilaksanakan pada 29 Agustus 1945 di Gedung Komidi, Jalan Pos, Pasar Baru, Jakarta. Rapat PPKI dilanjutkan kembali pada 22 Agutus 1945 dengan tiga keputusan, yakni pembentukan Komite Nasional, Partai Nasional, dan Badan Keamanan Nasional. Komite Nasional di pusat dan daerah akan dipimpin oleh seorang ketua dan dan beberapa anggota.Pada rapat pertama Komite Nasional pada 29 Agustus, PPKI dibubarkan. Selanjutnya, Komite Nasional yang disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) bertugas untuk membantu presiden.Hasil persidangan kedua lembaga bentukan Jepang di atas, BPUPKI dan PPKI, membantu mempercepat perwujudan negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. B. Dinamika dan tantangan Pancasila pada awal kemerdekaan Setelah bangsa Indonesia berhasil merebut kedaulatan dan berhasil mendidirikan Negara merdeka,perjuangan belum selesai.Perjuangan baru bisa dikatakan bahwa perjuangan baru mula pancasila mulai dibicaran sebagai dasar negara mulai tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPPK oleh Ir.Soekarno dan pada tanggal 18 Agustus 1945 pancasila resmi dan sah menurut hukum menjadi dasar negara Republik Indonesia akibat hukum dari disahkannya pancasila sebagai dasar negara,maka seluruh kehidupan bernegara dan masyaratakat haruslah didasari oleh pancasila. Landasan hukum pancasila sebagai dasar negara member akibat hukum dan filosofi,yaitu kehidupan negara dari bangsa ini haruslah berpedoman pada kepada pancasila. Penetapan pancasila sebagai dasar Negara dapat dikatakan mulai pada masa prde lama, tanggal 18 Agustus 1945 sehari setelah Indonesia memproklamirkan diri kemerdekaannya. Apalagi Soekarno akhirnya menjadi presiden yang pertama Republik Indonesia.Walaupun baru ditetapkan pada tahun 1945, sesungguhnya nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila disarikan dan digali dari nilai-nilai budaya yang telah ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pencetus dan penggali pancasila yang pertama ialah Soekarno sendiri. Sebagai tokoh nasional yang paling berpengaruh pada saat itu, memilih sila-sila berjumlah 5 yang kemudian yang dinamakan pancasila dengan pertimbangan utama demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dari sabang sampai merauke



C. Dinamika dan tantangan Pancasila di era demokrasi Liberal



PARADOKS MASA ORLA Persoalan di seputar demokrasi bukanlah sesuatu yang bersifat alamiah dan dapat tumbuh dengan sendirinya dalam kehidupan bangsa. Akan tetapi seperti dikatakan Apter (1963), persoalan demokrasi adalah semata-mata merupakan penciptaan manusia, yang di satu sisi mencerminkan keterbatasan dan keharmonisan obyektif di luar diri manusia. Beranjak dari semangat dan kerangka proposisi di atas, maka melumernya corak demokratik dan egaliter²sebagai citacita sesungguhnya budaya Indonesia²sangatlah dipengaruhi oleh perkembangan sosial, ekonomi dan politik di Indonesia. Dapat diambil contoh kasus ketika terjadinya proses pemindah-alihan kekuasaan beamtenstaal Belanda ke tangan Republik, ternyata justru tidak membawa perubahan yang berarti. (Feith, 1971). Perubahanperubahan yang terjadi lebih banyak bergerak pada peringkat estesis-simbolik ketimbang etissubstantif. politik dalam bentuk pilihan pada demokrasi liberal dan parlementer, dan secara ekonomis dalam bentuk pilihan terhadap penciptaan kelas menengah pribumi yang kukuh (Bulkin, 1984). Obsesi dari pilihan politik dan ekonomi semacam ini adalah terbentuknya sistem ekonomi kapitalis yang mampu menopang tegaknya masyarakat berdaya (civil society). Jika hal ini dapat terwujud diharapkan demokrasi akan menampakkan dirinya secara nyata. Semangat egaliterian budaya demokratik yang terpatri dalam angan-angan masyarakat menjadi sirna, setelah pernyataan kemerdekaan dicoba untuk diwujudkan secara politik dalam bentuk pilihan pada demokrasi liberal dan parlementer, dan secara ekonomis dalam bentuk pilihan terhadap penciptaan kelas menengah pribumi yang kukuh (Bulkin, 1984).



MASA ORBA Seiring dengan kegagalan pembumian demokrasi pada masa Orde Lama tersebut, unsurunsur "di luar" masyarakat secara perlahan-lahan tumbuh dan berkembang menjadi wahana tumbuhnya logika dan penjabaran baru budaya bangsa Indonesia. Pada masa Orde Baru, diinterpretasikan bahwa budaya politik



dijabarkan sedemikian rupa sehingga negara bertindak sebagai aktor tunggal dan sentral. Logika penempatan negara sebagai aktor tunggal ini terartikulasi melalui pengesahan secara tegas dan mutlak bagi sentralitas negara dengan seluruh perangkat birokrasi dan militernya demi kepentingan pembangunan ekonomi dan politik. Di sinilah kemudian terjadi proses penyingkiran corak egaliter dan demokratik dari budaya bangsa Indonesia dan kemudian digantikan oleh corak feodalistik, yang dimungkinkan karena dua hal pokok (Suharso, 2002). Pertama, melalui integrasi, pembersihan dan penyatuan birokrasi negara dan militer di bawah satu komando. Upaya ini membuka jalan bagi penjabaran dan pemberian logika baru dalam feodalisme budaya bangsa Indonesia secara nyata dan operasional. Kedua, pengukuhan negara qua negara juga dilakukan melalui upaya penyingkiran politik massa. Partisipasi politik yang terlalu luas dan tidak terkontrol, dianggap dapat membahayakan stabilitas politik yang merupakan conditio sine qua non bagi berlangsungnya pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, keterlibatan negara melalui aparat birokrasi dan militer diabsahkan hingga menjangkau ke seluruh aspek kehidupan masyarakat. Stabilitas pembangunan ekonomi lantas diidentikkan dengan stabilitas nasional. Perlahanlahan konsep stabilitas nasional diperluas menjadi logika anti-kritik dan anti konsep. Sebagai logika anti-kritik, stabilitas nasional dikaitkan dengan masalah-masalah security dan banyak berfungsi untuk membantu penyelenggaraan mekanisme kekuasaan negara.



ERA REFORMASI Pada masa reformasi, Aspinall (2004) mengatakan bahwa Indonesia sedang mengalami saat yang demokratis. Inisiatif politik yang dimotori oleh Amien Rais mendorong reformasi terus bergulir. Reformasi yang gegap gempita



tersebut memberikan secercah harapan akan munculnya tata kehidupan yang benar-benar demokratis, yang ditandai dengan booming munculnya banyak parpol baru, kebebasan berserikat, kemerdekaan berpendapat, kebebasan pers, dan sebagainya yang merupakan ciri-ciri demokrasi. Muncul tuntutan-tuntutan terhadap reformasi politik karena adanya optimisme perbaikan implementasi demokrasi. Ada tiga alasan munculnya optimisme semacam ini (Aspinall, 2004), yaitu: (1) Meluasnya antusiasme terhadap reformasi; (2) Kedalaman krisis ekonomi yang dipercaya berakar pada korupsi dan kurangnya pertanggung jawaban yang meresapi sistem politik, sehingga reformasi demokratis diyakini merupakan solusi; (3) Perpecahan di kalangan elite politik yang berkuasa. Kedua, berkembangnya konspirasi politik yang sangat pragmatis dengan mereka yang dulu anti demokrasi, yang diwarnai dengan semangat kental hanya sekedar demi meraih kemenangan Pemilu tanpa menunjukkan komitmen serius dalam mengagendakan demokrasi. Ketiga, demokrasi mulai dimasukkan hanya sekedar sebagai retorika politik ketimbang sebagai sebuah agenda politik. Ketika keseragaman pada Orde Baru dihujat habis-habisan, kini sebagian kekuatan demokratik berargumentasi bahwa demokrasi tidak harus selalu berisi perbedaan tetapi juga kesamaan. Ketika pilihan tunggal ala Orde Lama digugat, kini juga tumbuh retorika bahwa pilihan tunggal itu juga demokratik. Keempat, ketika kultus individu yang diperagakan oleh rezim Soeharto dengan berbagai simbolnya dihujat keras untuk dihabisi, kini sebagian masyarakat politik malahan memperagakan simbolisasi-simbolisasi figur kepemimpinan yang membawa warna kultus individu dalam bentuk lain. Simbol-simbol budaya politik Orde Baru bahkan mulai dibangkitkan kembali, seakan merupakan potret kehidupan politik yang benar.



D. Dinamika dan tantangan Pancasila di era demokrasi terpimpin.



Demokrasi Terpimpin



Seminggu setelah Dekrit 5 Juli 1959, Sukarno mengumumkan kabinetnya yang baru, menggantikan Kabinet Juanda yang mengemba-likan mandatnya pada 6 Juli 1959. Kabinet Juanda adalah kabinet peralihan dari periode Demokrasi Parlementer ke periode Demokrasi Terpimpin. Dalam Kabinet Sukarno ini, Juanda tetap diberi posisi penting, yaitu sebagai Menteri Pertama, yang tugasnya tidak banyak berbeda dengan tugas Perdana Menteri. Kabinet baru di bawah payung UUD 1945 ini diberi nama Kabinet Kerja. Kabinet inilah yang kemudiana bekerja dan bertugas melaksanakan gagasan Sukarno dalam bentuk Demokrasi Terpimpin. Demokrasi gaya baru ini, yang digagas Sukarno, demikian dinyatakan Syafii Maarif (1998:49), telah mebawa Sukarno ke puncak kekuasaannya. Namun demikian, karena fondasinya yang tidak kokoh, sistem itu pulalah yang yang pada akhirnya membawa Sukarno pada akhir kekuasaannya. Sekitar enam setengah tahun (1959-1965) sistem ini beroperasi dalam sejarah kontemporer Indonesia. Dalam pandangan Syafii Maarif (1988:50), Demokrasi Terpimpin dalam prakteknya adalah sistem politik dengan baju demokrasi tapi minus demokrasi. Mengapa semuanya bisa terjadi? Salah satu penjelasan untuk ini mungkin dapat ditelusur pada praktik politik masa demokrasi liberal, di mana partai-partai begitu berkuasanya hingga kepentingan negara secara keseluruhan sering kali tidak diperdulikan. Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia memang harus jatuh-bangun dalam kerja uji coba sistem demokrasi. Penjelasan lain mengapa harus Demokrasi Terpimpin dapat dicari pada kenyataan bahwa Sukarno tidak mau lagi menjadi tukang stempel, dalam arti seorang presiden simbol, demikian istilah yang digunakan Syafii Maarif (1988:51). Hal tersebut memang tercermin pada ketentuan yang ada dalam UUDS 1950 yang menjadi dasar konstitusional bagi pelaksanaan demokrasi parlementer di Indonesia. Pendek kata, ia ingin memiliki kekuasaan langsung dalam memimpin pemerintahan. Pengertian agak rinci tentang Demokrasi Terpimpin dapat ditemukan dalam pidato kenegaraan Sukarno pada HUT Kemerdekaan RI tahun 1957 dan 1958, yang pokokpokoknya sebagai berikut.



1. Ada rasa tidak puas terhadap hasil-hasil yang dicapai sejak tahun 1945, karena belum mendekati cita-cita dan tujuan proklamasi seperti masalah kemakmuran dan pemerataan keadilan, belum utuhnya wilayah RI, dan instabilitas nasional yang ditandai jatuh-bangunnya kabinet sampai 7 kali. 2. Kegagalan tersebut disebabkan menipisnya rasa nasionalisme, pemilihan demokrasi liberal yang tanpa pemimpin dan tanpa disiplin, suatu demokrasi yang tidak cocok dengan kepribadian Indonesia, serta sistem multi partai yang didasarkan pada Maklumat Pemerintah 3 November 1945, yang ternyata partaipartai itu digunakan sebagai alat perebutan kekuasaan dan bukan sebagai alat pengabdi rakyat. 3. Suatu koreksi untuk segera kembali kepada cita-cita dan tujuan semula, harus dilakukan dengan cara meninjau kembali sistem politik. Harus diciptakan suatu sistem demokrasi yang menuntun untuk mengabdi kepada negara dan mengabdi kepada bangsa dan yang beranggotakan orang-orang jujur. 4. Cara yang harus ditempuh untuk melaksanakan koreksi tersebut adalah: a. Mengganti sistem free fight liberalism dengan Demokrasi Terpimpin yang lebih sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. b. Dewan Perancang Nasional akan membuat blue-print masyarakat yang adil dan makmur. c. Hendaknya Konstituante tidak menjadi tempat berdebat yang berlarutlarut dan segera menyelesaikan pekerjaannya agar blue-print yang dibuat Depernas dapat didasarkan pada konstitusi baru yang dibuat. d. Hendaknya Konstituante meninjau dan memutuskan masalah Demokrasi Terpimpin dan masalah kepartaian (Mhafud MD, 2003: 55). Pada masa Demokrasi Terpimpin, ‘politik adalah panglima’, sehingga masalah ekonomi tidak pernah dipikirkan secara serius oleh pemerintah. Masalah politik yang mengemuka pada masa itu adalah konfrontasi dengan Malaysia dan usaha pengembalian Irian Barat. Oleh karena itu, pada tahun 1965 inflasi mencapai 650%. Dilakukan devaluasi



rupiah dari nilai Rp. 1.000, turun menjadi Rp. 1, uang baru. Sistem Demokrasi Terpimpin mungkin masih 13 akan bertahan beberapa waktu lagi sekiranya Gerakan 30 September tidak terjadi. at Konstituante. Kegagalan gerakan ini telah membawa Sukarno dengan sistem Demokrasi Terpimpimnya menuju pada kehancuran politiknya secara total. Manipol-USDEK yang sebelumnya dibela oleh semua golongan politik, mulai mendapatkan celaan dan ditinggalkan.



D. Dinamika dan tantangan Pancasila di masa orde baru (masa kepemimpinan Presiden Soeharto)



Orde Baru (1966-1998) Orde Baru dimulai dengan naiknya Soeharto menjadi presiden menggantikan Soekarno pada tanggal 22 Februari 1967. Awal orde baru, Presiden Soeharto harus mengatasi kekacauan yang ada di indonesia, Soeharto melakukan beberapa upaya pemulihan, yaitu: 1. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Replita). 2. Pemilu. 3. Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila. 4. Pemerataan pembangunan. Selama menjalankan pemerintahan, beberapa masalah juga timbul dan memicu demonstrasi yang terjadi pada tanggal 13-14 Mei 1998, di antaranya adalah: 1. Maraknya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). 2. Hak menyatakan pendapat yang dibatasi. 3. Peran ganda (dwifungsi) ABRI. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998,  Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya setelah menjabat menjadi presiden selama tiga puluh tahun. Dengan demikian berakhir pula masa Orde Baru.



E. Dinamika dan tantangan Pancasila di masa awal reformasi (masa kepemimpinan Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman  Wahid sampai Presiden Megawati Seokarno Putri).



PEMERINTAHAN BACHARUDDIN HABIBIE (1998-1999) Bacharuddin Jusuf Habibie, adalah wakil presiden selama masa jabatan presiden sebelumnya, Suharto. Dia menggantikan Suharto pada tahun 1998 ketika Suharto turun dari kursi kepresidenan. Namun, hal ini tidak mengakhiri sistem politik yang telah diterapkan selama Orde Baru. Banyak orang Indonesia sangat mencurigai Habibie karena kedekatannya dengan Suharto (yang telah menjadi sosok ayah bagi Habibie) dan fakta bahwa dia adalah pemain penting dalam sistem patronase politik Suharto. Penolakan Habibie untuk memerintahkan penyelidikan menyeluruh terhadap harta kekayaan Suharto hanya memperkuat rasa ketidakpercayaan ini. Habibie tidak memiliki pilihan lain selain meluncurkan program-program reformasi. Dia akan melakukan “bunuh diri politik” jika tidak mematuhi tuntutan masyarakat Indonesia itu. Selama masa kepresidenan Habibie, 30 undang-undang (UU) baru disetujui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), beberapa di antaranya ditandai dengan perbedaan-perbedaan fundamental dengan perpolitikan di masa lampau. Sejumlah tindakan reformasi penting adalah:      



Dimulainya kebebasan pers Pemberian izin pendirian partai-partai politik dan serikat-serikat buruh baru Pembebasan tahanan-tahanan politik Pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode lima tahun Desentralisasi kekuasaan ke daerah Keputusan penting lainnya adalah penjadwalan pemilihan umum baru, yang diselenggarakan pada bulan Juni 1999. Kendati begitu, parlemen belum mempunyai niat untuk mengurangi pengaruh politik militer dan memerintahkan penyelidikan terhadap kekayaan Suharto. Indonesia memasuki masa peningkatan kekerasan di daerah. Jawa Timur dilanda pembunuhan misterius (yang mungkin dilakukan oleh unit-unit tentara) sementara kekerasan agama berkobar di Jakarta, Ambon (Maluku), Kupang (Nusa Tenggara Timur) beserta Kalimantan Barat. Selain itu, ada tiga daerah yang memberontak terhadap Pemerintah Pusat: Aceh (Sumatera), Irian Jaya (Papua) dan Timor Timur.



Ini semua menghasilkan kondisi yang membuat para investor asing sangat ragu-ragu untuk berinvestasi, sehingga menghambat pemulihan ekonomi Indonesia. Tidak kalah penting adalah pembersihan sektor keuangan Indonesia, yang telah menjadi jantung dari Krisis Keuangan Asia di akhir tahun 1990-an. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), didirikan pada Januari 1998, menjadi sebuah lembaga yang kuat yang melakukan serangkaian kegiatan terpadu dan komprehensif mencakup masalah seperti program liabilitas bank, pemulihan dana negara, restrukturisasi perbankan, restrukturisasi pinjaman bank, dan penyelesaian sengketa kepemilikan saham. Kasus Timor Timur adalah salah satu hal yang menyebabkan banyak konflik, baik di tingkat nasional maupun internasional. Timor Timur telah mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1975 tetapi diinvasi oleh Indonesia pada tahun berikutnya. Hal ini tidak mengakhiri keinginan Timor Timur untuk merdeka. Habibie memiliki sikap terbuka terhadap kemerdekaan Timor Timur. Dia menyatakan bahwa jika Timor Timur menolak status provinsi otonomi khusus di Indonesia, maka Timor Timur dapat merdeka. Pernyataan Habibie ini tidak disetujui oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sangat ingin mencegah pemisahan Timor Timur dari Indonesia. Menurut pihak TNI, pemisahan Timor Timur itu berbahaya bagi persatuan Indonesia karena dapat menyebabkan efek domino di provinsi-provinsi lain. Diputuskan bahwa rakyat Timor Timur boleh membuat keputusan ini melalui referendum.Hasil referendum ini adalah bahwa 78 persen pemilih memilih untuk merdeka. Tentara Indonesia kemudian bereaksi dengan menyerang banyak wilayah di Timor Timur, menewaskan lebih dari seribu orang. Reputasi Habibie rusak parah akibat hilangnya kendali atas situasi politik di Timor Timur. Meskipun unit tentara dan milisi sipil yang melakukan tindak kekerasan ekstrim, Habibie secara pribadi dianggap bertanggung jawab sebagai presiden yang menjabat. Selain itu, Habibie sendiri dikaitkan dengan skandal korupsi besar yang melibatkan Bank Bali. Bank ini menerima dana dari BPPN untuk rekapitalisasi tetapi―diduga―hampir setengah dari dana tersebut digunakan oleh tim kampanye Habibie.



MASA KEPRESIDENAN ABDURRAHMAN WAHID/GUS DUR (1999-2001) Dalam rangka mendirikan koalisi yang luas, Gus Dur menunjuk anggota dari berbagai partai politik serta perwira TNI sebagai menteri untuk kabinetnya. Tapi komposisi yang beragam ini juga mengimplikasikan kurangnya kohesi dalam kabinet dan, terlebih lagi, hanya berisi beberapa tokoh reformis saja. Gus Dur melakukan upaya untuk mengurangi peran politik TNI namun hal ini menyebabkan konflik dan kemudian hilangnya dukungan dari TNI. Tanpa dukungan dari TNI, hanya ada sedikit cara untuk bertahan sebagai presiden Indonesia yang saat itu dilanda konflik dan kekerasan di banyak daerah. Kerusuhankerusuhan di daerah ini membutuhkan intervensi TNI namun karena konflik dengan Gus Dur, TNI tampaknya tidak tertarik menyelesaikan atau mengintervensinya yang mengakibatkan merosotnya kekuasaan Presiden Gus Dur. Kasus-kasus korupsi tampaknya masih sangat sering terjadi. Pada tahun pertamanya sebagai presiden, Gus Dur memecat tujuh menteri yang semua―diduga―terlibat dalam kasus korupsi. Empat dari menteri-menteri tersebut berasal dari empat mitra koalisi yang paling penting: PDI-P, Golkar, PPP dan PAN. Ini membuat Gus Dur menjadi semakin terisolasi. Danlebih parah lagi―Gus Dur sendiri juga dikaitkan dengan dua skandal korupsi yang akhirnya menyebabkan pemakzulannya. Kedua skandal itu dikenal sebagai ‘Buloggate’ dan ‘Bruneigate’, masing-masing melibatkan ketidakjelasan penggunaan dana publik. MPR Indonesia melihat ini sebagai kesempatan besar untuk memakzulkan Gus Dur dan Megawati kemudian ditunjuk menjadi presiden, sementara Hamzah Haz (pemimpin PPP) menjadi wakil presiden yang baru.



MASA KEPRESIDENAN MEGAWATI SOEKARNOPUTRI (2001-2004) Menjelang akhir pemerintahan Orde Baru Suharto, almarhum Ir Soekarno (Presiden Indonesia yang pertama) menjadi simbol oposisi terhadap pemerintah. Soekarno adalah pahlawan nasional yang telah mengabdikan hidupnya untuk―dan berhasil―mencapai kemerdekaan. Sebagian besar pengunjuk rasa anti-Suharto lahir selama rezim Orde Baru yang berlangsung selama lebih dari tiga dekade dan karena itu mereka mungkin hanya memiliki sedikit pengetahuan mengenai era pra-Suharto. Tetapi bagi mereka Soekarno mewakili kebebasan, kemerdekaan dari Suharto. Oleh karena itu menjadi logis bahwa puterinya, Megawati, bisa mengandalkan dukungan besar dari masyarakat.Namun, dukungan ini hanya didasarkan pada statusnya sebagai puteri Soekarno dan tidak didasarkan pada visi politiknya maupun keterampilannya. Kabinetnya tidak banyak berbeda dari kabinet awal Gus Dur: berisi basis partai-partai yang beragam dan perwira TNI juga terwakili dengan baik. Megawati sendiri tidak melakukan banyak pengambilan keputusan, dia menyerahkannya pada para menterinya. Tidak ada tanda-tanda bahwa masalah korupsi ditangani sementara status quo dalam pemerintahan berlanjut.Namun, meskipun Megawati sendiri tidak tampak sangat mendukung reformasi politik, proses reformasi sebenarnya telah dirintis pada tahun 1999 ketika parlemen mulai merancang banyak UU baru (termasuk amandemen-amandemen konstitusi) yang akan berlaku efektif selama kepresidenan Megawati. Langkah-langkah reformasi ini menyiratkan peningkatan signifikan dalam checks and balances demokratis yang mengakhiri kemungkinan kembalinya rezim otoriter. Kebijakan-kebijakan reformasi ini menempatkan kekuasaan di tangan rakyat, bukan Pemerintah Pusat. Selain itu, cabang-cabang eksekutif dan legislatif dipisahkan dengan lebih ketat.Pendahulu Megawati (Gus Dur) melakukan upaya kuat untuk mengurangi pengaruh TNI (yang benar-benar melemahkan posisinya), tetapi Megawati tidak berniat untuk ikut campur dengan urusan TNI. Akibatnya, TNI kembali mendapatkan sejumlah pengaruh dalam politik. Apalagi, perkembangan internasional juga meningkatkan peran TNI.



Setelah serangan 11 September 2001 terhadap Menara Kembar di New York, pemerintah Amerika Serikat melanjutkan kerjasama dengan militer Indonesia (yang sempat terhenti sejak partisipasi TNI dalam kekerasan di Timor Timur di tahun 1999) untuk memerangi terorisme internasional.Meskipun MPR telah berhati-hati dalam mengurangi peran politik tentara, Panglima Besar TNI-lah yang menyatakan pada tahun 2004 bahwa fraksi TNI harus dihapuskan dari MPR. Seorang perwira TNI yang ingin aktif dalam dunia politik harus mengundurkan diri terlebih dulu dari posisinya di TNI. Reformasi ini direalisasikan tetapi tidak berarti mengakhiri pengaruh politik TNI dalam masyarakat Indonesia. Hingga saat ini, TNI adalah kekuatan yang besar karenapara mantan jenderal yang ingin aktif dalam politik masih bisa mengandalkan jaringan di dalam TNI, apalagi, tentara masih terlibat dalam kegiatan-kegiatan usaha di daerah.



F. Dinamika dan tantangan Pancasila saat ini (masa Presiden SBY dan Presiden Joko Widodo). Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden SusiloBambang Yudhoyono (SBY) Pemerintahan SBY yang berlangsung dalam dua periode dapat dikatakanjuga tidak terlalu memperhatikan pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara.Hal ini dapat dilihat dari belum adanya upaya untuk membentuk suatu lembagayang berwenang untuk menjaga dan mengawal Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara sebagaimana diamanatkan oleh Keppres No. 27 tahun 1999.Suasana politik lebih banyak ditandai dengan pertarungan politik untukmemperebutkan kekuasaan atau meraih suara sebanyak banyaknya dalam pemilu.Mendekati akhir masa jabatannya, Presiden SBY menandatangani Undang-Undang RI No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mencantumkanmata kuliah Pancasila sebagai mata kuliah wajib pada pasal 35 ayat (3).



2.Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi NegaraPancasila sebagai ideologi negara berakar dalam kehidupan masyarakat. Unsur-unsur sosiologis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-halsebagai berikut:



1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan beragamamasyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk kepercayaan dan keyakinanterhadap adanya kekuatan gaib. 2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dapat ditemukan dalam hal saling hargai dan menghormati hak-hak orang lain, tidak bersikap sewenangsalingmengwenang. 3. Sila Persatuan Indonesia dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa setiakawan, rasa cinta tanah air yang berwujud pada mencintai produk dalamnegeri. 4.Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalamPermusyawaratan/Perwakilan dapat ditemukan dalam bentuk menghargaipendapat orang lain, semangat musyawarah dalam mengambil keputusan. 5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tercermin dalam sikapsuka menolong, menjalankan gaya hidup sederhana, tidak menyolok atauberlebihan.



3.Sumber Politis Pancasila sebagai Ideologi Negara Pada bagian ini, mahasiswa diajak untuk melihat Pancasila sebagai ideologi.negara dalam kehidupan politik di Indonesia. Unsur-unsur politis yang membentukPancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai berikut. 1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam bentuk semangat toleransiantarumat 1 beragama. 2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab diwujudkan penghargaan terhadappelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. 3.Sila Persatuan Indonesia diwujudkan dalam mendahulukan kepentinganbangsa dan negara daripada kepentingan kelompok atau golongan, termasukpartai. 4.Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalamPermusyawaratan/Perwakilan diwujudkan dalam mendahulukan pengambilankeputusan berdasarkan musyawarah daripada voting.5.Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia diwujudkan dalam bentuktidak menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) untuk memperkaya diriatau kelompok karena penyalahgunaan kekuasaan itulah yang menjadi faktorpemicu terjadinya korupsi.



Tantangan Pancasila Menurut Presiden Joko Widodo Modal Bangsa Hadapi Tantangan Semenjak dirumuskan 74 tahun yang lalu Pancasila telah menjadi pemandu bagi rakyat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila juga telah menjadi benteng



dalam menghadapi bahaya ideologi-ideologi lain dan menjadi rumah bersama bagi seluruh komponen bangsa.Oleh karenanya, dalam Peringatan Hari Lahir Pancasila yang digelar di Halaman Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 1 Juni 2019, Presiden Joko Widodo yang bertindak selaku inspektur upacara mengajak rakyat Indonesia untuk kembali meneguhkan komitmen dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. "Peringatan Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni ini kita manfaatkan untuk meneguhkan komitmen kita, untuk mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila, untuk saling toleran, hidup rukun, gotong royong, serta melawan paham-paham anti-Pancasila dan bahaya terorisme serta separatisme yang bisa mengancam persatuan kita bangsa Indonesia," jelas Presiden.Dengan berpedoman pada Pancasila sebagai ideologi negara, Indonesia sejak awal berdirinya telah terbukti mampu untuk menghadapi masa-masa sulit dan tantangan yang ada. Tantangan-tantangan itulah yang justru membuat bangsa Indonesia semakin kokoh bersatu dan semakin dewasa. "(Selama) 74 tahun perjalanan Republik Indonesia telah membuat bangsa kita menjadi bangsa yang dewasa dan matang. (Selama) 74 tahun yang penuh dinamika, naik dan turun, tetapi kita bisa mengelolanya, mampu mengelolanya, dan semakin memperkokoh persatuan kita," kata Presiden.Perjalanan bangsa tersebut juga melahirkan kematangan demokrasi segenap komponen bangsa yang selalu memegang teguh konstitusi dan nilai-nilai Pancasila dalam setiap proses demokrasi yang dilalui. Presiden mengatakan bahwa kematangan berdemokrasi itu telah mampu kita kelola dari waktu ke waktu. "Proses demokrasi telah berhasil kita kelola dengan baik dari periode ke periode waktu. Konstitusi selalu dipegang teguh oleh bangsa kita dan nilai-nilai Pancasila adalah pemandunya yang menjadi rumah bersama kita sebagai bangsa," imbuh Presiden Jokowi.Meski demikian, bangsa Indonesia masih harus menghadapi tantangan-tantangan di masa mendatang yang diperkirakan akan semakin berat. Utamanya tantangantantangan yang berasal dari perkembangan global yang bakal turut memengaruhi perjalanan bangsa Indonesia. "Tantangan internasional semakin berat, keterbukaan dan persaingan yang semakin tinggi, perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi juga menjadi tantangan berat karena semakin memberi ruang kepada berita bohong bahkan ujaran dan fitnah," kata Presiden.Di saat yang sama, segenap komponen bangsa juga harus bahumembahu menyelesaikan tantangan dan permasalahan dari dalam negeri seperti ketimpangan dan kemiskinan yang masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi bangsa kita. Namun, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa terhadap segala tantangan yang ada bangsa kita harus tetap optimistis sambil melakukan sejumlah perubahan. "Kita harus yakin telah berada dalam jalur yang benar. Kita telah membangun infrastruktur yang mempersatukan bangsa kita, kita telah berhasil menekan angka



kemiskinan, kita telah berhasil menurunkan ketimpangan, dan kita berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan peluang kerja di tengah ekonomi dunia yang sedang bergejolak," tandas Presiden.Tak hanya membangun infrastruktur dan memastikan pemerataan ekonomi, Kepala Negara menjelaskan bahwa pemerintah kini juga bersiap untuk melakukan pembangunan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM). SDM yang kompeten, berakhlak mulia, dan memegang teguh nilai-nilai Pancasila adalah orang-orang yang akan membawa Indonesia menuju negara yang dicitacitakan para pendiri bangsa. Untuk itu, peran serta dan dukungan seluruh komponen bangsa amat dinantikan untuk dapat menyukseskan pembangunan tersebut."Pemerintah sangat mengharapkan peran serta dan dukungan semua komponen bangsa dari para ulama dan para tokoh agama, dari sekolah, dari madrasah, dari pesantren sampai perguruan tinggi, dan dari budayawan, para budayawan dan profesional, untuk ikut serta dalam akselerasi pembangunan SDM ini,"



BAB III



KESIMPULAN A. KESIMPULAN Menurut kesimpulan diatas bahwasanya dinamika dan tantangan pancasila dalam konteks sejarah bangsa Indonesia itu dimana dimasa reformasi yang terdiri atas masa ordelama,orde baru tidaklah sama dimana kala itu berbagai masa pemerintahan berpacu mengambil alih langkah untuk mencapai sebuah tujuan yang lebih baik untuk mereka duduki demi terciptanya sebuah bangsa yang lebih baik dari pada diera masa sebelumnya yang telah membuat bangsa ini tidak disesuaikan dengan harapan oleh para pemerintah tersebut.



B. SARAN



Demikianlah yang dapat saya sampaikan mengenai materi ini yang menjadi bahasan dalam makalah ini,tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan rujukan atau referensi yang kemi peroleh hubungannya dengan makalah ini.Penulis banyak berharap kepada para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.