Makalah Peningkatan Usaha Peternakan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • alda
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN SDM ISLAMI ” (POLA PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN)



Oleh : 1. ABDUL KADIR (



)



2. MUHIDAL AKBAR (60700118077) 3. RAHMAT TAUFIQ (60700118079) 4. ALDA ABDULLAH (60700118071) 5. NURHAYATI (60700118061)



JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2020



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pembangunan Peternakan Dan SDM Islami dengan judul “POLA PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN”. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen mata kuliah Pembangunan Peternakan Dan SDM Islami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.



Pattallassang, 10 Oktober, 2020



Penulis,



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.............................................................................................2 BAB I.......................................................................................................................4 PENDAHULUAN...................................................................................................4 A. Latar Belakang..............................................................................................4 B. Rumusan masalah.........................................................................................5 C. Tujuan...........................................................................................................5 BAB II......................................................................................................................6 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................6 A. Kondisi Peternakan di Indonesia...................................................................6 B. Peran Ternak.................................................................................................8 C. Pola pengembangan peternakan di Indonesia.............................................10 1.



Potensi Pengembangan Integrasi Peternakan..........................................11



2.



Prospek Pengembangan Integrasi Peternakan.........................................14



3.



Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Peternakan...16



BAB III..................................................................................................................19 PENUTUP..............................................................................................................19 A. Kesimpulan.................................................................................................19 B. Saran............................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20



BAB I PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang



Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja dan juga modal untuk menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan usaha peternakan bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan manajemen atau pengelolaan. Manajemen mencakup pengelolaan perkawinan, pemberian pakan, perkandangan, dan kesehatan ternak. Selain itu pengelolaan maupun manajemen dalam usaha ternak tidak terlepas dari karakteristik sosial ekonomi peternak sehingga nantinya akan mempengaruhi hasil yang akan diperoleh oleh peternak. Sistem usaha peternakan adalah suatu sistem usaha yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan terhadap usaha pemeliharaan ternak. Kebutuhan daging sapi terus meningkat seiring makin baiknya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk, dan meningkatnya daya beli masyarakat. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri yaitu dengan meningkatkan populasi, produksi, dan produktivitas sapi potong. Produk peternakan merupakan penyedia utama bahan pangan protein hewani sebelum perikanan, patut diberikan perhatian khusus dimana populasi ternak yang semakin menurun akibat faktor lingkungan yang kurang mendukung. Kebutuhan daging sapi nasional rata-rata per tahun mencapai 350 ribu ton, sedangkan produksi daging sapi nasional baru mencapai 34 ribu ton (± 10 %)



yang dipenuhi dari peternakan rakyat (sapi lokal). Kekurangan produksi daging nasional sekitar 90 % dipenuhi dari peternakan perusahaan (feedlotter) yang menggunakan sapi bakalan impor yang rata-rata per tahun mencapai 350 ribu ekor (Ditjennak, 1999).



Melihat kondisi seperti itu maka perlu diadakan



pendekatanpendekatan strategis untuk membangkitkan lagi industri peternakan di Indonesia. Pendekatan ini akan lebih optimal jika dilaksanakan di daerah yang memiliki potensi produksi, peternak yang terampil dan potensi pasar yang mendukung. Berdasarkan uraian diatas, hal ini melatarbelakangi dibuatnya makalah ini untuk mengetahui bagaimana pola pengembangan usaha peternakan. B.



Rumusan masalah



Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu bagaimana mengetahui pola pengembangan usaha peternakan? C.



Tujuan 



Adapun tujuan dari makalah ini yaitu untuk pengembangan usaha peternakan.



mengetahui pola



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.



Kondisi Peternakan di Indonesia



Usaha peternakan sapi rakyat di pedesaan pada umumnya masih bersifat tradisional, hal ini dapat dilihat dari kepemilikan ternak yang masih sedikit yaitu antara satu sampai tiga ekor. Indonesia mempunyai lahan persawahan dan perkebunan yang luas, dimana limbah pertanian maupun bio-masa yang dihasilkan dalam industri agribisnis belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai sumber pakan untuk pengembangan sapi maupun ternak ruminansia yang lain. Saat ini masih tersedia kawasan perkebunan yang relatif kosong ternak seluas lebih dari 15 juta ha, lahan sawah dan tegalan yang belum optimal dimanfaatkan untuk pengembangan ternak lebih dari 10 juta ha, serta lahan lain yang belum dimanfaatkan secara optimal lebih dari 5 juta ha di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Setiap hektar kawasan perkebunan atau pertanian sedikitnya mampu menyediakan bahan pakan untuk 2 sampai 3 ekor sapi, sepanjang tahun (Dwiyanto dkk., 2007). Pada usaha ternak tradisional di Indonesia, yang menjadi masalah bukanlah ketidakpastian tingkat pendapatan, tetapi ketidakpastian tingkat pengeluaran rumah tangga. Kebutuhan konsumsi selalu bervariasi dan beberapa di antaranya tidak dapat diperkirakan. Hal ini sejalan dengan konsep transaksi permintaan terhadap uang tunai, yang berbeda dengan yang dimaksudkan ekonom terkenal, Keynes (1936),



Usaha ternak di Indonesia secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori ditinjau dari pelakunya, yaitu: 1) yang dikelola oleh petani secara tradisional, 2) yang diusahakan secara komersial oleh perusahaan besar, dan 3) yang diusahakan oleh sistem inti-plasma. Secara umum, produksi ternak di Indonesia didominasi oleh usaha ternak skala rumah tangga yang dikelola secara tradisional (99,70%) dan sisanya sebesar 0,30% diusahakan oleh perusahaan berskala besar (Kasryno et al. 1989). Petani ternak merupakan subjek dari peternakan, sehingga kemampuan dan pengalaman beternak memegang peranan yang penting dalam hal kemajuan sebuah peternakan. Namun disisi lain sebagian besar dari peternak di daerah hanya lulusan sekolah dasar, ini menunjukkan kelemahan dari kualitas sumberdaya manusianya. Menurut Nuhung (2003), bahwa pendidikan petani yang sebagian besar (lebih dari 80%) tidak tamat sekolah dasar merupakan salah satu masalah mendasar dalam pembangunan bidang pertanian. Sebagaimana firman Allah SWT pada QS. Al-Ahqaaf (46): 19:



ْ ۖ ُ‫ت ِّم َّما َع ِمل‬ٞ ‫َولِ ُك ٖ ّل َد َر ٰ َج‬ ١٩ ‫ون‬ َ ‫وا َولِي َُوفِّيَهُمۡ أَ ۡع ٰ َملَهُمۡ َوهُمۡ اَل ي ُۡظلَ ُم‬ Terjemahnya: “Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan”.16



Makna



ayat



diatas



adalah,



orang-orang



islam



didorong



untuk



menggunakan hari-harinya untuk memperoleh keuntungan dan karunia Allah. Begitu pula dalam berusaha dilarang melakukan perbuatan curang dan memakan riba.



B.



Peran Ternak



Peran ternak dalam suatu sistem usaha tani tidak diragukan lagi dan kenyataan ini telah berlangsung sejak lama. Ternak dapat berperan sebagai alat transportasi, tenaga kerja dalam penyiapan lahan, sumber pupuk kandang dan kompos untuk kesuburan lahan, serta menyediakan bahan pangan berprotein tinggi dalam bentuk daging, telur, dan susu (Soedjana, 2005). Sudah sejak lama diketahui bahwa petani tradisional memelihara ternak untuk tujuan sebagai tabungan terutama kambing dan domba (Herskovitz, 1926). Observasi terhadap fenomena tersebut menyimpulkan bahwa pemanfaatan fungsi ternak sebagai tabungan telah mengakibatkan jumlah ternak yang dipelihara melebihi jumlah optimalnya, terutama bila ketersediaan tenaga kerja tidak menjadi pembatas. Rendahnya efisiensi pemeliharaan ternak dalam konteks seperti ini ditunjukkan oleh usia ternak yang dipasarkan yang sering kali di atas usia produksi optimal. Hal ini menyebabkan produksi dan pemasaran ternak menjadi tidak efisien dan pada beberapa daerah yang menerapkan sistem penggembalaan, kasus overstocking mengakibatkan kerugian bagi lingkungan karena jumlah ternak yang digembalakan melebihi daya tampung padang penggembalaan. Hasil observasi menunjukkan bahwa hampir seluruh aset yang dimiliki peternak yang disediakan untuk tujuan produksi, termasuk ternak pejantan, digunakan pula sebagai stok penyangga untuk menjamin kelancaran konsumsi rumah tangga. Peran tersebut menjadi sangat nyata pada saat pendapatan bervariasi secara tidak menentu, atau tidak tersedianya kredit yang dapat menjaga



kelangsungan konsumsi rumah tangga. Namun demikian, observasi ini tidak menyimpulkan bahwa fluktuasi tingkat pendapatan dan banyaknya kebutuhan keluarga petani mendorong petani untuk memelihara ternak sebagai tabungan (Rosenwzweig & Wolpin, 1993). Adaa tiga keunggulan dari pengolahan kotoran ternak melalui biogas yaitu 1)biogas dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar minyak atau kayu bakar dengan kualitas panas yang lebih baik, 2) sludge yang berbentuk cair untuk pupuk tanaman dan 3) sludge padat untuk campuran konsentrat pakan ternak. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai penghasil biogas di Kabupaten Sabu Raijua sebenarnya telah dimulai sekitar tahun 2012 dengan adanya pembangunan beberapa sarana dan parsarana pendukung produksi biogas seperti di wilayah Sabu Barat dan Sabu Timur, namun dalam perjalanannya belum berkembang secara baik akibat manajemen dan tata laksana yang kurang baik sehingga menyebabkan ada beberapa yang sudah tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat (Hardianto dkk, 2000). Selain diandalkan untuk memberikan sumbangan pendapatan keluarga, ternak juga mempunyai manfaat lain. Di samping dapat dimanfaatkan tenaganya, ternak juga dapat menghasilkan limbah kotoran ternak sebagai pupuk kompos. Akan tetapi, pemanfaatan ternak dan hasil ternak tersebut tersebut masih sangat terbatas. Sebagai contoh, dalam hal pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik tampaknya masih sangat minim sekali. Sebagian besar responden masih belum sadar betul tentang manfaat pupuk kotoran ternak. Hanya masyarakat di wilayah perkebunan tebu yang baru memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk



organik, itu pun masih dalam rumah tangga yang terbatas dan kecil (3,7%) (Widarso, 2012). Ternak bagi sebagian masyarakat di perdesaan tidak sekedar merupakan aset dan tabungan keluarga, melainkan juga berfungsi sebagai status sosial mengingat ternak terutama ternak besar memiliki nilai finansial yang tidak sedikit. Dengan tingginya nilai finansial tersebut, maka tidak banyak rumah tangga perdesaan yang mau dan sanggup untuk memiliki ternak besar. Dalam pengadaan ternak besar tersebut, di samping membutuhkan dana yang tidak sedikit juga harus menyiapkan tenaga kerja keluarga yang mampu untuk mengelolanya (Widarso, 2012). Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua rumah tangga di wilayah perkebunan memiliki lahan kebun, sehingga sebagian rumah tangga mengandalkan pendapatannya dari luar usaha tani kebun baik sebagai buruh yang berkaitan dengan perkebunan maupun di luar perkebunan, maupun usaha lainnya. Beternak, dagang, atau jasa menjadi solusi untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Rumah tangga di wilayah perkebunan yang melakukan budi daya ternak terutama ternak besar, khususnya sapi potong, secara umum curahan kerja keluarga tetap didominasi tenaga pria dewasa baik dalam kegiatan merawat kandang, mencari rumput, menggembala ternak, maupun kegiatan pemeliharaan ternak lainnya (Widarso, 2012). D.



Pola pengembangan peternakan di Indonesia



Pengembangan usaha peternakan dapat dicapai apabila kegiatan usaha petemakan dikembangkan. Selain dapat meningkatkan produktivitas usaha, juga



menjamin tercukupinya kebutuhan keluarga peternak dari usaha tersebut. Hal ini hanya mungkin dapat dilakukan bila peternak dapat memanfaatkan setiap nilai tambah yang ditimbulkan dari usaha yang dikembangkannya dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang ada disekitarnya, berikut akan dijelaskan : 1.



Potensi Pengembangan Integrasi Peternakan Beberapa potensi yang ada dan dapat digunakan untuk pengembangan



usaha peternakan terintegrasi di Indonesia antara lain: a)



Potensi Pasar Jika dilihat dari angka konsumsi, sekitar 26,1% daging yang dikonsumsi



adalah daging sapi. Dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,5% per tahun dan pertumbuhan ekonomi meningkat dari 1,5% sampai 5% pada tahun 2005 diperkirakan konsumsi daging sapi akan meningkat dari 1,9 kg/kapita/tahun menjadi 2,8 kg/kapita/tahun. Jika dikaitkan dengan ketentuan Pola Pangan Harapan, seharusnya konsumsi daging masyarakat Indonesia sebanyak 10,1 kg/kapita/tahun (Riady, 2004). Indonesia mempunyai lahan persawahan dan perkebunan yang luas, dimana limbah pertanian dihasilkan dalam industri agribisnis belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai sumber pakan untuk pengembangan sapi maupun ternak ruminansia yang lain. Saat ini masih tersedia kawasan perkebunan yang relatif kosong ternak seluas lebih dari 15 juta ha, lahan sawah yang belum optimal dimanfaatkan untuk pengembangan ternak lebih dari 10 juta ha, serta lahan lain yang belum dimanfaatkan secara optimal lebih dari 5 juta ha di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Setiap hektar kawasan perkebunan atau pertanian



sedikitnya mampu menyediakan bahan pakan untuk 2 sampai 3 ekor sapi, sepanjang tahun. Dengan asumsi 1 ha areal tanaman perkebunan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan 1 ekor ternak ruminansia besar dan sekitar 25% dari areal yang ada dapat digunakan, maka potensinya mencapai 2,5 juta ekor ternak ruminansia besar dapat dihasilkan dari sub sektor perkebunan (Subagyono, 2004). Jumlah ini belum termasuk areal perkebunan besar yang juga cukup potensial. Pemanfaatan potensi lahan perkebunan ini dapat berupa: − Pemanfaatan lahan diantara tanaman perkebunan (karet, kelapa, kelapa sawit, jambu mete dan cengkeh)untuk penanaman pakan hijauan ternak dan padang penggembalaan ternak serta kandang ternak − Pemanfaatan limbah tanaman pokok dan limbah pabrik (kelapa sawit, kelapa dan kakao) sebagai sumber pakan ternak. Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan yang sedianya terbuang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sekaligus membuka peluang pengembangan ternak yang lebih besar. b) Potensi Sumberdaya Manusia Dan Kelembagaan Ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) untuk pengembangan usaha peternakan terintegrasi ini cukup besar, dimana dari sekitar 90,8 juta penduduk yang bekerja, sekitar 40 juta atau 46,26% bekerja di sektor pertanian (BPS, 2003). Sebagian besar petani peternak sudah ada yang membentuk kelompokkelompok tani ternak sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan maupun pelayanan IB dan kesehatan hewan lainnya. Petugas



fungsional pengawas mutu bibit, penyuluh, pelayanan kesehatan hewan sudah cukup banyak tersebar di seluruh propinsi (Riady, 2004). c)



Potensi Sumberdaya Genetik Ternak Menurut Talib et al., (2002), rekomendasi para pakar menyarankan bahwa



pengembangan sapi sebaiknya memanfaatkan sumberdaya genetic (SDG) lokal, antara lain sapi Peranakan Ongole (PO) atau sapi Bali. Kelebihan sapi lokal terutama sapi Bali antara lain adalah : −



Daya adaptasi yang tinggi,







Daya reproduksi sangat baik,







Mampu memanfaatkan pakan yang berkualitas ‘rendah’,







Kualitas karkas sangat baik, serta







Mempunyai harga jual yang tinggi.



d) Ketersediaan Inovasi Teknologi Pola Integrasi Pada prinsipnya dalam sistem integrasi tanaman-ternak, teknologi yang diintroduksikan mencakup teknologi pakan, terutama teknologi pengelolaan limbah untuk pakan ternak serta teknologi pengomposan atau pengelolaan kotoran ternak untuk pupuk organik. Inovasi lain yang mendukung keberhasilan pengembangan pola ini antara lain sistem perkandangan dan inovasi veteriner (Diwyanto dan Handiwirawan, 2004). Kualitas pakan dari limbah pertanian, perkebunan atau agroindustri biasanya 'rendah' dan perlu ditingkatkan (feed enrichment), baik melalui perlakuan fisik (pemotongan, pencacahan, pengeringan), kimiawi (amonisasi dengan penambahan urea) dan biologis (penambahan mikroba atau fermentasi).



Teknologi yang tersedia saat ini memungkinkan untuk dilakukan penyediaan pakan dalam jumlah yang memadai untuk disimpan sepanjang tahun. Limbah dengan kandungan protein rendah dapat ditambahkan suplemen protein dari limbah pertanian lain atau leguminosa yang kemudian disusun menjadi ransum yang serasi. Perlakuan urea pada jerami padi dapat meningkatkan kandungan nitrogen jerami padi sekaligus meningkatkan kecernaan, sedangkan fermentasi jerami padi terbuka dengan penambahan probiotik dan urea. Dengan cara ini kandungan protein dapat meningkat dari 3,5 menjadi 7% dan daya cerna meningkat dari 28 sampai 30% menjadi 50 sampai 55%.



Kondisi di lapang saat ini menunjukkan



bahwa diantara kotoran ternak yang dihasilkan, sebagian besar petani lebih menyukai kotoran ayam. Sedangkan kotoran sapi banyak digunakan sebagai bahan campuran pembuatan kompos dengan bahan lain. Ternak sapi dewasa, kuda, dan kerbau dapat memproduksi kotoran lembab ratarata seberat 9 kg/ekor/hari, sedangkan kambing dan domba rata-rata 1 kg/ekor/hari. Berdasarkan data ini maka dalam waktu satu tahun akan diproduksi kotoran ternak sapi, kuda, kerbau, kambing dan domba sebanyak 53,53 juta ton. Bila lahan pertanian memerlukan pupuk kandang 5 sampai 10 ton/ha, maka kotoran ternak tersebut dapat digunakan untuk memupuk 5,3 sampai 10,7 juta ha. 2.



Prospek Pengembangan Integrasi Peternakan



a)



Sektor Hulu Biaya terbesar untuk menghasilkan sapi bakalan atau daging adalah pakan,



yang dapat mencapai 70 sampai 80%. Dengan pola integrasi, biaya pakan usaha



dapat dikurangi secara signifikan, sehingga produk yang dihasilkan mempunyai daya saing yang sangat tinggi. Usaha agribisnis hulu yang perlu dikembangkan adalah penyediaan calon-calon induk dan pejantan unggul, baik untuk keperluan IB maupun pejantan untuk kawin alam. Untuk menjamin sapi dapat berkembang dengan baik dan dapat terhindar dari ancaman penyakit berbahaya, diperlukan ketersediaan vaksin dan obat yang memadai. Biaya untuk kesehatan hewan idealnya tidak boleh melebihi 2-5 persen dari total biaya produksi (Rp. 50-100 juta untuk setiap 1000 ekor sapi), namun bila hal ini tidak mendapat perhatian tidak menutup kemungkinan akan terjadi kerugian yang sangat besar (fatal). Biasanya usaha pencegahan yang harus mendapat perhatian, karena akan membutuhkan biaya yang relatif lebih kecil. Untuk keperluan itu fasilitas atau laboratorium yang saat ini sudah ada harus dioptimalkan, termasuk peralatan dan SDM-nya. b) Sektor Budidaya Pada umumnya integrasi ternak dengan tanaman, baik itu tanaman pangan, tanaman perkebunan memberikan nilai tambah yang cukup tinggi. Kontribusi ternak di dalam sistem tanaman-ternak bervariasi dari 5 sampai 75% (Diwyanto dan Haryanto, 2003). Usaha integrasi sapi dikaitkan dengan persawahan, perkebunan dan padang penggembalaan paling ideal untuk pengembangan usaha cow-calf operation. Secara tradisional, pola integrasi telah diaplikasikan oleh peternak, sehingga usaha cow-calf operation akan terus bertahan. Melalui pola ini dimungkinkan untuk mengurangi biaya produksi (pakan) dengan memperoleh



tambahan pendapatan dari kompos. Pemanfaatan limbah pertanian untuk menyediakan pakan lengkap dengan harga relatif terjangkau (Priyanti dan Djajanegara, 2004). c)



Sektor Hilir Industri hilir yang dapat dikembangkan untuk menunjang usaha sapi



potong adalah tersedianya fasilitas Rumah Potong Hewan (RPH) dan tempat penyimpanan produk yang memadai. RPH yang saat ini sudah ada perlu dioptimalkan penggunaannya, sedangkan pembangunan RPH baru harus dilakukan secara selektif agar dapat berjalan dengan baik. Industri pengolahan kompos juga merupakan peluang tersendiri, walaupun investasi dan inovasinya tidak terlampau sulit, dengan perkiraan investasi sekitar Rp. 1 sampai 1,5 milyar per 1000 ekor sapi. Pengembangan sapi pola integrasi sangat memerlukan dukungan dalam pengolahan kompos, karena nilai kompos yang dihasilkan diharapkan dapat mencukupi kebutuhan eksternal input yang harus dibayar. 3.



Identifikasi



Faktor



Internal



dan



Eksternal



Pengembangan



Peternakan Pengembangan usaha didasarkan pada identifikasi faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan usaha peternakan, yakni sebagai berikut : FAKTOR INTERNAL



KEKUATAN



1. Pengalaman beternak sudah lama; 2. Ketersediaan tenaga kerja masih banyak; Faktor eksternal 3. Adanya ternak bantuan dari para investor;



KELEMAHAN 1. Tingkat pendidikan relatif rendah; 2. Usaha ternak sebagai sambilan 3. Kepemilikan ternak masih sedikit



4. Ketersediaan lahan HMT masih luas; 5. Ketersediaan limbah pertanian yang melimpah; 6. Meningkatnya permintaan sapi lokal; 7. Adanya bantuan permodalan dari pemerintah.



4. Kurangnya alat dan mesin penunjang yang dimiliki oleh peternak 5. Belum adanya pemanfaatan limbah pertanian secara optimal 6. Keterbatasan modal peternak PELUANG STRATEGI STRATEGI 1. Kebijakan 1. Meningkatkan pengetahuan 1. Meningkatkan pemerintah dan kemampuan peternak kuantitas dalam dalam membudidayakan keikutsertaan dalam pembatasan ternak dengan kegiatan penyuluhan kuota impor mengoptimalkan ketersediaan dan bimbingan teknis daging sapi sumberdaya alam sekitar bidang pertanian dan 2. Kenaikan 2. Meningkatkan kerjasama peternakan. permintaan dengan pihak investor dan 2. Menyerap dan daging sapi pemerintah guna mengaplikasikan lokal memanfaatkan peluang beragam informasi 3. Meluasnya penambahan permodalan dan mengenai penggunaan teknologi IB di jaringan pemasaran untuk teknologi untuk Peternak pemenuhan permintaan pasar pemanfaatan limbah 3. Meningkatkan pemanfaatan pertanian secara luasan lahan HMT yang optimal. dimiliki anggota kelompok 3. Memanfaatkan untuk mengoptimalkan daya kebijakan pemerintah dukung terhadap dalam dukungan keberlangsungan dan program bidang kemajuan usaha peternakan peternakan untuk pengembangan peternakan yang berkelanjutan. ANCAMAN STRATEGI STRATEGI 1. Masuknya sapi 1. Mengembangkan 1. Penguatan modal kelas impor keterampilan peternak peternak melalui 2. Adanya alih melalui kerja sama dengan program kredit fungsi lahan berbagai lembaga terkait khusus kepemilikan 3. Pemeliharaan guna meningkatkan ternak seperti KKPE masih secara efektivitas dan efisiensi (Kredit Ketahanan tradisional dalam pemerliharaan ternak Pangan dan Energi) dengan tujuan untuk 2. Berpartisipasi aktif meningkatkan produktivitas dalam berbagai ternak program pemerintah 2. Menyusun rencana strategis seperti pengembangan pengembangan usaha ternak Sentra Peternakan



dalam jangka panjang (5 tahunan) guna mengantisipasi berbagai hambatan dan ancaman



Rakyat (SPR).



Menurut Soedjana (2005), menghadapi berbagai masalah dan peluang di bidang industri peternakan beberapa opsi kebijakan yang dapat dipertimbangkan untuk memacu produksi peternakan di masa mendatang, khususnya untuk Indonesia adalah: a. Meningkatkan pendekatan sistem usaha tani terintegrasi antara tanaman dan ternak, seperti sistem produksi sapi potong berbasis padi untuk memanfaatkan ketersediaan jerami padi sebagai sumber serat kasar melalui fermentasi disamping menyediakan pupuk organik bagi tanaman. b. Menegakkan aturan dan peraturan tentang pelarangan pemotongan hewan betina produktif untuk menjaga stok populasi nasional, baik untuk sapi potong maupun sapi perah. c. Melanjutkan pengawasan dan pencegahan penyakit ternak di dalam negeri maupun ternak yang didatangkan dari luar negeri untuk tujuan pembibitan dengan memperkuat peran karantina hewan. d. Mempromosikan keseimbangan produksi biji-bijian seperti jagung untuk keperluan pakan ternak dan konsentrat maupun sebagai bahan pangan. e. Mempromosikan konsumsi produkproduk peternakan yang dihasilkan di dalam negeri, terutama susu, melalui penganekaragaman produk dan introduksi program minum susu di sekolah dan pemberian susu kpada generasi muda.



BAB III PENUTUP



A.



Kesimpulan



Adapun alternatif strategi yang dapat diterapkan untuk pengembangan usaha peternakan diantaranya adalah dengan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peternak dengan mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya alam sekitar; mengembangkan keterampilan peternak melalui kerja sama dengan berbagai lembaga terkait guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pemerliharaan ternak dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak; menyerap dan mengaplikasikan beragam informasi mengenai penggunaan teknologi untuk pemanfaatan limbah pertanian secara optimal; dan berpartisipasi aktif dalam berbagai program pemerintah seperti pengembangan Sentra Peternakan Rakyat (SPR). Model pengembangan terdiri dari tiga komponen utama yaitu peternak/kelompok ternak, sistem agribisnis dan kelembagaan dimana sangat ditentukan oleh peran peternak, penyuluh dan lembaga yang terkait dengan pengembangan Sapi Rancah. E.



Saran



Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki



makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.



DAFTAR PUSTAKA Departemen Pertanian. 2004. Statistik Pertanian 2004. Pusat Data dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Diwyanto K., A. Priyanti dan R.A. Saptati. 2007. Prospek Pengembangan Usaha Peternakan Pola Integrasi. Jurnal Sains Peternakan. Bogor. Diwyanto, K., D. Sitompul, I. Manti, I W. Mathius dan Soentoro. 2004. Pengkajian pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit-sapi. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10 September 2003. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pemerintah Propinsi Bengkulu dan PT. Agricinal, Bogor. Hardianto.R, Wahyono.D.E, Andri.K.B, Hardini.D,Setyorini.D, Nusantoro.B, Sudarsono.H, Martono, Kasijadi.2000. Pengkajian Teknologi Usahatani Terpadu Tanam – Ternak di Lahan Kering. Prosiding Seminar dan Ekspose Hasil Penelitian/Pengkajian BPTP Jawa Timur. Kasryno, F., P. Simatupang, IW. Rusastra, A. Djatiharti, and B. Irawan. 1989. Government policies and economic analysis of the livestock commodity system, Jurnal Agro Ekonomi, 8(1): 1−36. Keynes, J.M. 1936. The General Theory of Employment, Interest and Money. Harcourt, Brace & Co., New York. Nuhung, I. A. 2003. Membangun Pertanian Masa Depan. Aneka Ilmu. Semarang Soedjana T., J. 2005. Prevalensi Usaha Ternak Tradisional Dalam Perspektif Peningkatan Produksi Ternak Nasional. Jurnal Litbang Pertanian. Bogor. Winarso B. 2012. Peranan Ternak Dalam Menopang Ekonomi Rumah Tangga Di Perdesaan Pada Wilayah Agroekosistem Perkebunan. Jakarta.