17 0 215 KB
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan luka merupakan bagian dari ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan yang telah memperoleh banyak perhatian sejak dahulu. Dengan makin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk perawatan luka tersebut membuktikan bahwa metode perawatan luka telah berkembang. Perubahan profil pasien mendukung kompleksitas perawatan luka dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolik semakin banyak ditemukan dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan luka bisa tercapai dengan optimal. Peran perawat sangat dibutuhkan pada cara kerja asepsis yang berhubungan dengan perawatan luka dan cara melakukan tindakan dengan cara steril. Perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka. Manajemen keperawatan luka tersebut harus mengedepankan pertimbangan biaya (cost effectiveness), kenyamanan (comfort) dan keamanan (safety). Secara umum, perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan sosial. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep dasar perawatan luka ? 2. Apa saja faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka? 3. Bagaimana asuhan keperawatan pada perawatan luka ? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum 1) Mengetahui konsep dasar perawatan luka. 2) Mengetahui faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka. 3) Menjelaskan asuhan keperawatan pada perawatan luka. 1.3.2
Tujuan Khusus 1) Untuk memenuhi tugas makalah tentang perawatan luka. 1
2) Untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang konsep perawatan luka beserta proses penyembuhan luka dan asuhan keperawatan pada perawatan luka. 1.4 Manfaat 1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar perawatan luka. 2. Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan proses penyembuhan luka dan faktor penyebabnya. 3. Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada perawatan luka.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Dasar Perawatan Luka 2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit
2
Kulit digambarkan sebagai pelindung, bersifat sensitive, reparative, dan mampu mempertahankan homeostasinya sendiri. Kulit menutupi 1,22,3 m2 area dan merupakan organ terberat dalam tubuh. Ketiga lapisan kulit pada bagian terluar disebut epidermis, bagian tengah disebut dermis, dan bagian dalam disebut hipodermis atau jaringan subcutan. Apendiks kulit terdiri atas rambut, kuku, kelenjar keringat ekrin dan apokrin, dan kelenjar sebasea. Fungsi kulit adalah untuk perlindungan, indra, penyeimbang cairan, pengatur suhu, dan produksi vitamin.
Lapisan kulit antara lain: 1) Epidermis Lapisan terluar ini berfungsi untuk melindungi struktur di bawahnya dari serangan mikroba dan zat asing lain. Lapisan luar kulit yang mengandung zat tanduk membantu mengatur kehilangan cairan tubuh. Sublapisan terdalam menekuk ke dermis dan berfungsi sebagai dasar kelenjar, kuku, dan akar rambut. Epidermis tidak memiliki suplai pembuluh darah; nutrisinya bergantung pada dermis. Melanin dan keratin dibentuk di lapisan sel dalam epidermis. Melanosit menyediakan melanin, suatu pigmen untuk kulit dan rambut. Pigmen ini memberikan warna kulit, dan yang lebih penting memberikan perlindungan terhadap struktur di bawahnya dari pajanan sinar ultraviolet dengan menyerap dan menyebarkan radiasinya.
3
Keratin adalah suatu protein kuat yang membentuk rambut, kuku, dan lapisan epidermis terluar yang kuat. Lapisan tanduk pada kulit ini akan meluruh secara kontinu dan digantikan setiap 2-4 minggu. Epidermis sebenarnya tersusun atas lima lapisan berbeda; keratinosit bergerak dari sublapisan terdalam ke sublapisan terluar pada saat matang. Dibagian atas, lapisan terluar keratinosit mati dan diatur dalam beragam ketebalan, bergantung pada area tubuh. Di area wajah terdapat lapisan tipis yang tersusun atas sebuah lapisan yang mengandung 15 sel di bagian dalamnya. Ini berbeda dengan telapak kaki dan telapak tangan yang lebih tebal, dengan minimal 100 lapisan sel tanduk. Sel protein yang kuat inilah yang berfungsi melindungi struktur tubuh di bawahnya. 2) Dermis Lapisan tengah kulit, dermis, memberikan topangan untuk lapisan epidermal terluar. Dermis merupakan jaringan ikat yang sangat banyak mengandung pembuluh darah, dan pembuluh darah menyatu untuk mengatur suhu tubuh dan tekanan darah. Anastomosis arteriovenosa, di bawah kontrol sistem saraf simpatis dan ditemukan dalam lapisan dermis, mampu berdilatasi atau berkontriksi sebagai respon terhadap kondisi lingkungan yang panas dan dingin, dan terhadap stimulasi internal akibat ansietas atau kehilangan volume darah. Fungsi sensoris kulit meliputi reseptor panas, dingin, sentuhan tekanan, dan nyeri; fungsi ini berlokasi di lapisan dermis. Fungsi ujung saraf sangat beragam; beragam stimulus dimediasi secara sentral dan menghasilkan respon yang memiliki pola. Dermis terdiri atas dua lapisan berbeda. Papila dermis adalah lapisan yang paling supervisial dari dua lapisan ini, berada tepat di bawah epidermis. Lapisan ini menempel ke epidermis dengan cara sel basal epidermis menonjol ke dalam papila dermis.
4
Lapisan bawah dermis yang lebih tebal adalah retikula dermis. Kolagen diatur dalam pola jaring tiga dimensi di bagian dermis ini. Pengaturan jaring inilah yang memungkinkan dermis meregang saat pergerakan. Komponen sistem imun kulit ditemukan di lapisan dermis dan terdiri atas makrofag, sel mast, sel T, dan fibroblas. 3) Hipodermis atau lapisan kulit subkutan Terdiri atas jaringan ikat yang diselingi dengan lemak. Lemak hipodermis memiliki fungsi perlindungan terhadap retensi panas dan melindungi struktur di bawahnya. Selain itu, lemak di lapisan kulit subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan kalori. 4) Apendiks kulit Rambut, kulit, dan kelenjar sebasea serta kelenjar keringat dianggap merupakan bagian dari kulit. Struktur ini muncul dari atau menonjol keluar dari lapisan kulit epidermis/ dermis. a. Kelenjar Keringat Kelenjar keringat ekrin didistribusikan ke seluruh permukaan kulit. Kelenjar ini muncul dari dermis dan bermuara di permukaan kulit. Kelenjar khusus ini mensekresikan keringat untuk tujuan pengaturan suhu tubuh internal. Kelenjar keringat apokrin tidak menyebar seperti kelenjar ekrin, namun lebih besar dari kelenjar ekrin, dan bermuara di folikel rambut aksila, puting, areola, pangkal paha, kelopak mata, dan telinga luar. Perbedaan lain antara dua tipe kelenjar keringat ini adalah bahwa kelenjar apokrin yang besar namun tidak terlalu banyak hanya mensekresikan zat berminyak dengan bau khas. Bau ini digunakan oleh binatang untuk mengenali keberadaan binatang lain. Pada manusia, bau yang dikenal sebagai bau badan dihasilkan jika sekresi berhubungan dengan bacteria dan jika cairan mulai membusuk. b. Kelenjar Sebasea
5
Kelenjar sebasea mensekresikan sebum, suatu kombinasi dari trigliserida, kolesterol, dan lilin, ke folikel rambut. Kelenjar ini berada di atas seluruh permukaan kulit kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Kelenjar sebasea bersifat tidak aktif sampai pubertas. Pada saat pubertas, kelenjar sebasea membesar dan distimulasi untuk mensekresi sebum dengan adanya peningkatan hormon seks. Sebum berfungsi untuk melindungi kulit dan rambut dari kekeringan. Dengan melindungi lapisan terluar epidermis dari kekeringan yang tidak perlu, sebum membantu mempertahankan panas tubuh. c. Rambut Sel epidermis di dalam dermis membentuk rambut. Bersama dengan kelenjar sebasea, folikel rambut membentuk unit pilosebasea.
Rambut
velus
halus
dan
kurang
berpigem
dibandingkan rambut terminal. Rambut terminal berwarna lebih gelap, lebih kasar, dan lebih jelas. Bulbus folikular adalah tempat papila vascular, yang memberi nutrisi dan memeliharan folikel rambut. Warna kulit ditentukan oleh melanosit yang juga ditemukan di bulbus tersebut. Di bawah kelenjar sebasea, berbatasan dengan folikel rambut, adalah otot pili arektor. Kontraksi pili arektor menyebabkan keadaan merinding, suatu penyusutan area permukaan kulit, dan penurunan area permukaan untuk kehilangan panas. d. Kuku Pengerasan lempeng sel keratin epidermal tumbuh dari lengkungan di atas ujung jari dorsal distal. Kuku ini berfungsi untuk melindungi jari tangan dan jari kaki serta meningkatkan ketangkasan fisik. Sekitar seperempat kuku ditutupi oleh lipatan kuku proksimal; kutikula membujur dari lipatan kuku dan berperan untuk membuat area kedap air diantara lempeng dan
6
lipatan kuku. Lunula adalah ujung distal berawarna putih yang berbentuk “bulan sabit” kea rah kutikula. Sudut antara lipatan kuku proksimal dan lempeng kuku diperkirakan kurang dari 180o. 2.1.2
Klasifikasi Luka Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Ada beberapa cara menentukan klasifikasi luka. Sistem klasifikasi luka memberikan gambaran tentang status integritas kulit, penyebab luka, keparahan atau luasnya cedera atau kerusakan jaringan, kebersihan luka, atau gambaran kualitas luka, misalnya warna. Berbagai klasifikasi ini tumpang tindih. Misalnya, luka penetrasi akibat pisau disebut luka terbuka, dan luka kontusio disebut luka tertutup. Adanya berbagai klasifikasi luka memudahkan perawat memahami risiko yang berhubungan dengan luka dan implikasi keperawatannya. Misalnya, luka terbuka menimbulkan risiko infeksi yang lebih besar dari pada luka tertutup, sedangkan luka abrasi hanya membutuhkan sedikit balutan dibandingkan dengan luka penetrasi yang dalam.
2.2 Proses Penyembuhan Luka 2.2.1 Tahap dalam Proses Penyembuhan Luka Ada dua tahap dalam proses penyembuhan luka: a. Penyembuhan Primer Penyembuhan luka optimal terjadi pada lingkungan yang lembap (tidak terlalu basah atau kering). Proses penyembuhan luka terdiri atas tiga fase. Fase pertama, adalah fase inflamasi yang terjadi sesaat setelah terjadi luka. Pada saat cedera, segera terjadi vasokonstriksi; ini merupakan cara tubuh untuk mengontrol perdarahan. Setelah terjadi vasokonstriksi, trombosit berkumpul di tempat tersebut dan menumpuk fibrin untuk membentuk bekuan. Vasokonstriksi menahan luka untuk merapat dan trombosit dengan formasi bekuan fibrinnya pada intiinya “menyumbat lubang”. Fagositosis juga terjadi selama fase inflamasi. Fagositosis adalah pelepasan makrofag di tempat cedera untuk
7
menghancurkan setiap bacteria yang mungkin ada dan untuk menghilangkan debris seluler. Ini merupakan cara tubuh untuk menyediakan lingkungan optimal guna menyembuhkan luka. Pada saat ini, faktor pertumbuhan juga
ada di temapt cedera. Secara
keseluruhan, fase inflamasi diperkirakan berlangsung antara 4-6 hari. Pengkajian luka secara visual selama fase inflamasi memperlihatkan luka dengan eritema, edema dan nyeri. Fase kedua, dari penyembuhan luka adalah fase proliferasi. Faktor pertumbuhan menstimulasi fibroblast untuk menghasilkan kolagen. Kolagen, bersamaan dengan pembuluh darah yang baru dan jaringan ikat, menghasilkan jaringan granulasi. Pengkajian luka secara visual pada saat ini memperlihatkan luka yang berwarna kemerahan seperti daging dan mengilap dengan permukaan yang kasar dan tidak teratur. Penampakan jaringan granulasi dengan cepat mendorong tepi luka untuk merapat. Penarikan tepi luka mngurangi ukuran luka. Langkah terakhir dalam fase proliferasi adalah epitelialisasi atau reepitelialisasi. Epitelialisasi menghasilkan sebuah jaringan perut. Perkiraan durasi fase proliferasi adalah 4-24 hari. Fase ketiga, dari penyembuhan luka adalah fase maturasi. Selama fase maturasi, serat kolagen mengalami remodeling. Tujuannya adalah meningkatkan daya regang jaringan perut. Diperkirakan bahwa hanya sekitar 70%-80% kekuatan alami kulit yang dipertahankan saat luka telah sembuh. Fase maturasi dapat memanjang dari 21 hari-2 tahun. Hasilnya selalu merupakan sebuah area jaringan yang berisiko lebih besar untuk mengalami cidera dan lebih rapuh dibandingkan jaringan yang tidak mengalami kerusakan. Apabila luka menjadi sangat basah atau kering; fase penyembuhan luka terjadi, tetapi denga kecepatan lambat. Ini dapat memperngaruhi kualitas akhir jaringan perut berkenaan dengan integritas anatomis dan fungsional serta daya regang. Usia dan status fisik pasien juga berdampak pada seberapa baik proses penyembuhan.
8
b. Penyembuhan sekunder Bila luka mengalami banyak kehilangan jaringan, maka penyembuhan luka akan memerlukan waktu yang lebih lama. Luka terbuka yang besar biasanya lebih banyak mengeluarkan cairan daripada luka tertutup. Inflamasi
yang terjadi seringkali bersifat
kronik dan jaringan yang rusak lebih banyak dipenuhi oleh jaringan granulasi yang rapuh daripada dipenuhi oleh kolagen. Jaringan granulasi merupakan salah satu bentuk jaringan konektif atau penyambung yang memiliki lebih banyak suplai darah daripada kolagen. Karena lukanya lebih luas, maka jumlah jaringan perut penyambung menjadi lebih luas. Bila sel epitel dan jaringan menyambung tidak mampu menutup defek luka maka akan terjadi kontraksi. Kontraksi luka meliputi pergerakan dermis dan epidermis pada setiap sisi luka. Mekanisme kontraktur belum sepenuhnya dimengerti. Tetapi diketahui bahwa kolagen tidak berperan penting dan setiap kejadian yang mengganggu kemampuan hidup sel yang berada di tepi luka akan menghambat kontaksi. Kontraksi luka dimulai pada hari ke-empat dan terjadi secara
simultan
terjadinyakontraksi
dengan adalah
epitelisasi.
Sel
miofibroblast.
yang
mendorong
Kontaksi
luka
mengakibatkan jaringan di sekitar luka menipis, dan ukuran serta bentuk jaringan perut pada akhirnya akan sama dengan garis ketegangan di daerah yang rusak. Contoh, luka persegi pada abdomen akan memperlihatkan bentu dua Y, dari ujung ke ujung. Pada beberapa area tubuh, kontraksi member hasil yang minimal misalnya pada luka di wajah, sternum dan kaki bagian bawah anterior. Kontraksi luka tidak sama dengan kontraktur atau deformitas akibat pemendekan otot dan fiksasi sendi. 2.2.2
Komplikasi Proses Penyembuhan Luka
9
Komplikasi pada proses penyembuhan luka yang memungkinkan terjadi di antaranya: 1) Infeksi Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36-48 jam. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan denyut nadi dan temperatur, dan peningkatan jumlah sel darah putih. Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain : 1. Cellulitis merupakan bakteri pada jaringan. 2. Abses merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh terkumpulnya bakteri, jaringan nekrotik, sel darah putih. 3. Lymphangitis yaitu infeksi lanjutan dari cellulitis atau abses yang menuju ke sistem limphatik. 2) Perdarahan Perdarahan dapat mengindikasikan suatu jahitan yang lepas, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 24 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan. 3) Dehiscence dan Eviscerasi Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi: kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di
10
daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka. 4) Jaringan parut Luka yang sembuh, kadang tidak dapat kembali seperti semula dan meninggalkan jaringan parut. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya jaringan parut ini, antara lain luka yang lebar dan
dalam,
luka
yang
memerlukan
banyak
tindakan
untuk
menyatukannya kembali dan luka yang kotor atau terinfeksi. 2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka antara lain: 1) Nutrisi Penyembuhan luka memerlukan nutrisi yang tepat. Proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C), dan mineral renik zink dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk mensistesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif teroid. Elemen renik zinc diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen (zinc), dan menyatukan serat-serat kolagen (tembaga). 2) Penuaan Tahap penyembuhan pada klien lansia terjadi secara lambat, tetapi aspek fisiologi penyembuhan luka tidak berbeda dengan usia muda. Masalah yang terjadi selama proses penyembuhan sulit ditentukan penyebabnya, antara lain seperti nutrisi, lingkungan atau respon individu terhadap stress. 2.3 Asuhan Keperawatan Pada Perawatan Luka 2.3.1 Pengkajian 1) Warna luka
11
2) 3) 4) 5) 6) 2.3.2
a. Slough (yellow) b. Necrotic tissue (black) c. Infected tissue (green) d. Granulating tissue (red) e. Epithelialising (pink) Lokasi ukuran dan kedalaman luka Eksudat dan bau Tanda-tanda infeksi Keadaaan kulit sekitar luka Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
Diagnosa Keperawatan 1) Kerusakan integritas
kulit
berhubungan
dengan
luka
yang
terkontaminasi. 2) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan luka traumatik yang terkontaminasi. 3) Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh. 2.3.3
Intervensi keperawatan
N
Dx.
Tujuan
o 1.
Keperawatan Kerusakan
TU : tidak terjadi
integritas
kulit kerusakan
berhubungan dengan
Intervensi
luka
yang terkontaminasi.
1. Jaga luka
integritas kulit.
agar 1. Penyembuhan bersih
dan kering.
kulit pada area luka meningkat. 2. Ganti balutan tanpa inflamasi, drainase
atau
maserasi.
luka bergantung pada keadaan
TK : integritas
KH : luka bersih
Rasional
sesuai program termasuk debridemen dan
yang
bersih
dan
lembab
untuk
epitelisasi. 2. Penggantian balutan mencegah adanya mikroba
12
proses
pemberian obat-obatan. 3. Instruksi
bersarang. 3. Pengkajian luka dan kulit
klien
atau
disekitarnya
orang
yang
secara teratur
penting bagi
dan
klien
merupakan hal
untuk
mengkaji dan
yang
merawat
dalam
luka.
dan
akurat penting askep
manajemen luka (Cooper, 2.
Risiko
tinggi TU:
1992) 1. Untuk
1. Pantau
terhadap infeksi menghindarkan
kondisi luka
mengidentifika
berhubungan
serta
si
dengan
klien dari risiko
luka infeksi.
traumatik yang terkontaminasi.
suhu
setiap 4 jam.
indikasi adanya infeksi. 2. Pembersihan
TK : luka bersih tidak
dan pelepasan
terkontaminasi dan
terhindar
dari infeksi. KH
indikasi-
:tidak
demam
ada dan
adanya
jaringan
2. Bersihkan area
luka
setiap
hari
dan lepaskan jaringan nekrotik.
pembentukan
nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi. 3. Antibiotik /antimikroba topikal
jaringan
membantu
granulasi
mencegah 3. Hilangkan
13
krim
lama
infeksi.
sebelum
Mengikuti
pemberian
prinsip aseptik
krim
melindungi
baru.
Gunakan
klien
sarung tangan dan
berikan
dari
infeksi. 4. Membantu dokter
krim
menuliskan
antibiotik
resep
secara menyeluruh
yang
sesuai
karena
drainase
dan rata.
purulen
dan
bau 4. Beri
tahu
dokter
bila
an
adanya
infeksi. 5. Teknik
demam drainase
dan
purulen bau
mengindikasik
atau busuk
dari area luka.
steril
tindakan
perawatan perlindungan lain melindungi pasien terhadap infeksi. 6. Untuk melindungi
14
5. Gunakan
terhadap
linen
tempat
tetanus.
tidur
steril,
handuk skoet
dan untuk 7. Ahli
klien.
diet
adalah spesialis nutrisi yang
dapat
mengevaluasi
6. Bila
riwayat
paling
baik
status
nutrisi
klien
dan
imunisasi tak
merencanakn
adekuat,
diet
berikan
memenuhi
globulin imun
kebutuhan
tetanus
nutrisi.
untuk
manusia sesuai pesanan. 7. Mulai rujukan pada ahli diet untuk memberikan makanan yang 3.
Risiko
sesuai. tinggi TU : klien tidak 1. Sediakan
terhadap
mengalami
waktu
gangguan
gangguan konsep
klien
konsep berhubungan dengan perubahan
diri diri. TK
:
klien
mampu mengungkapakan
15
1. Mengekspresik
untuk dan
an
perasaan
membantu
orang terdekat
memudahkan
untuk
koping,
mengekspresi
pengetahuan
kan perasaan.
klien
bentuk tubuh.
positif
tentang
diri. KH
:
adanya
membantu
klien terhadap
memudahkan
kedalaman
transisi melalui
area luka. 2. Anjurkan
penerimaan terhadap
Informasikan
diri
pada situasi saat ini.
proses
pada
berduka. klien 2. Untuk
untuk
gerak
mendcegah
aktif setiap 2
pengencangan
jam sekali.
jaringan parut progresif
3. Anjurkan klien
untuk
melakuakn aktifitas kehidupan sehari-hari. Bantu sesuai kebutuhan.
dan
kontraktur. 3. Melakuakn aktifitas seharihari memberikan latihan
aktif,
memudahkan pemeliharaan fleksibilitas sendi
dan
tonus
otot.
Juga
ini
meningkatkan sirkulasi sehingga terjadi penyembuhan luka. 2.3.4
Implementasi Tindakan Keperawatan 1) Tindakan mandiri
16
Perawat melakukan homeostasis luka dan perawatan luka. Perawatan luka berbeda sesuai jenis luka : a. Luka dengan eksudat dan jaringan nekrotik (sloughy wound). Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan hydrofibre dressings. Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue). b. Luka Nekrotik Balutan yang dipakai adalah : Hydrogels, hydrocolloid dressings. Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar). c. Luka terinfeksi Balutan yang
dipakai
:
Hydrogel,
hydrofibre,
alginate,
metronidazole gel (0,75%), carbon dressings, silver dressings. Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan luka. d. Luka granulasi Balutan yang dipakai : Hydrocolloids, foams, alginates. Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang baru, jaga kelembaban luka. f. Luka epitelisasi Balutan yang dipakai
:
hydrocolloids.
Bertujuan
untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-surfacing”. 2) Tindakan koordinasi Perawat berkoordinasi dengan dokter dalam meresepkan obat untuk klien yaitu dengan perawat memberikan informasi perkembangan luka klien kepada dokter. Selian itu, perawat juga berkoordinasi dan berkolaborasi dengan ahli gizi atau ahli diet dalam penentuan status gizi klien. 2.3.5
Evaluasi Tindakan Keperawatan 1) Evaluasi terhadap masalah luka secara umum dapat dinilai dari sempurnanya proses penyembuhan luka, tidak ditemukan adanya
17
tanda radang, tidak ada perdarahan, luka dlm keadaan bersih & tidak ada keloid/skiatrik. 2) Evaluasi penyembuhan luka secara terus menerus yang dilakukan selama mengganti balutan, saat terapi diberikan & saat klien berusah amelakukan sendiri perawatan lukanya. 3) Evaluasi setiap intervensi yang dilakukan untuk mempercepat penyembuhan luka & membandingkan kondisi luka dengan data pengkajian. 4) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain(Kozier, 1995). Luka yang terjadi pada seseorang memerlukan perhatian khusus agar tidak terjadi komplikasi seperti infeksi yang menghambat penyembuhan luka. Perawat harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan klinis untuk memberikan perawatan luka yang berkualitas. Selain itu perawat juga perlu memperhatikan prinsip dalam perawatan luka, karena perawat harus bisa memberikan perawatan dengan tetap menjaga kesterilannya. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat. Penggunaan ilmu dan teknologi harus tetap memperhatikan prinsip utama dalam manajemen perawatan luka yaitu pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien. 3.2 Saran Dengan adanya pengetahuan mengenai konsep perawatan luka ini diharapkan makalah ini dapat dijadikan pedoman dan sumber pengetahuan untuk diri kita sendiri maupun untuk merawat orang lain. Selain itu sebagai seseorang yang berprofesi sebagai perawat, sebaiknya kita cukup pengetahuan untuk menjelaskan kepada klien mengenai tujuan perawatan 18
dan proses penyembuhan luka agar klien sadar akan pentingnya diberikan perawatan.
DAFTAR PUSTAKA Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta: Salemba Medika. Morton, Patricia Gonce. dkk. 2012. Volume 2 Keperawatan Kritis Edisi 8. Jakarta: EGC. North American Nursing Diagnosis Association. 2001. Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia: Potter dan Perry. 2009. Fundamental of Nurisng 7th Edition. Singapore: Elsevier.
19