Makalah Pleno Sk.2 Blok 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Vulnus Morsum, Sidik Bibir, Sidik Jari, Bite Mark dan Dental Jurisprudensi Fasilitator: Prof. Dr. drg. Zaki Mubarak, MS



TUTORIAL 2 Uswatun Hasanah



(1813101010002)



Alia Zahrah



(1813101010003)



Mutia Sari Ayu Amran



(1813101010011)



Yola Ayu Kamilia



(1813101010012)



Nyak Athifa Zaqny



(1813101010018)



Ikraq Nur Aziza



(1813101010019)



Moch. Farel Aris Aryoga



(1813101010024)



Daffa Faruq Arrazzaq Albin



(1813101010035)



Siti Aisyatul Ulya



(1813101010036)



Meiditya Handysha



(1413101010031)



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SYIAH KUALA Tahun Ajaran 2018/2019 DARUSSALAM BANDA ACEH



1



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………………………………………………………..... i DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………….......................6 B. Rumusan Masalah…………………………………………………....................6 C. Tujuan Penulisan ………………………………………………….....................7 BAB II PEMBAHASAN 1.Bitemarks………………………………………………….................................. 1.1 Definisi……..……………………………………………...................................8 1.2 Karakteristik…………………………………………….....................................9 1.3 Metode................................………………………………………….................10 1.4 Tujuan Pemeriksaan....………………………………………….…....................13 1.5 Klasifikasi.........................…………………………………………....................13 2. Sidik Bibir 2,1 Defenisi ...................………………………………………………....................15 2.2 Anatomi Bibir..………………………...............……………………....................16 2.3 Karakteristik......………………………………....…………………....................17



2



2.4 Klasifikasi…………………………………………....................……....................17 2.5 Metode..........................………………………………………………....................21 2.6 Tujuan Pemeriksaan.………………………………………….………....................27 2.7 Contoh Hasil................................…………………..………………….................... 3. Sidik Jari 3.1 Definisi…….........……………………………………..............………....................27 3.2 Karakteristik…………………………………………………...................................28 3.3 Klasifikasi .................................................................................................................28 3.4 Metode ......................................................................................................................29 3.5 Tujuan Pemeriksaan ..................................................................................................34 3.6 Contoh Hasil .............................................................................................................. 4. Dental Jurispudence 4.1 Definisi……………..........……………………………………...................................35 4.2 Peran Dokter Gigi….....…………………………………………................................35 5. Vulnus Morsum 5.1 Definisi ........................................................................................................................36 5.2 Etiologi .......................................................................................................................39



3



5.3 Metode Analisis dan Contoh .........................................................................................39 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………......................................41. B. Saran…………………………………………………................................................41



4



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini merupakan hasil diskusi tutorial 2 pada blok 4 ini. Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik melalui makalah ini. Namun, sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, tentu masih banyak kesalahan yang terdapat dalam makalah ini dan jauh dari kata kesempurnaan. Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari staf pengajar, teman-teman, dan siapapun yang membaca laporan ini. Ucapan terima kasih kami ucapkan pada fasilitator tutorial 2, Prof. Dr. drg. Zaki Mubarak, MS., seluruh staf pengajar blok 4, seluruh anggota tutorial 2 yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyusunan makalah ini, dan pihak-pihak lain yang telah turut membantu dalam penyusunan makalah ini. Akhir kata, kami mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya.



Banda Aceh, 28 Febuari 2019 Penyusun



Tutorial 2



5



BAB I PENDAHULUAN



Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara-negara di dunia yang sangat rawan terjadi bencana. Berbagai macam bencana dapat terjadi, bisa dari faktor alam maupun non alam serta sosial. Mengetahui hal tersebut, maka sudah seharusnya kasus bencana ini segera ditangani. Dalam penanganan tersebut, maka terdapat korban dan juga pelaku, apabila bencana tersebut non alam dan sosial. Nah dalam menangani bencana tersebut, petugas juga harus mengidentifikasi korban. Dalam identifikasi tersebut, berbagai macam jenis sebab dan akibat dapat bermunculan. Maka sebab itu, untuk mengidentifikasi korban, petugas dapat melakukan melalui beberapa tmetode yang akan dibahas di makalah ini. Dalam pengidentifikasian tersebut, petugas dapat melakukan metode bite mark, sidik bibir, sidik jari, dan juga vulnus morsum. Apa itu bite mark? Bite mark adalah bekas gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit korban dalam bentuk luka, jaringan kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit sebagai pola akibat dari pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku melalui kulit korban. Sidik bibir dilihat garisgaris normal atau alur pada bibir memiliki karakteristik yang individual sama halnya seperti yang terdapat pada sidik jari. Selain itu, seorang dokter gigi yang sudah memiliki SIP maka harus mengerti dental jurisprudence dan kode etik. Untuk menjalankan segala jenis metode diatas, maka dokter gigi juga harus mengetahui dan menjalankan dental jurisprudence. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan bite marks? 2. Bagaimana karakteristik dari bite mark? 3. Metode apa saja yang digunakan dalam mengidentifikasi bite mark?



6



4. Apa yang dimaksud dengan sidik bibir? 5. Bagaimana anatomi bibir? 6. Bagaimana karakteristik sidik bibir? 7. Apa yang dimaksud dengan sidik jari? 8. Bagaimana karakteristik dari sidik jari? 9. Apa yang dimaksud dengan dental jurisprudence? 10. Bagaimana peranan dokter gigi dalam dental jurisprudnce? 11. Apa yang dimaksud dengan vulnus murtum? 12. Apa etiologi dari vulnus morsum?



Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi bite marks. 2. Untuk mengetahui jenis-jenis bite marks. 3. Untuk mengetahui karakteristik bite marks. 4. Untuk mengetahui bagaimana metode bite marks. 5. Untuk mengetahui definisi sidik bibir. 6. Untuk mengetahui anatomi bibir. 7. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik sidik bibir. 8. Untuk mengetahui definisi sidik jari. 9. Untuk mengetahui karakteristik sidik jari. 10. Untuk mengetahui defisini dental jurisprudence. 11. Untuk mengetahui peranan dokter gigi dalam dental jurisprudence. 12. Untuk mengetahui definisi vulnus morsum. 13. Untuk mengetahui etiologi vulnus morsum. 14. Untuk mengetahui definisi data post mortem dan data ante mortem. 15. Untuk mengetahui perbedaan antara post mortem dan ante mortem. 16. Untuk mengetahui bagaimana bentuk data dari post mortem dan ante mortem. 17. Untuk mengetahui definisi age estimation. 18. Untuk mengetahui penjelasan dental forensik radiografi. 19. Untuk mengetahui parameter dalam dental forensik radiografi.



BAB II ISI



1. BITE MARKS (LUKA BEKAS GIGITAN)



7



1.1 Definisi bite mark Definisi bite Mark Menurut William Eckert (1992), bite mark adalah bekas gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit korban dalam bentuk luka, jaringan kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit sebagai pola akibat dari pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku melalui kulit korban. Menurut Bowers dan Bell (1995) mengatakan bahwa bite mark merupakan suatu perubahan fisik pada bagian tubuh yang disebabkan oleh kontak atau interdigitasi antara gigiatas dengan gigi bawah sehingga struktur jaringan terluka baik oleh gigi manusia maupun hewan. Menurut Sopher (1976) mengatakan bahwa bite mark yang ditimbulkan oleh hewan berbeda dengan manusia oleh karena perbedaan morfologi dan anatomi gigi geligi beserta bentuk rahangnya Menurut Levine (1977) mengatakan bahwa bite mark baik pola permukaan kunyah maupun permukaan hasil gigitan yang mengakibatkan putusnya jaringan kulit dandibawahnya baik pada jaringan tubuh manusia maupun pada buah-buahan tertentu misalnya buah apel dapat ditemukan baik korban hidup maupun yang sudah meninggal. Sedangkan menurut Soderman dan O’Connel pada tahun 1952 mengatakan bahwa yang paling sering terdapat bite mark pada buah-buahan yaitu buah apel, pear dan bengkuang yang sangat terkenal dengan istilah Apple Bite Mark.



1.2 Karakteristik Bite Mark a. Karakteristik Kelas Berdasarkan Manual of American Board of Forensic Odontology (ABFO), karakteristik kelas adalah fitur atau pola yang membedakan bite mark dengan cedera berpola lainnya. Hal ini bertujuan untuk membantu mengindentifikasi darimana bite mark



8



tersebut berasal. Langkah pertama saat melakukan evalusi bite mark adalah menentukan karakteristik kelas dari bite mark tersebut. Karakteristik kelas terdiri dari 2 tipe, yaitu karakteristik kelas gigi dan karakteristik bite mark. Dalam bite mark, gigi anterior yang terdiri dari gigi insisivus central, insisivus lateral, dan caninus merupakan penggigit utama sesuai dengan karakteristik kelas gigi. Setiap jenis gigi pada gigi-geligi manusia memiliki karakteristik kelas (karakteristik kelas gigi) yang membedakan satu jenis gigi dengan gigi yang lainnya Karakteristik bite mark membantu menentukan apakah bite mark tersebut berasal dari gigi rahang atas atau gigi rahang bawah. Berdasarkan karakteristik bite mark, insisivus central dan insisivus lateral rahang atas membentuk tanda persegi panjang dengan tanda pada insisivus central lebih lebar dibandingkan dengan insisivus lateral, serta pada gigi caninus rahang atas membentuk tanda yang membulat atau oval. Sedangkan pada gigi insisivus central dan insisivus lateral rahang bawah menghasilkan tanda persegi panjang yang hampir sama lebarnya, dan pada gigi caninus rahang bawah menghasilkan tanda yang membulat dan oval b. Karakteristik Individu Karakteristik individu adalah deviasi dari karakteristik kelas, yang merupakan pola spesifik dari pola yang ditemukan dalam karakteristik kelas, dapat berupa fitur, sifat, atau pola yang menunjukkan variasi individual dari tanda yang ditemukan. Pola, ciri-ciri, atau sifat gigi yang mungkin ditemukan pada beberapa individu dan tidak pada individu lainnya dapat berupa rotasi, bukoversi, linguoversi, perpindahan gigi ke mesial atau distal, dll. Perbedaan gigi pada individu dapat terbentuk oleh berbagai luka fisik dan kimia seperti atrisi, abrasi, esrosi, gigi yang mengalami karies karena oral hygiene yang buruk, dan adanya retorasi pada gigi. Selain itu, gigi juga dapat mengalami kerusakan yang disebabkan karena kecelakaan saat berolahraga, kekerasan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, dan karies. Setelah kerusakan seperti itu terjadi, gigi seringkali membutuhkan restorasi. Restorasi atau kerusakan pada gigi dapat menghasilkan ciri khas pada gigi Karakteristik individu dari bite mark dapat dipengaruhi oleh jenis, jumlah, kekhasan gigi, oklusi, fungsi



9



otot, pergerakkan gigi individu dan disfungsi temporomandibular joint (TMJ) dari individu tersebut. 1.3 Metode Analisis Bite Mark Analisis komparatif bite mark melibatkan pemeriksaan bite mark dan kemudian dibandingkan dengan bukti tersangka untuk menentukan hasil identifikasi. Pertama dan yang paling penting adalah tahap menentukan apakah pola luka tersebut merupakan gigitan manusia, gigitan binatang atau luka yang mirip dengan gigitan manusia atau bukan. Bekas gigitan manusia sangat bermacam-macam tergantung dari peristiwa (Dolinak dkk, 2005). Terdapat beberapa metode perbandingan yang digunakan oleh dokter gigi forensik untuk analisis bukti bite mark, yaitu perbandingan visual, life size overlays, test bites, digital bite mark overlays, scanning electron microscopy dan analisis metrik. Analisis yang sering digunakan yaitu teknik overlay dan analisis metrik. Berdasarkan American Board of Forensic Odontostomatology (ABFO) pada tahun 1986 menyatakan panduan standar untuk analisis bite mark, yaitu: 1. Dental history Dental history terdiri dari perawatan gigi yang pernah dilakukan oleh terduga tersangka sebelum bukti bitemark didapatkan. Data dental history dicatat pada formulir ante mortem (Fonseca dkk, 2013). 2.



Foto Foto ekstraoral terdiri dari foto seluruh muka dan profil wajah. Foto intraoral terdiri dari foto frontal, dua foto lateral dan foto oklusal pada setiap rahang. Foto dilakukan dengan menggunakan film hitam, putih dan warna. Hasil foto berwarna memberikan hasil yang realistis tetapi tidak diakui sebagai bukti di pengadilan karena terdapat inflamasi, sedangkan hitam dan putih membuat bite mark terlihat lebih jelas dan umumnya diakui sebagai bukti di pengadilan. Luka bite mark dapat berubah seiring berjalannya waktu, oleh karena itu penting untuk dilakukan foto pada bite mark setiap 24 jam pada beberapa hari. Foto harus dibuat menggunakan lensa plane yang paralel dengan plane pada bite mark untuk mengurangi terjadinya distorsi. Hal ini menjadi suatu tantangan karena hampir seluruh permukaan badan manusia berbentuk lengkung. Oleh karena harus digunakan skala untuk estimasi jumlah distorsi foto. Skala yang digunakan yaitu 1:1 (Fonseca dkk, 2013).



10



3. Pemeriksaan ekstra oral Pemeriksaan yang dilakukan yaitu observasi jaringan keras dan jaringan lunak yang dipengaruhi oleh akibat dinamis gigitan. 4.



Pemeriksaan intra oral Pada pemeriksaan intra oral dilakukan swab saliva, ukuran dan fungsi lidah, keadaan periodontal pada mobilitas gigi. Swab pada bite mark dilakukan karena hampir 85% populasi manusia dapat diidentifikasi golongan darahnya melalui saliva. Sebagai pemeriksaan tambahan bukti DNA juga bisa didapatkan dengan swab saliva pada bite mark. Bukti dikumpulkan dengan menggunakan teknik double-swab, yaitu dengan melembabkan luka gigitan dengan kapas steril dan air suling steril kemudian daerah bite mark di keringkan dengan kapas kering (Fonseca dkk, 2013).



5. Pencetakan Setelah dilakukan foto dan swabbing, dilakukan pencetakan permukaan bite mark dan pencetakan rahang tersangka. Pada pencetakan permukaan bite mark, seluruh rambut di lokasi bite mark harus dihilangkan kemudian daerah tersebut dicuci dan dikeringkan. Bahan cetak dengan viskositas rendah diletakkan pada area tersebut sampai setting. Bahan cetak tersebut harus diperkuat dengan bahan penduung yang bersifat rigid untuk menghasilkan kontur anatomi yang akurat. Bahan pendukung yang dapat digunakan yaitu dental stone, resin akrilik, thermoplastic dan orthopedic mesh. Setelah bahan pendukung dipasangkan, hasil cetakan dicetak kembali menggunakan dental stone tipe IV. Pencetakan juga dilakukan pada rahang terduga tersangka Hasil cetakan tersebut / master cast digunakan untuk demonstrasi pengadilan dan untuk evaluasi serta analisis (Fonseca dkk, 2013). 6. Gigitan sampel Sampel gigitan dari terduga pelaku dapat dilakukan untuk menentukan tipe gigitan saat dilakukan analisis (Fonseca dkk, 2013). g. Analisis dental cast Analisis dapat dilakukan dengan teknik bite mark overlays, yaitu cetakan rahang gigi tersangka diduplikat, kemudian pada cetakan duplikat bagian insisal edge dan ujung cusp ditandai dengan tinta dan difoto. Hal serupa juga dilakukan diatas kertas asetat dengan hasil foto. Kemudian kertas asetat yang telah ditandai dengan tinta dicocokkan



11



dengan pola bite mark pada korban dan akan ditemukan apakah ditemukan superimposisi yang tepat atau tidak (Fonseca dkk, 2013).



Gambar . Analisis dengan bite mark overlays Analisis lain yaitu menggunakan analisis metrik. Cetakan rahang tersangka dan duplikatnya diukur karakteristiknya menggunakan kaliper. Pada analisis ini dicatat ukuran setiap gigi, jarak intercanine, ukuran diastema, derajat dan arah rotasi gigi, serta ada atau tidak gigi yang hilang. Setiap karakteristik gigi tersangka yang sesuai dengan bite mark dapat menghasilkan analisis yang sama. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis komparatif dari bite mark dan gigi tersangka untuk menentukan derajat perbandingan (Fonseca dkk, 2013) Perbandingan juga bisa dilakukan dengan media transfer, seperti mesin fotokopi atau asetat yang dihasilkan menggunakan komputer dari gigi tersangka. Kemudian ditransfer ke foto seukuran gigitan. Model tersangka dapat ditempatkan secara langsung di atas foto gigitan satu per satu gigitan dan perbandingan yang dibuat (Dolinak dkk, 2005). h. Hasil analisis Setelah dilakukan anaisis bite mark, dokter gigi forensik dapat mencatat pada lampiran post mortem untuk mendapatkan kesimpulan dari analisis yang dilakukan (Fonseca dkk, 2013) 1.4 Tujuan pemeriksaan Berdasarkan penjelasan dari karakteristik pada bite mark maka dapat disimpulkan bahwa setiap gigi manusia memiliki bentuk,ukuran,pola,dan fitur individualis dalam lengkung rahang setiap orang [gigi patah,anomali perkembangan,dan lain-lain] maka dari itu gigi bisa menjadi bukti fisik yang bernilai dan memiliki fitur dalam identifikasi tersangka pada kasus kriminal



12



yang mana bisa mengungkapkan identitas si pelaku kejahatan dalam membantu penegakan hukum 1.5 Klasifikasi Bite Mark Pola gigitan mempunyai derajat perlakuan permukaan sesuai dengan kerasnya gigitan, pada pola gigitan manusia terdapat 6 kelas (Lukman, 2006), yaitu: 1. Kelas I : pola gigitan terdapat jarak dari gigi incisivus dan kaninus.



Gambar 1.1. Bite mark kelas I 2. Kelas II : menyerupai pola gigitan kelas I tetapi terlihat pola gigitan cusp bukal dan palatal maupun cusp bukal dan cusp lingual gigi P1, tetapi derajat pola gigitannya masih sedikit.



Gambar 1.2. Bite mark kelas II 3. Kelas III :derajat luka lebih parah dari kelas II, yaitu permukaan gigit incisivus telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan mempunyai derajat lebih parah dari pola gigitan kelas II.



13



Gambar 1.3. Bite mark kelas III 4. Kelas IV : terdapat luka pada kulit dan otot di bawah kulit yang sedikit terlepas atau rupturesehingga terlihat pola gigitannya irreguler.



Gambar 1.4. Bite mark kelas IV 5. Kelas V : terlihat luka yang menyatu pola gigitan incisivus, kaninus, dan premolar baik pada rahang atas maupun rahang bawah.



Gambar 1.5. Bite mark kelas V 6. Kelas VI : memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari gigi rahang atas dan bawah, serta jaringan kulit dan otot terlepas sesuai dengan kekerasan oklusi dan pembukaan mulut



14



Gambar 1.6. Bite mark kelas VI 2. SIDIK BIBIR 2.1 Definisi Sidik Bibir Sidik bibir didefinisikan sebagai gambaran alur pada mukosa bibir atas dan bawah, dan oleh Suzuki dinamakan “figura linearum labiorum rubrorum”. Garis-garis normal atau alur pada bibir memiliki karakteristik yang individual sama halnya seperti yang terdapat pada sidik jari.12 2.2 Anatomi Bibir Anatomi Bibir Bibir merupakan dua lipatan otot yang membentuk gerbang mulut, terdiri dari bibir bagian atas dan bibir bagian bawah.4 Bibir luar ditutup oleh jaringan kulit, sedangkan bagian dalam ditutupi oleh mukosa mulut.5 Menurut The American Join Committee of Cancer, bibir merupakan bagian dari cavum oris, mulai dari perbatasan vermilion-kulit dan meliputi seluruh vermilion saja. Bibir terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit, vernilion, dan mukosa. Bibir bagian atas disusun oleh tiga unit, yaitu 2 lateral dan 1 medial. Cuspid bow adalah proyeksi ke bawah dari unit philtrum yang memberi bentuk bibir dengan khas. Proyeksi linier tipis yang memberi batas bibir atas dan bawah secara melingkar pada batas kutaneus dan vermilion disebut white roll. Bibir bagian bawah memiliki 1 unit yaitu bagian mental crease yang memisahkan bibir dengan dagu.6



15



Persyarafan sensoris bibir atas berasal dari cabang syaraf kranialis V (N. trigeminus) dan N. infraorbitalis. Bibir bawah mendapat innervasi sensoris dari Nervus mentalis. Inervasi motorik bibir berasal dari syaraf kranialis VII (N. facialis). Ramus buccalis N. facialis mempersyarafi Muscularis orbicularis oris dan Musculus levator labii. Ramus mandibularis N. facialis menginervasi M. orbicularis oris dan M. depressor labii.7 Otot bibir terdiri dari kelompok otot sfingter bibir (orbicularis oris) dan otot dilator yang terdiri dari satu seri otot kecil yang menyebar keluar dari bibir. Fungsi otot sfingter bibir adalah untuk merapatkan bibir, sedangkan fungsi otot dilator bibir adalah untuk membuka bibir.7 Bibir merupakan jaringan lunak yang melindungi mulut. Bibir memiliki variasi dalam bentuk dan warna. Bibir dalam keseharian memiliki peran penting antara lain berbicara, minum, menghisap, meniup dan sebagainya. Pada tubuh yang terbakar sering dijumpai bibir tertutup rapat bila sudah meninggal sebelum api membakar tubuh mereka, tetapi akan ditemukan bibir terbuka lebar pada kasus terbakar hidup-hidup. Dalam kekerasan pada bayi sering ditemukan luka robek pada frenulum bagian atas.8



2.3 Karakteristik Sidik Bibir a. Garis-garis normal atau alur pada bibir memiliki karakteristik yang individual sama halnya seperti yang terdapat pada sidik jari. b. Memiliki pola yang unik c. Pola sidik bibir bersifat stabil dan tidak mengalami perubahan oleh perbedaan iklim atau adanya penyakit di sekitar mulut. Selain itu, tidak mengalami perubahan walaupun



16



individu mengalami trauma, penyakit, serta perawatan bedah yang bias mengubah bentuk dan warna bibir.



2.4 Klasifikasi Sidik Bibir Klasifikasi



Pola



Sidik



Bibir



Beberapa



peneliti



melakukan



identifikasi



dan



mengklasifikasikan pola sidik bibir, namun belum ada kesepakatan mengenai pola sidik bibir yang digunakan sebagai acuan internasional. a. Santos (1967) Santos mengklasifikasikan lekukan pada bibir dan membaginya menjadi 4 tipe yaitu : 1) Garis lurus 2) Garis bergelombang 3) Garis bersudut 4) Garis berbentuk sinus b. Suzuki & Tsuchihashi (1970) Dikenal sebagai klasifikasi Tsuchihashis serta Paling banyak digunakan dalam literatur. Suzuki & Tsuchihashi Mengklasifikasikan pola sidik bibir menjadi: tipe IV, yaitu:







Tipe 1: alur vertikal yang jelas tetapi menjalar di seluruh bibir



17







Tipe 1’ :vertikal, tetapi jangan menutupi seluruh bibir







Tipe 2 : alur bercabang







Tipe 3 : alur berpotongan



18







Tipe 4 : alur reticular







Tipe 5 : yg tak dpt ditentukan/ pola lainnya



Sejumlah penelitian membuktikan bahwa pola sidik bibir dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelamin individu. Pola garis vertikal lebih umum



19



ditemukan pada perempuan dan pola berpotongan lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Identifikasi sidik bibir lebih mudah dilakukan pada kelompok usia 21-40 tahun karena perubahan usia dapat memengaruhi ukuran dan bentuk bibir sehingga dapat mengubah bentuk pola sidik bibir yang dihasilkan. Variasi juga ditemukan untuk membedakan jenis kelamin. Pola sidik bibir tipe I merupakan pola sidik bibir yang paling banyak muncul pada kelompok jenis kelamin pria dan tipe IV banyak ditemukan pada jenis kelamin wanita. Pola tipe III paling sedikit muncul pada jenis kelamin wanita, sedangkan pola tipe V paling sedikit dijumpai pada jenis kelamin pria dengan menggunakan klasifikasi Suzuki.



c. Renaud (1973) Renaud membagi pola sidik bibir menjadi 10 tipe. Domiaty et al mengganggap bahwa klasifikasi menurut Renaud inilah yang paling lengkap, yaitu sebagai berikut :



20



2.5 Metode Pemeriksaan Sidik Bibir Metode pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir Tersangka yang diduga sebagai orang yang meninggalkan sidik bibir, harus diperiksa dan dianalisis sidik bibirnya. Pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir dapat dilakukan secara langsung. Untuk mendapatkan hasil yang optimal pemilihan metode pengambilan sidik bibir harus dilakukan dengan benar. 1. Metode lipstik Metode pendokumentasian dan pengambilan sidik bibir menggunakan lipstick dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode single motion dan metode Prabhu. Dalam metode single motion dibutuhkan beberapa alat dan bahan antara lain, lipstik berwarna merah, selotif transparan lebar 0,9 cm, gunting, kertas putih polos, kaca pembesar dan kertas tissue.5 Sedangkan pada metode Prabu diperlukan alat dan bahan antara lain kertas putih, lipstick, glass plate, dan kaca pembesar.



Gambar 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam metode lipstik.



21



Tahapan pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir dengan menggunakan metode lipstik yaitu, lipstik dioleskan pada bibir subyek secara merata, kemudian selotif ditempelkan pada bibir yang telah diolesi lipstik, lalu ditekan secara perlahan setelah itu selotif ditarik satu arah, dari kanan ke kiri atau kiri ke kanan.



Gambar 2. Prosedur pengambilan sidik bibir dengan menggunakan metode lipstik Perbedaan antara metode single motion dan metode prabu terletak pada cara penempelan selotif ke bibir subjek, jika pada metode single motion selotip ditempelkan searah dari arah kanan ke kiri atau sebaliknya kemudian selotif dilepas searah, akan tetapi jika metode prabu, selotif ditempelkan pada bibir bagian tengah kemudian baru selotif ditekankan pada bibir bagian kanan dan kiri. 2. Metode pengambilan sidik bibir dengan menggunakan bahan cetak gigi Pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir dapat dilakukan dengan menggunakan bahan cetak kedokteran gigi seperti alginat, dan elastomer (polyvinyl siloxane). Munakhir (1995) melaporkan bahwa hasil cetakan sidik bibir dengan menggunakan alginat memberikan hasil yang cukup detail sehingga mudah dianalisa dan dapat bertahan lama. Dalam metode ini dibutuhkan alat dan bahan antara lain, mangkuk karet, spatula, alginat, dan sendok cetak perorangan (custom tray).



22



Gambar 3. Alat dan Bahan yang digunakan dalam metode bahan cetak alginat. Tahapan pencetakan sidik bibir dengan menggunakan alginat dilakukan dengan cara pertamatama bibir pasien diolesi vaselin kemudian, adonan alginat diaduk dan dituangkan ke seluruh permukaan bibir kemudian ditekan dengan menggunakan sendok cetak perorangan yang telah disesuaikan dengan ukuran bibir subjek, setelah alginat agak mengeras, sendok cetak diangkat dan akhirnya didapatkan cetakan negatif dari sidik bibir. Setelah itu cetakan tersebut diisi dengan menggunakan gips biru.



Gambar 4. Prosedur pencetakan sidik bibir dengan menggunakan alginat Pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir dapat dilakukan dengan bahan cetak lain yaitu polyvinyl siloxane. Vorghese11 melaporkan bahwa dengan menggunakan bahan cetak elastomer, dapat dihasilkan hasil cetakan sidik bibir yang sangat detail. Dalam metode ini dibutuhkan alat dan bahan antara lain mangkuk karet, spatula, polyvinyl siloxane, dan sendok cetak perorangan (custom tray), vaselin dan aplicating gun.



23



Gambar 5. Alat dan bahan yang digunakan dalam metode pencetakan dengan menggunakan polyvinyl siloxane Tahapan pencetakan sidik bibir dengan menggunakan polyvinyl siloxane dilakukan pertamatama bibir pasien diolesi vaselin, kemudian bahan light body dioleskan keseluruh permukaan bibir dengan menggunakan alat bantu aplicating gun, lalu sendok cetak perorangan yang telah isi dengan menggunakan heavy body ditekankan ke bibir yang telah terolesi light body , kemudian ditunggu sampai 15-20 menit, setelah agak mengeras sendok cetak diangkat dan akhirnya didapatkan cetakan negatif sidik bibir setelah itu cetakan tersebut diisi dengan menggunakan dental plaster.



Gambar 6. Prosedur pencetakan sidik bibir dengan menggunakan polyvinyl siloxane 3. Metode pengambilan sidik bibir dengan menggunakan fotografi Sidik bibir dapat didokumentasikan secara langsung dengan menggunakan foto konvensional maupun foto digital. Pemanfaatan foto digital lebih sering digunakan karena hasilnya dapat dilihat langsung sehingga pengambilan foto dapat diulang jika



24



hasilnya kurang bagus. Selain itu hasil foto dapat dilakukan perbaikan kualitas gambar dengan menggunakan beberapa bantuan software seperti Adobe Photoshop. Tsucihasi9 merupakan salah satu peneliti yang mengembangkan metode fotografi untuk pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir dengan menggunakan kamera medical Nikkor F200.



4. Metode pengambilan sidik bibir dengan menggunakan bahan bubuk sidik jari Sidik bibir dapat tertinggal pada sebuah benda seperti pada kain atau kemeja yang tidak dapat terlihat oleh mata. Dalam kasus ini sidik bibir dapat divisualisasikan dengan menggunakan bantuan bahan bubuk sidik jari serta bahan pewarna seperti lysochorme dye. Penggunaan bahan lysocrome dye akan sangat optimal jika diaplikasikan pada bahan yang memiliki porusitas, seperti kain, kertas tissue. Beberapa alat dan bahan yang dibutuhkan dalam metode ini adalah kuas, bubuk sidik jari atau bahan pewarna lysocrome dye.



25



Tahapan pengambilan sidik bibir dengan menggunakan bubuk sidik jari yaitu subjek diinstruksiikan untuk menempelkan bibir ke sebuah kertas, Kemudian kertas yang telah terdapat sidik bibir laten tersebut, ditaburkan bubuk sidik jari, lalu diratakan dengan menggunakan kuas sampai terlihat sidik bibir yang menempel pada kertas tersebut.



2.6 Tujuan Pemeriksaan sidik Bibir Sidik bibir adalah salah satu sarana identifikasi biologis pada kasus forensik yang digunakan untuk mengidentifikasi usia, jenis kelamin, hubungan darah, dan ras. Karena Setiap manusia memiliki alur atau pola khas pada gambaran alur pada mukosa bibir atas dan bawah yang berbeda-beda sama halnya seperti sidik jari. Hal ini mendasari penggunaan sidik bibir sebagai salah satu cara untuk mengidentifikasi individu. 3. SIDIK JARI 3.1. Defenisi Sidik Jari Sidik jari merupakan identitas pribadi, tak ada di dunia ini yang memiliki sidik jari sama. Sidik jari adalah hasil dari reproduksi tapak tapak jari, baik yang sengaja diambil atau



26



dicapkan dengan tinta maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah terpegang atau tersentuh dengan kulit telapak (friction skin) tangan atau kaki. Sidik jari adalah teknik analisis mengidentifikasi pada pola-pola garis sidik jari seseorang (garis papiler) yang secara genetik permanen melekat pada seseorang. Menurut Komarinski (2005:3), Fingerprint atau sidik jari adalah sebuah biometric yang telah digunakan secara sistematik untuk identifikasi selama 100 tahun yang telah diukur, diduplikasi dan diperiksa secara ekstensif, sebuah biometric yang tidak berubah dan relatif mudah untuk diambil. 3.2. Karakteristik Sidik jari Karakteristik sidik jari pada manusia antara lain yaitu : a. Ridge merupakan garis yang menonjol pada permukaan jari. b. Valley merupakan daerah lembah di permukaan jari. c. Minutiae merupakan titik perhentian (Ending),titik pusat sidik jari (core),dan titik percabangan (Bifurcation) untuk setiap Ridge. 3.3 .Klasifikasi Sidik Jari Arch (busur) adalah bentuk pokok sidik jari yang semua garis-garisnya datangdari satu sisi lukisan, mengalir atau cenderung mengalir ke sisi yang lain dari lukisan itu, dengan bergelombang naik di tengah-tengah, kecuali tented arch (tiang busur) yang akan diterangkan lebih lanjut. Dijumpai 50% dari seluruh sidik jari terdiri dari bentuk arch. Golongan arch ini terbagi lagi atas:



a) Plain arch b) Tented arch (tiang busur). 1. Loop (sangkutan) adalah bentuk pokok sidik jari di mana satu garis atau lebih datang dari salah satu sisi lukisan, melengkung menyentuh suatu garis bayangan (imaginary line) yang ditarik antara delta dan core dan berhenti atau cenderung



27



kembali ke sisi datangnya semula. Dijumpai 60-65% dari seluruh sidik jari terdiri dari bentuk loop. Golongan loop ini terbagi lagi atas: a) Ulnar loop b) Radial loop. 2. Whorl (lingkaran) adalah bentuk pokok sidik jari yang mempunyai paling sedikitnya 2 buah delta, dengan satu atau lebih garis melengkung atau melingkar di hadapan kedua delta. Dijumpai 30-35% dari seluruh sidik jari terdiri dari bentuk whorl. Golongan whorl ini terbagi lagi atas: a) Plain whorl b) Central pocket loop whorl (suku tengah) c) Double loop whorl (sangkutan kembar). d) Accidental (combination of more than one pattern).



3.4.Metode Pengambilan Sidik Jari I.



Pada jenazah yang baru a. Pada jenazah dengan jari-jari yang bisa digerakkan : 



Telungkupkan mayat







Jari seperti biasa



b. Pada jenazah dengan jari-jari yang sulit digerakkan: 



Gunting Formulir AK-23 pada batas kolom tangan kiri dan kanan tangan kiri dan kanan.



28







Jepit potongan formulir tersebut pada kedua sisi sendok mayat bagian cekung dengan kolom sidik jari menghadap ke luar (dapat juga pada bagian cembung).







Bersihkan jari mayat dengan hati-hati, kemudian bubuhkan tinta dengan alat pembubuh tinta atau dengan roller setelah tintanya diratakan.







Capkan jari mayat tersebut dengan menekannya pada kolom sidik jari dari formulir yang terjepit di sendok mayat. Geser formulir menurut kolom sidik jarinya sehingga semua jari terekam.







Rekatkan hasil pengambilan tersebut pada sehelai formulir AK-23 dan rumuslah sidik jari tersebut.



II.



Mayat telah kaku dan mulai membusuk a. Jari-jari mayat menggenggam: 



Tarik jari-jari mayat tersebut sehingga menjadi lurus; bila jari-jari sulit diluruskan, sayatlah pada bagian dalam jari pada ruas kedua sehingga jari dapat diluruskan. Untuk ibu jari sayatan antara ibu jari dan telunjuk.







Ambilah sidik jari mayat tersebut dengan menggunakan sendok mayat seperti dijelaskan pada di atas.



b. Ujung-ujung jari mayat sudah lembek (belum rusak tetapi sudah mengkerut): 



Suntiklah jari tersebut dengan cairan pengembang (tissue builder) atau air panas sehingga kulit jari mengembang. Jarum suntik ditusuk pada ujung jari atau pada bagian dalam jari antara ruas pertama dan kedua.







Ambil sidik jari mayat tersebut dengan menggunakan sendok mayat seperti dijelaskan di atas.



c. Mayat mulai membusuk/awal dekomposisi (kulit ari mulai terlepas):



29







Periksa kulit jari tersebut apakah masih baik atau ada bagian yang rusak. Bersihkan kulit jari tersebut dengan hati-hati.



Gambar 2: kondisi kulit tangan yang busuk dan terlepas10



Gambar 3 : kulit yang telah dilepas dari tangan jenazah10 



Kulit dipasang kembali pada jari mayat atau dimasukkan dalam jari terugas sehingga pengambilan dapat dilakuka



30



III.



Jika kulit jari sudah terlepas sama sekali: 1. Kulit ari diolesi tinta 2. Kulit jari yang bertinta tersebut dijepit diantara 2 (dua) lembar kaca kemudian di potret/direproduksi. 3. Tempelkan potret sidik jari tersebut pada formulir AK-23 sesuai kolomnya dan rumuslah sidik jari mayat tersebut.



IV.



Jika kulit jari telah hilang (garis papil pada kulit jangat masih dapat diambil walau tidak begitu menonjol): 1. Oleskan tinta dengan hati-hati pada garis papil kulit jangat jari. 2. Ambillah sidik jari tersebut dengan sendok mayat seperti dijelaskan di atas.



V.



Mayat sudah membusuk (dekomposisi),



mengering



(mumifikasi), terendam di air



(medok): a. Periksa apakah jari mayat mayat masih lengkap. Jika tidak lengkap, apakah jari tersebut hilang ketika masih hidup atau jari tersebut telah dimakan binatang. Catatlah keadaan ini pada kartu sidik jari di kolom yang bersangkutan. b. Bersihkan kotoran yang terdapat pada kulit jari dengan hati-hati. c. Usahakan agar kulit jari dapat dibeberkan menjadi rata. Caranya: sisa-sisa daging dibawah kulit dikeluarkan lalu tepi-tepi kulit digunting sedikit sehingga kulit jari itu mudah dibeberkan. d. Oleskan tinta pada kulit jari itu kemudian dijepit diantara 2 (dua) lembar kaca dan dipotret/direproduksi. e. Tempelkan potret sidik jari tersebut pada formulir AK-23 sesuai kolomnya dan rumuslah sidik jari mayat tersebut. Setelah dilakukan pengambilan sidik jari, maka dilakukan perbandingan antara sidik jari yang dicurigai dan sidik jari yang diketahui dengan melihat pola sidik jari dan galton detail yang ada. Galton detail atau karakteristik adalah garis-garis papiler yang terdapat pada tapak jari, telapak tangan dan telapak kaki yang bentuknya berupa garis membelah, garis pendek, garis berhenti, pulau, jembatan, taji dan titik. Cara atau teknik untuk membandingkan sidik jari:



31



1. Menentukan persamaan/keidentikan dua sidik jari a. Bentuk pokok lukisan: i. Harus sama antara kedua sidik jari tersebut. ii. Walau sama, keidentikan belum dapat ditentukan jika factor lainnya belum/tidak terpenuhi. b. Karakteristik garis-garis papiler sidik jari (galton detail): i. Jenis dan bentuk galton detail pada kedua sidik jari tersebut harus sama (sama-sama garis membelas, garis berhenti, pulau, dll). ii. Arah galton detail harus sama pula (garis membelah sama-sama membelah ke atas atau ke bawah, dsb). c. Jumlah titik persamaan (galton detail yang sama jenis, bentuk, arah dan posisi): i. ii.



12 atau lebih titik persamaan, keidentikannya pasti.



8 sampai dengan 11 titik persamaan, keidentikannya masih harus dikuatkan dengan hal-hal seperti: kejelasan sidik jari, adanya ‘core’ dan ‘delta’, bentuk pokok lukisan yang jarang dijumpai, dll. Hubungan antara titiktitik persamaan. Jumlah interval garis papiler antara titik-titik persamaan kedua sidik jari tersebut harus sama.



32



2. Cara / teknik pemeriksaan perbandingan sidik jari



a. Sidik jari laten atau sidik jari yang dicurigai diletakkan berdampingan dengan sidik jari yang diketahui pada fingerprint Comparator kemudian dengan menggunakan peralatan tersebut di atas segeralah mulai membandingkan kedua sidik jari tersebut. Harus selalu diingat: pemeriksaan perbandingan harus selalu dimulai dari sidik jari laten (sidik jari yang dicurigai) ke sidik jari yang diketahui, jangan sebaliknya. b. Tentukanlah apakah kedua sidik jari tersebut mempunyai bentuk pokok lukisan yang sama. Bila bentuk pokok lukisan tidak utuh, perhatikan apakah aliran garis-



garis



papiler antara kedua sidik jari tersebut sama. c. Bila bentuk pokok lukisan kedua sidik jari tersebut berbeda atau tidak sama sudah pasti kedua sidik jari tersebut tidak identik, karena itu pemeriksaan lebih lanjut tidak perlu dilakukan. d. Bila bentuk pokok lukisan atau aliran garis papiler kedua sidik jari tersebut sama, pemeriksaan yang rinci (mendetail) harus dilakukan lebih lanjut. Langkah-langkah berikut ini dapat diikuti: i.



Tentukan salah satu galton detail pada sidik jari laten sebagai titik awal. Kemudia periksalah galton detail yang sama pada sidik jari yang diketahui dan tentukan pula



ii.



sebagai titik awal. Tentukan galton kedua, yang dekat titik awal, pada sidik jari laten. Periksa dan tentukan pula galton detail yang kedua ini pada sidik jari yang diketahui. Perhatikan posisi serta hubungan galton detail kedua ini dengan titik awal (galton detail pertama) baik pada sidik jari laten maupun pada sidik jari yang diketahui. Ingat, interval garis



iii.



papiler harus sama. Prosedur di atas diteruskan sampai ditemukan jumlah titik persamaan yang cukup yang menunjukkan bahwa kedua sidik jari tersebut (laten dan yang diketahui) berasal dari jari yang sama (identik).



(Expert-Jurnal Manajemen Sistem Informasi Dan Teknologi) Sifat yang dimiliki sidik jari adalah : 1.Perenial nature yaitu guratan2 pada sidik jari yang melekat pada kulit manusia seumur hidup. 2.Immutability yaitu sidik jari seseorang tidak pernah berubah kecuali mendapat kecelakaan yang serius 3.Indivduality pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk setiap orang ( Wijaya (2004) pengenalan citra sidik jari berbasis transformasi wafelet dan jaringan syaraf tiruan)



3.5. Tujuan Pemeriksaan Pembuktian dengan menggunakan metode Dactyloscopy memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki metode lain, salah satunya adalah bahwa sidik jari seseorang bersifat permanen, tidak berubah selama hidupnya, gambar garis papilernya tidak akan berubah kecuali besarnya saja, sidik jari dapat dirumus dan diklasifikasi secara sistematis selain itu juga memiliki tingkat akurasi paling tinggi diantara metode lain, maka baik pelaku, saksi, maupun korban tidak akan bisa mengelak.Sidik jari dapat melepaskan atau menjerat seseorang dari keterlibatanya dalam suatu tindak pidana. Sidik jari juga membuktikan bahwa adanya kontak antara permukaan suatu benda dengan orang. Sidik jari merupakan keterangan yang dibuat oleh pihak penyidik. Penyelenggaraan sidik jari oleh Polri telah dikuatkan dengan UU no. 13 tahun 1961 tentang ketentuan ketentuan pokok Kepolisian Negara dan UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Peraturan perundang-undangan tersebut memberikan kewenangan kepada Polri



(penyidik, pembantu penyidik) untuk mengambil sidik jari dan memotret seseorang. Di samping itu, hasil pemeriksaan sidik jari yang dilakukan oleh petugas identifikasi atau daktiloskopi Polri, yang tertuang dalam berita acara atau surat keterangan, mempunyai kekuatan bukti dalam sidang pengadilan (surat keterangan ahli) atau alat bukti surat yang kedua alat bukti ini sah menurut hukum sesuai pasal 184 KUHAP.



4. DENTAL JURISPRUDENCE 4.1 Definisi Dental jurisprudence adalah penerapan pengetahuan medis terhadap undang undang yang menyangkut kehidupan serta penilaian, termasuk memberikan kesaksian terhadap perbuatan menyimpang di praktik medis. Untuk melaksanakan praktik medis, seorang dokter harus memiliki ilmu medis terlebih dahulu. Nah, medis yang dimaksudkan adalah kedokteran dan kedokteran gigi. 4.2 Peranan Dokter Gigi Setiap Dokter dan Dokter Gigi yang menjalankan praktik kedokteran wajib memiliki SIP. SIP merupakan surat izin praktik, dimana seorang dokter dan dokter gigi yang sudah memiliki SIP pasti mengetahui dan memahami kode etik seorang dokter dan peranan dokter gigi dalam jurisprudence. Peranan dokter gigi tersebut ada dua lingkup, yaitu lingkup umum dan lingkup forensik. Dokter dan Dokter Gigi yang telah memiliki SIP berwenang untuk menyelenggarakan praktik kedokteran dalam lingkup umum, yang meliputi antara lain: a. mewawancarai pasien b. memeriksa fisik dan mental pasien c. menentukan pemeriksaan penunjang d. menegakkan diagnosis



e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi g. menulis resep obat dan alat kesehatan h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi i. menyimpan dan memberikan obat dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan standar j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek Sedangkan peranan dokter gigi dalam lingkup forensik, yaitu: •



Identifikasi mayat yang tidak dikenal melalui gigi, rahang, dan kraniofasial







Pemeriksaan umur gigi







Pemeriksaan Jejas gigi ( Bite Marks )







Penentuan ras dari gigi







Analisis dari trauma orofasial yang berkaitan dengan tindakan kekerasan







Berperan dalam identifikasi dna dari bahan gigi dalam identifikasi personal



5. VULNUS MORSUM 5.1 Definisi Vulnus atau luka adalah suatu diskontinuitas jaringan yang abnormal, baik di dalam maupun pada permukaan tubuh. Luka dapat terjadi karena trauma yang berasal dari luar, atau berasal dari dalam karena gesekan fragmen tulang yang patah, rusaknya kulit dari infeksi atau tumor ganas (Ridhwan Ibrahim, 2002). Menurut Suriadi (2007), luka adalah rusaknya kesatuan / komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.



Secara umum luka dikategorikan menjadi dua, yaitu luka simpleks dn luka kompleks. Luka simpleks merupakan luka yang hanya melibatkan kulit (epidermis saja). Contohnya vulnus abrasi (Luka lecet). Sedangkan luka kompleks merupakan luka yang disamping kulit juga melibatkan jaringan di dalamnya (otot, pembuluh darah, saraf). Penyebab luka bisa berbagai macam sebab yaitu trauma mekanis seperti tergesek, terpotong, terpukul, tertusuk, terbentur, terjepit; trauma elektrik seperti sengatan listrik dan sambaran petir; dan trauma termis oleh karna suhu terlalu panas (vulnus lombustum) atau suhu terlalu dingin (vulnus longolationum). Sedangkan berdsarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi beberapa kategori: 1. Luka memar (vulnus contussum) Kontusi atau memar jaringan (disebut juga sebagai luka “tertutup”) dengan kulit bengkak dan berwarna biru, terbagi atas tiga derajat. Derajat pertama di sebabkan oleh robekan kapiler jaringan bawah kulit yang di sertai pembentukan ekhiminisis. Kontusi derajat kedua di sebabkan oleh pecahnya pembulum darah yang lebih besar dengan pembetukan matom. Kontusi derajat ketiga ditandai dengan kerusakan jaringan, misalnya patah tulang, sampai dengan timbulnya shock dan gangren 2.



Luka lecet (vulnus abrasi) Adalah luka yang hanya mengenai lapisan paling luar dari kulit dan sangat dangkal.



3. Luka sayat (vulnus incisi) Adalah luka yang diperoleh karena trauma benda tajam. Pinggir luka licin. Jaringan yang hilang boleh dikatakan tidak ada. 4. Luka robek (vulnus laceratum) Luka ini pinggirnya tidak teratur atau compang-campaing sebagian dari jaringan umumnya hilang. Luka disebabkan oleh trauma tumpul. 5. Luka tusuk (vulnus punctum)



Luka yang disebabkan tusukan benda berujung runcing seperti paku. Luka mungkin terdorong ke dalam luka kecil, tetapi dapat sangat dalam. Apabila luka tusuk ini menembus suatu organ. Maka luka masuk selalu lebih besar dari luka keluarnya. Kadangkadang dalam kasus tertentu luka ini baru diketahui setelah timbul abses di telapak kaki. 6. Luka tembak (vulnus sclopetum) Apabila luka tembak ini menumbus suatu organ, maka luka keluarnya lebih lebar dan lebih compang-camping. Apabila tembakan dilakukan dari jarak dekat, pada luka masuk dapat ditemui jelaga. Pada luka keluar tidak jarang di temui pula bagian –bagian organ yang diterjang peluru. Keluar tidaknya peluru atau sampai dimana kerusakan yang di timbulnya tergantung dari jenis senjata, peluru jarak dan arah tembakkan. 7. Luka granulasi Adalah luka yang diatasnya tumbuh jaringan granulasi. Luka granulasi dapat dimulai oleh ulkus atau laku terinfeksi.



8.



Vulnus ulkus Suatu luka yang dalam, karena infeksi,tumor ganas, atau kelainan pembuluh darah.



9. Luka gigitan ( vulnus morsum ) Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit, namun terkadang bekas gigitan tidak jelas karena sudah terkoyak. Kedalaman luka menyesuaikan dengan gigitn hewan tersebut. Sedangkan definisi dari Vulnus morsum sendiri, merupakan luka yang tercabikcabik yang dapat berupa memar yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia (Morison J, 2003). Dapat ditemui pada bekas gigitan terasa nyeri, panas, dan udem. Luka



ini dapat menyebabkan shock anafilaktif dan membawa masuk bakteri atau parasit kedalam tubuh hewan. Luka gigitan yang paling sering dijumpai diantaranya:      



Ular (vulnus morsum serpentis) Anjing (vulnus morsum canis) Kucing (vulnus morsum felis ) Monyet (vulnus morsum macacus) Manusia (vulnus morsum sapiens) Kalajengking (vulnus morsum scorpion)



5.2 Etiologi Vulnus morsum masuk ke dalam kategori luka terbuka (vulnus apertum). Penyebab utama Vulnus morsum adalah gigitan hewan seperti ular, anjing, kucing, kalajengking dan lain – lain.. Luka gigitan hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut. 5.3 Metode Analisa & Penanganan Vulnus Morsum 1) Metode Analisa Diagnosis pada kasus vulnus morsum bisa dilakukan dengan : • Anamnesa • Pemeriksaan darah • Pemeriksaan dengan melihat gejala dan tanda klinis 2) Metode Penanganan Penanganan yang dapat dilakukan pada kasus vulnus morsum adalah : • Terapi dengan menggunakan antiseptis dan antibiotika ( untuk luka dangkal ) • Dengan metode operasi ( Untuk Luka Lebar dan Dalam) : – Pembersihan luka – Pembuatan luka baru pada tepian luka yang mengalami pengerasan atau nekrosis – Penutupan luka dengan tehnik suture 3) Contoh Kasus Hewan kasus adalah kucing lokal, jantan , berumur ± 2 tahun berwarna hitam keabu-abuan dengan berat badan 3,8 kg. Hewan memiliki nafsu makan yang bagus. Tanda klinis yang ditemukan adalah terlihat luka terkoyak akibat gigitan di bagian pangkal ekor, menurut sang pemilik, kucingnya berkelahi dengan kucing



liar sehingga ekornya terluka.Luka ini telah terbuka selama 6 hari, luka tersebut lumayan dalam, tampak berwarna agak pucat dan berair, jaringan disekitar luka sudah mengalami kerusakan.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan 1. Bite mark adalah bekas gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit korban dalam bentuk luka, memiliki pola gigitan yang berbeda-beda baik dari kelas I hingga kelas VI. 2. Sidik bibir dan sidik jari adalah dua hal yang berbeda tapi sangat membantu dalam proses identifikasi sebuah kasus, karena selain sifatnya unik, berbeda tiap individu, juga tidak pernah berubah. Sidik jari dan sidik bibir ini memiliki bentuk dan ciri khas tersendiri menurut klasifikasinya. 3. Vulnus atau luka memiliki beberapa tipe baik yang disebabkan oleh manusia maupun hewan. Sedangkan yang disebabkan oleh hewan dinamakan vulnus morsum, yang mana jika terkena gigitan hewan liar dapat membahayakan keselamatan dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi infeksi maupun nekrosis. 4. Setiap aturan dan peraturan serta prinsip dan doktrin yang mengatur dan mengatur praktek kedokteran gigi dimuat dalam dental Jurisprudensi. Maka seorang dokter gigi tidak bisa bertindak sewenang wenang karena semuanya telah tercantum yang berlaku dimata hukum. Selain itu, dokter gigi juga dapat membantu hakim menemukan dan membuktikan unsur-unsur yang didakwakan dalam pasal yang diajukan oleh penuntut B. Saran Sebagai mahasiswa-mahasiswi kedokteran gigi, kita harus benar-benar memahami materi pada blok ini. Selain kita dapat membantu orang lain dengan cara memberikan penanganan yang terbaik, kita juga dapat memberikan pertolongan pertama bagi diri sendiri melalui ilmu yang kita peroleh. Kemudian kita juga sudah mengetahui bagaimana dampak dan resiko jika menemukan kasus yang mengenai materi tersebut.



DAFTAR PUSTAKA



1. Abdussalam. Desasfuyanto, Adri. 2014. Buku Pintar Forensik (Pembuktian Ilmiah). PTIK:Jakarta. ISBN 978-602-1139-14-1. 2. Atmaji dkk. 2013. Metode pengambilan sidik bibir untuk kepentingan identifikasi individu. Jurnal PDGI 62 (3) Hal. 64-70 3. Ayu Veneza, Dewi.2013. Fungsi Sidik Jari Dalam Mengidentifikasi Korban Dan Pelaku Tindak Pidana. Universitas Hasanuddin. Makassar. 4. Bowes & Bell. 1995. Manual of Forensic Odontology 3rd Edition. America. A publication of the American Society of Forensic Odontology 5. Cheiloscopy: an aid for personal identification. J Forensic Dent Sci: 2011;3: 67-70 6. Fonseca, R.J., Walker, R.V., Barber, H.D., Powers, M.P., Frost, D.E., 2013, Oral and Maxillofacial Trauma, Elsevier Academic Press, USA, p. 628-630 7. Gorda, I Wayan.2016. Vulnus Moesum pada kucing lokal. Denpasar: Universitas Udayana 8. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Volume 2, No. 2, April 2015: 231-236 9. Kaur S, Krishan K, Chatterjee PM, Kanchan T. 2013. Analysis and identification of bite mark in forensic casework. OHDM J. 12 (3): 127-8 10. Leeson CR. Textbook of histology. Jakarta: EGC 1996: 327-8 11. Levine L. J. 1977. Bite Mark Evidence, Dental Clinics of North America 21: 145-158 12. Lip prints: Role in forensic odontology. Journal of Pharmacy and Bioallied Sciences June 2013 Vol 5 Supplement 13. Lukman J, 2006, Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi Forensik Jilid 2, CV. Sagung Seto, Jakarta, 115-134. 14. Maudjosemedi M. Bibir, sidik bibir, ilmu kesehatan, dan antropologi ragawi: Integrasi Antara Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Banyu Biru Offset 20012:2:12,15,20-2,114-5 15. North Gupta S, Gupta K, Gupta O. A study of morphological patterns of lip prints in relation to gender of Indian population. JOBCR 2011; 1(1): 12-6 16. Padmakumar, S.K., Beena, V.T., Salmanulfaris, N., Acharya, A.B., Indu, G., Kumar, S.J. 2014. Case Report Bite Mark Analysis. Oral and Maxillofacial Pathology. 5(2):488-490 17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/MenKes/PER/2011 18. Rensburg JV. Oral Biology. Neuroburg: Quintessence Publishing: 1995: 125 8. Venkatesh R, David MP. 19. Singh H, Chikkara P. Ritusingroha. Lip prints as evidence. J Puncab Acad Forensic Med Toxicol 2011; 11:24 20. Soderman & O’Connel. 1952. Bite Marks Analysis. In: Forensic Dentistry. Springfield, IL: Charles C.Thomas, pp. 125-152 21. Sopher. 1976. Forensic Dentistry. America. American Lectures series. January 1 22. Utomo, Agung. 2013. Rahasia Kehebatan Di Balik Sidik Jari Fingerprint Analysis. Jawa Barat. ISBN 978-602-7855-34-2.



23. Wijaya. 2004. Pengenalan Citra Sidik Jari Berbasis Transformasi Wafelet dan Jaringan Syaraf Tiruan. 24. William Eckert. 1992. Interpretation of Bloodstain Evidence at Crime Scene (Practical Aspect of Criminals & Forensic Investigation). Vol:1. United Kingdom . September 8 25. Wright And Daily. 2001. Lesing And Bethaus. 26. Yudhayana. 1993. Penuntun Daktiloskopi. Jakarta: Pusat Identifikasi Polri