Makalah Prinsip Dasar Pelayanan Kesehatan Pada Neonatal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolonganNya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama dengan judul “pelayanan kesehatan neonatal”. kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesarbesarnya Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.



1



DAFTAR ISI Kata pengantar......................................................................................1 Daftar isi...............................................................................................2 Bab 1 pendahuluan a. Latar belakang..........................................................................2 b. Rumusan masalah.....................................................................5 c. Tujuan......................................................................................5 Bab II Pembahasan 1. Prinsip dasar penilaian bayi pada kelahiran.................................6 2. Penilaian asfiksia pada BBL........................................................7 3. Prinsip dasar mempertahankan tubuh BBL.................................15 Bab III Studi Kasus...............................................................................................19 LAMPIRAN...............................................................................................26 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................109



2



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan bayi baru lahir adalah salah satu dari 12 jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Kabupaten / Kota. Konsep SPM berubah dari kinerja program kementerian menjadi kinerja Pemda yang memiliki konsekuensi reward dan punishment. SPM termasuk salah satu program strategis nasional dan merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk rakyatnya, maka target SPM harus 100% setiap tahunnya Puskesmas adalah unit terdepan dalam upaya pencapaian target SPM. Implementasi SPM diharapkan dapat memperkuat sisi promotif–preventif sehingga jumlah kasus kuratif yang ditanggung JKN menjadi berkurang. Salah satu indikator penting untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). AKB dapat mencerminkan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat sebab bayi adalah kelompok usia paling rentan terhadap pengaruh perubahan lingkungan dan sosial ekonomi. Penurunan angka kematian ibu dan bayi termasuk dalam target sdgs yang harus dicapai pada 2030 dan menjadi prioritas penting pemerintah dalam RPJM Nasional tahun 2015-2019 Indonesia menempati urutan kedua sebagai Negara dengan angka kematian ibu dan bayi tertinggi di Asia Tenggara. Setiap 1 jam, 2 ibu dan 8 bayi baru lahir meninggal di Indonesia. Angka tersebut membuat Indonesia masuk dalam 10 negara dengan jumlah kematian ibu dan bayi baru lahir tertinggi.BKKBN mencatat angka kematian neonatal atau sebelum bayi berumur satu tahun menurun dari 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012 menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2017. Data tersebut berdasarkan hasil SDKI yang dilakukan BKKBN bersama BPS dan Kementerian RI. Untuk menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan yang baik (good health and well-being) pada 2030, salah satu target sedang adalah menurunkan Angka Kematian Neonatal



3



hingga 12 per 1000 KH.Dalam proses penurunan angka kematian ibu dan bayi, potensinya adalah jumlah tenaga kesehatan terutama bidan telah relatif tersebar ke berbagai daerah Indonesia, tapi tantangannya adalah kompetensi masih ada yang belum memadai.



Dari berbagai data yang Dihimpun USAID Jalin Project, faktafakta terkait kematian neonatal di Jawa Tengah, yaitu sebagian besar kematian neonatal bisa dicegah, layanan kesehatan yang berkualitas dapat berkontribusi menurunkan risiko kematian neonatal, dan upaya penurunan kematian neonatal memerlukan kontribusi dari semua pihak. Sebanyak 78% kematian neonatal terjadi di fasilitas kesehatan. Kematian pada bayi sebenarnya dapat dicegah melalui deteksi dini dan penanganan yang tepat. Hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, ditemukan bahwa dari tahun ke tahun kasus kematian bayi masih banyak. Pada tahun 2016, jumlah kematian bayi sebesar 188 kasus. Pada tahun 2017 mengalami penurunan menjadi 150 kasus. Sedangkan pada tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 170 kasus dan menjadi peringkat 6 terbanyak di Provinsi Jawa Tengah setelah Brebes (325 bayi), Grobogan (285 bayi), Banjarnegara (216 bayi), Banyumas (209 bayi), dan Tegal (179 bayi).



4



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana prinsip dasar pelayanan bayi pada kelahiram 2. Bagaimana penilaian asfiksia pada BBL 3. Bagaimana prinsip dasar mempertahankan tubuh BBL



C. Tujuan 1. Memahami prinsip dasar pelayanan bayi pada kelahiran 2. Memahami penilaian asfiksia pada BBL 3. Memahami prinsip dasar mempertahankan tubuh BBL



5



BAB II PEMBAHASAN 1. Prinsip dasar penilaian bayi baru lahir normal  Pelayanan kesehatan  neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor-faktor yang memperlemah kondisi seorang ibu hamil perlu diprioritaskan, seperti gizi yang rendah, anemia, dekatnya jarak antar kehamulan, dan buruknya higene. Disamping itu perlu dilakukan pula pembinaan kesehatan prenatal yang memeadai dan penanggulangan faktor-faktor yang menyebabkan  kematian perinatal yang meliputi: 1) perdarahan 2) hipertensi 3) infeksi 4) kelahiran preterm/bblr 5) asfiksia 6) hipotermia. Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih daru 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahur sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya sebagai akibat hipotermu pada bayi baru lahir dapat terjadi cold stress yang selanjutnya dapat menyebabkan hipoksemia atau hipoglikemia dan mengakibatkan kesrusakan otak. Akibat selanjutnya adalah perdarahan otak, syok, beberapa bagian tubuh mengeras, dan keterlambatan tumbuh-kembang. Contoh lain misalnya, kurang baiknya pembersihan jalan nafas waktu lahir dapat menyebabkan



6



masuknya cairan lambung ke dalam paru-paru yang mengakibatkan kesulitan pernapasan, kekurangan zat asam, dan apabila hal ini berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan peedarahan otak., kerusakan otak, dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang. Tak kurang penting adalah pencegahan terhadap infeksi yang dapat terjadi melalui tali pusat pada waktu pemotongan tali pusat, melalui mata, melalui telinga pada waktu persalinan atau pada waktu memandikan /membersihkan bayi dengan bahan, atau cairan atau alat yang kurang bersih. Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan periode yang paling kritis. Pencegahan asfiksia, mempertahankan suhu tubuh, terutama pada bayi berat lahir rendah, pemberian air susu ibu dala usaha menurunkan angka kematian oleh karena diare, pencegahan terhadap infeksi, pemantauan kenaikan berat badan dan stimulasi psikologis merupakan tugas pokok bagi pemantau kesehatan bayi dan anak. Neonatus pada minggu-minggu pertama sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu pada waktu hamil dan melahirkan. Manajemen yang baik pada waktu masih dalam kandungan, selama persalinan, segera sesudah dilahirkan, dan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya akan menghasilkan bayi yang sehat. 2. Penilaian Asfiksia pada BBL 1. Pengertiian asfiksia Asfiksia merupakan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosi. Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksida/hipoksia janin. Diagnosis anoksida/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian ( Maryunani 2013:291). Denyut jantung janin, frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan semenit. Apabila frekuensi denyutan menurun sampai di bawah 100 permenit di luar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda



7



bahaya.Mekonium dalam air ketuban, adanya mekonium pada prseentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga peristaltic usus meningkat dan sfingter ani terbuka. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.Pemeriksaan PH darah janin, adanya asidosis menyebabkan turunnya PH. Apabila PH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya 2. Klasifikasi dan tanda gejala asfiksia Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR: a. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3) Pada kasus asfiksia , bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pembentukan oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glukosa 40% 1-2 ml per kg berat badan, diberikan melalui vena umbilicus. Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia adalah sebagai berikut : 1) Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 x/menit. 2) Tidak ada usaha nafas 3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada. 4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan. 5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu. 6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan. b. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6) Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut : 1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit.



8



2) Usaha nafas lambat. 3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik. 4) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan. 5) Bayi tampak sianosis. 6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan. c. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10) Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut : 1) Takipnea dengan nafas lebih dari 60 x/menit. 2) Bayi tampak sianosis. 3) Adanya retraksi sela iga. 4) Bayi merintih (grunting). 5) Adanya pernafasan cuping hidung. 6) Bayi kurang aktifitas. 7) Auskultasi diperoleh hasil ronchi rales, dan wheezing positif



9



Berikut tabel apgar skor



Nilai Apgar adalah metode obyektf untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan bayi secara umum, serta responnya terhadap resusitasi. Nilai Apgar ditentukan pada menit ke-1 dan menit ke-5 setelah lahir. Jika nilai Apgar pada menit ke-5 kurang dari 7 maka ada tambahan nilai setiap 5 menit sampai 20 menit. Nilai Apgar tidak digunakan untuk memulai tindakan resusitasi ataupun menunda intervensi pada bayi dengan depresi sampai penilaian menit ke-1. Akan tetapi resusitasi harus segera dimulai sebelum menit ke-1 dihitung. Pada buku panduan manajemen asfiksia bayi baru lahir untuk bidan dapat kita mengetahui apakah bayi tersebut mempunyai resiko asfiksia, seperti contoh di lembar kerja 2



10



Pengertian Asfiksia Berat Asfiksia Berat merupakan kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Gejalah dan tanda a. Tidak bernafas atau nafas megap-megap atau pernafasan lambat (kurang dari 30 kali permenit). b. Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada). c. Tangisan lemah atau merintih d. Warna kulit pucat atau biru. e. Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai. f. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikerdia) (kurang dari 100 kali per menit)  3. Etiologi a.



Faktor ibu 1) Ketuban pecah dini (KPD) Ketuban pecah dini dapat mengakibatkan asfiksia, baik akibat kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, gangguan plasenta maupun infeksi.Terjadinya asfiksia seringkali diawali infeksi yang terjadi pada bayi, baik pada bayi cukup bulan terlebih lagi pada bayi kurang bulan,7 dengan infeksi keduanya saling mempengaruhi. Ketuban pecah dini dapat memudahkan infeksi asenden. Infeksi tersebut dapat berupa amnionitis dan korionitis atau gabungan keduanya disebut korioamnionitis. Selain itu korioamnionitis dapat dihubungkan dengan lama pecah selaput ketuban, jumlah kali periksa dalam dan pola kuman terutama grup Staphylococus. Sepsis awitan dini sering dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan sepsis awitan lambat sering dihubungkan dengan infeksi pascanatal terutama nosokomial Mengingat besarnya pengaruh ketuban pecah dini terhadap risiko terjadinya kejadian asfiksia



11



neonatorum, maka perlu upaya peningkatan pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil sehingga dalam pemeriksaan kehamilan dapat mendeteksi tandatanda bahaya kehamilan seperti ketuban pecah dini yang dapat menimbulkan risiko terjadinya asfiksia neonatorum. Pencegahan yang dapat diupayakan untuk mencegah terjadinya Ketuban Pecah Dini (KPD) yaitu dengan mengurangi aktivitas dan dianjurkan istirahat pada triwulan kedua atau awal triwulan ketiga serta tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama kehamilan serta berhenti merokok dan menghindari lingkungan perokok agar tak menjadi perokok pasif 2) Hipoksia Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan: 1) Gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipertoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat. 2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan. 3) Hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-lain 4) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun 5) Gravid ekonomi rendah 6) Penyakit pembuluh dara ibu yang mengganggu pertukaran gas janin, misalnya hipertensi, hipotensi, gangguan konstraksi uterus dan lainlain. b.



Faktor plasenta 1) Plasenta tipis 2) Plasenta kecil



12



3) plasenta tak menempel 4) Solution plasenta 5) Perdarah plasenta c.



Faktor non plasenta 1) Premature 2) IUGR 3) Gemeli 4) Tali pusat menumbung 5) Kelainan congenital



d.



Faktor persalinan 1) Partus lama 2) Partus tindakan



13



RESUSITASI



14



15



Pada beberapa keadaan membutuhkan monitoring berulang tiap beberapa menit setelah resusitasi, sedangkan pada keadaan yang lebih ringan dapat dinilai ulang tiap 1–3 jam. Hal yang harus dievaluasi dan dicatat adalah laju nafas, nilai normal laju nafas neonatus adalah 40–60 kali/menit dan tanda distres pernafasan lain diantaranya: a. Retraksi, dapat dilihat didaerah suprasternal, substernal, interkostal, subkostal. b. Grunting, pernafasan cuping hidung



16



c. Apnea, nafas megap-megap, atau periodic breathing. Penanganan pasca resusitasi neonatus diantaranya adalah pemantauan gula darah (sugar), suhu (temperature), jalan nafas (airway), tekanan darah (blood pressure) pemeriksaan laboratorium (laboratories) dan dukungan emosional kepada keluarga (emotional support).



4. Prinsip dasar mempertahankan tubuh BBL Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk mendapatkan kembali suhu tubuhnya.Oleh karena itu, upaya pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas utama dan berkewajiban untuk meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir. Suhu tubuh normal pada neonatus adalah 36,5-37,5 oC melalui pengukuran di aksila dan rektum, jika nilainya turun dibawah 36,5 oC maka bayi mengalami hipotermia(Rahardjo dam Marmi, 2015: 25).



a) Mekanisme kehilangan panas Mekanisme pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum berfungsi sempurna, untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas dari tubuh bayi karena bayi beresiko mengalami hipotermia.Bayi dengan hipotermia sangat rentan terhadap kesakitan dan 22 kematian.Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan di selimuti walaupun di dalam ruangan yang relatif hangat. b) Proses adaptasi Dalam proses adaptasi kehilangan panas, bayi mengalami 1. Stress pada BBL menyebabkan hipotermia 2. BBL mudah kehilangan panas 3. Bayi menggunakan timbunan lemak coklat untuk meningkatkan suhu tubuhnya



17



4. Lemak coklat terbatas sehingga apabila habis akan menyebabkan adanya stress dingin. c) Mencegah kehilangan panas Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kehilangan panas dari tubuh bayi adalah: 1. Keringkan bayi secara seksama Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera setelah bayi lahir untuk mencegah kehilangan panas secara evaporasi.Selain untuk menjaga kehangatan tubuh bayi, mengeringkan dengan menyeka tubuh bayi juga merupakan rangsangan taktil yang dapat merangsang pernafasan bayi. 2. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat Bayi yang di selimuti kain yang sudah basah dapat terjadi kehilangan panas secara konduksi.Untuk itu setelah mengeringkan tubuh 23 bayi, ganti kain tersebut dengan selimut atau kain yang bersih, kering dan hangat. 3. Tutup bagian kepala bayi Bagian kepala bayi merupakan permukaan yang relatif luas dan cepat kehilangan panas.Untuk itu tutupi bagian kepala bayi agar bayi tidak kehilangan panas. 4. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya Selain untuk memperkuat jalinan kasih sayang ibu dan bayi, kontak kulit antara ibu dan bayi akan menjaga kehangatan tubuh bayi. Untuk itu anjurkan ibu untuk memeluk bayinya. 5. Perhatikan cara menimbang bayi atau jangan segera memandikan bayi baru lahir 1. Menimbang bayi tanpa alas timbangan dapat menyebabkan bayi mengalami kehilangan panas secara konduksi. Jangan biarkan bayi ditimbang telanjang. Gunakan selimut atau kain bersih.



18



2. Bayi baru lahir rentan mengalami hipotermi untuk itu tunda memandikan bayi hingga 6 jam setelah lahir. a) Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat Jangan tempatkan bayi di ruang ber-AC. Tempatkan bayi bersama ibu (rooming in).Jika menggunakan AC, jaga suhu ruangan agar tetap hangat. b) Jangan segera memandikan bayi baru lahir 24 Bayi baru lahir akan cepat dan mudah kehilangan panas karena sistem pengaturan panas di dalam tubunya belum sempurna. Bayi sebaiknya di mandikan minimal enam jam setelah lahir. Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia yang sangat membahayakan kesehatan bayi baru lahir



19



BAB III   CONTOH KASUS



PENDOKUMENTASIAN HASIL ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI “S” DENGAN ASFIKSIA DI RSUD HAJI MAKASSAR TANGGAL 21 MEI 2017



No. Register



23 51 91



Tanggal bersalin



: 21 mei 2017, pukul 10.07 wita



Tanggal Pengkajian



: 21 mei 2017, pukul 10.07 wita



IDENTITAS a. Bayi Nama



: By “S”



Umur



: O Hari



Tempat tanggal lahir



: RSUD Haji Makassar, 21 mei 2017 pukul 10.07 wita



Jenis kelamin



: laki-laki



Anak ke



: ketiga (III)



b. Orang Tua



19



Nama



: Ny “S”



/



Tn”A”



Umur



: 32 tahun



/



39 tahun



Suku



: Makassar



/



Makassar



Agama



: Islam



/



Islam



Pendidikan



: SMA



/



SMA



Pekerjaan



: IRT



Alamat



/



Wiraswasta



: Jl Romang Lompoa



DATA SUBJEKTIF 1. Ibu mengatakan bahwa ini adalah anaknya yang ketiga dan tidak pernah keguguran sebelumnya. 2. HPHT : 18 Agustus 2017 3. ANC Sebanyak 4 kali di RSUD Haji Makassar 4. Imunisasi TT sebanyak 2 kali. 5. Ibu tidak pernah merasa nyeri perut atau kepala yang hebat selama hamil. 6. Ibu tidak memiliki riwayat DM, Hipertensi, Asma, Jantung dan penyakit lainnya. 7. Ibu tidak memiliki riwayat penyakit keturunan. 8. Tidak ada riwayat ke dukun, merokok, atau minum jamu. DATA OBJEKTIF 1. Keadaan umum bayi buruk, bayi belum bisa bernafas dengan spontan. 2. Berat badan lahir



: 2600 gram



3. Panjang badan lahir



: 47 cm



4. Tanda-tanda vital



20



a. Frekuensi jantung



: 40 kali/menit (nilai normal 120-160 kali/menit)



b. Pernafasan



:Belum bernafas spontan (nilai normal 40-60 kali/menit)



c. Suhu



: 36,5°c (36,5°c - 37,5°c)



5. Melakukan pemeriksaan fisik. a. Kepala Rambut hitam, tipis, ubun-ubun belum tertutup, tidak ada benjolan. b. Mata Simetris kanan dan kiri, sclera putih, kongjungtiva merah muda, dan kelopak mata tidak oedema, tidak ada tanda-tanda infeksi. c. Hidung Simetris kanan dan kiri, gerakan cuping hidung tidak ada. d. Mulut dan bibir Bibir tampak kering dan pucat, terdapat banyak lendir, tidak ada kelainan bawaan dan pallatum, refleks isap tidak ada. e. Telinga Simetris kanan dan kiri, tampak bersih, tidak ada secret dan daun telingan elastis. f. Leher Tidak ada pembesaran atau benjolan. g. Dada dan Perut Simetris kanan dan kiri, gerakan dada tidak ada, keadaan tali pusat tampak basah, dan terjepit dengan penjepit tali pusat. h. Punggung dan Bokong Tonjolan punggung tidak ada. i. Genitalia Testis sudah turun. j. Anus 23



Tampak ada lubang anus. k. Ekstremitas Simetris kanan dan kiri, jumlah jari-jari tangan dan kaki lengkap, tidak ada pergerakan yang aktif, warna biru dan teraba dingin. l. Kulit Verniks kurang, warna tubuh kebiruan, tidak ada tanda lahir 6. Pemeriksaan neurologis : a. Refleks moro



: Tidak ada



b. Refleks hisap



: Tidak ada



c. Refleks rooting



: Tidak ada



ASSESMENT Melakukan tindakan segera dan berkolaborasi dengan dokter PLANNING Tanggal 21 Mei 2017, pukul 10.07 wita. 1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi dan menggunakan sarung tangan saat memegang bayi. Hasil : tangan telah bersih dan sarung tangan telah dipakai 2. Potong tali pusat bayi segera setelah lahir. Hasil : tali pusat telah dipotong. 3. Menilai usaha nafas, warna kulit, dan frekuensi denyut jantung.



23



Hasil : bayi belum bernafas spontan, warna kulit merah ekstremitas biru, dan frekuensi jantung 40 kali/menit. 4. Membungkus bayi dengan selimut bersih dan kering. Hasil : bayi telah diselimuti. 5. Mengatur posisi bayi dengan benar (kepala tengadah/sedikit ekstensi atau dapat meletakkan handuk/kain di bawah bahu bayi.. Hasil : posisi bayi telah diatur. 6. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan deele. Hasil : jalan nafas telah dibersihkan. 7. Mengeringkan bayi dan melakukan rangsangan taktil. Hasil : terlaksana 8. Mengobservasi pemberian O2 sebanyak 1 liter/menit menggunakan nasal kanul. Hasil : telah dilakukan. 9. Melakukan tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) sebanyak 20 kali dalam detik sampai bayi bernafas spontan dan tanpa kesulitan Hasil : tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) telah dilakukan. 10. Memasang infus dextrose 10% 8 tpm mikro Hasil : infus telah terpasang. 11. Melakukan perawatan tali pusat. Hasil : tali pusat masih tampak basah 12. Menginjeksi vitamin K ( Neo-K phytonadione ) 0,05 cc. Hasil : terlaksana.



24



13. Memberikan salep mata Hasil : salep mata telah diberikan.. 14. Mengobservasi TTV tiap 15 menit. Jam 10.07 wita 10.22 wita 10.37 wita 10.52 wita 11.07 wita



Frekuensi jantung 88 kali/menit 88 kali/menit 86 kali/menit 90 kali/menit 92 kali/menit



Pernafasan 10 kali/menit 10 kali/menit 14 kali/menit 20 kali/menit 28 kali/menit



15. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada tali pusat bayi yaitu tali pusat merah, bengkak, ada pengeluaran nanah/darah. Hasil : tidak ada tanda – tanda infeksi            



97



Suhu 36,5 °c 36,8 °c 36,8 °c 36,8 °c 36,8°c



LAMPIRAN



JURNAL KESEHATAN



MASYARAKAT (e-Journal)



ume 8, Nomor 1, Januari



2020 ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346 http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm



PELAKSANAAN PELAYANAN NEONATAL BERDASARKAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN BAYI BARU LAHIR DI PUSKEMAS DUKUHSETI KABUPATEN PATI



Arum Rohana, Ayun Sriatmi, Rani Tiyas Budiyanti Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Email: [email protected]



Abstract : The Minimum Service Standards (MSS) are a national strategic program and the Puskesmas are the leading unit in efforts to achieve the MSS targets. Pati Regency occupies the top 6 highest infant mortality cases in the province of Central Java in 2018 and the highest number of cases is in the Dukuhseti Primary Health Center (PHC). Dukuhseti PHC is a BLUD PHC that must apply MSS including newborn health services, but the implementation is not optimal as indicated by the coverage of neonatal visits that have not reached the target. The study aims to analyze the implementation of health MSS in newborn health services in Dukuhseti PHC. This research is a qualitative research with indepth interviews and observations using content description analysis. The results showed that the implementation of SPM in newborn health services was constrained in the implementation of KN2 and KN3, neonatal care counseling, health examination with MTBM, and handling neonatal referral cases. That was because most of the midwives had not received MTBM training, there was no budgeting for health training, double jobs because midwife HR at the PHC was lacking, the targets used a lot of real data, recording and reporting were not in order, supervision from the leadership was not optimal, difficulties in finding health facilities referral, and there is no strict sanction from the District Health Office (DHO). PHC are expected to be able to budget funds for training for health workers, provide guidance for better coordination, fix information systems and referral applications by implementing an online-based Integrated Referral System. The DHO is expected to be able to improve supervision by implementing more systematic evaluations and reinforcing sanctions so that the implementation of MSS in newborn health services runs optimally. Key words : Baby Health Service, Minimum Service Standard, Health Center Bibliographes : 15, 2000-2019



98



99



PENDAHULUAN Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan mengalami perubahan yang cukup mendasar dari SPM sebelumnya yang semula dilandaskan Permenkes RI Nomor 43 Tahun 2016 tentang SPM Bidang Kesehatan, menjadi didasarkan Permenkes RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada SPM Bidang Kesehatan.1 SPM Bidang Kesehatan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap WNI secara minimal. SPM dapat menjadi landasan Pemerintah Pusat dalam pemberian insentif, disinsentif dan sanksi administrasi Kepala Daerah, maupun dalam perumusan kebijakan nasional, yang tentunya dengan memonitoring potensi daerah. Hasil evaluasi pencapaian SPM menjadi bahan laporan Pemda. 2 Pelayanan kesehatan bayi baru lahir adalah salah satu dari 12 jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Kabupaten / Kota. Konsep SPM berubah dari kinerja program kementerian menjadi kinerja Pemda yang memiliki konsekuensi reward dan punishment. SPM termasuk salah satu program strategis nasional dan merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk rakyatnya, maka target SPM harus 100% setiap tahunnya. 3 Puskesmas adalah unit terdepan dalam upaya pencapaian target SPM. Implementasi SPM diharapkan dapat memperkuat sisi promotif–preventif sehingga jumlah kasus kuratif yang ditanggung JKN menjadi berkurang. 4,5 97



Salah satu indikator penting untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). AKB dapat mencerminkan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat sebab bayi adalah kelompok usia paling rentan terhadap pengaruh perubahan lingkungan dan sosial ekonomi. 6 Penurunan angka kematian ibu dan bayi termasuk dalam target SDGs yang harus dicapai pada 2030 dan menjadi prioritas penting pemerintah dalam RPJM Nasional tahun 2015-2019. 7 Indonesia menempati urutan kedua sebagai Negara dengan angka kematian ibu dan bayi tertinggi di Asia Tenggara. Setiap 1 jam, 2 ibu dan 8 bayi baru lahir meninggal di Indonesia. Angka tersebut membuat Indonesia masuk dalam 10 negara dengan jumlah kematian ibu dan bayi baru lahir tertinggi. 8 BKKBN mencatat angka kematian neonatal atau sebelum bayi berumur satu tahun menurun dari 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012 menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2017. Data tersebut berdasarkan hasil SDKI yang dilakukan BKKBN bersama BPS dan Kementerian RI. 9 Untuk menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan yang baik (good health and well-being) pada 2030, salah satu target SDGs adalah menurunkan Angka Kematian Neonatal hingga 12 per 1000 KH.10 Dalam proses penurunan angka kematian ibu dan bayi, potensinya adalah jumlah tenaga kesehatan terutama bidan telah relatif tersebar ke berbagai daerah Indonesia, tapi tantangannya adalah kompetensi masih ada yang belum memadai. 11 Dari berbagai data yang dihimpun USAID Jalin Project, faktafakta terkait kematian neonatal di Jawa Tengah, yaitu sebagian besar kematian neonatal bisa dicegah, layanan kesehatan yang berkualitas dapat berkontribusi menurunkan



100



risiko kematian neonatal, dan upaya penurunan kematian neonatal memerlukan kontribusi dari semua pihak. Sebanyak 78% kematian neonatal terjadi di fasilitas kesehatan. Kematian pada bayi sebenarnya dapat dicegah melalui deteksi dini dan penanganan yang tepat. 8,12 Hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, ditemukan bahwa dari tahun ke tahun kasus kematian bayi masih banyak. Pada tahun 2016, jumlah kematian bayi sebesar 188 kasus. Pada tahun 2017 mengalami penurunan menjadi 150 kasus. Sedangkan pada tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 170 kasus dan menjadi peringkat 6 terbanyak di Provinsi Jawa Tengah setelah Brebes (325 bayi), Grobogan (285 bayi), Banjarnegara (216 bayi), Banyumas (209 bayi), dan Tegal (179 bayi).13 Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pati tahun 2018 menunjukkan bahwa dari 12 indikator SPM Bidang Kesehatan, masih terdapat 9 indikator SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten Pati yang belum mencapai target 100%, termasuk salah satunya yaitu indikator pelayanan kesehatan bayi baru lahir. Terdapat dua standar dalam mekanisme pelayanan kesehatan bayi baru lahir yaitu standar kuantitas dan standar kualitas. Standar kuantitasnya adalah kunjungan neonatal minimal 3 kali, terdiri dari KN1 (6-48 jam), KN2 (3-7 hari), dan KN3 (8-28 hari). Sedangkan standar kualitasnya terdiri dari pelayanan neonatal esensial saat lahir (0-6 jam) dan pelayanan neonatal esensial setelah lahir (6 jam-28 hari), dimana masingmasing pelayanan meliputi lima macam perawatan. 1,14 Menurut hasil data yang didapatkan dari Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Pati tahun 2018, dari 170 kasus kematian bayi, jumlah terbanyak terdapat di wilayah Puskesmas Dukuhseti, yaitu 17 kasus.14 Dalam tiga tahun terakhir kasus kematian bayi di Puskesmas Dukuhseti terus meningkat. Padahal salah satu target SDGs global adalah AKN menjadi kurang dari 12 per 1000 kelahiran hidup.12 Penyebab kematian bayi antara lain BBLR (8 anak), asfiksia (2 anak), kelainan kongenital (1 anak), dan lain-lain (6 anak).14 Data cakupan kunjungan bayi menunjukkan bahwa pada tahun 2018 dari 29 puskesmas di Kabupaten Pati, masih terdapat 7 puskesmas yang belum mencapai target 100%. Tiga puskesmas dengan persentase cakupan kunjungan bayi terendah yaitu Puskesmas Tambakromo (80%), Puskesmas Sukolilo I (93%), dan Puskesmas Dukuhseti (95%). Ditinjau dari tren cakupan kunjungan bayi di Puskesmas Dukuhseti tiga tahun terakhir, pada tahun 2018 mengalami penurunan kunjungan neonatal. 14 Berdasarkan survei pendahuluan di Puskesmas yang dilakukan peneliti kepada 7 ibu yang memanfaatkan pelayanan KIA, diperoleh hasil bahwa mereka mengaku kurang puas dan kurang nyaman dengan pelayanan yang diberikan. Dari standar kuantitas SPM-BK pada bayi baru lahir, berupa kunjungan neonatal belum sesuai aturan waktu yang ditetapkan. Kunjungan rumah (KN 2 dan KN 3) hanya dilakukan bidan setelah ibu menelepon atau ketika Posyandu yaitu sebulan sekali.



101



Berdasarkan fakta dan data di lapangan, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan pelayanan neonatal berdasarkan SPM bayi baru lahir di Puskesmas Dukuhseti Kabupaten Pati.



METODE Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai September 2019 di Puskesmas Dukuhseti. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan observasi. Pengolahan data menggunakan analisis deskripsi isi (content analysis). Informan utama berjumlah 6 orang, terdiri dari pemegang program KIA (IU1), pemegang program P2P (IU2), pemegang program gizi kesmas (IU3), pemegang program imunisasi (IU4), seorang dokter senior (IU5), dan seorang bidan senior (IU6). Informan triangulasi sebagai cross check dan validasi data berjumlah 5 orang, yaitu Kasie Kesga dan Gizi DKK (IT1), Kepala puskesmas (IT2), ibu dengan bayi baru lahir normal (IT3), ibu dengan bayi butuh rujukan persalinan normal (IT4), serta ibu dengan bayi butuh rujukan persalinan sectio caesarea (IT5).



HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Berdasarkan SPM Bayi Baru Lahir di Puskesmas Dukuhseti a. KN1 memang sudah dilakukan di Puskesmas Dukuhseti, yaitu pada saat persalinan. Kotak 1



“KN1 di Puskesmas saat persalinan.” (IU1)



“Habis persalinan, bayi disuntik.” (IT3)



KN1 penting dilakukan untuk mengetahui kondisi pernapasan, warna kulit, keaktifan gerakan, berat badan, panjang badan, lingkar lengan, lingkar dada, serta pemberian salep mata, vitamin K, dan hepatitis B.15 b. KN2 tidak selalu dilaksanakan karena kesibukan yang dialami oleh para bidan. Sesuai standar kuantitas SPM Bayi Baru Lahir, 3-7 hari setelah persalinan, seharusnya dilaksanakan kunjungan terhadap bayi untuk yang kedua kalinya.



102



Kotak 2 “KN2 menunggu pasien nelpon



dulu. Kalau ndak ditelpon ya



ndak.” (IU4)



“Kalau sudah 3 hari diminta nelpon bidan, udah ditelpon, tapi tidak bisa datang. Sibuk” (IT5)



“Memang alasannya mau reakred, jadi malah kita izinkan ke Kepala Desa supaya nggarap full di sini.” (IT2)



Pelaksanaan KN2 merupakan tahap lanjutan pemeriksaan fisik, penampilan, perilaku bayi, serta pemantauan kecukupan nutrisi sehingga dapat meningkatkan akses neonates terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila ada kelainan atau masalah pada bayi menggunakan pendekatan komprehensif MTBM meliputi pemeriksaan tanda bahaya (infeksi bakteri, ikterus, diare, dan berat badan rendah), serta perawatan tali pusat. 15 c. KN3 tidak selalu dilaksanakan dalam rentang waktu 8-28 hari, melainkan setelah bayi selapan (35 hari).



Kotak 3 “KN3 habis selapan mba. Sekalian ibu KB periksa dengan



bayi.” (IU4)



“Saya kan juga sibuk, jadi ya KN setelah selapan.” (IU6)



“Bidan mungkin masih sibuk, jadi ndak datang ke sini. Kalau sudah selapan saja saya ke sana.” (IT4) “Ndak ada kunjungan, tapi diminta datang ke Posyandu 1 bulan sekali.” (IT5)



Kotak 4



103



“Saya buatkan surat sampai 16 Juli, berarti harusnya ini sudah aktif di desa. Karena sekarang masih banyak yang tidak KN ya untuk masukan saya untuk tindak lanjut.” (IT2)



“Ada atau tidaknya akreditasi sudah seharusnya KN tetap berjalan. Standarnya minimal 3 kali. Itu saja masih bisa kecolongan ada kasus.” (IT1)



Dalam KN3 terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu pemeriksaan fisik, penampilan, dan perilaku bayi; pemantauan kecukupan nutrisi bayi; penyuluhan; identifikasi gejala penyakit; serta edukasi/konseling terhadap orang tua dalam perawatan neonatal.15



2. Deskripsi Variabel Karakteristik Masalah dalam Implementasi SPM Bidang kesehatan Pada Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir di Puskesmas Dukuhseti a. Kesulitan Teknis



Kotak 5 “Tujuannya kan untuk banyak.” (IU4)



menurunkan AKB. Tapi kalau



diminta 100% susah.



Sasarannya



“Kematian bayi sudah jadi fokus pemerintah. Permasalahannya kompleks, butuh penanganan dari semua lini.” (IT6) “SPM isinya banyak aspek dari saat lahir sampai perawatan setelah lahir, jadi pelaksanaannya memang rumit. TW1 2019 ini kematian bayi di jadi 20 besar di Jawa Tengah. Pati turun dari ranking 6 besar (IT1)



SPM yang merupakan upaya untuk mengatasi tingginya kematian bayi dinilai sulit karena bersifat kompleks dan membutuhkan penanganan dari semua lini. Pelaksanaan SPM Bayi Baru Lahir dirasa rumit dan rinci. Kesulitan diakibatkan oleh banyaknya sasaran yang menggunakan data riil, aspek sosial masyarakat, adanya double job pada bidan, kurangnya pelacakan epidemiologi, keterbatasan nakes, dan penanganan pra rujukan yang masih manual. Berbagai upaya Continuum of Care telah dilakukan DKK, tapi diakui bahwa kualitas pelayanan yang diberikan pada beberapa Puskesmas belum optimal.



104



b. Persentase Sasaran Penentuan sasaran menggunaakan data riil seluruh bayi baru lahir di wilayah kerja Puskesmas Dukuhseti. Jumlah yang banyak dan sasaran yang luas mengharuskan bidan pandai mengestimasi waktu karena juga harus melakukan kunjungan di jejaring fasyankes lain (Posyandu, Pustu, Puskesmas, dll). Banyaknya desa binaan Puskesmas, serta banyaknya kelahiran bayi membuat bidan semakin sibuk, kewalahan, tidak sempat KN, bahkan untuk Posyandu pun lebih sering hanya bersama kader. Kotak 6



“Pas sakit, periksanya kalau sudah kronis. Padahal rumahnya jauh-jauh. Pasien terjauh di Wedusan lewat hutan karet (10 km).” (IU2)



“Sasarannya menggunakan data riil jumlah bayi baru lahir.” (IT1)



3. Deskripsi Variabel Karakteristik Kebijakan dalam Implementasi SPM Bidang kesehatan Pada Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir di Puskesmas Dukuhseti a. Sebagian besar dana berasal dari BOK, lainnya dari APBD, dan dana JKN. Dana dialokasikan untuk keperluan ibu hamil, ibu nifas dan bayi, serta ada persentase untuk jasa dan operasional. Para informan utama merasa nyaman bisa mengelola dana sendiri karena sudah BLUD. Dana diplotkan sesuai kebutuhan, seperti yankes ibu, balita, penyuluhan. b. Secara umum sarana prasarana sudah cukup, tapi perlu penambahan ruang MTBM, tempat tidur pasien, dan USG. Usulan penambahan maupun perbaikan sudah pernah dilakukan tapi belum terealisasi karena dianggap belum urgent dan ada hal lain yang diprioritaskan. Ruang KIA memang sangat sempit tapi belum bisa diperbaiki karena masih mempersiapkan kebutuhan re-akreditasi. Berdasarkan observasi, ruang untuk pelayanan ibu dan bayi memang masih menjadi satu dan beberapa formulir belum tersedia secara lengkap. c. Jumlah nakes pelaksana pelayanan kesehatan bayi baru lahir belum mencukupi, terutama pada bidan, dimana bidan yang aktif di Puskesmas hanya 4 orang. Pengusulan tambahan sudah pernah dilakukan, tapi kebijakan dari Dinkes dimana Puskesmas berdomisili tidak ada bidan desa. Penambahan nakes PNS belum bisa karena menunggu perekrutan dari BKD. 4. Deskripsi Variabel Karakteristik Lingkungan dalam Implementasi SPM Bidang kesehatan Pada Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir di Puskesmas Dukuhseti



105



a. Kondisi sosial yaitu rendahnya kemauan masyarakat untuk periksa, dirujuk, dan konsumsi obat, serta kelengkapan identitas, dan pola nutrisi masih belum tepat. Selain itu terkendala oleh terlambatnya pembuatan kartu BPJS, serta keikutsertaan pertemuan ibu hamil dan ibu nifas yang rendah. b. Kondisi sosial yaitu implementasi akan terhambat pada masyarakat terutama dari ekonomi menengah ke bawah, sebagian besar belum memahami tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan. Masyarakat menengah ke bawah dan berpenghasilan rendah kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan. c. Aspek teknologi yaitu sejauh ini yang digunakan adalah WA, belum ada aplikasi online. Baik pelayanan kesehatan bayi normal maupun penanganan rujukan kasus neonatal belum menerapkan aplikasi online. d. Para tenaga kesehatan berkomitmen dengan dilakukannya kerjasama. Bidan mengakui telah dilakukan banyak program tapi kurang kontinyu sehingga tidak efektif. Hal serupa juga Kasie Kesga dan Kepala Puskesmas, yaitu memprioritaskan tugas pokok, tapi belum dapat diterapkan sanksi dengan tegas. e. Hanya nakes tertentu yang memperoleh pelatihan dan belum terlaksana rutin. Bidan menjelaskan selama ini penganggaran lebih berfokus pada pembangunan fisik, bukan peningkatan keterampilan. Kepala Puskesmas dan Kasie Kesga pun menjelaskan selama ini pelatihan tidak dilaksanakan rutin dan tidak semua tenaga kesehatan bisa memperolehnya. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pelayanan neonatal di Puskesmas Dukuhseti Kabupaten Pati belum dilaksanakan secara keseluruhan. KN1 sudah dilaksanakan sesuai waktu yang ditentukan, tapi KN2 dan KN3 tidak selalu dilaksanakan tepat waktu. Pemotongan tali pusat sudah dilaksanakan dengan baik, tetapi ibu bayi belum diberikan nasehat penjelasan mengenai perawatan tali pusat yang seharusnya dilakukan di KN1 dan KN2. Inisisasi Menyusu Dini masih belum diterapkan oleh para bidan, tapi injeksi vitamin K1 dan hepatitis B0 sudah diberikan dengan baik. Pemberian salep mata sudah dilaksanakan dengan baik, tetapi tidak diberikan edukasi terhadap keluarga bayi terkait pemberian salep tersebut. Konseling perawatan neonatal dan ASI eksklusif belum dapat berjalan dengan baik karena faktor sosial masyarakat. Pemeriksaan kesehatan dengan MTBM belum dilaksanakan dengan baik karena sebagian besar bidan belum mendapatkan lokakarya MTBM dan belum ada penganggaran dana untuk pelatihan nakes. Penanganan rujukan kasus neonatal masih mengalami kesulitan dalam mencari faskes rujukan. 2. Pelayanan neonatal ditinjau dari karakteristik masalah yaitu sasaran yang terlalu banyak dan beberapa kesulitan teknis. Penentuan sasaran selama ini menggunakan data riil. Pada pelaksanaannya, banyak bidan yang belum bisa melakukan KN2 dan KN3 sesuai aturan waktu karena kesibukan, pencatatan dan pelaporan belum tertib, serta supervise dari pimpinan belum optimal. 3. Pelayanan neonatal ditinjau dari karakteristik kebijakan, yaitu SDM, dana, dan sarana prasarana. Dana berasal dari dana BOK dan diplotkan sesuai kebutuhan, baik jasa maupun operasional, seperti yankes ibu, bayi, balita, penyuliuhan. Puskesmas merasa nyaman dapat mengelola dana sendiri karena sudah BLUD. Ruang untuk pelayanan kesehatan bayi sempit,



106



serta kurangnya SDM bidan di Puskesmas menyebabkan adanya piket kerja yang harus dilakukan bidan desa. 4. Pelayanan neonatal ditinjau dari karakteristik lingkungan, yaitu aspek sosial, ekonomi, teknologi, serta komitmen dan keterampilan pejabat pelaksana. Dalam aspek sosial, masyarakat masih kurang antusias untuk mencari informasi terkini tentang kesehatan bayi dan belum tergerak untuk ikut pertemuan di desa. Dalam aspek ekonomi, masyarakat masih enggan memeriksakan bayi ke faskes. Dalam aspek teknologi, di Puskesmas belum ada aplikasi online untuk pelayanan kesehatan bayi dan belum menerapkan Sistem Rujukan Terintergrasi berbasis online sehingga kesulitan ketika mencari faskes rujukan. Aspek komitmen dari pihak DKK sudah baik ditunjukkan dengan berbagai upaya mencegah kematian bayi di Kabupaten Pati, tetapi dari pihak Puskesmas belum maksimal dalam pelaksanaannya. Sedangkan aspek keterampilan pejabat pelaksana ditunjukkan dengan beberapa pelayanan kesehatan yang belum diterapkan dengan baik, yaitu pelaksanaan IMD, edukasi dalam pemberian salep mata antibiotik, konseling perawatan neonatal dan ASI Eksklusif. Keterampilan yang seharusnya diupgrade secara rutin belum bisa dilaksanakan karena keterbatasan waktu, rutinitas kerja yang padat, dan alokasi dana selama ini lebih mengarah pada pembangunan fisik infrastruktur, bukan peningkatan keterampilan tenaga kesehatan. 1. Saran bagi Puskesmas Dukuhseti a. Menganggarkan dana untuk pengadaan pelatihan kepada bidan yang belum terlatih MTBM, sehingga dapat meningkatkan kualitas yang sesuai dengan pedoman perawatan neonatal esensial. b. Menganggarkan dana untuk memperbaiki ruang pelayanan ibu dan bayi sesuai standar Puskesmas rawat inap, sehingga dapat memudahkan identifikasi, serta penanganan kasus dan pra-rujukan neonatal. c. Memaksimalkan kinerja bidan yang telah terlatih MTBM, sehingga ketika terdapat kasus tidak selalu dibebankan pada Bidan Koordinator. d. Membuat uraian tugas (job description) untuk tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan bayi secara lengkap, jelas, dan terperinci. e. Memasang poster tentang skema alur SOP dari penerimaan pasien bayi hingga proses rujukan di dinding ruang sehingga petugas kesehatan dapat sewaktu-watu membaca dan menerapkan, serta masyarakat pun turut memahami dan mengikuti prosedurnya dengan baik. f. Mengevaluasi pengadaan formulir pencatatan sesuai pedoman standar teknis pemenuhan mutu pelayanan dsar pada SPM Kesehatan Bayi Baru Lahir. g. Membenahi sistem informasi kesehatan dan aplikasi sistem rujukan secara online, serta memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada petugas terkait penggunaannya agar pelaksanaan rujukan lebih efektif dalam mencari rumah sakit sehingga rujukan dapat lebih cepat dan meminimalisir penolakan 2. Saran bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pati a. Mempertegas sanksi agar implementasi SPM pada pelayanan kesehatan bayi baru lahir berjalan optimal dengan penguatan SOP. b. Mengevaluasi ketersediaan sumber daya kesehatan di Puskesmas.



107



c. Membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan pihak Puskesmas berupa pelatihan, seminar, sosialisasi terkait pelayanan kesehatan bayi baru lahir dan penggunaan aplikasi online untuk seluruh Puskesmas. 3. Saran bagi Peneliti Selanjutnya a. Menggali informasi yang lebih dalam kepada informan dan informan dari lintas sektor yang mendukung keberjalanan pelayanan kesehatan. b. Melakukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh atau dampak dari pengoptimalisasian pelayanan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. c. Melakukan penelitian lanjutan dengan metode atau teori lainnya agar dapat mengetahui informasi yang lebih mendalam tentang implementasi SPM Kesehatan. DAFTAR PUSTAKA 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Jakarta; 2019. 2.



Jaswin E, Basri H, dan Fahlevi H. Implementasi Penganggaran Berbasis



Kinerja



Dalam



Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kabupaten 3.



Bener Meriah. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, 4(2); 2018: 292-296. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Pencapaian SPM Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Semester I Tahun 2018. Semarang; 2018.



4.



Astutik. Standar Pelayanan Medis Nasional sebagai Bentuk Pembatasan Otonomi Profesi Medis. HOLREV, 1(2); 2017: 267.



5.



Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta; 2014.



6. 7.



Dinas Kesehatan Provinsi NTB. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2017. Rossa V dan Nodia F. Kemenkes: Penurunan Angka Kematian Ibu Jadi Prioritas; 2018. Diunduh pada 31 Mei 2019. [Online]. di www.suara.com/health/.



8.



Dinas



Kesehatan



Kota



108



Semarang. 5 Fakta tentang Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia; 2018. Diunduh pada 1 Juni 2019. [Online]. di http://dinkes.semarangkota.go.id 9.



Anatasia R. BKKBN: Angka Kematian Bayi di Indonesia Menurun; 2018. Diunduh pada 3 Juni 2019. [Online]. di https://www.msn.com.



10. Ermalena. Indikator Kesehatan SDGs di Indonesia. Jakarta; 2017. 11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta; 2015. 12. Pritasari K. Peran Rumah Sakit Dalam Rangka Menurunkan AKI dan AKB. Jakarta; 2018. 13. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Buku Saku Kesehatan Jawa Tengah. Semarang; 2018. 14. Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. Laporan Data Dasar Kesehatan Anak. Pati; 2018. 15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial: Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta; 2010.



109



DAFTAR PUSTAKA https://www.google.com/search? q=jurnal+pelayanan+kesehatan+neonatus&oq=jurnal+pelayanan+kesehatan+neonatus&s ourceid=chrome&ie=UTF-8 http://akubaiq.blogspot.com/2013/12/prinsip-dasar-bayi-baru-lahir-normal.html http://repositori.uin-alauddin.ac.id/7709/1/EKA%20MURDIANA.pdf



110



MAKALAH PRINSIP PELAYANAN KESEHATAN NEONATAL



DI SUSUN OLEH KELOMPOK 5 YUFITA KAPISO YULIANTY HAYATUDIN YULIANTY KAMPONG YUSTIKA JABIR SUHAIDA TABAIKA SULASTRI DJABANI MK



: MANAJEMEN GAWAT DARURAT TERPADU MATERNAL DOSEN



: Ns.Cut Mutia Bunsa, S.Kep



PRODI DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH MANADO TP 2020



111