13 0 728 KB
MAKALAH PROBLEM SOLVING “GANGGUAN KOMPLEKS MULTISISTEM DENGAN PENDEKATAN TRANSKULTURAL DAN PSIKOSOSIAL” Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I Dosen : Ns. Efris Kartika S, S.Kep, M.Kep
Oleh Kelompok 2 Reguler 1 : 1. Gita Widya Wijayanti
185070201111013
2. Aji Ilham Ramadhan
185070207111001
3. Tasya Salsabila
185070201111017
4. Vara Adhimah
185070201111023
5. Arih Wardah Chanifah
185070200111027
6. Pitria Dyah Nuralita
185070200111009
7. Nabilah
185070200111033
8. Hesty Febrya
185070200111005
9. Davit Wira Adi Pratama
185070207111003
10. Dinda Iqlima Musayadah
185070201111015
11. Anggraeni Citra Kusuma
185070200111031
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah problem solving Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 mengenai gangguan kompleks multisistem dengan pendekatan transkultural dan psikososial. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para pembaca mengenai gangguan kompleks multisistem dengan pendekatan transkultural dan psikososial. Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Malang, 26 November 2019
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................... 1 Daftar Isi .............................................................................................................................. 2 Definisi ................................................................................................................................ 3 Tinjauan Teori ..................................................................................................................... 3 Analisis Kasus .................................................................................................................... 17 Daftar Pustaka................................................................................................................... 28
2
GANGGUAN KOMPLEKS MULTISISTEM DENGAN PENDEKATAN TRANSKULTURAL DAN PSIKOSOSIAL 1. Tinjauan Teori Pendekatan Transkultural dan Multisistem dalam Asuhan Keperawatan
TEORI M LEININGER A. Definisi Budaya Budaya bisa diartikan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya misalnya, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan material dan nonmaterial. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi : mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencangkup barang-barang seperti televisi, pesawat terbang, stadion olah raga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaanciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional. Perilaku dari berbagai kelompok masyarakat dunia berbeda-beda, perilaku tersebut akan membentuk budaya tertentu. Respon masyarakat terhadap suatu peristiwa dalam kehidupan berbeda-beda bergantung pada bagaimana kebiasaan sekelompok masyarakat tersebut dalam menangani masalah. Setiap individu memiliki budaya baik disadari maupun tidak disadari,budaya merupakan struktur dari kehidupan. Istilah budaya pertama kali didefinisikan oleh antropolog Inggris Tylor tahun 1871 bahwa budaya yaitu semua yang termasuk dalam pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kebiasaan lain yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat.( Brunner dan Suddart, 2001 ). Sedangkan petter (1993) mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai, kebudayaan sikap dan adat yang terbagi dalam suatu kelompok dan berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya. Budaya akan dipakai oleh seseorang atau sekelompok orang dengan nyaman dari wktu ke waktu tanpa memikirkan rasionalisasinya.
3
Budayaan atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Kebudayaan juga didefinisikan sebagai rancangan hidup yang tercipta secara historis baik eksplisit maupun implisit, rasional, irasional yang ada pada suatu waktu sebagai pedoman yang potensial untuk prilaku manusia (kluckhohn dan kelly, dalam kessing, 1992). Menurut swasono (1998), respon masyarat terhadap berbagai peristiwa kehidupan disebut budaya. Dan budaya ini berbeda-beda pada berbagai kelompok di masyarakat. Andrews dan Boyle (2003) mendefinisikan budaya dari Leininger (1978) bahwa budaya adalah pengetahuan yang dipelajar dan disebarkan dengan nilai, kepercayaan, aturan perilaku, dan praktik gaya hidup yang menjadi acuan bagi kelompok tertentu dalam berpikir dan bertindak dengan cara yang terpola. Purwasito (2003) menjelaskan bahwa kata budaya diambil dari bahasa sansekerta buddayah yang berarti akal budi. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata budaya bersinonimdengan kata ‘cuture’. Kata culture berasal dari bahasa latin ‘cultura’. Kata kultur atau kebudayaan adalah hasil kegiatan intelektual manusia, suatu konsep mencangkup berbagai komponen yang digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya sehari-hari.Dari semua definisi diatas jelaslah bahwa kultur atau memiliki karakteristik sendiri. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pemikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan
kebudayaan
adalah
benda-benda
yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-
4
lain, yang kesemuanya ditunjukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. B. Karakteristik Budaya Boyle dan Andrews (1989), yang menggambarkan empat ciri esensial budaya yaitu pertama, budaya dipelajari dan dipindahkan, orang yang mempelajari budaya mereka sendiri sejak lahir. Kedua, budaya berbagi bersama, anggota-anggota kelompok yang sama membagi budaya baik secara sadar maupun tidak sadar, perilaku dalam kelompok merupakan bagian dari identitas budayanya. Ketiga, budaya adalah adaptasi pada lingkungan yang mencerminkan kondisi khusus pada sekelompok manusia seperti bentuk rumah, alat-alat dan sebagainya.Adaptasi budaya pada negara maju diadopsi sesuai dengan tehnologi yang tinggi. Keempat, budaya adalah proses yang selalu berubah dan dinamis, berubah seiring kondisi kebutuhan kelompoknya, misalnya tentang partisipasi wanita dan sebagainya.Penelitian batak Toba di Indonesia yang beradaptasi dengan suku Sunda dengan merubah adat ketatnya karena menyesuaikan diri dengan budaya setempat.Menurut Samovar dan Porter (1995) ada 6 karakteristik budaya :
1. Budaya itu bukan keturunan tapi dipelajari, jika seorang anak lahir di Amerika dan hidup di Amerika dari orangtua yang berkebangsaan Indonesia maka tidaklah secara otomatis anak itu dapat berbicara dengan bahasa Indonesia tanpa ada proses pembelajaran oleh orangtuanya. 2. Budaya itu ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya, kita mengetahui banyak hal tentang kehidupan yang berhubungan dengan budaya, karena generasi sebelum kita mengajarkan kita tentang hal budaya tersebut. Contohnya upacara penguburan pla centa bada masyarakat jawa, sehingga banyak masyarakat yang mengikuti adat istiadat seperti itu. 3. Budaya itu berdasarkan simbol, untuk bisa mempelajari budaya orang memerlukan symbol. Dengan simbol inilah nantinya kita dapat saling bertukar pikiran dan komunikasi sehingga memungkinkan
5
terjadinya proses transfer budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Contoh beberapa simbol yang mengkarakteristikan budaya adalah kalung pada suku dayak, manik-manik, gelang, yang semua itu menandakan simbol pada budaya tertentu. 4. Budaya itu hal yang bisa berubah, karena budaya merupakan sistem yang dinamis dan adaftif maka budaya rentan terhadap adanya perubahan. Misalnya pada sekelompok masyarakat merayakan kelahiran dengan tumpeng atau nasi kuning, pada zaman modern tradisi tersebut berubah menjadi kue ulang tahun untuk merayakan hari kelahirannya. 5. Budaya itu bersifat menyeluruh, satu elemen budaya dapat mempengaruhi elemen-elemen budaya yang lain. 6. Budaya itu etnosentris, adanya anggapan bahwa buadaya kitalah yang paling baik diantara budaya-buadaya yang lain. Suku badui akan merasa budaya Badui yang benar,apabila melihat perilaku budaya dari suku lain dianggap aneh, hal ini terjadi pada kelompok suku yang lain.Meskipun tiap kelompok memiliki pola yang dapat dilihat yang membantu membedakannya dengan kelompok lain,sebagian besar individu juga mengungkapkan keyakinan atau sifat yang tidak sesuai dengan norma kelompok. Seseorang bisa sangat tradisional dalam satu aspek dan sangat modern dalam aspek lain. Ketika orang sakit, mereka kadang menjadi lebih tradisional dalam harapan mereka dan pemikiran mereka. Juga ada variasi signifikan dengan dan antara kelompok. Pengetahuan tentang kelompok juga bernilai ketika memberikan sekumpulan harapan realistik. Tetapi,hanya belajar tentang individu atau keluarga yang dihadapi sehingga tenaga medis dapat memahami dalam hal apa pola kelompok bermakna (Leininger 2000).
C. Perilaku Budaya Kesehatan Adat kebiasaan yang dikembangkan di suatu negara atau daerah, suku atau sekelompok masyarakat merupakan praktek hidup budaya, Amerika, Australia, dan negara lainnya termasuk Indonesia merupakan sebuah
6
negara mempunyai berbagai suku dan daerah dimana tiap suku atau daerah tersebut mempunyai adat kebiasaan yang berbeda-beda dalam menangani masalah kesehatannya di masyarakat. Ada perilaku manusia, cara interaksi yang dipengaruhi kesehatan dan penyakit yang terkait dengan budaya, diantaranya adalah perilaku keluarga dalam menghadapi kematian, Menurut Crist (1961) yang ditulis oleh Koentjaraningrat (1990), dari hasil studi komaratifnya. Menyimpulkan bahwa ada perbedaan sikap manusia dengan berbagai kebudayaan yang berbeda-beda dalam menghadapi maut. Menurut Bendel (2003) di Indonesia terdapat pruralisme system pengobatan di mana berbagai cara penyembuhan yang berbeda-beda hadir berdampingan termasuk humoral medicine dan elemen magis. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dimana tiap suku atau kelompok masyarakat tersebut akan mempunyai norma, perilaku, adat istiadat yang berbeda-beda termasuk dalam mencari penyembuhan yang terkait dengan perilaku budaya. Menurut
Bendel
(2003)
dalam
masyarakat
Indonesia
terdapat
kepercayaan tradisional pada hal-hal gaib. D. Pengertian Transkultural Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture,
Trans
berarti
luar
perpindahan
,
jalan
lintas
atau
penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus, melalui. Culture berarti budaya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti : kebudayaan,cara pemeliharaan pembudidayaan, Kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya , sedangkan cultural berarti: Sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat dan kebudayaan berarti :Hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia seperti kepercayaan kesenian dan adat istiadat. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk menjadi pedoman tingkah lakunyaJadi , transkultural dapat diartikan sebagai : Lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya yang lain, Pertemuan kedua
7
nilai–nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi social.Menurut Leininger (1991),Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai– nilai budaya yang mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien.
E. Konsep Transkultural Kazier barabara (1983), dalam bukunya yang berjudul Fundamental Of Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan keperawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistik, philosopi keperawatan, praktik klinis keperawatan, komunkasi dan ilmu sosial. Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah biopsiko-sosio-kultural-spiritual. Oleh karenanya tindakan keperawatan harus didasarkan pada tindakan yang kompereshif. Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial.Budaya yang berupa norma,adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain.Pola kehidupan
yang
berlangsung
lama
dalam
suatu
tempat,selalu
diulangi,membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya. Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter,pola pikir,pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan. Leininger
(2002),
beberapa
asumsi
yang
mendasari
konsep
transkultural berasal dari hasil penelitian kualitatif tentang kultur, yang kemudian teori ini dipakai sebagai pedoman untuk mencari culture care yang akan diaplikasikan. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara culture satu tempat dengan tempat yang lainnya. Caring act dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku caring semestinya diberikan pada manusia
8
sejak lahir,masa perkembangan, masa pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala meninggal. 1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berpikir, bertindak dan mengambil keputusan. 2. Nilai Budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan. 3. Perbedaan budaya Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan
bentuk
yang
optimal
daei
pemberian
asuhan
keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang
menghargai
nilai
budaya
individu,
kepercayaan
dan
tindakantermasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang danindividu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985). 4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik di antara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. 5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. 6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia 7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik di antara keduanya. 8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
9
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia 10. Cultural
Care berkenaan dengan
kemampuan kognitif
untuk
mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk membimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai. 11. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.
F. Peran dan Fungsi Transkultural Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat.Misalnya kebiasaan hidup sehari – hari , seperti tidur , makan , kebersihan diri , pekerjaan,pergaulan social , praktik kesehatan,pendidikan anak, ekspresi perasaan , hubungan kekeluargaaan, peranan masing – masing orang menurut umur . Kultur juga terbagi dalam sub – kultur. Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih besar atau member makna yang berbeda. Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural. Nilai – nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat pelayanan dari dokter pria . Dalam beberapa setting, lebih mudah menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan . Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap tabu. Dalam tahun – tahun terakhir ini , makin ditekankan pentingknya pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan.
10
Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru ia berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai budaya (nilai budaya yang berbeda ras),yang mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional) Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan. Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan kesehatan transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya. Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya ( kultur ) baik di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan. Lininger berpendapat , kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.
G. Paradigma Transkultural Nursing Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu: manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995) : 1. Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilainilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimana pun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
11
2. Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktifitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995). 3. Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu: fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada
matahari
sepanjang
tahun.
Lingkungan
sosial
adalah
keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan. 4. Keperawatan
didalam
Leininger
menyajikan
3
tindakan
yang sebangun dengan kebudayaan klien yaitu Cultural care preservation, accomodation dan repatterning.
Proses Keperawatan Transkultural Model konseptual yang dikembangkan oleh leininger dalam menjelaskan
asuhan
keperawatan
dalam
konteks
budaya
digambarkan dalam bentuk matahari terbit / sunrise model. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
12
masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada proses keperawatan transkultural.
Tahap Pengkajian Pengkajian
adalah
proses
mengumpulkan
data
untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model” yaitu: 1. Faktor teknologi (technological factors). Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan
masalah
dalam
pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan
teknologi
untuk
mengatasi
permasalahan
kesehatan saat ini. 2. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors). Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan
motivasi
yangsangat
kuat
untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan. 3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kindship and social factors). Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan
13
keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga. 4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways factors). Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri. 5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors). Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat. 6. Faktor ekonomi (economical factors). Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat di antaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga. 7. Faktor
pendidikan
(educational
factors). Latar
belakang
pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat
14
belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
Tahap Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
Tahap perencanaan dan pelaksanaan Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu: mempertahankan budaya yang dimiliki
klien
bila
budaya
klien
tidak
bertentangan
dengankesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. 1. Cultural care preservation/maintenance: a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien; c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
15
2. Cultural care accomodation/negotiation: a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan, c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik. 3. Cultual care repartening/reconstruction: a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya; b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok; c) Gunakan pihak ketiga bila perlu d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua, e) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan. Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing
melalui
proses
akulturasi,
yaitu
proses
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
Tahap Evaluasi Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
16
2. Analisis Kasus Kasus : Seorang laki laki (45 tahun), dirawat di rumah sakit dengan kondisi gagal jantung kiri dan dengan edema paru akut. Saat ini klien masih mengeluh sesak nafas, batuk, dan pusing. Hasil pemerisaan fisik : TD 140/90 mmHg, Nadi 90x/menit, RR 24x/menit, Suhu 37°C, pengembangan dada simetris, tidak ada retraksi intercostae, ekspresi wajah grimace, skala nyeri 6. Klien telah mendapat terapi o2 per nbrm 10 lpm. Pasien seringkali menyatakan kecemasan akan kondisisnya. Pasien takut kondisinya akan semakin memburuk. Keluarga klien membawa ramuan herbal, dan meminta ijin untuk memberikan pada pasien. Selain itu, keluarga membawa air yang sudah diberi doa untuk diusap usapkan ke dada pasien agar pasien tidak sesak. ANALISIS DATA Data Subjektif
Data Objektif
Sesak nafas
Laki-laki (45 th)
Batuk
Kondisi saat ini gagal jantung kiri dan
Pusing
edema paru akut
Cemas akan kondisinya
TD 140/90 mmHg
Keluarga membawa ramuan herbal dan air
N 90x/menit
doa
RR 24x /menit Suhu 37oC Pengembangan dada simetris Tidak ada retraksi intercostae Ekspresi wajah grimace Skala nyeri 6 Mendapat terapi O2 / NRBM 10 lpm
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
17
DS:
Bendungan sistemik
Sesak nafas
Penurunan Curah jantung
↓
Batuk
Aliran darah ke atrium dan
Pusing
ventrikel kiri menurun atau terjadi gangguan fungsi
DO: Kondisi
pompa ventrikel saat
ini
gagal
↓
jantung kiri
Curah jantung kiri menurun
RR 24x /menit
dan tekanan akhir diastole ventrikel kiri meningkat ↓ Bendungan vena pulmonalis ↓ Penurunan curah jantung
DS: Sesak nafas Batuk
Bendungan sistemik
Ketidakefektifan Pola Nafas
↓ Aliran darah ke atrium dan ventrikel kiri menurun atau
DO: Kondisi saat ini edema paru akut
terjadi gangguan fungsi pompa ventrikel ↓
RR 24x/menit
Curah jantung kiri menurun
Mendapat terapi O2 /
dan tekanan akhir diastole
NRBM 10 lpm
ventrikel kiri meningkat ↓ Bendungan vena pulmonalis ↓ Edema paru ↓ Ketidakefektifan pola nafas
DS: Sesak nafas Batuk
Bendungan sistemik
Nyeri Kronis
↓ Aliran darah ke atrium dan
18
Pusing
ventrikel kiri menurun atau terjadi gangguan fungsi
DO: Kondisi
pompa ventrikel saat
ini
gagal
↓
jantung kiri dan edema
Curah jantung kiri menurun
paru akut
dan tekanan akhir diastole
RR 24x /menit
ventrikel kiri meningkat
Ekspresi wajah grimace Skala nyeri 6
↓ Bendungan vena pulmonalis ↓ Edema paru ↓ Nyeri Kronis
DS:
Kurangnya pengetahuan
Pasien mengatakan cemas
Ansietas
tentang penyakit yang
akan kondisinya
diderita ↓ Ketakutan bila kondisinya akan semakin memburuk ↓ Ansietas (cemas)
DS: Keluarga
membawa
Kurangnya pengetahuan
Defisit
tentang penyakit pasien
(keluarga)
Pengetahuan
↓
ramuan herbal dan air doa
Mencari pengobatan alternative lain selain dari dokter seperti ramuan herbal dan air doa ↓ Defisit pengetahuan (keluarga) DIAGNOSA KEPERAWATAN : 1. Ketidakefektifan pola napas
19
2. Ansietas 3. Risiko penurunan curah jantung 4. Risiko intoleran aktivitas 5. Nyeri akut 6. Defisit Pengetahuan 7. Penurunan curah jantung INTERVENSI KEPERAWATAN : Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pola napas. Berhubungan dengan ansietas, hiperventilasi, dan nyeri. Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. NOC : Mempertahankan pola nafas agar kembali efektif. Kriteria Hasil:
1. Kecepatan dan irama nafas dalam batas normal. 2. Fungsi paru dalam batas normal. 3. Tanda-tanda vital dalam batas normal NIC
1. Monitor jumlah pernafasan
Rasional
1. Mengetahui dan memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat.
2. Mengumpulkan dan menganalisa data pernafasan dan suhu tubuh untuk menentukan dan mencegah
2. Monitor tanda-tanda vital
komplikasi.
3. Menghindari penekanan pada jalan nafas untuk meminimalkan penyempitan jalan nafas.
4. Meningkatkan pengetahuan dan menstabilkan pola nafas.
20
3. Anjurkan pasien untuk posisi fowler agar leher tidak tertekuk
4. Ajarkan
teknik
bernafas
dan relaksasi yang benar Diagnosa Keperawatan : Ansietas. Berhubungan dengan kecemasan pasien terhadap kondisinya yang sedang dialami. Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman. NOC : Mengontrol kecemasan diri Kriteria Hasil : 1. Kecemasan terhadap kondisi yang dialami menurun NIC 1. Sediakan lingkungan yang tidak mengancam
Rasional 1. Supaya pasien merasa berada dalam keadaan aman.
2. Tunjukkan ketenangan 3. Jelaskan semua prosedur pada pasien.
2. Semua tindakan yang dilakukan diketahui pasien dan keluarga.
4. Menjawab semua pertanyaan mengenai status kesehatan dengan perilaku jujur. 5. Bantu pasien atau keluarga mengidentifikasi faktor apa yang meningkatkan rasa keamanan. 6. Menginstruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi sesuai
3. Memberikan informasi yang sebenarnya terjadi terkait perubahan medis paseien. 4. Mencari solusi supaya pasien tetap dalam keadaan aman dan tenang. 5. Supaya pasien bisa mengontrol dirinya ketika pasien merasa cemas.
21
dengan kebutuhan. Diagnosis Keperawatan : Risiko Penurunan Curah Jantung Definisi : Rentan terhadap ketidakadekuatan volume jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, yang dapat mengganggu kesehatan. NOC : Curah jantung kembali adekuat Kriteria hasil : 1. Tanda vital dalam batas yang bisa ditolerir. 2. Penurunan episode dispnea. 3. Dapat ikut serta dalam aktivitas yang dapat mengurangi beban kerja jantung. NIC
1. Auskultasi nadi apikal, frekuensi dan irama jantung serta bunyi jantung.
2. Palpasi nadi perifer 3. PantauTekanan darah. 4. Kaji keadaan kulit bila ada sianosis atau pucat
5. Kaji perubahan sensori, kecemasan,
Rasional 1. Biasanya terjadi takikardi untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler 2. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya denyut nadi.Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur saat dipalpasi. 3. Pada GJK dini, sedang dan kronis,
letargi, bingung, disorintasi, dan
tekanan darah dapat meningkat
depres
berhubungan dengan SVR. Pada GJK
6. Ciptakan lingkungan yang kondusif
lanjut, tubuh tidak bisa lagi
untuk istirahat. batasi aktivitas yang
mengkompensasi dan dapat terjadi
dapat menambah beban kerja
hipotensi.
jantung
7. Kolaborasi dengan dokter untuk
4. Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak
pemberian pengobatan sesuai
adekuatnya curah jantung,
indikasi
vasokontriksi, dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena. 5. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap
22
penurunan curah jantung. 6. Istirahat fisik harus dipertahankan selama GJK akut atau refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen miokard dan kerja jantung berlebihan. Stres emosi menghasilkan vasokontriksi, yang meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung. 7. Menjadi pedoman lanjutan bagi pelaksanaan asuhan keperawatan. Diagnosis Keperawatan : Risiko Intoleran Aktivitas Definisi : Rentan mengalami ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan, yang dapat mengganggu kesehatan. NOC : Kembali dapat beraktivitas seperti biasanya Kriteria hasil : 1. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri 2. Meningkatnya toleransi terhadap aktivitas yang diinginkan dilakukan. 3. berkurangnya kelemahan dan kelelahan yang dirasakan NIC 1. Kaji kemampuan klien sejauh mana
Rasional 1. Untuk menentukan sejauh mana
dapat beraktivitas dan aktivitas yang
ketidakmampuan klien melakukan
dapat dilakukan tanpa menambah
perawatan diri secara mandiri tanpa
beban kerja jantung
menambah beban kerja jantung.
2. Kaji tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas 3. Kaji presipitor/ penyebab kelemahan umum 4. Evaluasi peningkatan toleransi terhadap aktivitas 5. Berikan bantuan dalam beraktivitas
2. Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (Vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik), atau pengaruh fungsi jantung. 3. Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (Beta blocker,
23
untuk pemenuhan kebutuhan
tranquilizer, atau sedatif. Nyeri dan
perawatan diri sesuai indikasi. selingi
program penekanan stress
periode aktivitas dengan periode
memerlukan energy dan menyebabkan
istirahat.
kelemahan. 4. Dapat menunjukkan peningkatan dekompesasi jantung karena aktivitas yang berlebihan. 5. Pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien tanpa mempengaruhi stress miokard/kebutuhan oksigen berlebihan
Diagnosis Keperawatan : Nyeri Akut Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hinggaa berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi kurang dari 3 bulan. NOC : Tingkat nyeri terkontrol Kriteria hasil : 1. Tingkat nyeri berkurang 2. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyaman. 3. Melaporkan tingkat nyeri kepada penyedia pelayanan kesehatan 4. Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, frekuensi jantung, atau tekanan darah NIC 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif 2. Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif 3. Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat mencetuskan atau
Rasional 1. Untuk mengetahui sejauh mana skala nyeri yang dirasakan. 2. Untuk melakukan penanganan yang membuat pasien nyaman dan sesuai dengan keadaan atau tingkat nyeri pasien.
24
meningkatkan nyeri
3. Perbedaan tingakatan nyeri bisa
4. Ajarkan metode nonfarmakologi
memberikan efek pada pasien, jika
untuk menurunkan nyeri
tingkatan nyeri tinggi bisa berdampak
5. Evaluasi keefektifan dari tindakan
pada organ yang lainnya.
pengontrol nyeri
4. Tidak selamanya penggunaan obat efektif untuk meredakan nyeri dan terlalu sering mengkonsumsi obat tidak bagus untuk organ dalam terutama ginjal. Oleh karena itu metode non farmakologi diperlukan sebagai pengobatan alternatif. 5. Untuk mengetahui dan menilai keefektifan penanganan yang sudah diberikan,
Diagnosa Keperawatan : Penurunan Curah Jantung NOC
NIC
Setelah dilakukan asuhan 1. Monitoring ritme, laju
Rasional 1. Memantau keadaan klien
keperawatan selama
jantung, RR, HR,
sebagai dasar untuk
2x24 jam, klien
kualitas pulsasi, tingkat
memberikan intervensi
menunjukkan adanya
nyeri pada dada dan
selanjutnya
peningkatan curah
ekstremitas
jantung.
2.
Evaluasi adanya nyeri
Kriteria Hasil:
dada ( intensitas,lokasi,
1. Tanda Vital dalam
durasi)
rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) 2. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan 3. Tidak ada edema
3. Auskultasi suara jantung. 4. Sediakan makanan
2. Membantu mengurangi rasa nyeri 3. Untuk mengetahui progress penyakit (menganalisa kemingkinan terjadinya komplikasi sperti
dengan porsi kecil tapi
kebocoran katup,
sering.
insufisiensi, dan stenosis
5. Pertahankan bedrest dalam posisi yang
katup) 4. Mencegah kekurangan
25
paru, perifer, dan
nyaman selama
suplai oksigen dan ATP
tidak ada asites
periode akut.
yang lebih parah akibat
4. Tidak ada penurunan 6. Berikan waktu istirahat kesadaran
metabolism dan
yang cukup/adekuat.
penggunaan tenaga
Kaji dengan / bentuk
berlebih saat makan
aktivitas perawatan diri, jika diindikasikan.
5. Menurunnya konsumsi/keseimbangan O2 mengurangi beban kerja otot jantung dan resiko dekompensasi. 6. Cadangan energi, menurunkan beban kerja otot jantung
Diagnosa Keperawatan : Defisit Pengetahuan NOC Dalam waktu 2 x 24 jam
NIC
1. Kaji pengetahuan
Rasional 1. Mempermudah dalam
diharapkan keluarga
keluarga klien tentang
memberikan
pasien mengerti proses
penyakitnya
penjelasan pada klien
penyakitnya dan Program
2. Jelaskan tentang proses
perawatan serta Therapi
penyakit (tanda dan
pengetahuan dan
yg diberikan
gejala), identifikasi
mengurangi cemas
Kriteria Hasil :
kemungkinan
1. Pasien dan keluarga
penyebab. Jelaskan
menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
kondisi tentang klien
3. Jelaskan tentang
2. Meningkatan
3. Mempermudah intervensi
program pengobatan
26
prognosis dan program
dan alternatif
pengobatan
pengobantan
2. Pasien dan keluarga
4. Mencegah keparahan penyakit
4. Diskusikan perubahan
mampu melaksanakan
gaya hidup yang
prosedur yang
mungkin digunakan
dijelaskan secara benar
untuk mencegah
tentang pilihan terapi
komplikasi
yang bisa digunakan
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
5. Diskusikan tentang terapi dan pilihannya
6. Tanyakan kembali pengetahuan klien dan
5. Memberi gambaran
6.
Mereview hal-hal yang telah dipelajari dan telah dilakukan sebelumnya
keluarga tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan
27
Daftar Pustaka 1. Enam Medika. 2016. "Asuhan Keperawatan Transkultural pada Kasus Fraktur". Kepahiang.
Academia.edu.
di
akses
25
November
2019.
pada
https://www.academia.edu/30911223/Artikel_Asuhan_Keperawatan_Transkult ural_pada_Kasus_Fraktur/ 2. LeMone, Priscilla, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. 3. Simadibrata, M. Setiati, S. (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Keempat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, pp: 247-252. 4. Doengoes Mariyln. 1999. Rencana Asuhan Keperawan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC 5. Holloway, NM. 1988. Medical Surgical Nursing Care Plans. Pensylvania: Springhouse Corporation.
28