Makalah Profesional Konseling - Kel 12 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PROFESIONAL KONSELING Disusun Untuk Memenuhi Matakuliah Psikologi Konseling Dosen Pengampu : Dr. Rofiqoh, M.Pd



Disusun Oleh : Taufiq Zduroikhan



19410226



Brian Mei Santoso



19410009



Maulida Yulia Rahma 19410033



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2021



1. Standar Kompetensi Seorang Konselor Kompetensi inti seorang konselor (Common Competencies) adalah seperangkat pengetahuan, sikapa, dan keterampilan bersama yang dilakukan konselor dalam setting manapun. Setiap setting dbimbingan dan konseling (Guidance & Counseling) menghendaki kompetensi khusus yang harus dikuasai konselor untuk dapat memberikan layanan dalam setting tersevut. Kompetensi konselor merujuk pada penguasaan konsep, penghayatan dan perwujudan nilai serta penampilan pribadi yang bersifat membantu (helping personal) dan unjuk kerja profesional yang akuntabel. Kompetensi konselor dibangun dari landasan filosofis tentang hakikat manusia dan kehidupan sebagai makhluk Allah Yang Mahakuasa, makhluk pribadi, dan warga negara yang berbasis budaya Indonesia. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi, 1. Memahami secara mendalam tentang konseli yang dilayani. 2. Menguasai landasan dan kerangka teoritis bimbingan dan konseling. 3. Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan konseli. 4. Mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan. Atas dasar kompetensi akademin tersebut, maka rumusan kompetensi akademik dan profesional konselor dipetakan atas dasar ketentuan yang tertuang dalam pertaturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, kedalam kompetensi pedagosis, kepribadian, sosial, dan profesional sebagai berikut, A. Kompetensi Pedagosis, meliputi 1. Menguasai teori dan praktis 2. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli 3. Menguasai esensi pelayanan-pelayan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikan B. Kompetensi Kepribadian, meliputi 4. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 5. Menghargai dan menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, dan kebebasan memilih



6. Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat 7. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi C. Kompetensi Sosial, meliputi 8. Mengimplementasikan kolaborasi intern ditempat bekerja 9. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling 10. Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi D. Kompetensi Profesional, meliputi 11. Menguasai konsep dan praktik assessment untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli 12. Menguasai kerangka teoretis dan prkasis bimbingan dan konseling 13. Merencanakan program bimbingan dan konseling 14. Mengimplementasikan program bibingan dan konsleing yanh komprehensif. 15. Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling 16. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional 17. Menguasai konsep praksis penelitian dalam bimbingan konseling. 2. Perilaku dan Pribadi Konselor Karakteristik pribadi ideal calon konselor di Indonesia perlu mendapatkan tambahantambahan karena teori pribadi konselor yang berasal dari barat (Amerika Serikat) yang selama ini telah dipelajari oleh konselor ketika menuntut ilmu di perguruan tinggi tidak semuanya dapat diterapkan oleh para konselor di Indonesia karena memerhatikan beberapa faktor-faktor penting, seperti faktor spiritual, keragaman sosial, dan budaya. Karakteristik kepribadian ideal calon konselor di Indonesia berasal dari teks Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor dimana salah satu kompetensi yang dibahas adalah kompetensi kepribadian. Penyerapan nilai-nilai teks kompetensi kepribadian oleh calon konselor ini dianggap penting karena untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam teori kepribadian konselor yang berasal dari barat. Dengan penyerapan nilai-nilai kepribadian yang berasal dari teks Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 ini diharapkan calon konselor dapat membentuk suatu tingkatan kepribadian yang ideal dan dapat diterapkan di Indonesia serta tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Penyerapan nilai-nilai tersebut antara lain beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, penyerapan nilai ini dianggap sangat penting bahkan menjadi penyerapan nilai yang utama karena teori kepribadian konselor yang berasal dari barat tidak melakukan penekanan pada nilai-nilai spiritualitas seorang terapis



atau konselor, dengan penyerapan nilai ini diharapkan calon konselor dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik di sekolah. Penyerapan nilai lainnya adalah menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, dan kebebasan memilih. Penyerapan nilai ini dianggap sangat baik karena dapat membentuk kepribadian konselor yang peduli terhadap orang lain, membentuk pribadi yang berjiwa sosial, menghargai individu, toleransi terhadap orang lain, baik toleransi terhadap perbedaan agama, budaya dan tingkatan sosial, mampu bersikap demokratis dan lebih memilih kepentingan umum dibanding kepentingan pribadi. Penyerapan nilai lainnya adalah menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat, artinya adalah konselor menyerap nilai-nilai ini dengan menampilkan perilaku yang baik, tidak bermental lemah, jujur, sabar, ramah terhadap orang lain, memiliki kesehatan mental yang baik sehingga mampu menampilkan emosi yang stabil, mampu berempati terhadap orang lain, khususnya konseli serta mampu menghormati keragaman sosial budaya yang berbeda. Penyerapan nilai lainnya adalah menampilkan kinerja yang berkualitas tinggi, artinya konselor menyerap nilai-nilai ini dengan menampilkan kinerja yang berdasarkan pada tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif dan produktif. Selain itu, harus memiliki semangat yang tinggi, memiliki sikap disiplin yang tinggi, independen, menyenangkan serta mampu memiliki keterampilan komunikasi yang efektif. 3. Etika profesional konselor a. Koruensi Kongruensi dalam hubungan konseling dapat dimaknakan dengan “menunjukkan diri sendiri” apa adanya, berpenampilan terus terang dan yang lebih penting adalah ada keseuaian antara apa yang dikomunikasikan secara verbal dengan non verbal. Kongruensi dalam beberapa referensi yang lain memiliki kesamaan istilah dengan otentik (authenticity), kesejatian (genuineness). Jika klien tahu bahwa konselor



tidak kongruensi maka



bisa



berakibat



mengurangi



dan



bahkan



menghilangkaan kepercayaan klien kepada konselor. Konselor dalam hubungan konseling diharapkan dapat menimbulkan kongruensi pada diri klien, artinya klien mempunyai sikap apa adanya, terus terang, tidak bersikap defensif karena jika klien memiliki sikap-sikap demikian akan menghambat hubungan konseling. b. Konfidensialitas



Konselor harus menjaga kerahasiaan klien. Ada beberapa hal yang perlu penjelasan dalam etika ini, yaitu yang dinamakan previleged communication.Artinya konselor secara hukum tidak dapat dipaksa untuk membuka percakapannya dengan klien, namun untuk kasus-kasus yang dibawa ke pengadilan, hal seperti ini bisa bertentangan aturan dari etika itu sendiri. Dengan demikian tidak ada kerahasiaan yang absolute



4. Agama dan keyakinan dalam konseling



Menurut Walsh, agama adalah “suatu sistem kepercayaan yang terorganisir dan terlembagakan yang memiliki seperangkat praktek dan ritual keagamaan serta adanya masyarakat yang mengimani sistem kepercayan tersebut. Agama meliputi “nilai-nilai moral bersama yang terlembagakan, ritual peribadatan, keterlibatan dalam komunitas keagamaan dan yang paling utama adalah adanya kepercayaan kepada Tuhan atau kekuatan supranatural di luar kemampuan manusia. Melalui ajaran agama dan kitab sucinya, agama memberikan standarisasi dan aturan guna mencapai kesalehan individu, membangun hubungan baik dengan orang dan mahluk lainnya, dan membangun keluarga yang sakinah ma waddah wa rahmah sesuai yang diajarkan oleh agama (Walsh, 2009).



Agama merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi keagamaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Dalam proses pelayanan yang diberikan pada setiap individu/siswa, konselor harus memperhatikan dimensi keagamaannya sehingga pemberian solusi akan sesuai dengan apa yang mereka yakini, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama yang mereka anut. a. Agama dan Konseling Agama telah menjadi kerangka bagi "peradaban manusia, budaya, hukum, moralitas, dan spiritualitas" orang-orang di seluruh dunia (Mark, 2010, 81 dalam Aris R : 2019). Hampir semua agama di dunia menawarkan beberapa bentuk ajaran dan petunjuk yang mengajarkan bagaimana menjalani kehidupan yang baik dan mendorong orang untuk bersikap bijak terhadap prinsip-prinsip dan nilai-nilai tertentu (Kass & Lennox, 2005 dalam Aris R : 2019).



Konseling memiliki kesamaan tujuan dengan agama dan keyakinan (spiritual), yaitu membantu orang untuk mendapatkan strategi yang lebih sehat guna menciptakan hidup lebih baik. Oleh karena itu mungkin konseling dapat meniru metode dan pendekatan yang digunakan agama dan keyakinan (spiritual) dalam membantu orang yang membutuhkan. Dalam kata lain, konseling, agama dan keyakinan (spiritual) menawarkan bimbingan kepada orang-orang yang ingin "menemukan kehidupan yang bermakna, terpenuhi, dan bahkan bahagia". Di sini nampak bahwa, baik konseling maupun agama dan keyakinan, memiliki perhatian besar terhadap kualitas kehidupan manusia. Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : 1. Manusia sebagai makhluk Tuhan 2. Sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama 3. Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah. Dukungan agama dan spiritual itu sangat penting bagi banyak klien yang membutuhkan layanan kesehatan mental. Menurut Richards dan Bergin (2005), saat ini masalah bagaimana spiritualitas mempengaruhi perilaku klien dipandang relevan dalam proses konseling. Bahkan, pendekatan agama dan spiritual dipandang sebagai terapi yang relevan untuk praktik konseling baik di lingkungan sekuler maupun keagamaan. Inilah alasan mengapa dalam beberapa tahun terakhir ini, profesi konseling telah mulai membahas peranan spiritual dan agama dalam konseling. Ada beberapa peran agama jika diterapkan dalam pendidikan, terutama program penanganan permasalahan peserta didik di sekolah, anatara lain: 1. Dengan agama dapat memberikan bimbingan dalam hidup. Ajaran agama dapat memberikan bimbingan hidup dari masa kecil sampai dewasa, baik pribadi, keluarga, masyarakat atau hubungan kepada Allah. 2. Ajaran agama sebagai penolong dalam kebahagiaan hidup.



Setiap orang pasti pernah merasakan kekecewaan, sehingga apabila tidak berpegang pada agama, dia akan memiliki perasaan rendah diri, pesimis dan merasakan kegelisahan. 3.  Aturan agama dapat menentramkan batin. Agama dapat memberikan jalan penenang hati bagi jiwa yang sedang mengalami gelisah, banyak orang yang tidak menjalankan perintah agama selalu mengalami gelisah dalam hidupnya, tetapi setelah menjalankan perintah agama ia mendapat ketenangan hati. 4.  Ajaran agama sebagai pengendali moral Moral adalah kelakuan yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan(tindakan) tersebut. Dalam masyarakat modern dewasa ini telah terjadi kemerosotan moral dan salah satu faktor penyebabnya karena kurangnya penawaran jiwa agama dalam hati dan kurangnya pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari. 5.  Agama dapat menjadi terapi jiwa Agama dapat membendung dan menghindarkan gangguan jiwa, sikap, dan kesabaran yang dapat menyebabkan kegelisahan/goncangan batin. Hal ini dapat diatasi bila manusia menyesali perbuatannya dan memohon ampun kepada Tuhan. Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membendung diri dari gangguan jiwa dan dapat mengendalikan kesehatan jiwa. 6.  Agama dapat menjadi terapi jiwa Agama dapat membendung dan menghindarkan gangguan jiwa, sikap, dan kesabaran yang dapat menyebabkan kegelisahan/goncangan batin. Hal ini dapat diatasi bila manusia menyesali perbuatannya dan memohon ampun kepada Tuhan. Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membendung diri dari gangguan jiwa dan dapat mengendalikan kesehatan jiwa. b.



Konseling dalam Islam Pandangan Islam terhadap kesehatan mental dapat dilihat dari peranan Islam itu sendiri bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut: 1. Ajaran Islam beserta seluruh petunjuknya yang ada didalamnya merupakan obat (Syifa’) bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam diri manusia (rohani)



2.  Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan dan mengatasi kesulitan dengan sabar dan sholat. 3. Ajaran Islam memberikan rasa aman dan tentram yang menimbulkan keimanan kepada Allah dalam jiwa seorang mukmin. 4. Bagi seorang mukmin ketenangan jiwa, rasa aman dan ketentraman jiwa akan terealisasi sebab keimanannya kepada Allah yang akan membekali harapan akan pertolongan, lindungan dan penjagaan-Nya. Bahkan jiwa mnurut islam juga sudah di nass damal surat As-syam ayat 7-8 )10( ‫خَاب َم ْن َدسَّاهَا‬ ‫) َوقَ ْد‬9( ‫) قَ ْد أَ ْفلَ َح َم ْن َز َّكاهَا‬8( ‫ُورهَا َوتَ ْق َواهَا‬ َ َ ‫) فَأ َ ْلهَ َمهَا فُج‬7( ‫س َو َما َسوَّاهَا‬ ٍ ‫َونَ ْف‬ Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q. S. alSyams [91]: 7-10). Dengan demikian islma sebagai agama rahmatal lil alamin juga memperhatikan konsep jiwa, kesehatan jiwa dan cara menjaga atau mensucikan jika. Oleh karenanya sudah selayaknya untuk kita dapat memahaminya. Sebagai salah satu cara menjaga jiwa dapat dilakukan dengan konseling. Konseling menjadi upaya Bebicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton. Selanjutnya yang berkaitan dengan perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa  pada beberapa jenjang pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini : 1. Konseling krisis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan zat adiktif.



2.  Konseling fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan  dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan pergaulan social. 3.  Konseling preventif, dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi  dalam pergaulan atau sexual, pilihan karir, dan sebagainya. 4. Konseling developmental, dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan perkembangan akademik. Dengan demikian, kebutuhan akan hubungan bantuan (helping relationship), terutama konseling, pada dasarnya timbul dari diri dan luar individu yang melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus diperbuat individu. Dalam konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat disitimewakan. Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia disisi Allah SWT. c. Pendekatan Knseling dalam Islam Pendekatan Islami dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dalam pelaksanaan bimbingan konseling yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan, dan seterusnya yang berkaitan dengan klien dan konselor. Bagi pribadi muslim yang berpijak pada pondasi tauhid pastilah seorang pekerja keras, namun nilai bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, ini baginya adalah ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan konseling, pribadi muslim tersebut memiliki ketangguhan pribadi tentunya dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Selalu memiliki Prinsip Landasan dan Prinsip Dasar yaitu hanya beriman kepada Allah SWT. 2. Memiliki Prinsip Kepercayaan, yaitu beriman kepada malaikat. 3.  Memiliki Prinsip Kepemimpina, yaitu beriman kepada Nabi dan Rasulnya. 4.  Selalu memiliki Prinsip Pembelajaran, yaitu berprinsip kepada  Al-Qur’an Al Karim. 5.  Memiliki Prinsip Masa Depan, yaitu beriman kepada “Hari Kemudian” 6.  Memiliki Prinsip Keteraturan, yaitu beriman kepada “Ketentuan Allah” Jika konselor memiliki prinsip tersebut (Rukun Iman) maka pelaksanaan bimbingan dan konseling tentu akan mengarahkan klien kearah kebenaran, selanjutnya dalam pelaksanaannya pembimbing dan konselor perlu memiliki tiga langkah untuk menuju pada kesuksesan bimbingan dan konseling. Pertama, memiliki mission statement yang



jelas yaitu “Dua Kalimat Syahadat”, kedua memiliki sebuah metode pembangunan karakter sekaligus symbol kehidupan yaitu “Shalat lima waktu”, dan ketiga, memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan dengan “puasa”. Prinsip dan langkag tersebut penting bagi pembimbing dan konselor muslim, karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah). Dengan mengamalkan hal tersebut akan memberi keyakinan dan kepercayaan bagi counselee yang melakukan bimbingan dan konseling.



Daftar Pustaka



Dr. Hartono M.Si., Soedarmadji, Boy S.Pd., M.Pd., 2012. Psikologi Konseling Edisi Revisi. Jakarta : Prenamedia Grup. Dody Riswanto, Andi Mappiare-AT, M. Irtadji. 2016. Karakteristik Kepribadian Ideal Konselor (Studi



Hermenutika



Gadamerian).



Jurnal



Pendidikan:



Teori,



Penelitian, dan Pengembangan Mulawarman. (2017), Buku ajar pengantar keterampilan dasar konseling bagi konselor pendidikan, semarang, Universitas Negeri semarang. https://bkpemula.wordpress.com/2012/01/27/etika-dalam-konseling/