Makalah Psikiatri - 8 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah REKAM MEDIS PSIKIATRI “Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Rekam Medis Yang Diampuh Oleh Dosen Ibu. dr. Irmawati, M.Kes., Sp.N”



OLEH : KELOMPOK 8 PEMINATAN ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN 1. INDEKS S. KEKU



(811418029)



2. INSAN MOHI



(811418013)



3. SUSANTI GOLO



(811418094)



JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2021



KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 3 A. Latar Belakang ............................................................................................. 3 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3 C. Tujuan .......................................................................................................... 3 D. Manfaat ........................................................................................................ 4 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 5 A. Pengertian Psikiatri ...................................................................................... 5 B. Kesehatan Jiwa ............................................................................................. 6 C. Faktor Resiko ............................................................................................... 6 D. Jenis Ilmu Psikologi ..................................................................................... 7 E. Psikiatri Industri ......................................................................................... 11 F.



Diagnosis .................................................................................................... 12



G. Rekam Medis Psikiatri ............................................................................... 21 BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 29 A. Simpulan .................................................................................................... 29 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30



i



DAFTAR ISI Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmatnya sehingga penulis dapat menyusun makalah tentang "Rekam Medis Psikiatri” dengan sebaikbaiknya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana rekam medik pada psikiatri. Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, memfasilitasi, memberi masukan, dan mendukung penulisan makalah ini sehingga selesai tepat pada waktunya. Semoga dibalas oleh Allah SWT dengan ganjaran yang berlimpah. Meski penulis telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak menutup kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sekalian. Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat menambah referensi keilmuan masyarakat. Gorontalo,



April 2021 Penulis



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini masalah kesehatan jiwa di dalam masyarakat semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tindak kekerasan, kenakalan remaja, penyalahgunaan NAPZA, tawuran, pengangguran, banyaknya demonstrasi yang mengarah kepada tindakan penyaluran agresivitas (anarkis), putus sekolah, pemutusan hubungan kerja dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi perkembangan masyarakat tersebut, baik ditinjau dari segi ekonomi, maupun moral, budaya, bangsa dan sebagainya. Ilmu kedokteran jiwa bersama-sama dengan ilmu-ilmu kesehatan yang lain berusaha menyediakan suatu pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi masyarakat dan manusia seutuhnya. Akan lebih baik lagi bila ilmu-ilmu kesehatan bersama dengan sektor-sektor yang lain, seperti pertanian, peternakan, teknologi, industri, pendidikan, dan sebagainya, melalui kerja sama lintas sektor menuju ke masyarakat adil dan makmur. Kedaruratan psikiatrik adalah keadaan gangguan dalam proses fikir, alam perasaan dan perbuatan yang memerlukan tindakan pertolongan segera. Kasus kedaruratan psikiatrik yang sering ditemukan adalah percobaan bunuh diri, penyalahgunaan NAPZA dan keadaan gaduh gelisah. Ahli-ahli pskiatri ikut menentukan tanggung jawab dalam fase dimana masyarakat berpendirian bahwa tanggung jawab kriminal dapat di sangkal apabila tidak ada kesengajaan. Soal intensi ini yaitu berbuat dengan sengaja untuk



suatu



maksud



mengandung



prinsip



moril.



Kesengajaan



itu



dihubungkan dengan keutuhan fungsi-fungsi mental, terutama fungsi kognitif dan intelek. Saat ini psikiatri mulai memasuki bidang-bidang hukum pidana untuk memberi bantuan pada keputusan hakim yang dapat dipandang lebih adil dan lebih memenuhi kebutuhan masyarakat modern.



iii



Psikiatri adalah cabang khusus dari kesehatan yang melibatkan pemahaman, penilaian, diagnosis, perawatan, serta pencegahan gangguan kejiwaan. Gangguan kejiwaan, di sisi lain, merupakan penyakit dengan efek yang merusak kemampuan pengelolaan emosi, kognitif, sosial, dan perilaku seseorang. Psikiater adalah dokter spesialis yang merawat pasien dengan gangguan kesehatan kejiwaan. Peran mereka termasuk melakukan penilaian dan diagnosis, memeriksa kondisi kesehatan terkait, dan memberikan saran perawatan yang tepat, termasuk konseling, pengobatan, dan perubahan gaya hidup, atau perantaraan. Psikiater dapat ditemui di berbagai tempat, termasuk unit perawatan pada rumah sakit negeri dan swasta, praktik umum, penjara, universitas, dan praktik pribadi. Mereka bekerja bersama-sama dengan psikolog klinis, perawat kejiwaan, terapis kejiwaan, terapis okupasi, dan pekerja sosial dalam merawat pasien gangguan jiwa. Sebelum psikologi berdiri sendiri sebagai ilmu pengetahuan pada tahun 1879, psikologi (atau tepatnya gejala-gejala kejiwaan) dipelajari oleh filsafat dan ilmu faal.filsafat sudah mempelajari gejala-gejala kejiwaan sejak 500 atau 600 tahun SM,yaitu melalui filsuf-filsuf yunani kuno seperti socrates (469-399 SM),plato (427347 SM), aristotales (384-322 SM). Pada jaman renaisan (jaman revolusi ilmu pengetahuan di eropa),misalnya: rene descartes (1596-1650),seorang filsuf perancis, pernah mencetuskan definisi bahwa ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu tentang kesadaran.dalam era yang sama, tetapi pada generasi berikutnya,george



berkeley



(1685-1753)



seorang



filsuf



inggris,



mengemukakan pendapat bahwa psikologi adalah ilmu tentang penginderaan (persepsi).Di pihak lain, para ahli ilmu faal,khususnya para dokter yang mulai tertarik pada masalah-masalah kejiwaan ini pada saat yang bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan di negara-negara eropa,berpendapat bahwa jiwa erat sekali hubungannya dengan susunan syaraf dan refleks-refleks. Dimulai dengan sir charles bell (1774-1842), inggris dan francois magensie (1783-1855),perancis,yang menemukan syaraf-syaraf sensorik (penginderaan) dan syaraf-syaraf motorik (yang mempengaruhi gsrak dan kelenjar-kelenjar), para ahli kemudian menemukan beberapa hal,antara lain



2



pusat bicara di otak (paul brocca, 1824-1880, jerman) dan mekanisme refleks (marshal hall, 1790-1857, inggris)setelah penemuan-penemuan itu timbullah definisi-definisi tentang psikologi yang mengaitkan psikologi dengan tingkah laku dan selanjutnya tingkah laku dengan refleks.ivan pavlov (18491936,rusia) misalnya mendefinisikan psikologi sebagai ilmu tentang refleks dan karena itu psikologi tidak berbeda dengan ilmu faal. Psikologi dan psikiatri mempelajari tingkah laku dan jiwa manusia,tetapi psikiatri adalah cabang (spesialisme)dari ilmu kedokteran.karena itu bidangnya yang utama mengenai penyakit-penyakit,dalam hal ini menyangkut jiwa seseorang. Di lain pihak, psikologi mempelajari tingkah laku pada umumnya,jadi tidak hanya



mengatasi



penyakit-penyakit.seorang



psikolog



lebih



banyak



berhubungan dengan orang normal dari pada orang sakit. Meskipun demikian, memang sering teradi pertautan (“over lapping”) karena psikiatri akhir-akhir ini tidak berorientasi medis saja, tetapi sudah pula memperhatikan faktor-faktor sosial, kebudayaan dan lain-lain.sebaliknya dalam psikologi pun dikenal bidang psikologi klinis atau psikologi abnormal yang menangani masalah-masalah yang timbul sebagai akibat adanya gangguan-gangguan kejiwaan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang di atas maka Rumusan masalahnya sebagai berikut 1. Apa Itu Psikiatri ? 2. Apa itu Kesehatan Jiwa ? 3. Bagaimana Faktor Resiko Pada Psikiatri ? 4. Apa saja Jenis Ilmu Psikologi ? 5. Apa dan Bagaimana Psikiatri Industri ? 6. Bagaimana Diagnosis atau Rekam Medik Psikiatri ? C. Tujuan Adapun tujuan masalahnya sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui Apa Itu Psikiatri 2. Untuk mengetahui Apa itu Kesehatan Jiwa



3



3. Untuk mengetahui Bagaimana Faktor Resiko Pada Psikiatri 4. Untuk mengetahui Apa saja Jenis Ilmu Psikologi 5. Untuk mengetahui Apa dan Bagaimana Psikiatri Industri 6. Untuk mengetahui Bagaimana Diagnosis atau Rekam Medik Psikiatri D. Manfaat Dengan adanya makalah ini dapat membantu khalayak untuk bisa mengetahui Rekam Medis Psikiatri.



4



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Psikiatri Psikiatri merupakan sebuah cabang ilmu medis yang mempelajari lebih dalam tentag diagnosis, pengobatan, dan pencegahan terhadap gangguan mental, emosional, dan perilaku. Psikiater adalah dokter spesialis yang merawat pasien dengan gangguan kesehatan kejiwaan. Peran mereka termasuk melakukan penilaian dan diagnosis, memeriksa kondisi kesehatan terkait, dan memberikan saran perawatan yang tepat, termasuk konseling, pengobatan, dan perubahan gaya hidup atau perantaraan. Psikiatri adalah cabang khusus dari kesehatan yang melibatkan pemahaman, penilaian, diagnosis, perawatan, serta pencegahan gangguan kejiwaan. Gangguan kejiwaan, di sisi lain, merupakan penyakit dengan efek yang merusak kemampuan pengelolaan emosi, kognitif, sosial, dan perilaku seseorang. Psikiater adalah dokter spesialis yang merawat pasien dengan gangguan kesehatan kejiwaan. Peran mereka termasuk melakukan penilaian dan diagnosis, memeriksa kondisi kesehatan terkait, dan memberikan saran perawatan yang tepat, termasuk konseling, pengobatan, dan perubahan gaya hidup, atau perantaraan. Psikologi(dari bahasa Yunani Kuno: psyche= jiwa dan logos = kata) dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa psikologi sebagai studi ilmiah mengenai proses prilaku dan proses-prosesmental. Psikologi merupakan salah satu bagian dari ilmu prilaku atau ilmu sosial.



5



B. Kesehatan Jiwa Kesehatan jiwa dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan yang meninggalkan dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, atau stres berat jangka panjang. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial, sehingga individu tersebut menyadari kemammpuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU No. 18 tahun 2014). Tidak berkembangnya koping individu dengan baik dapat menyebabkan terjadinya gangguan jiwa. Gangguan jiwa yaitu suatu perubahan yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia (UU No. 18 tahun 2014). Gangguan jiwa dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Gangguan jiwa berat, yaitu ditandai dengan terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikam (insight) yang buruk. 2. Gangguan mental emosional, yaitu keadaan yang mengindikasikan seseorang sedang mengalami perubahan psikologis. Gangguan ini dapat berlanjut menjadi gangguan yang lebih serius apabila tidak berhasil ditanggulangi C. Faktor Resiko Gangguan jiwa biasanya dapat disebabkan bukan karena faktor tunggal tetapi bisa dari badan (somatogenik), lingkungan sosial (sosiogenik), dari psikis (psikogenik), maupun kultural. Gejala gangguan jiwa meliputi



6



gangguan penampilan dan perilaku, gaangguan bicara dan bahasa, gangguan proses berfikir, sensorium dan fungsi kognitif, gangguan emosi/perasaan, gangguan persepsi, gangguan psikomotor, gangguan kemauan, gangguan kepribadian, dan gangguan pola hidup gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses berfikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik. Banyak persepsi yang salah atau mitos terkait mengenai gangguan jiwa. Persepsepsi responden masih beranggapan bahwa pemberi pelayanan kesehatan mental seperti psikiatri, psikologis, pekerja sosial (kader) hanya berfokus pada psicotherapy medication, dan masih menunjukan sikap yang emosional dan uncaring kepada pasien. Responden juga beranggapan apabila pemberi pelayanan kesehatan mental datang melakukan kunjungan rumah, semua masalah atau keluhan akan disamakan dan diberikan resep untuk datang ke pelayanan kesehatan. Stigma psikiatri di indonesia beranggapan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh pengaruh jahat, roh halus, lemah iman dan guna-guna sehingga menyebabkan pasien dibawa berobat ke dukun dan paranormal, hal ini dipengaruhi karena kurangnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai gangguan jiwa. Masyarakat cenderung baru mendatangi pelayanan kesehatan atau kesehatan jiwa bila gangguan jiwa yang dihadapi oleh penderita sudah berat atau bahkan mengganggu orang lain. Kurangnya pengetahuan dan kesalahan persepsi keluarga maupun masyarakat dapat mengakibatkan terlambatnya pemulihan dan meningkatnya resiko kekambuhan, sedangkan apabila terdapat pemahaman serta persepsi yang benar dari masyarakat akan muncul perlakuan yang tepat bagi pasien dengan gangguan jiwa. D. Jenis Ilmu Psikologi 1. Psikologi sosial (sosial psychology) ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu sebagai fungsi dari rangsang - rangsang sosial (Shaw dan Ostanzo, 1970:3) individu dalam difinisi tersebut menunjukkkan



7



bahwa unit analisis dari psikologi sosial adalah individu, bukan masyarakat (seperti dalam sosiologi) maupun kebudayaan (seperti dalam antropologi budaya). Sehingga dari definisi yang singkat tersebut, pengertian psikologi social dapat pula diartikan sebagai suatu kajian tentang sifat, fungsi, fenomena prilaku social, dan pengalaman mental dari individu dalam sebuah konteks social. Diantara fenomena fsikologi social ini, antara lain kemarahan, prilaku membantu, sikap social, ketertarikan dan hubungan social, prilaku seksual dan sosialisasi. 2. Psikologi klinis dan penyuluhan atau konseling (clinical psychology and counseling) Merupakan salah satu bidang psikologi terapan yang berperan sebagai salah satu disiplin kesehatan mental dengan menggunakan prinsip - prinsip psikologi untuk memahami, mendiagnosis dan mengatasi berbagai masalah atau penyakit psikologi (Mens, 2000:122). Untuk pertama kalinya, organisasi yang mengatur standar psikologi klinis dibentuk pada tahun 1947 oleh Dewan Profesi Psikologi Amerika, yakni American Noart of Profesional Psichology. Lembaga tersebutlah yang berhak melakukan pengujian, memberikan diploma, serta mendorong pembinaan kecakapan psikologi professional. Sedangkan dalam psikologi konseling (counseling psychology) merupakan suatu psikologi terapan yang berusaha menciptakan, menerapkan, dan menyebarkan pengetahuan mengenai pencegahan dan penanggulangan gangguan fungsi manusia dalam berbagai kondisi (Brown dan Lent, 1992) 3. Psikologi Konstitusional Merupakan suatu nama psikologi yang masih controversial. Pemahaman yang lain adalah sebagai studi tentang hubungan antara struktur morfologis dan fungsi fisiologis tubuh serta hubungan antara fungsi -fungsi psikologi social (Lerner, 2000:168). 4. Psikofarmakologi Merupakan pengetahuan tentang obat untuk mengobati gangguan psikiatris. Pada tahun 1995, terjadi tiga penemuan farmakologi yang menandai revolusi pengobatan psikiatri, yakni obat antipsikotik, antidepresan, dan lithium (Pope, 2000:866). Obat antipsikotik berfungsi



8



sebagai penetralan khayalan atau kepercayaan kepada hal-hal yang tidak nyata dan halusinasi (perasaan melihat, mendengar suara, dan sejenisnya, yang merupakan gejala umum dalam skizoprenia dan penyakit gilaan depresif.



Obat



antidepresan



berfungsi



meringankan



pasien



yang



mengalami depresi mayor atau fase tertekan dari penyakit depresi kejiwaan. Lithium merupakan obat yang unik diantara obat-obat psikiatrik lainnya, terdiri atas sebuah ion sederhana dan bukan merupakan molekul kompleks. 5. Psikologi Okupasional (Accupational Psichology) Merupakan suatu terminology yang tampaknya merangkum suatu bidang kajian psikologi industri, psikologi organisasi, psikologi vokasional, dan psikologi sumber daya manusia (Herriot, 2000:713). 6. Psikologi politik Merupakan bidang interdisipliner yang tujuan substantif dasarnya adalah untuk menyingkap saling keterkaitan antara proses psikologi dan politik (Renshon,2000:784). Bidang ini memiliki sumber dari berbagai disiplin keilmuan, seperti antropologi budaya, psikologi ekonomi, sosiologi, psikologi serta ilmu politik. 7. Psikologi Sekolah dan Pendidikan (Psychology for the Classroom and Educational psychology) Merupakan kajian tentang prilaku peserta didik di sekolah yang substansinya merupakan gabungan psikologi perkembangan anak, psikologi Pendidikan, dan psikologi klinis yang berhubungan dengan setiap anak untuk evaluasi kegiatan belajar dan emosi, memberikan dan menafsirkan, hasil tes intelegensi, tes hasil belajar, dan tes kepribadian yang merupakan sebagian dari tugas mereka. Sedangkan untuk psikologi Pendidikan merupakan kajian tentang prilaku dalam bidang proses belajar mengajar. Dalam hal ini guru dapatmengadakan penelitian Pendidikan yang dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran bagi gurunya maupun hasil belajar bagi peserta didiknya.



9



8. Psikologi perkembangan Menekankan



perkembangan



manusia



dan



berbagai



faktor



yang



membentuk prilakunya sejak lahir sampai berumur lanjut. Psikologi perkembangan sebagai cabang ilmu psikologi menelaah berbagai perubahan intraindividual dan perubahan interindividual yang terjadi di dalam perubahan intraindividual. Perubahan tersebut tidak hanya mendiskripsikan, tetapi juga menjelaskan atau mengeksplikasikan perubahan-perubahan prilaku menurut tingkat usia sebagai masalah hubungan anteseden (gejala mendahului) dan konsekuensinya (LaBouvie, 1975:289). 9. Psikologi kepribadian Psikologi kepribadian menurut Caplin (1999:362)adalah segi pandangan yang menekankan hal penanaman dan peletakan tingkah laku di dalam kepribadian individu. Menurut Alfred Adler (Hall dan Lindzey (1993:242) adalah ilmu prilaku tentang gaya hidup individu atau cara karakteristik seseorang dalam bereaksi dalam masalah-masalah dan tujuan hidup. Menurut Carl Jung (1993:182) merupakan prilaku tentang integrasi dari ego, ketidaksadaran pribadi, ketidaksadaran kolektif, kompleks-kompleks, dan arketip-arketip persona, serta anima. 10. Psikologi lintas budaya (Cross-Cultural Psychology) Pada hakikatnya, menurut Brislin, Lonner, dan thorndike, (dalam Berry dkk,1997:2) psikologi lintas budaya adalah kajian empiris mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa kearah perbedaan prilaku Berry dkk, 1997:2) psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematis mengenai prilaku dan pengalaman, sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya berbeda yang dipengaruhi budaya yang bersangkutan. 11. Psikologi Rekayasa (Engineering Psychology) Sejarah perkembangan psikologi rekayasa dapat ditelusuri pada masa awal pertumbuhan psikologi industri, yakni pada awal tahun 1898, dimana



10



Fredick W. Tailor yang terkenal dengan studinya tentang dimensi waktudan kerja manual. Setelah perang dunia II, psikologi rekayasa semakin menonjol peranannya, terutama setelah dirasakan meningkatnya kompleksitas mesin atau peralatan mekanis yang menuntut sejumlah tenaga operator pada tingkat efisiensi yang dipersyaratkan. 12. Psikologi Lingkungan Lingkungan berhubungan dengan proses belajar, yang mengunjuk pada efek komulatif dari respons-respons individu terhadap ransangan lingkungan individu dalam hidupnya. Psikologi lingkungan dapat menjangkau berbagai aneka permasalahan. Bidang ini tidak sekedar mengkaji akibat yang sebelumnya sudah gterpikirkan manusia, melainkan juga akibat yang diperhitungkan sebelumnya. 13. Psikologi Konsumen (Consumen Psychology) Bidang psikologi ini mulai dengan psikologi periklanan dan penjualan, objeknya adalah komunikasi yang efektif, baik dari pihak pabrik maupun distributor kepada konsumen (Anastasi, 1989:389). Terutama melalui iklan, konsumen memperoleh informasi tentang produk atau jasa yang dapat diperoleh manfaat khusus dari produk dan jasa tersebut. Untuk psikologi periklanan mulai dilancarkan selama dua dasawarsa yang pertama dari abad ke-20 dengan studi laboratorium di berbagai lokasi. E. Psikiatri Industri Psikiatri industri atau psikiatri okupasional berkaitan dengan prevensi, diagnosis, terapi dan rehabilitasi di tempat kerja. Penyakit akibat kerja dan cacat akibat kecelakaan kerja di bidang psikiatri adalah gangguan jiwa yang bersifat sementara maupun menetap, yang berhubungan dengan pekerjaan. Gangguan jiwa yang dapat terjadi berupa : 1. Kondisi kejiwaan yang khas di tempat kerja : Anxiestas, depresi, lesu kerja (burn-out), absenteisme dan Histeria Massal 2. Gangguan jiwa yang paling banyak terkait dengan kondisi kerja menurut ICD – 10 adalah : a. Gangguan Neurotik



11



b. Gangguan Somatoform c. Gangguan yang berkaitan dengan Stress 3. Gangguan jiwa yang kadang-kadang terkait dengan kondisi kerja menurut ICD – 10 adalah : a. F00-F09 : 1) Gangguan Organik, termasuk Gangguan Mental Simptomatik : Demensia dan Delirium, 2) Anxietas, Depresi dan Gangguan Kepribadian Akibat Zat Toksik. b. F10-F19 : Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. c. F30-F39 : Gangguan Suasana Perasaan (Mood) d. F50-F59 : Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologik dan Faktor Fisik : Disfungsi Seksual, Gangguan Makan dan Tidur yang Berkaitan dengan pekerjaan. 4. Gangguan jiwa yang mengakibatkan cacat mental : a. Skizofrenia b. Gangguan Paranoid c. Psikosis Organik F. Diagnosis Diagnosis psikiatri didasarkan atas gejala-gejala yang diperoleh atas dasar wawancara psikiatrik dan pengamatan (observasi) klinik. Kemudian gejalagejala tersebut disusun menurut kriteria diagnostik yang sudah dibakukan dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia. Gangguan jiwa biasanya terjadi melalui suatu proses perjalanan penyakit yang panjang. Gangguan ini dilandasi oleh faktor-faktor dasar (predisposing factors) dan dibangkitkan oleh faktor pencetus (precipitating factor). Faktor dasar sudah ada sejak awal perkembangan kepribadian seseorang. Individu tersebut telah memiliki kondisi-kondisi tertentu yang diperolehnya melalui proses genetik (herediter, keturunan), atau kondisi yang telah ada pada saat itu, yaitu proses konstitusional. Kondisi awal ini berkembang,



baik



melalui



proses



maturasi



(pematangan)



akibat



bertambahnya usia, maupun akibat pengaruh lingkungan. Faktor herediter,



12



organobiologik, konstitusional dan psikososial dapat berkembang menjadi kekuatan dan kelemahan pada individu tersebut. Apabila mendapat pencetus yang berat dan tepat (spesifik), jatuhlah orang tersebut dalam keadaan terganggu jiwanya. Pencetus tersebut misalnya adalah stresor dalam pekerjaan. Kesulitan untuk menentukan adanya hubungan kausalistas antara gangguan jiwa dan kondisi kerja adalah karena hakikat gangguan jiwa yang multikasual dan multifaktorial. Lain halnya dengan gangguan mental organik seperti demensia, delirium dan epilepsi yang dapat secara kausal dihubungkan dengan akibat kerja yang bersifat fisik seperti cedera kepala dan intoksikasi otak. Dalam psikiatri, penyebab umum gangguan jiwa terdiri dari faktor organobiologik



misalnya



faktor



hereditas



dan



lingkungan



yang



mempengaruhi tubuh, faktor psikologis terutama dari pengalaman belajar dari lingkungan, terutama hubungan interpersonal, dan faktor sosio-kultural yang dipengaruhi oleh masyarakat dan budaya yang ia hidup di dalamnya. Manusia bereaksi secara holistik (keseluruhan) yaitu secara somatopsikososial, sehingga yang sakit dan menderita adalah manusia seutuhnya. Perlu ditentukan seberapa jauh hubungan antara akibat kerja sebagai kausa dan gangguan jiwa sebagai akibatnya. Kadang-kadang faktor predisposisinya terlalu kuat, misalnya Skizofrenia dan Psikosis Afektif yang bersifat endogen, artinya memang telah terdapat kelainan neurotransmiter di dalam otak seperti dopamin dan serotonin. Gangguan jiwa tersebut akan timbul walaupun faktor pencetusnya tidak spesifik, misalnya setelah giginya dicabut, dimarahi oleh atasan atau tidak dinaikkan pangkatnya. Dengan demikian keterkaitan dengan kondisi kerja sangat lemah. Berbeda dengan gangguan jiwa yang dikelompokkan dalam Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform, dan Gangguan yang berhubungan dengan Stres (di tempat) kerja dapat lebih mudah ditentukan. Telah terbukti secara empiris bahwa untuk timbulnya gangguan jiwa kelompok ini memerlukan waktu sedikitnya enam bulan. Misalnya seorang pekerja yang menderita Fobia untuk naik helikopter ke lepas pantai. Depresi Reaktif setelah merasa pekerjaannya tidak cocok



13



dengan yang dijanjikan atau gangguan Stres Pascatrauma setelah mendapat kecelakaan kerja. Gangguan jiwa atau kondisi kejiwaan yang dianggap khas akibat kerja ialah gangguan jiwa ringan seperti anxietas dan depresi akibat stres yang tak dapat ditanggulangi, gangguan psikosomatik, kecelakaan kerja, absenteisme, lesu kerja (burn-out), histeria massal (mass hysteria atau behavioral contagion), writer's cramp dan sebagainya. Ditentukan melalui pemeriksaan : A. Anamnesis 1. Identitas : nama, umur, gender 2. Riwayat : a. Perkembangan kepribadian b. Pendidikan c.



Penyakit dalam keluarga



3. Riwayat penyakit : a) Timbul mendadak atau pelan-pelan b) Apakah pernah menderita gejala semacam ini sebelumnya c) c. Adakah stresor psiko-sosial 4. Riwayat pekerjaan : a) Hubungan dengan stress b) Hubungan



dengan



kelainan



organik



pada



susunan saraf-pusat akibat pekerjaan (pada gangguan psikosis organik) B. Pemeriksaan Fisik Diagnostik C. Pemeriksaan Neurologik D. Pemeriksaan Psikiatrik Penampilan umum : a. Kesadaran b. Perilaku dan aktivitas psikomotor



14



c. Pembicaraan d. Sikap



Keadaan afektif : a. Perasaan dasar b. Ekspresi afektif c. Empati



Fungsi kognitif a. Daya ingat b. Daya konsentrasi c. Orientasi d. Kemampuan menolong diri sendiri Gangguan persepsi : halusinasi, ilusi, depersonalisasi, derealisasi Proses pikir : waham, gangguan asosiasi pikiran Daya nilai social Persepsi tentang diri dan kehidupannya E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium 2. Pemeriksaan rontgen 3. Pemeriksaan psikologik, laporan social worker F. Penentuan Hubungan Kausatif Atau Kausalitas Antara Kondisi Kerja Dengan Gangguan Psikiatrik 1. Pasien telah bekerja selama minimal 6 (enam) bulan. Hal ini untuk menghindari kemungkinan bahwa gangguan psikiatrik diakibatkan oleh stress atau kausa sebelum bekerja. Penilaian Tingkat Cacat Penilaian tingkat cacat penyakit akibat kerja bidang psikiatrik diberikan apabila:Menurut perjalanan penyakit, gangguan jiwa dapat menimbulkan cacat mental(mental disability) misalnya pada



15



gangguan mental organik, skizofrenia, neurosis berat, gangguan kepribadian dan ketergantungan zat. Hal ini dapat ditentukan apabila gangguan jiwa tersebut masih terdapat gejala sisa sehingga merupakan hendaya dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Cacat Mental Akibat Kecelakaan Kerja American Medical Association pada tahun 1985 menerbitkan Guides to the Evaluation of Permanent Impairment. Sedangkan Pemerintah Federal Amerika Serikat (1980) mendefinisikan disabilitas sebagai ketidakmampuan untuk berperan dalam setiap aktivitas substansial karena sebab medik yang ditentukan oleh hendaya mental yang berlangsung terus menerus lebih dari 12 bulan. Kaplan (1995) dalam upaya rehabilitasi psikiatrik mendefinisikan sebagai berikut : 1. Hendaya (impairment) adalah gejala positif dan negatif yang khas dan gangguan yang berhubungan dengan abnormalitas kognitif dan afektif, seperti pada Skizofrenia, Gangguan Autistik dan Gangguan Bipolar. 2. Disabilitas (disability) adalah pembatasan (restriksi) yang diakibatkan oleh hendaya dalam ranah (domain) fungsi kehidupan seperti higiene pribadi, mengelola pengobatan sendiri, rekreasi pada waktu luang, dan hubungan keluarga dan sosial. 3. Cacat (handicap) kondisi yang dirugikan sebagai akibat hendaya dan disabilitas yang membatasi atau mencegah pemenuhan peranan yang normal, seperti sebagai pekerja, mahasiswa, warga negara dan anggota keluarga. Pedoman yang diterbitkan oleh American Medical Association tersebut mempunyai lima asas, yaitu : Asas I : Dalam menentukan hendaya yang diakibatkan oleh gangguan mental dan fisik, kriteria empirik harus dilaksanakan secara tepat. Penilaian perlu diperhatikan tiga faktor yaitu derajat



16



hendaya, derajat disabilitas dan derajat kecacatannya. Pada gangguan jiwa, hendaya dapat ditujukan sebagai kehilangan fungsi penting yang disebabkan oleh gangguan mental organik, gangguan fungsi pikir atau gangguan afektif. Disabilitas merujuk pada taraf fungsi sosial dan pekerjaan yang telah diubah oleh hendaya , misalnya seseorang dapat tidak mampu melaksanakan pekerjaan yang normal karena pikiran yang menetap, atau tidak mampu berhubungan secara produktif terhadap teman sekerjanya karena anxietas atau persepsi yang salah terhadap tindakannya. Untuk menentukan tingkat disabilitas, dapat terjadi dilema untuk membedakan antara orang-orang yang tidak mampu bekerja dan mereka yang tidak mau bekerja karena keuntungan sekunder (secondary gain) yang mereka peroleh dari hendaya. Seorang penyandang cacat (mental) apabila kemampuannya untuk berfungsi dalam sosial dan pekerjaan menghilang atau berkurang karena hendaya yang menetap, dan tidak ada gejala atau perubahan fundamental yang diharapkan. Seorang penyandang cacat mental tidak mampu untuk berfungsi secara memuaskan karena defisit yang khas seperti gangguan pikiran dengan interpretasi salah terhadap realitas. Derajat kecacatan sosial atau pekerjaan sebagian ditentukan oleh reaksi individu terhadap hendaya. Asas II Diagnosis adalah diantara faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menilai parahnya dan lamanya hendaya, untuk kriteria diagnostik dan deskriptif, penilaian harus menggunakan Diagnostic dan Statistical Manual of Mental Disorders dari American Pshychiatric Association, Edisi ke empat (DSM-IV). Karena DSM-IV telah diterbitkan pada tahun 1994, maka evaluasi multiaksialnya sudah berubah. Evaluasi multiaksial tersebut juga sudah diresmikan oleh Depkes RI pada tahun 1995 melalui buku Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di



17



Indonesia III (Suplemen PPDGJ-III), sebagai berikut : Aksis I : Gangguan Klinis Kondisi Lainnya yang Mungkin Merupakan Fokus Perhatian Klinis Aksis II : Gangguan Kepribadian Retardasi Mental Aksis III : Kondisi Medis Umum Aksis IV : Problem Psikososial dan Lingkungan Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global Penggunaan sistem multiaksial memungkinkan evaluasi yang komprehensif dan sistematik dengan memperhatikan berbagai gangguan jiwa dan kondisi medis umum, problem psikososial dan lingkungan, dan taraf fungsional, yang mungkin saja terlewatkan bila fokus perhatian hanya pada penilaian terhadap problem utama yang diungkapkan saja. Misalnya seorang yang mendapat kecelakaan kerja hingga mengakibatkan cacat fisik, dapat ditegakkan diagnosisnya menurut evaluasi multiaksial sebagai berikut : Aksis I : Depresi Aksis II : Gangguan kepribadian Organik Aksis III : Post-contusio cerebri Epilepsi Aksis IV : Problem pekerjaan Problem yang berkaitan dengan lingkungan sosial Aksis V : Skala GAF (Global Assessment of Functioning Scale) = 41 - 50 : Gejala berat, hendaya berat. Dari semua aksis yang banyak terkait dengan cacat karena kecelakaan kerja adalah aksis V, karena Aksis V digunakan untuk melaporkan penilaian klinik terhadap taraf seseorang secara menyeluruh. Informasi ini berguna dalam perencanaan terapi dan pengukuran hasilnya, memprediksi hasil terapi dan taraf pemulihan, serta derajat kecacatan mentalnya. Pada kondisi tertentu, mungkin bermanfaat untuk menilai disabilitas sosial dan okupasional. Asas III dalam hal terdapat ketidaksamaan pada evaluasi terhadap sistem organ yang lain, faktor-faktor yang berkaitan dengan situasi keluarga, pendidikan keuangan dan sosial hendaknya diperhatikan, demikian pula taraf fungsi seseorang. Evaluasi perlu dilakukan terhadap fungsi yang sekarang dan masa



18



lampau, dan potensi untuk fungsi yang akan datang. Hal ini meliputi perawatan diri, tanggung jawab terhadap anggota keluarga yang lain dan rumah tangga, serta tanggung jawab terhadap masyarakat. Fungsi pekerjaan pasien yang sekarang harus ditentukan, ketrampilan apa yang masih utuh, dan keterbatasan apa yang terjadi. Misalnya apakah orang tersebut dapat bekerja kembali pada taraf yang lebih rendah daripada sebelum sakit. Pemeriksaan status mental merupakan hal yang utama terhadap evaluasi menyeluruh, atau membantu untuk menentukan derajat defisit yang mempengaruhi cacat kerja dalam taraf berat, sedang atau tidak ada sama sekali. Penilaian juga harus menentukan derajat dan kemungkinan lamanya hendaya, sebagian atau seluruh, merupakan problem jangka pendek atau panjang, dan apakah akan makin memburuk. Asas IV Karakter (kepribadian) dan sistem nilai dari seseorang merupakan faktor yang penting dalam perjalanan gangguan jiwa fisik. Motivasi untuk sembuh merupakan faktor utama untuk prognosisnya. Untuk beberapa orang, motivasi yang kurang merupakan suatu penyebab utama untuk berlanjutnya malfungsi. Kepribadian seseorang dapat pula merupakan faktor dominan dalam memperoleh keuntungan pada rehabilitasi. Keuntungan sekunder (secondary gain) timbul tidak hanya karena besarnya kompensasi atau keuntungan finansial yang akan diperoleh, tetapi juga gaya hidup seseorang. Hendaya ditambah motivasi yang rendah dapat mengakibatkan cacat menyeluruh, sedangkan hendaya ditambah motivasi yang tinggi dapat mengakibatkan cacat yang minimal. Asas V Suatu tinjauan yang berkali-kali harus dilaksanakan terhadap metode terapi dan rehabilitasi. Keputusan akhir belum boleh diambil hingga seluruh riwayat penyakit, fase terapi dan



19



rehabilitasi, status mental, fisik dan perilaku yang sekarang terus diperhatikan. Penilaian yang penting adalah terhadap derajat keterbatasan kerja yang diderita oleh seseorang, yang dapat mulai dari minimal hingga menyeluruh. Rehabilitasi merupakan hal yang mutlak untuk dilaksanakan dalam pengobatan pasien yang telah sembuh dari fase akut pada gangguan jiwa, terutama gangguan jiwa yang berat. Dengan upaya rehabilitasi yang tepat, jarang didapati hendaya total yang permanen, kecuali pada pasien dengan penyakit organik. Terdapat berbagai derajat hendaya, dan rehabilitasi total dapat dimungkinkan. Sebagai contoh kedokteran fisik, tungkai yang diamputasi dapat diganti dengan tungkai palsu, yang diharapkan dapat berjalan kembali walaupun tidak seperti semula. Analog dengan kehilangan tungkai adalah kehilangan kemampuan sebagai akibat dari gangguan jiwa. Hendaya yang tersisa dari gangguan jiwa berat, dapat seperti hendaya berat sebagai akibat dari penyakit fisik atau kecelakaan. Hubungan antara motivasi dan pemulihan memerlukan pengamatan pada orang-orang yang menderita penyakit fisik dan gangguan jiwa, dan hal ini merupakan tugas dari psikiatri rehabilitasi.



20



G. Rekam Medis Psikiatri STATUS PASIEN ( KAPLAN)



I. RIWAYAT PSIKIARI ( allo & auto anamesis ).



A. Data identifikasi 1. Nama pasien



:



2. Alamat



:



3. Umur



:



4. Jenis kelamin



:



5. Status perkawinan



:



6. Pendidikan



:



7. Pekerjaan



:



8. Penanggung jawab pasien : Hubungan dengan pasien : Alamat



:



Pekerjaan/pendidikan



:



9. Sumber data dari: a. Nama



:



Hubungan dengan pasien : Pekerjaan/pendidikan b. Nama



: :



Hubungan dengan pasien : Pekerjaan/pendidikan 10. Nomer rekam medik : 11. Tanggal pemeriksaan :



21



:



B. Keluhan utama pasien/Keluhan utama keluarga ( care giver ). ........................................................... ...............



C. Riwayat penyakit sekarang ( 1. Onset 2. Faktor pencetus 3. Kronologi perjalanan penyakit dan gejala-2nya 4. GAF 5. Terkait untuk menegakkan diagnosis axis I. II, III, IV dan V ). ........ ........ ........ ........ ........ ........ ........ ........ E. Riwayat pramorbid dan pribadi. D. Penyakit sebelumnya ( 1. Gangguan psikiatri 2. Penyakit medik 3. 1. Riwayat kehamilanalkohol & persalinan .......... Riwayat penggunaan dan zat. .lainnya. 2. . . Riwayat . . . . . . . masa anak awal ( 3 th ) . . . . . . . . . . . . . . . . 3. . . Riwayat . . . . . . . masa anak pertengahan ( 3 – 11 th ) . . . . . . . . . . . . . . . 4. . . Riwayat . . . . . . . masa anak akhir ( masa pubertas sampai remaja ) . . . . . ........... ......... 5. Riwayat masa dewasa : a. riwayat pekerjaan. . . . . . . . . . . . . . . . b.riwayat perkawinan & persahabatan. . . . . . . . . . . . . . . c. riwayat militer. . . . . . . . . . . . . . . . d. riwayat pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . e. keagamaan. . . . . . . . . . . . . . . . . f. aktifitas sosial . . . . . . . . . . . . . . . . g. situasi hidup sekarang . . . . . . . . . . . . . . h. riwayat hukum.. . . . . . . . . . . . . . . . 6. Riwayat psikoseksual. . . . . . . . . . . . . . . . . .



22



7. Riwayat keluarga. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8. Mimpi, khayalan dan nilai hidup . . . . . . . . . .



II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL ( simptomatologi ).



A. Gambaran umum : 1. Penampilan : . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Perilaku dan aktifitas psikomotor : . . . . . . . . . 3. Sikap terhadap pemeriksa : . . . . . . . . . . . . . . .



B. Mood dan afek : 1. Mood . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Afek . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3. Kesesuaian. . . . . . . . . . . . . . . 4. Ekspresi emosi/yg lain . . . . . . . . . . . . Pengendalian . . . . . Stabilitas . . . . . . . . . Echt-unecht . . . . . . Dalam/dangkal . . . . Arus emosi . . . . . . . Empati . . . .. . . . . . . Skala differensiasi . ... . . . .



C. Bicara ( 1. kwalitas, 2. kwantitas, 3. bicara spontan, 4. sulit mulai bicara/sulit ditarik, 5. kecepatan bicara/lambat bicara ). . . . . . . . . . . . . .



D. Gangguan persepsi. . . . . . . . . . . . . . . .



23



E. Pikiran. 1. Bentuk pikir . . . . . . . . . . . . . 2. Arus pikir : . . . . . . . . . . . . . 3. Isi pikir : Pola pikir sentral . . . . . . . . . . Fobia . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . Obsesi . . . . . . . . . . . . . . . . . . Gagasan bunuh diri . . . . . . . . Waham . . . . . . . . . . . . . . . . . . Konfabulasi . . . . . . . . . . . . . . Rasa bermusuhan . . . . . . . . . . Rasa bersalah . . . . . . . . . . . . . Rasa rendah diri . . . . . . . . . . . Hipokondri . . . . . . . . . . . . . . . Kemiskinan isi pikir . . . . . . . . F. Sensorium dan kognitif. 1. Kesiagaan dan tingkat kesadaran . . . . . . . . . . . . . . 2. Orientasi . . . . . . . . . . . 3. Daya ingat ( daya ingat segera, daya ingat baru, daya belum lama, daya jauh ). ..................... 4. Konsentrasi dan perhatian . . . . . . . . . . . . . . 5. Kemampuan visuo- spasial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6. Pikiran abstrak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7. Sumber informasi dan kecerdasan . . . . . . . . . . . . 8. Test MMSE . . . . . . . . . . . . . . . . . G. Pengendalian impuls : . . . . . . . . .



24



H. Tilikan ( sebutkan 6 tingkatan tilikan ). dan perasaan dlm psn dan orang penting ( terkait ) dalam kehidupannya yg dapat menyebabkan perubahan dasar perilakunya. ....................



I. Empati : . . . . . . . . .



J. Intelegensia ( Prakiraan taraf IQ : RM berat / sedang / ringan / tidak ada, demensia/pseudo demensia, berfikir konkrit, berfikir abstrak ) .........................



K. Pertimbangan ( pertimbangan kritis, pertimbangan outomatik, pertimbangan terganggu ). ........................



L. Realibilitas. . . . . . . . . . . . . . .



25



III. LAPORAN PSIKIATRI.



A. Pemeriksaan diagnosis lanjutan ( usulan ).



B. Pemeriksaan fisik umum/internistik. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....................



C. Pemeriksaan neurologis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....................



D. Pemeriksaan/test psikometrik. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...................



E. Wawancara dengan keluarga, teman/tetangga atau petugas sosial . . . . . . . . . . . . . . . . . . .



F. Pemeriksaan penunjang : 1. Test psikiatri/psikologi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .................... 2. Pemeriksaan elektromedik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ................... 3. Pemeriksaan laboratorium . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .................... 4. Pemerksaan lain . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....................



26



G. Temuan posistif/negatif ( tanda/gejala mengacu kriteria diagnosis / formula diagnostik ). ............... ............... ............... ............... ...............



IV. Diagnosis ( multi axial ) : Axis



I. . . . . . . . . . . . . . II. . . . . . . . . . . . . . III. . . . . . . . . . . . . . IV. . . . . . . . . . . . . . V. . . . . . . . . . . . . .



V. Formulasi psikodinamika. .................. ..................



VI. Terapi :



VII. Problematik & anjuran/pemecahannya. ...............



27



VII. Prognosis. 1. Genetik



ada/tidak



2. Onset



cepat/lambat



3. Faktor pencetus



ada/tidak



4. Kepribadian pramorbid baik/buruk 5. Status marietal



kawin/tidak kawin



6. Status ekonomi



mampu/tidak mampu



7. Kekambuhan



ada/tdk



8. Support lingkungan



ada/tdk



9. Gejala positif



ada/tdk



10. Gejala negatif



ada/tdk



11. Respon terapi



baik/buruk



12. .........................................................



28



BAB III KESIMPULAN A. Simpulan Psikiatri adalah cabang khusus dari kesehatan yang melibatkan pemahaman, penilaian, diagnosis, perawatan, serta pencegahan gangguan kejiwaan. Gangguan kejiwaan, di sisi lain, merupakan penyakit dengan efek yang merusak kemampuan pengelolaan emosi, kognitif, sosial, dan perilaku seseorang. Batasan Psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa adalah cabang dari ilmu kedokteran yang menangani sebab-musabab (patogenesis), diagnosis, prevensi, terapi dan rehabilitasi gangguan jiwa serta promosi kesehatan jiwa (Maramis, 1980). Psikiatri industri atau psikiatri okupasional berkaitan dengan prevensi, diagnosis, terapi dan rehabilitasi di tempat kerja. Penyakit akibat kerja dan cacat akibat kecelakaan kerja di bidang psikiatri adalah gangguan jiwa yang bersifat sementara maupun menetap, yang berhubungan dengan pekerjaan. Psikologi industri adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia di tempat kerja. Ilmu ini berfokus pada pengambilan keputusan kelompok, semangat kerja karyawan, motivasi kerja, produktivitas, stres kerja, seleksi pegawai, strategi pemasaran, rancangan alat kerja, dan berbagai masalah lainnya. Psikolog industri meneliti dan mengidentifikasi bagaimana perilaku dan sikap dapat diimprovisasi melalui praktik penggajian, program pelatihan, dan sistem umpan balik. Perkembangan psikologi industri di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan psikologi di negara-negara barat terutama Amerika Serikat.



29



DAFTAR PUSTAKA Allen LA, Woolfolk RL, Escobar JI, Gara MA, Hamer RM. CognitiveBehavioural Therapy for Somatization Disorder: A Randomized Controlled Trial. Arch Intern Med. 2006; 166: 1512 – 18. American Psychiatrist Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV). Washington; 1994. As’ad, M. 2004. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Edisi Ke-empat Building Better Organizations' Brochure published by the Society for Industrial and Organizational Psychology. Fausiah, Fitri. Widury, Julianti. Gangguan Somatoform dan Gangguan Buatan. Dalam: Basri, Augustine Sukarian, penyunting. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia; 2008. h. 25-38 Gugenheim, Frederick G. Somatoform Disorders. In: Kaplan HI, Sadock BJ, Greb JA, editors. Comprehensive Textbook of Psychiatry Volume II 7th edition. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins; 2000. p. 268 – 280 Hadi, Sujono. Psikosomatik pada Saluran Cerna Bagian Bawah. Dalam: Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ke IV. Jakarta: Penerbit Bagian IPD FK UI; 2006. h. 917 – 919 http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi jam 11.58, Makmun Abin Syamsudin. 2004. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Maslim, Rusdi. Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stress. Dalam: Maslim, Rusdi, penyunting. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: FK Unika Atma Jaya; 2003. h. 84 – 86 Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Munandar, A.S, Pengertian Dan Wawasan Industri Psikiatri Dan Organisasi. Supardan Dadang. 2007. Pengantar Ilmu SosialBandung: Bumi Aksara Noyyes RJ, Holt CS, Kathol RG. Somatization: Diagnosis and Management – A Clinical Review. Arch Fam Med. 1995; 4: 790 – 795 Nuryani Pupun. 2008. Landasan Pendidikan Bandung Rief W, Hessel A, Braehler E. Somatization Symptomps and Hypochondriacal Features in General Population. Psychosomatik Medicine. 2001; 63: 595 – 602 Shatri, Hamzah. Setiyohadi, Bambang. Nyeri Psikogenik. Dalam: Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ke IV. Jakarta: Penerbit Bagian IPD FK UI; 2006. h. 929 – 931 Sutisna. 2002. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Wade & Tavris, Psikologi Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 2007, hal. 26 http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/sejarah-psikologi.html,jam 12.00,



30



http://gurupkn.wordpress.com/2007/12/27/mengenal-beberapa-tokohpsikologi/jam 15.36, http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi jam 14.55,



31