Makalah Radiofarmasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH RADIOFARMASI PRODUKSI NUKLIR UNTUK PENGOBATAN



Disusun Oleh: 1. Himatul Azizah 2. Indah Haryanti 3. Pungki Fajarwati



(E0014038) (E0014010) (E0014049)



PROGRAM STUDI S1 FARMASI STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI Jl.Cut Nyak Dhien No. 16, Desa Kalisapu, Kec. Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah 52416Telp.(0283) 6197571 Fax. (0283) 6198450 Homepage website www.stikesbhamada.ac.idemail [email protected]



2017 KATA PENGANTAR



i



Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karuniaNYA kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah yang kami buat ini berjudul “Produksi Nuklir untuk Pengobatan”. Tujuan membuat makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah radiofarmasi yang dibimbing oleh ibu Oktariani Pramiastuti, M. Si., Apt. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna, khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca. Demikian makalah ini dibuat, kami menyadari di dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi mencapai kesempurnaan makalah ini agar lebih baik lagi dan atas kritik dan sarannya kami ucapkan terimakasih.



Slawi, Mei 2017



Penyusun



DAFTAR ISI



ii



HALAMAN JUDUL ...................................................................................... KATA PENGANTAR...................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2 1.3 Tujuan.................................................................................................. 2 1.4 Manfaat................................................................................................ 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3 2.1 Definisi Nuklir..................................................................................... 3 2.2 Reaksi Nuklir....................................................................................... 4 2.3 Aplikasi Nuklir Pada Bidang Medik (Kedokteran Nuklir)................. 6 2.4 Produksi Nuklir Untuk Pengobatan................................................... 10 2.5 Efek Radiasi Nuklir Bagi Tubuh......................................................... 13 BAB III REVIEW JURNAL ........................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA



iii



i



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi seolah berpacu dengan berjalannya waktu. Berbagai cabang keilmuan bahkan ranting baru disiplin ilmu bermunculan, serta pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi yang terkait dengan ketenaga-nukliran, termasuk diantaranya dalam disiplin ilmu dan teknologi bidang kesehatan disertai dengan berbagai ilmu dan teknologi pendukungnya seperti fisika dan kimia inti, mikroelektronika dan peralatan deteksi, sistem informatika/komputasi, biologi, farmasi, serta tentunya ilmu biomedik di bidang kedokteran. Kegiatan iptek nuklir di bidang kesehatan lebih diarahkan pada lingkup teknologi proses, analisis, rekayasa peralatan dan instrumentasi, serta pembuatan perangkat medik berupa sediaan radioisotop dan radiofarmaka, terutama terkait dengan substitusi produk impor untuk mengurangi ketergantungan dari negara lain, serta aplikasinya di bidang medik. Banyak kemudahan-kemudahan yang didapat setelah ditemukannya manfaat-manfaat yang terkandung pada nuklir bagi bidang kesehatan oleh ilmuan-ilmuan nuklir. Misalnya kasus-kasus tumor ganas yang sulit dijangkau dengan pisau bedah konvensional menjadi dapat diatasi dengan baik oleh pisau gamma (3D-CRT) ini, bahkan tanpa perlu membuka kulit pasien dan yang terpenting tanpa merusak jaringan di luar target. Salah satu aplikasi dari kedokteran nuklir adalah radiodiagnostik. Radiodiagnostik merupakan pemanfaatan radiasi pengion untuk kepentingan diagnosis. Pada umumnya radiodiagnostik menggunakan radioisotop Tc-99m. Aplikasi teknik nuklir, baik aplikasi radiasi maupun radioisotop, sangat dirasakan manfaatnya sejak program penggunaan tenaga atom untuk maksud damai dilancarkan pada tahun 1953. Dewasa ini penggunaannya di bidang kedokteran sangat luas, sejalan dengan pesatnya perkembangan bioteknologi, serta didukung pula oleh perkembangan instrumentasi nuklir dan produksi radioisotop umur pendek yang lebih menguntungkan ditinjau dari segi medik. Energi radiasi yang dipancarkan oleh suatu sumber radiasi, dapat menyebabkan perubahan fisika, kimia dan biologi pada materi yang 1



dilaluinya. Perubahan yang terjadi dapat dikendalikan dengan jalan memilih jenis radiasi (α, β, γ atau neutron) serta mengatur dosis terserap, sesuai dengan efek yang ingin dicapai. Berdasarkan sifat tersebut, radiasi dapat digunakan untuk penyinaran langsung seperti antara lain pada radioterapi, dan sterilisasi. Selain itu, radiasi yang dipancarkan oleh suatu radioisotop, lokasi dan distribusinya dapat dideteksi dari luar tubuh secara tepat, serta aktivitasnya dapat diukur secara akurat; sehingga penggunaan radioisotop sebagai tracer atau perunut, sangat bermanfaat dalam studi metabolisme, serta teknik pelacakan dan penatahan berbagai organ tubuh, tanpa harus melakukan pembedahan. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari latar belakang tersebut adalah sebagai berikut: 1. Apa definisi nuklir ? 2. Bagaimana reaksi nuklir? 3. Bagaimana aplikasi nuklir pada bidang medik (kedokteran nuklir)? 4. Bagaimana produksi nuklir untuk pengobatan? 5. Bagaimana efek radiasi nuklir bagi tubuh? 1.3 Tujuan 1. 2. 3. 4. 5.



Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui definisi nuklir. Untuk mengetahui reaksi nuklir. Untuk mengetahui aplikasi nuklir pada bidang medik (kedokteran nuklir) Untuk mengetahui produksi nuklir untuk pengobatan. Untuk mengetahui efek radiasi nuklir bagi tubuh.



1.4 Manfaat Semoga makalah ini dapat bermanfaat khusunya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca tentang produksi nuklir untuk pengobatan. sehingga dapat menambah pengetahuan mengenai materi tersebut.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2



2.1 Definisi Nuklir Kata



nuklir



berarti



bagian



dari



atau



yang



berhubungan



dengan nukleus atom (inti atom). Nuklir adalah sebutan untuk bentuk energi yang dihasilkan melalui reaksi inti, baik itu reaksi fisi (pemisahan) maupun reaksi fusi (penggabungan). Reaksi inti itu sendiri merupakan reaksi yang terjadi apabila susunan sebuah inti dapat diubah dengan cara menembakkan partikel-partikel berenergi tinggi ke inti sasaran. Tumbukan yang terjadi akan mengubah susunan inti sehingga terbentuk inti baru yang berbeda dengan inti semula. Ketenaganukliran adalah hal yang berkaitan dengan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir serta pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan yang karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya. Penemuan nuklir merupakan salah satu penemuan besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Sejak dikembangkannya reaktor nuklir oleh Enrico Fermi, semakin banyak teknologi baru yang tercipta dari teknologi nuklir serta pemanfaatan radiasi dari teknologi nuklir yang tidak hanya membahayakan tetapi juga dapat memberi manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh manusia. Pemanfaatan nuklir merupakan salah satu alternatif dalam penyediaan pasokan



energi.



Penggunaan



energi



nuklir



akan



berdampak



pada



penghematan bahan bakar fossil berupa gas, minyak bumi, dan batubara, dimana dulu



sebagian besarnya digunakan sebagai bahan bakar



pembangkit listrik. Dengan menggunakan energi nuklir untuk menghasilkan listrik akan mengurangi perlunya membakar bahan bakar ini, sehingga cadangannya dapat bertahan lama. Hal ini juga berdampak langsung pada perlindungan lingkungan. Sedangkan dalam dunia medis, pengaplikasian teknologi nuklir dapat dimanfaatkan untuk diagnosa. Radioisotop merupakan bagian yang sangat penting pada proses diagnosis suatu penyakit. Dengan bantuan peralatan pembentuk citra (imaging devices) dengan memanfaatkan 3



instrumen yang disebut dengan SPECT



(Single Photon



Emission



Computed Tomography) atau Pesawat Gamma Kamera adalah teknik pencitraan menggunakan sinar gamma. Hal ini sangat mirip dengan konvensional kedokteran nuklir planar pencitraan menggunakan kamera gamma . Namun, ia mampu memberikan informasi 3D yang sesungguhnya. Manfaat lain dari teknologi nuklir dalam dunia kesehatan adalah terapi radiasi. Penggunaan radioisotop di bidang pengobatan yang paling banyak adalah untuk pengobatan kanker, karena sel kanker sangat sensitif terhadap radiasi. Masyarakat kedokteran menggunakan radioisotop Radium untuk pengobatan kanker dan lebih dikenal dengan brakiterapi. Sedangkan para pakar seringkali menyebut aplikasi untuk terapi sumber radioisotop terbuka ini disebut sebagai endoradioterapi. 2.2 Reaksi Nuklir Dalam fisika nuklir, sebuah reaksi nuklir adalah sebuah proses di mana dua nuklei atau partikel nuklir bertubrukan, untuk memproduksi hasil yang berbeda dari produk awal. Pada prinsipnya sebuah reaksi dapat melibatkan lebih dari dua partikel yang bertubrukan, tetapi kejadian tersebut sangat jarang.Bila partikel-partikel tersebut bertabrakan dan berpisah tanpa berubah (kecuali mungkin dalam level energi), proses ini disebut tabrakan dan bukan sebuah reaksi. Dikenal dua reaksi nuklir, yaitu: a. Reaksi fusi nuklir Reaksi fusi nuklir (reaksi termonuklir) adalah reaksi peleburan dua atau lebih inti atom menjadi atom baru dan menghasilkan energi, juga dikenal



sebagai



reaksi



yang



bersih.



Reaksi



merupakan



rekasi



penggabungan dua inti ringan membentuk sebuah inti lebih berat disertai dengan pemancaran energi. Reaksi fusi juga menghasilkan radiasi sinar alfa, beta dan gamma yang memiliki sifat antara lain sebagai berikut: 1) Sinar alfa a) Sinar α dihasilkan oleh pancaran partikel-partikel α dari sebuah sumber radioaktif. b) Merupakn inti atom helium (He), bermuatan +2e dan bermassa 4.



4



c) Memiliki daya tembus terlemah dibandingkan dengan partiket β dan γ. d) Dapat menghitamkan pelat film. e) Jangkauan radiasinya beberapa cm di udara dan sekitar 10-2 mm dalam logam tipis. f) Memiliki daya ionisasi paling kuat karena muatannya paling besar. g) Dapat dibelokkan oleh medan magnet dan medan listrik. h) Kecepatannya antara 0,054 c dan 0,07 c. 2) Sinar beta a) Dihasilkan oleh pancaran partikel-partikel β. b) Sinar β merupakan elektron yang bergerak dengan kecepatan tinggi. c) Muatan sinar β adalah -1e. d) Memiliki daya tembus lebih besar daripada sinar α, tetapi lebih kecil dari pada sinar γ. e) Dapat dibelokkan dengan kuat oleh medan magnet dan medan listrik. f) Kecepatannya antara 0,32 c dan 0,9 c. g) Jaraknya beberapa cm di udara. h) Jejak partikel berbelok-belok disebabkan oleh hamburan yang dimiliki oleh elektron dalam atom. 3) Sinar gamma a) Memiliki daya tembus yang paling besar. b) Namun daya ionisasi paling lemah. c) Tidak dibelokkan oleh medan magnet dan medan listrik. d) Merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang sangat pendek. e) Kecepatannya sama dengan kecepatan cahaya. f) Tidak banyak berinteraksi dengan atom bahan karena tidak bermuatan listrik.



b. Reaksi fisi nuklir 5



Reaksi fisi nuklir adalah reaksi pembelahan inti atom akibat tubrukan inti atom lainnya, dan menghasilkan energi dan atom baru yang bermassa lebih kecil, serta radiasi elektromagnetik. Fisi nuklir merupakan proses pembelahan inti menjadi bagian-bagian yang hampir setara, dan melepaskan energi dan neutron dalam prosesnya. Jika neutron ini ditangkap oleh inti lainnya yang tidak stabil inti tersebut akan membelah juga, memicu reaksi berantai. Dalam reaksi fisi, reaksi berantai dapat terjadi karena neutron hasil pembelahan dapat menyebabkan pembelahan berikutnya. Jika jumlah rata-rata neutron yang diepaskan per inti atom yang melakukan fisi ke inti atom lain disimbolkan dengan k, maka nilai k yang lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa reaksi fisi melepaskan lebih banyak neutron daripada jumlah yang diserap, sehingga dapat dikatakan bahwa reaksi ini dapat berdiri sendiri. Massa minimum dari suatu material fisi yang mampu melakukan



reaksi



fisi



berantai



yang



dapat



berdiri



sendiri



dinamakan massa kritis. Ketika neutron ditangkap oleh inti atom yang cocok, fisi akan terjadi dengan segera, atau inti atom akan berada dalam kondisi yang tidak stabil dalam waktu yang singkat. Namun, jika neutron yang digunakan dalam reaksi fisi dapat dihambat, misalnya dengan penyerap neutron, dan neutron tersebut masih menjadikan massa material nuklir berstatus kritis, maka reaksi fisi dapat dikendalikan. Hal inilah yang membuat reaktor nuklir dibangun. Neutron yang bergerak cepat tidak boleh menabrak inti atom, mereka harus diperlambat, umumnya dengan menabrakkan neutron dengan inti dari pengendali neutron sebelum akhirnya mereka bisa dengan mudah ditangkap. 2.3 Aplikasi Nuklir pada Bidang Medik (Kedokteran Nuklir) Pada bidang medik lebih banyak menggunakan sumber radiasi terbuka (unsealed source) yang berasal dari disintegrasi inti radioisotop buatan yang pada umumnya diberikan secara in-vivo, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnosis, mempelajari perubahan fisiologi dan biokimia, terapi, dan bahkan penelitian dan pengembangan di bidang ilmu kedokteran lainnya.



6



Studi in-vivo di bidang kedokteran nuklir dapat memberikan informasi yang bersifat pencitraan (imaging) ataupun non-pencitraan, baik dinamik, serial maupun statik. Studi in-vivo dinamik akan mengukur kinerja suatu sistem atau organ tubuh secara kualitatif ataupun kuantitatif, morfologikal maupun fungsional, sedangkan studi in-vitro, dalam hal ini RIA (Radio Immuno



Assay)



dan



IRMA



(Immuno



Radiometric



Assay),



mampu



memberikan informasi akurat kandungan komponen endogen tubuh, khususnya di bidang hematologi, imunologi dan endokrinologi seperti penentuan kadar hormon kelenjar tiroid, pertumbuhan dan reproduksi. Pada kegiatan kedokteran nuklir untuk keperluan diagnostik, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien secara inhalasi melalui jalan pernafasan, atau melalui mulut, ataupun melalui injeksi (studi in vivo). Di samping itu dapat pula radioisotop hanya direaksikan dengan bahan biologik (darah, urine, cairan serebrospinal, dan sebagainya) yang diambil dari tubuh pasien (studi in vitro). Pada studi in vivo, setelah dimasukkan ke dalam tubuh maka nasib radioisotop selanjutnya di dalam tubuh dapat diperiksa dengan: a. Membuat



citra



(gambar)



organ



atau



bagian



tubuh



yang



mengakumulasikan radioisotop tersebut dengan peralatan kamera gamma atau kamera positron (imaging technique). b. Menghitung aktivitas yang terdapat pada organ atau bagian tubuh yang mengakumulasikan radiosiotop dengan menempatkan detektor radiasi gamma di atas organ atau bagian tubuh yang diperiksa (external counting technique). c. Menghitung aktivitas radioisotop yang terdapat dalam contoh bahan biologik yang diambil dari tubuh pasien dengan menggunakan pencacah gamma (gamma counters) berbentuk sumur (sample counting technique). Informasi yang diperoleh dengan teknik pencitraan tersebut di samping berupa gambar (citra) organ atau bagian tubuh atau bahkan seluruh tubuh (whole body imaging), juga dapat berupa kurva-kurva atau angka-angka. Sedang studi in vivo dengan teknik "external counting" atau "sample counting" hanya dapat memberikan informasi berupa kurva atau angka. Informasi tersebut mencerminkan fungsi organ atau bagian tubuh yang diperiksa. Studi in vivo dapat bersifat statik atau dinamik. Statik artinya 7



memberikan informasi pada suatu saat tertentu saja, sedang studi dinamik memberikan informasi berupa perubahan keadaan pada organ atau bagian tubuh selama kurun waktu tertentu. Studi dinamik mengukur kinerja (performance) suatu organ atau suatu sistem tubuh menurut fungsi waktu. Variabel yang diukur dapat berupa jumlah dan distribusi perunut radioaktif (variable kuantitatif). Dengan bantuan komputer, dari variabel tersebut dapat diperoleh informasi lain seperti laju pengurangan kuantitas perunut, retensi perunut dalam organ, pola gerak organ (misalnya cardiac wall motion), dan sebagainya. Pada studi in vitro, dari tubuh pasien diambil sejumlah tertentu bahan biologik (misalnya 1 ml darah). Contoh bahan biologik tersebut direaksikan dengan suatu zat yang telah ditandai dengan radioisotop. Pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk mengetahui kandungan zat tertentu dalam tubuh misalnya hormon insulin atau tiroksin, obat jantung (digitalis), dan sebagainya. Teknik RJA (Radioimmunoassay) ini menggunakan alat pencacah gamma berbentuk sumur untuk mencacah radioaktivitas, demikian juga pemeriksaan lain yang termasuk studi in vitro seperti misalnya uji proliferasi limfosit, uji sitotoksik dan sitolitik, dan sebagainya. Radioisotop yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien pada studi in vivo dan bisa disebut radiofarmaka itu pada umumnya terdiri dari dua komponen yaitu isotop radioaktifnya sendiri dan senyawa pembawanya. Radiasi yang dipancarkan oleh radioisotop itulah yang membuat suatu radiofarmaka dapat dideteksi dan diketahui lokasinya, sedang senyawa pembawa menentukan tempat akumulasi radiofarmaka tersebut. Keuntungan penggunaan teknik nuklir untuk diagnosis secara in vivo (internal), antara lain: a. Sangat sensitif. b. Tidak menimbulkan rasa sakit. c. Tidak memberikan efek samping sehingga dapat digunakan pada hampir semua



penderita



penyakit



termasuk



pasien



yang



sudah



parah



keadaannya. d. Selain untuk evaluasi anatomis juga dapat untuk mengetahui fungsi oragan tersebut.



8



Untuk keperluan diagnostik, radiofarmaka yang ideal adalah yang radiasinya mudah dideteksi dengan kualitas citra yang baik dan aman dari segi proteksi radiasi serta dari segi toksisitasnya, yaitu bila : a. Toksisitasnya rendah. b. Pembuatan dan penggunaanya mudah. c. Lebih spesifik untuk penyakit tertentu atau terakumulasi pada organ tertentu. d. Tingkat bahaya pada manusia rendah. e. Bertanda radioisotop pemancar radiasi foton murni dengan energi berkisar antara 100-400 keV dan mempunyai waktu paro pendek. f. Stabil dalam bentuk senyawanya. g. Mempunyai distribusi in vivo yang optimum, kontras antara organ yang diperiksa dengan bagian tubuh di sekitarnya dapat diperoleh dalam waktu yang tidak terlalu lama. h. Memenuhi persyaratan farmasetikal pada umumnya (steril, apyrogen, non-toksik,dan sebagainya). i. Harga relatif murah. Bila untuk keperluan diagnostik, radioisotop digunakan dalam dosis kecil (perunut) maka pada pemakaian untuk keperluan radioterapi metabolik, radioisotop sengaja diberikan dalam dosis besar. Dipilih radioisotop pemancar radiasi partikel dengan energi cukup besar dengan tujuan melenyapkan atau menghancurkan sasaran yang kebanyakan berupa sel-sel ganas (kanker). Radioisotop pemancar campuran partikel dan foton mempunyai



keuntungan



tersendiri



karena



foton



yang



dipancarkan



memungkinkan penentuan parameter yang perlu diketahui pada radioterapi seperti misalnya laju pengambilan perunut (uptake rate) oleh organ yang diobati. Aplikasi klinis di beberapa fasilitas kedokteran nuklir telah menunjukkan bahwa iptek nuklir dapat berkontribusi, serta berperan lebih dalam mengungkap berbagai kasus kelainan, dan dalam memahami berbagai permasalahan fisiologi dan patofisiologi di bidang tiroidologi, nefro-urologi, gastroenterologi, pulmonologi, onkologi, kardiologi, dan neuropsikiatri.



9



Berbagai jenis penyakit yang sebelumnya sulit dipetakan dengan cara-cara konvensional, saat ini dapat terungkap lebih akurat, dan bahkan lebih dini. Pada dosis tertentu, radiasi dapat digunakan untuk mensterilkan peralatan medik seperti alat suntik, alat bedah, dan beberapa jenis obat, serta pengawetan obat-obat tradisional/ jamu yang cenderung tidak dapat bertahan lama dalam penyimpanan. Begitu juga, radiasi dapat dimanfaatkan dalam proses polimerisasi dan penghilangan zat-zat allergen seperti halnya pada penyiapan karet/lateks untuk alat kontrasepsi dan alat kesehatan lainnya. Di sisi lain, radiasi juga sering dimanfaatkan dalam proses pengawetan jaringan biologis (amnion) yang banyak digunakan untuk percepatan penyembuhan luka serta pembuatan allograf dan xenograf. 2.4 Produk Nuklir untuk pengobatan Teknik nuklir menawarkan kemudahan dan kemungkinan yang luas baik bagi dunia pelayanan maupun penelitian dalam kedokteran. Pengembangan metoda diagnostik maupun terapetik yang ditandai dengan radioisotop tak pelak lagi akan sangat besar peranannya dalam penanggulangan penyakit di masa depan. Aplikasi pada bidang medis teknologi nuklir umumnya digunakan untuk diagnostik dan terapi yang meliputi: 1) Pemanfaatan radioisotop mempermudah para dokter menemukan lokasi kanker tanpa harus membedahnya, sekaligus untuk membunuh sel-sel kanker lewat radioterapi. 2) Manfaat lain dengan radioisotop dapat mendeteksi adanya kelainan dalam organ tubuh lain. Adanya sumbatan pada saluran empedu yang sangat kecil dan dalam sehingga sulit dideteksi dengan alat USG dapat dideteksi dengan scintigrafi radio isotop. Bila hal ini dapat dilakukan maka tindakan pembedahan untuk memastikan adanya sumbatan itu dapat dihindarkan. 3) Teknik Pengaktivan Neutron Teknik nuklir ini dapat digunakan untuk menentukan kandungan mineral tubuh terutama untuk unsur-unsur yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil (Co,Cr,F,Fe,Mn,Se,Si,V,Zn dsb) sehingga sulit ditentukan dengan metoda konvensional. Kelebihan teknik ini terletak pada sifatnya yang tidak merusak dan kepekaannya sangat 10



tinggi. Di sini contoh bahan biologik yang akan diperiksa ditembaki dengan neutron. 4) Penentuan Kerapatan Tulang dengan Bone Densitometer Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma atau sinar-x. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-x yang diserap oleh tulang yang diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone densitometer tersebut.



Teknik



ini



bermanfaat



untuk



membantu



mendiagnosis



kekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering menyerang wanita pada usia menopause (mati haid) sehingga menyebabkan tulang muda patah. 5) Three Dimensional Conformal Radiotheraphy (3d-Crt) Terapi Radiasi dengan menggunakan sumber radiasi tertutup atau pesawat pembangkit radiasi telah lama dikenal untuk pengobatan penyakit kanker. Perkembangan teknik elektronika maju dan peralatan komputer canggih dalam dua dekade ini telah membawa perkembangan pesat dalam teknologi radioterapi. Dengan menggunakan pesawat pemercepat



partikel



generasi



terakhir



telah



dimungkinkan



untuk



melakukan radioterapi kanker dengan sangat presisi dan tingkat keselamatan yang tinggi melalui kemampuannya yang sangat selektif untuk membatasi bentuk jaringan tumor yang akan dikenai radiasi, memformulasikan serta memberikan paparan radiasi dengan dosis yang tepat pada target. Dengan memanfaatkan teknologi 3D-CRT ini sejak tahun



1985



telah



berkembang



metoda



pembedahan



dengan



menggunakan radiasi pengion sebagai pisau bedahnya (gamma knife). Dengan teknik ini kasus-kasus tumor ganas yang sulit dijangkau dengan pisau bedah konvensional menjadi dapat diatasi dengan baik oleh pisau gamma ini, bahkan tanpa perlu membuka kulit pasien dan yang terpenting tanpa merusak jaringan di luar target.



11



Saat ini juga banyak radioisotop yang digunakan dalam bidang kesehatan dan kedokteran dan masing-masing radioisotop tersebut memiliki manfaat yang berbeda, antara lain: a. Teknetum-99 (Tc-99) dan Talium 201 (TI-201) Teknetum-99 (Tc-99) yang disuntikkan kedalam pembuluh darah akan akan diserap terutama oleh jaringan yang rusak pada organ tertentu, seperti jantung, hati dan paru-paru. Sebaliknya, TI-201 terutama akan diserap oleh jaringan sehat pada organ jantung. Oleh karena itu, kedua radioisotop itu digunakan bersama-sama untuk mendeteksi kerusakan jantung. b. Iodin-131 (I-131) Iodin-131 (I-131) diserap terutama oleh kelenjar gondok, hati dan bagian-bagian tertentu dari otak. Oleh karena itu, I-131 dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan pada kelenjar gondok, hati, dan untuk mendeteksi tumor otak. c. Iodin-123 (I-123) Iodin-123 (I-123) adalah radioisotop lain dari Iodin. I-123 yang memancarkan sinar gamma yang digunakan untuk mendeteksi penyakit otak. d. Natrium-24 (Na-24) Natrium-24 (Na-24) digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan peredaran darah. Larutan NaCl yang tersusun atas Na-24 dan Cl yang stabil disuntikkan ke dalam darah dan aliran darah dapat diikuti dengan mendeteksi sinar yang dipancarkan, sehingga dapat diketahui jika terjadi penyumbatan aliran darah. e. Xenon-133 (Xe-133) Xenon-133 (Xe-133) digunakan untuk mendeteksi penyakit paruparu. f. Phospor-32 (P-32) Phospor-32 (P-32) digunakan untuk mendeteksi penyakit mata, tumor, dan lain-lain. Serta dapat pula mengobati penyakit polycythemia rubavera, yaitu pembentukan sel darah merah yang berlebihan. Dalam penggunaanya isotop P-32 disuntikkan ke dalam tubuh sehingga



12



radiasinya



yang



memancarkan



sinar



beta



dapat



menghambat



pembentujan sel darah merah pada sum-sum tulang belakang. g. Sr-85 Sr-85 untuk mendeteksi penyakit pada tulang. h. Se-75 Se-75 untuk mendeteksi penyakit pankreas. i. Kobalt-60 (Co-60) Kobalt-60 (Co-60) sumber radiasi gamma untuk terapi tumor dan kanker. Karena sel kanker lebih sensitif (lebih mudah rusak) terhadap radiasi radioisotop daripada sel normal, maka penggunakan radioisotop untuk membunuh sel kanker dengan mengatur arah dan dosis radiasi. j. Ferum-59 (Fe-59) Ferum-59 (Fe-59) dapat digunakan untuk mempelajari dan mengukur laju pembentukan sel darah merah dalam tubuh dan untuk menentukan apakah zat besi dalam makanan dapat digunakan dengan baik oleh tubuh. k. Cr-51 Cr-51 dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan limpa. l. Ga-67 Ga-67 dapat digunakan untuk memeriksa kerusakan getah bening. m. C-11 C-11 dapat digunakan untuk mengukur volume darah dijantung dengan bentuk sediaan berupa karbon monoksida yang diberikan melalui inhalasi. n. C-14 C-14 dapat digunakan untuk mendeteksi diabetes dan anemia. 2.5 Efek Radiasi Nuklir Bagi Tubuh Efek yang timbul dari radiasi pada sistem, organ atau jaringan adalah sebagai berikut: a. Darah dan Sumsum Tulang Merah Darah putih merupakan komponen seluler darah yang tercepat mengalami perubahan akibat radiasi. Efek pada jaringan ini berupa penurunan jumlah sel. Komponen seluler darah yang lain ( butir pembeku 13



dan darah merah ) menyusun setelah sel darah putih. Sumsum tulang merah yang mendapat dosis tidak terlalu tinggi masih dapat memproduksi sel-sel darah merah, sedang pada dosis yang cukup tinggi akan terjadi kerusakan permanen yang berakhir dengan kematian ( dosis lethal 3 – 5 sv). Akibat penekanan aktivitas sumsum tulang maka orang yang terkena radiasi akan menderita kecenderungan pendarahan dan infeksi, anemia dan kekurangan hemoglobinefek stokastik pada penyinaran sumsum tulang adalah leukemia dan kanker sel darah merah. b. Saluran Pencernaan Makanan Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala mual, muntah, gangguan pencernaan dan penyerapan makanan serta diare. kemudian dapat timbul karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah. Efek stokastik yang dapat timbul berupa kanker pada epithel saluran pencernaan. c. Organ Reproduksi Efek somatik non stokastok pada organ reproduksi adalah sterilitas, sedangkan efek genetik (pewarisan) terjadi karena mutasi gen atau kromosom pada sel kelamin. d. Sistem Syaraf Sistem syaraf termasuk tahan radiasi. Kematian karena kerusakan sistem syaraf terjadi pada dosis puluhan sievert. e. Mata Lensa mata peka terhadap radiasi. Katarak merupakan efek somatik non stokastik yang masa tenangnya lama (bisa bertahun-tahun). f. Kulit Efek somatik non stokastik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis, mulai dengan kemerahan sampai luka bakar dan kematian jaringan. efek somatik stokastik pada kulit adalah kanker kulit. g. Tulang Bagian tulang yang peka terhadap radiasi adalah sumsum tulang dan selaput dalam serta luar pada tulang. kerusakan pada tulang biasanya terjadi karena penimbunan stontium-90 atau radium-226 dalam tulang. Efek somatik stokastik berupa kanker pada sel epithel selaput tulang.



14



h. Kelenjar Gondok Kelenjar gondok berfungsi mengatur metabolisme umum melalui hormon tiroxin yang dihasilkannya. Kelenjar ini relatif tahan terhadap penyinaran luar namun mudah rusak karena kontaminasi internal oleh yodium radioaktif. i. Paru-paru Paru-paru pada umumnya menderita kerusakan akibat penyinaran dari gas, uap atau partikel dalam bentuk aerosol yang bersifat radioaktif yang terhirup melalui pernafasan.



15



BAB III REVIEW JURNAL Toward Realization Of ‘Mix-And-Use’ Approach In 68Ga Radiopharmacy: Preparation, Evaluation And Preliminary Clinical Utilization Of 68GaLabeled NODAGA-Coupled RGD Peptide Derivative Jurnal ini menunjukkan pendekatan campuran dan penggunaan untuk turunan peptida RGD radiolabeling dengan 68Ga, yang mudah beradaptasi dalam praktek radiofarmasi di rumah sakit. Radiotracer yang diformulasikan berhasil digunakan untuk pencitraan kanker payudara pada pasien manusia menggunakan positron emission tomography (PET). PET adalah metode visualisasi metabolisme tubuh menggunakan radioisotop pemancar positron. PET Scan memberikan gambaran yang menyeluruh tentang bagaimana organ tubuh dan jaringan tubuh berfungsi. Dengan informasi ini akan lebih mudah menegakkan atau menentukan diagnosa, melihat masalah yang menyertai diagnosa tersebut, melihat seberapa besar/luas penyakit yang ditemukan, menentukan terapi, dan bisa memonitor perkembangan penyakit tersebut. Pada penelitian pendekatan campuran dan penggunaan untuk turunan peptida RGD dengan 68Ga berlabel NODAGA (1,4,7–triazacyclononane, 1glutaric acid, 4,7–acetic acid), NODAGA ditambah dimeric cyclic RGD peptide derivative E [c (RGDfK)] 2 [NODAGA-(RGD2)] disintesis dengan menggunakan ABX lanjutan senyawa biokimia. Uji aktivitas radioaktivitas 68Ga dilakukan dengan resolusi tinggi spektrometri sinar gamma menggunakan detektor HPGe (EGG Ortec / Canberra Detektor) digabungkan ke sistem penganalisis 4 Kmultichannel analyzer (MCA), pengukuran 511 keV dan 1077 keV γphotopeaks. konjugat bertanda 68Ga dilakukan dengan menggunakan Sistem HPLC. Semua pelarut yang digunakan untuk analisis HPLC sebelumnya disaring terlebih dahulu sebelum digunakan. Sep-Pak C18 1 cc Vac cartridges yang mengandung hidrofobik, reverse-phase silica-based fasa terikat digunakan untuk pemurnian konjugat radiolabel. Sterilitas dari formulasi radiolabel disintesis dan diuji dengan menggunakan tryptic soya brothmedium. Gambar tentang pasien diperoleh dengan menggunakan pemindai PET /CT hibrida (Discovery STE-16).



16



a. Generator 68 Ge/68Ga Untuk optimasi radiolabeling dan studi praklinis, 68Ga diperoleh dari a 740 MBq (20 mCi) Generator 68Ge / 68Ga dikembangkan secara in-house Sorbent komposit CeO2-PAN sebagai matriks kolom. generator 68Ge / 68Ga yang diperoleh dari ITG, Jerman. Generator 'BARC' 68Ge / 68Ga dielusi dengan menggunakan 0,1 M Larutan HCl sementara generator 'ITG' dielusi menggunakan HCl 0,05 M. Pengendalian kualitas 68Ga dilakukan dengan menentukan radionuklida Kemurnian, kemurnian kimia, dan apyrogenisitas elaborasi 68Ga. Tingkat kontaminasi 68Ge di 68Ga diukur dengan membiarkannya Sampel 68Ga yang terpisah mengalami pembusukan selama 2 hari, Untuk mengetahui tingkat kontaminasi dan adanya potensi Kotoran kimia (dalam bentuk ion Ce, Cu, Fe, Al, dan Mn) ditentukan oleh plasma induktif digabungkan dengan analisis spektrometri emisi atom (ICP-AES). b. Optimalisasi protokol radiolabeling untuk penggunaan 68Ga-NODAGA-(RGD) 2 Generator 'BARC' 68Ge / 68Ga Sampel 68Ga diinokulasi dalam kaldu kedelai tryptic dan diinkubasi Pada suhu 37° C dan kekeruhan diamati selama tujuh hari, untuk mendeteksi Adanya pertumbuhan apapun. Pengujian endotoksin juga dapat dilakukan dengan menggunakan PTS. c. Karakterisasi kompleks 68Ga-NODAGA-(RGD)2 Kemurnian hasil dan kemurnian radiokimia kompleks 68Ga-NODAGA(RGD)2 ditentukan dengan : 1) Kromatografi lapis tipis Prinsip kerja Kromatografi lapis tipis adalah memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Aliquot) campuran reaksi (~ 5 μL) diterapkan pada 1,5 cm dari Ujung bawah strip ITLC-SG (10 × 2 cm). Strip itu dikembangkan Dalam larutan natrium sitrat 0,1 M (pH ~ 5.5), dikeringkan, potong menjadi beberapa bagian Masing masing 1 cm dan radioaktivitas yang terkait dengan masing-masing segmen diukur Menggunakan detektor NaI (Tl).



17



2) Teknik kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) Prinsip dasar dari KCKT adalah pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya. Adapun prinsip kerja dari alat KCKT adalah ketika suatu sampel yang akan diuji diinjeksikan ke dalam kolom maka sampel tersebut kemudian akan terurai dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia ( analit ) sesuai dengan perbedaan afinitasnya. Pada penelitian dilakukan menggunakan unit HPLC pompa ganda dengan fase terbalik C-18 HiQ-Sil (5 μM, 25 cm x 0,46 cm) kolom. Elusi dipantau keduanya oleh Mendeteksi sinyal UV pada 270 nm serta sinyal radioaktivitas Detektor NaI (Tl). Campuran air (A) dan asetonitril (B) dengan 0,1% Asam trifluoroasetat digunakan sebagai fase gerak dan teknik elusi gradien diadopsi untuk pemisahan (0-4 menit 95% A, 4-15 min 95% A sampai 5% A, 15-20 menit 5% A, 20-25 min 5% A sampai 95% A, 25-30 menit 95% A). Kecepatan aliran dipertahankan pada 1 mL / menit. d. Studi stabilitas in vitro Stabilitas in vitro dari 68Ga-NODAGA-(RGD) 2 diformulasikan dalam kondisi reaksi yang dioptimalkan ditambahkan ke 1 mL Larutan 0,1MEDTA (pH ~ 6,5) dan campurannya disimpan pada suhu ruangan. Kemurnian radiokimia ditentukan setelah 15 menit, 30 menit, 60 menit, 120 menit dan 180 menit penyimpanan dengan menggunakan standar teknik kontrol kualitas. e. Pembuatan kompleks 68Ga-NODAGA-(RGD)2 dengan metode standar Pembuatan komplek 68Ga-NODAGA-(RGD)2 dilakukan dengan 1 mL 68GaCl3 eluate (185-296 MBq 68Ga) ditambahkan ke larutan 5 μg (2,93 nmol) NODAGA-(RGD)2 konjugasi dalam 1,0 mL buffer natrium asetat 0,1 M (PH ~ 5.5) dalam botol kaca bersih. PH campuran yang dihasilkan adalah ~ 4 dan diinkubasi pada suhu kamar selama 15 menit. Selanjutnya, campuran reaksi dimasukkan ke dalam kolom dengan melewatkan 2 ml etanol berair 70% dan selanjutnya 2mL larutan Amonium Asetat 0,1 m melewatinya. Radiolabeled Konjugasi dilewatkan melalui cartridge. 68Ga yang tidak terkompresi dibuang di efluen. Kemudian catridge dicuci dengan 2 mL deionisasi air dan konjugat radiolabeled dimurnikan dielusi dalam 1 ml etanol 70%berair. Selanjutnya etanol diuapkan dengan hati-hati.



18



f. Studi Biodistribusi pada hewan model 68Ga-NODAGA-(RGD)2 dievaluasi pada tikus betina selama (6-8 minggu) sebelumnya tikus betina telah disuntikkan tumor melanoma secara subcutan. Hewan diamati untuk visibilitas tumor dan selanjutnya Dibiarkan tumbuh selama sekitar 2 minggu untuk mencapai massa tumor 0,2-0,4 g. g. Persiapan dosis klinis 68Ga-NODAGA-(RGD)2 di Radiofarmasi rumah sakit untuk penyelidikan klinis manusia Persiapan dosis klinis 68Ga-NODAGA- (RGD) 2 untuk penyelidikan klinis pada manusia dengan konsep 'mix and use' menggunakan generator dari ITG, dosis yang relevan secara klinis disiapkan. larutan steril 0,2 ML 1,0 mL Asetat yang mengandung 20 pg konjugat peptida diambil dalam botol steril dan sisihkan selama 5 menit pada suhu kamar setelah mencampur 3 ml generator Eluat (370-740MBq dari 68Ga) dengan larutan peptida. Hasilnya Dan



kemurnian



radiokimia



dari



persiapan



ditentukan



selanjutnya



Menggunakan teknik ITLC-SG. Sedangkan untuk dosis yanga akan diberikan larutan peptida dan 68Ga disuntikkan ke dalam bejana reaksi di dalam heodule yang sebelumnya dipanaskan sampai 95°C. Sebuah alikuot kecil campuran reaksi Ditarik untuk penentuan hasil radiolabeling setelah 5 menit inkubasi. Selanjutnya, campuran reaksi dilewatkan kolom C-18 fase balik, pra dikondisikan dengan 5 mL etanol 70% dengan laju alir 1 mL / menit. Kolom itu kemudian dicuci 10 mL air. Konjugat radiolabeled dimurnikan akhirnya dielusi dengan 1 mL etanol 50% dari kartrid C-18 diikuti dengan 4 mL normal garam. Produk dikumpulkan dalam botol steril setelah lewat Melalui 0,22 μmfilter dan menjalani uji kontrol kualitas, yaitu penentuan Hasil radiolabeling, sterilitas dan apyrogencity. h. Studi Klinis Studi Klinis dilakukan pada lima pasien yang menderita kanker payudara stadium lanjut. Pasien menjadi sasaran Pencitraan PET / CT 68Ga-NODAGA(RGD)2 sebelum dimulainya definitif Pengobatan (kemoterapi / pembedahan). Seluruh gambar tubuh (dasar tengkorak ke Pertengahan paha) diperoleh dalam 3-Dmode, 45 menit setelah injeksi intravena ~ 111 MBq dari 68GaNODAGA-(RGD)2.



19



Hasil a. Elusi 68Ga dar generator Elusi generator 68Ga bentuk 'BARC' 68Ge / 68Ga telah dilakukan dengan teknik elusi terfraksionasi. Diharapkan hanya persentase aktivitas yang rendah (b5%) yang dielusi dalam fraksi 1,5 mL pertama dan sebagian besar radioaktivitas dielusi dengan fraksi 1,5-2,0 mL. Hasil elusi 68Ga secara keseluruhan dari generator adalah N 80%. Oleh karena itu, dengan dengan cara pendekatan elusi fraksionasi, 68Ga bisa dicairkan dari generator dengan radioaktif konsentrasi tinggi (N300 MBq / mL). b. Karakterisasi konjugat 68Ga-NODAGA-(RGD)2 Berdasarkan hasil karakterisasi konjugat 68Ga-NODAGA-(RGD)2 dengan menggunakan ITLC-SG diperoleh Rf 0-0,1, sementara 68Ga yang tidak terkompresi bergerak ke arah pelarut depan dengan Rf 0,8-0,9. sedangkan karakterisasi



dengan



menggunakan



KCKT,



konjugat



radiolabeled



menunjukkan waktu retensi 14,7 menit, sedangkan 68GaCl3 yang tidak terkompresi dielusi dalam volume kosong. c. Optimalisasi protokol radiolabeling untuk 68Ga-NODAGA-(RGD)2 2 pengaruh konsentrasi konjugat peptidaa RGD pada hasil radiolabeling NODAGA- (RGD) 2 adalah 98,8 ± 0,4% (n = 3) dapat dicapai setelah 10 menit inkubasi 10 μg (5,85 nmol) NODAGA-(RGD)2 dengan adanya 185-296 MBq 68Ga menghasilkan maksimum Aktivitas spesifik dari ~ 50 GBq / μmol dari produk radiolabeled. d. Studi stabilitas in vitro konjugasi radiolabeling Studi stabilitas in vitro Konjugasi radiolabeled menunjukkan stabilitas in vitro



yang



sangat



baik,



seperti



sebelumnya



Ditemukan



untuk



mempertahankan kemurnian radiokimia sampai tingkat ~ 90% bahkan setelahnya 180 menit penyimpanan dalam larutan EDTA 0,1 M pada suhu kamar. e. Pembuatan kompleks 68Ga-NODAGA-(RGD)2 Pembuatan kompleks 68Ga-NODAGA-(RGD)2 dengan metode standar Kemurnian radiokimia dari formula 68Ga-NODAGA- (RGD) 2 Dengan menggunakan metode standar ditemukan 99,3 ± 0,1% setelah pemurnian Menggunakan kolom.



20



f. Studi biodistribusi Studi biodistribusi menunjukkan serapan tumor signifikan 4,45 ± 0,76% ID/g dalam waktu 10 menit, meningkat menjadi 5,24 ± 0,39% ID / g pada 30 menit p.i. aktivitas awal diamati pada kelompok Organ non-target yaitu. Hati, GIT, ginjal, paru-paru dll. Rasio tumor / organ radiotracer pada titik waktu yang berbeda p.i. Untuk organ utama / jaringan yaitu. Darah, hati, ginjal dan otot. Rasio tumor terhadap darah diamati meningkat dari 1,38 ± 0,28 pada 10 menit Ke 3,08 ± 0,42 pada 60 menit, Sedangkan Tumor ke hati dan tumor terhadap rasio otot meningkat dari 2,58 ± 0,38 Ke 3,26 ± 0,50 dan 12,96 ± 2,62 sampai 21,76 ± 4,21. g. Persiapan dosis klinis 68Ga-NODAGA-(RGD)2 Hasil



radiolabeling



dosis



68Ga-NODAGA-(RGD)2



yang



disintesis



menggunakan generator komersial 68Ge / 68Ga dari ITG tanpa menggunakan modul sintetis, ditemukan 97,8 ± 0,4% (N = 5). Hasil 98,5 ± 0,3% (n = 6), bila dosis disintesis menggunakan modul sintesis semi otomatis, yang Umumnya digunakan untuk sintesis konjugat peptida dengan label 68Ga. Hasil radiolabeling menunjukkan dengan jelas bahwa klinis Dosis 68GaNODAGA-(RGD)2 dapat dirumuskan dengan mudah pada radiofarmasi rumah sakit mengikuti pendekatan 'mix and use' tanpa perlunya modul sintesis dilengkapi dengan post-formulasi prosedur pemurnian persiapan radiolabeled, setelah lewat Melalui filter 0,22 μm ditemukan steril dan tingkat endotoksin Pada semua sampel yang mengalami pembusukan ditemukan di antaranya 3.01 dan 3.71 EU / mL, yang berada dalam batas yang dapat diterima. h. Investigasi klinis Penyelidikan klinis awal dari 68Ga-NODAGA-(RGD)2 Investigasi klinis penyelidikan klinis awal dari 68Ga-NODAGA-(RGD)2 dilakukan pada lima penderita LABC. Dosis radiotracer 111-185 MBq menunjukkan radiotracer tinggi serapan pada tumor Gambar PET / CT seorang pasien yang representatif tercatat 45 menit p.i. Dari 111 MBq 68GaNODAGA-(RGD)2 dengan menunjukkan lokasi spesifik radiotracer di tumor. Serapan fisiologis radiotracer diketahui di hati dan limpa dengan ginjal menjadi rute ekskresi pada semua penelitian pasien.



21



Kesimpulan Evaluasi angiogenesis tumor adalah salah satu yang paling banyak mempelajari daerah untuk pengelolaan kanker yang efektif, dimana berbasis RGD pencitraan PET memainkan peran penting. Meningkatnya popularitas peptida ini terutama dikaitkan dengan keberhasilan yang dicapai secara klinis pada uji coba menggunakan analog RGD siklik berlabel 18F.Namun, sintesis ini radiofarmaka ini sangat kompleks dan memakan waktu yang lama serta sangat sulit untuk menetapkan produksinya sesuai dengan cGMP proses untuk penggunaan klinis rutin. Beberapa penelitian telah dilakukan dengan menggunakan derivatif RGD berlabel 68Ga sebagai alternatif yang efektif Ke analog RGD siklik berlabel 18F untuk pemantauan selektif reseptor ekspresi integrin. Namun, sebagian besar studi ini telah dilakukan dalam pengaturan praklinis dan utilitas nyata untuk pelacak semacam itu dalam konteks klinis belum sepenuhnya ditunjukkan keberhasilan



untuk



penggunaan



alat



radiofarmasi



bergantung



pada



ketersediaannya generator 68Ge / 68Ga sebagai sumber 68Ga dengan kualitas yang dibutuhkan untuk radiofarmaka persiapan dalam setting klinis. Sebagian besar generator ini memiliki beberapa kekurangan Seperti konsentrasi radioaktif rendah (RAC) dan keasaman tinggi Eluate 68Ga. Prosedur pelabelan 68Ga NODAGA ditambah dimeric turunan peptida RGD, hasilnya dapay diterjemahkan menjadi klinis praktek. Kinetika formasi yang sangat baik 68Ga-NOTA chelate Praktis memungkinkan "klik-radiolabeling" bagian RODD yang digabungkan dengan NODAGA dengan kemurnian radiokimia tinggi (N 95%), yang sangat menguntungkan karena 68Ga memiliki waktu paruh pendek. Keberhasilan persiapan dosis 68Ga-NODAGA-(RGD)2 yang sesuai secara klinis



dengan



menggunakan



pendekatan



'campuran



dan



penggunaan'



memanfaatkan generator 'BARC' 68Ge / 68Ga yang dikembangkan dan generator 'ITG' 68Ge / 68Ga yang tersedia secara komersial. Untuk radiolabeling NODAGA-(RGD)2 dengan 68Ga bisa diterapkan ke dalam pengaturan klinis, dimana semua persyaratan kemurnian radiokimia dan apyrogenecity dapat terpenuhi dengan studi praklinis pada hewan uji tikus betina yang menunjukkan afinitas tinggi radiotracer untuk menargetkan ekspresi integrin αvβ3, Serapan serapan selektif reseptor, ekskresi cepat terutama melalui rute ginjal dan rasio 22



tumor. Utilitas sebenarnya dari 68Ga-NODAGA-(RGD) 2 dalam setting klinis telah ditunjukkan Dengan pencitraan PET awal ekspresi integrin αvβ3 di Pasien kanker payudara dan didapatkan hasil yang memuaskan. Hasil ini Cukup mendukung gagasan pendekatan 'mix and use' di 68Ga radiofarmasi untuk popularitas klinis yang meluas.



23



DAFTAR PUSTAKA Gopal B. Saha. 2004. Fundamental Of Nuclear Pharmacy-5th Ed. New York: Springer Science. Hanafiah A. Ws. 2008. Perkembangan Iptek Nuklir Bidang Kesehatan Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop Dan Radiasi Vol. 4 No. 2. Johan S. Masjhur. 1997. Nuclear Medicine For New Clear In Medicine. Jakarta: Proceedings-Public Information Seminar For Mass Media And Top Level Government Officials. Paul J. Early., D. Bruce Sodee. 1985. Principles And Practice Of Nuclear Medicine, The C.V.Mosby Company, St.Louis, Toronto, Princeton. Wiharto, Kunto. 1996. Kedokteran Nuklir Dan Aplikasi Teknik Nuklir Dalam Kedokteran. Presiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan.



24