Makalah Sejarah Agresi Militer Belanda Ii [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AGRESI MILITER II BELANDA MAKALAH Disusun guna Melengkapi Tugas Sejarah Indonesia Kelas XI Tahun Ajaran 2017/2018



Disusun Oleh : 1.



Annisa Himmatul Aulia (6) 2.



3.



Iqbal Abdul Ra’uf (16) Maria Novita Salsabilla (19) XI MIA 3



KEMENTRIAN AGAMA MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KUDUS Prambatan Kidul Kaliwungu Kudus 59331, Telp (0291) 431184 Website: www.man2kudus.sch.id email: [email protected]



DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN



BAB I PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG Setelah memproklamasikan kemerdekaannya, bangsa Indonesia masih saja harus menghadapi niat Belanda yang masih berhasrat menguasai tanah air. Dengan membonceng pasukan Sekutu yang hendak melucuti Jepang, Belanda melalui NICA menyerang dan menduduki Indonesia, dan mendirikan negara-negara federal sebagai boneka di wilayah kependudukan. Dalam upaya mendapatkan pengakuan kemerdekaan, Indonesia menyetujui perundingan melalui Perjanjian Linggarjati dan Renville. Dari hasil kedua perundingan tersebut, banyak wilayah Indonesia yang diduduki Belanda dan ibukota harus berpindah ke Yogyakarta. Akibat kondisi ini, Indonesia dianggap lemah oleh Belanda, apalagi muncul pemberontakan PKI Madiun di tahun 1948 dan pemberontakan DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh Kartosuwiryo. Memanfaatkan situasi tersebut, Belanda menggunakan alasan pergerakan pasukan Indonesia di perbatasan sebagai alasan menyerang Yogyakarta dalam operasi yang disebut sebagai Operatie Kraai (Operasi Gagak) atau disebut juga sebagai Agresi Militer II. Dalam operasi ini, mereka menduduki Yogyakarta dan menawan para pemimpin bangsa, yakni Soekarno, Moh. Hatta, dan Sutan Syahrir, dan membuang mereka ke Pulau Bangka.



1.2 Rumusan Masalah 1.2.1



Bagaimana kronologis terjadinya Agresi Militer Belanda 2 ?



1.2.2



Apa tujuan Belanda melakukan Agresi Militer 2 ?



1.2.3



Apa dampak yang ditimbulkan dengan adanya Agresi Militer Belanda 2 bagi Indonesia ?



1.2.4



Bagaimana perjuangan bangsa Indonesia terhadap Agresi Militer Belanda 2 ?



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Kronologis terjadinya agresi militer Belanda 2 Pelaksanaan hasil Perundingan Renville mengalami kemacetan. Upaya jalan keluar yang ditawarkan oleh KTN selalu mentah kembali karena tidak adanya kesepakatan antara Indonesia dan Belanda. Indonesia melalui Hatta (wakil presiden merangkap perdana menteri) tetap tegas mempertahankan kedaulatan Indonesia, sementara Belanda terus berupaya mecari cara menjatuhkan wibawa Indonesia. Saat ketegangan semakin memuncak Indonesia dan Belanda mengirimkan nota kepada KTN. Nota itu sama-sama berisi tuduhan terhadap pihak lawan yang tidak menghormati hasil Perundingan Renville. Akhirnya, menjelang tengah malam pada tanggal 18 Desember 1948, Wali Tinggi Mahkota Belanda Dr. Beel mengumumkan bahwa Belanda tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Renville. Sementara itu keadaan dalam negeri sudah sangat tegang berhubung dengan oposisi yang dilakukan oleh Front Demokrasi Rakyat (PKI dan sekutunya) terhadap politik yang dijalankan oleh Kabinet Hatta. Oposisi ini meningkat setelah seorang tokoh komunis kawakan, Muso, yang memimpin pemberontakan PKI tahun 1926, kembali ke Indonesia dari Uni Soviet. Muso sejak mudanya memang selalu bersikap radikal dan ia yang mendorong PKI untuk memberontak pada tahun 1926. Oposisi terhadap kabinet Hatta mencapai pucaknya ketika Sumarsono, pemimpin Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia) mengumumkan pembentukan pemerintahan Soviet di Madiun tanggal 18 September 1948. Pemberontakan



ini



segera



ditumpas



pemerintah



Republik.



Belanda



hendak



mempergunakan pemberontakan PKI itu sebagai alasan yang sangat baik untuk menyerang Republik dengan dalih membantu Republik melawan komunisme.



Sebelum pasukan-pasukan Republik dapat beristirahat setelah beroperasi terus-menerus melawan PKI, Belanda menyerang lagi. Dini hari tanggal 19 Desember, pesawat terbang Belanda memborbardir Maguwo (sekarang Bandara Adisucipto) dan sejumlah bangunan penting di Yogyakarta. Peristiwa itu mengawali agresi militer Belanda 2. Pemboman dilanjutkan dengan penerjunan pasukan udara. Dalam waktu singkat, Yogyakarta ibu kota



RI ketika itu, dapat dikuasai.Dalam suasana genting, pemerintah RI mengadakan rapat kilat dan menghasilkan keputusan darurat seperti berikut: 1. Melalui radiogram, pemerintah RI memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat RI (PDRI) di Sumatera. 2. Presiden dan wakil presiden RI tetap tinggal dalam kota dengan resiko ditangkap Belanda, agar dekat dengan KTN (yang sekarang berada di Kaliurang). 3. Pimpinan TNI menyingkir keluar kota dan melancarkan perang gerilya dengan membentuk wilayah pertahanan (sistem wehkreise) di Jawa dan Sumatera. Setelah menguasai Yogyakarta, pasukan Belanda menawan presiden, dan sejumlah pejabat. Soekarno diasingkan ke Prapat, Hatta ke Bangka, tetapi kemudian Soekarno dipindahkan keBangka. Sementara itu, Jenderal Soedirman memimpin TNI melancarkan perang gerilya di kawasan luar kota. Seperti kejadian sebelumnya dalam Perundingan Linggarjati, pelaksanaan hasil Perundingan Renville mengalami kemacetan. Upaya jalan keluar yang ditawarkan oleh KTN selalu mentah kembali karena tidak adanya kesepakatan antara Indonesia dan Belanda. Indonesia melalui Hatta (wakil presiden merangkap perdana menteri) tetap tegas mempertahankan kedaulatan Indonesia, sementara Belanda terus berupaya mecari cara menjatuhkan wibawa Indonesia. Saar ketegangan semakin memuncak Indonesia dan Belanda mengirimkan nota kepada KTN. Nota itu sama-sama berisi tuduhan terhadap pihak lawan yang tidak menghormati hasil Perundingan Renville. Akhirnya, menjelang tengah malam pada tanggal 18 Desember 1948, Wali Tinggi Kota Mahkota Belanda Dr. Beel mengumumkan bahwa Belanda tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Renville. Dini hari tanggal 19 Desember 1948, pesawat terbang Belanda membombardir Maguwo (sekarang Bandara Adisucipto) dan sejumlah bangunan penting di Yogyakarta. Peristiwa itu mengawali agresi militer Belanda II. Pemboman dilanjutkan dengan penerjunan pasukan udara. Dalam waktu singkat, Yogyakarta, ibu kota RI ketika itu, dapat dikuasai. (wiki/agresi_militer_belanda_II/2014/)



2.2 Tujuan Belanda Mengadakan Agresi Militer 2



Adapun tujuan Belanda mengadakan Agresi Militer yang kedua ialah ingin menghancurkan kedaulatan Indonesia dan mengusai kembali wilayah Indonesia dengan melakukan serangan militer terhadap beberapa daerah penting di Yogyakarta sebagai ibu kota Indonesia pada saat itu. Pihak Belanda sengaja membuat kondisi pusat wilayah Indonesia tidak aman sehingga akhirnya diharapkan dengan kondisi seperti itu bangsa Indonesia menyerah dan bersedia menuruti ultimatum yang diajukan oleh pihak Belanda. Selain itu bangsa Indonesia juga ingin menunjukkan kepada dunia bahwa RI dan TNI-nya secara de facto tidak ada lagi



2.3 . Dampak Agresi Militer Belanda 2 bagi Bangsa Indonesia Adanya Agresi Militer kedua yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia yaitu mengakibatkan dihancurkannya beberapa bangunan penting di Yogyakarta, bahkan Yogyakarta yang pada saat itu sebagai ibu kota Indonesia juga mampu dikuasai oleh Belanda. Selain itu presiden dan wakil presiden beserta sejumalh pejabat pemerintah Indonesia berhasil ditawan kemudian diasingkan oleh pihak Belanda. (sayyidanchiam./2012/)



2.4 Perjuangan Bangsa Indonesia Terhadap Agresi Militer Belanda 2



2.4.1 Keampuhan Strategi Diplomasi Dengan melancarkan agresi militernya yang kedua, Belanda ingin menunjukkan kepada dunia bahwa RI beserta TNI-nya secara de facto tidak ada lagi. Tujuan Belanda itu dapat digagalkan oleh perjuangan diplomasi. Para pejuang diplomasi antara lain Palar, Sujatmoko, Sumitro, dan Sudarpo yang berkeliling di luar negeri. Tindakan yang dilakukan dalam perjuangan diplomasi antara lain sebagai berikut. 



Menunjukkan pada dunia internasional bahwa agresi militer Belanda merupakan bentuk tindakan melanggar perjanjian damai (hasil Perundingan Renville).







Meyakinkan dunia bahwa RI cinta damai, terbukti dari sikap, mentaati hasil Perundingan Renville dan penghargaan terhadap KTN.







Membuktikan bahwa RI masih berdaulat dengan fakta masih berlangsungnya pemerintahan melalui PDRI dan keberhasilan TNI menguasau Yogyakarta selama 6 jam (Serangan Oemoem 1 Maret).



Kerja keras perjuangan diplomasi mampu mengundang simapti internasional terhadap Indonesia. Amerika Serikat mendesak Belanda untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah RI (dengan ancaman menghentikan bantuannya). Dewan Keamanan PBB mendesak Belanda untuk menghentikan operasi militer dan membebaskan para pemimpin Indonesia. Desakan yang gencar dari dunia internasional akhirnya dapat membuat Belanda mengakhiri militernya kedua.



2.4.2 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia



Sebelum pasukan Belanda memasuki istana kepresidenan, Presiden Soekarno mengintruksikan kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara (yang kebetulan berada di Sumatera) untuk membentuk pemerintahan darurat, jika pemerintah RI Yogyakarta tidak dapat berfungsi lagi. Sesuai dengan instruksi itu, Syafruddin Prawiranegara membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia. PDRI berkedudukan di Bukittinggi, Sumatera Barat. Kabinet PDRI 



Ketua Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan dan Penerangan: Syafruddin Prawiranegara.







Menteri Luar Negeri: A. A. Maramis







Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, merangkap Menteri Dalam Negeri dan Agama: Teuku Moh. Hasan.







Menteri Keuangan merangkap menteri Kehakiman: Lukman Hakim.







Menteri Sosial dan Perburuhan, Pembangunan, Organisasi Pemuda dan Keamanan: Sutan Rasyid.







Menteri Pekerjaan Umum merangkap Menteri Kesehatan: Ir. Sitompul.







Menteri Perhubungan merangkap Menteri Kemakmuran: Ir. Inderacaya.



Selama agresi militer 2, Belanda terus menerus memprogandakan bahwa pemerintahan di Indonesia sudah tidak ada lagi. Propaganda dapat digagalkan oleh PDRI. PDRI berhasil menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintahan dalam tubuh RI masih berlangsung. Bahkan, pada tanggal 23 Desember 1948, PDRI mampu memberikan instruksi lewat radio kepada wakil RI di PBB. Isinya, pihak Indonesia sekaligus mengundang simapti internasional. Atas dasar keberhasilan itu, para pemimpin PDRI sempat kecewa dengan tindakan para pemimpin RI di Bangka yang mengadakan perundingan dengan Belanda tanpa sepengetahuan mereka. Mereka juga tidak menyetujui hasil Perundingan Roem-Roijen yang cenderung melemahkan wibawa Indonesia. Para pemimpin PDRI yakin bahwa kedudukan Indonesia telah kuat sehingga mampu lebih banyak kepada Belanda. Untuk menyelesaikan perbedaan pandangan, berlangsung pertemuan antara para pemimpin PDRI dan pemimpin RI yang pernah ditawan di Bangka. Pertemuan itu berlangsung pada tanggal 13 Juli 1949 di Jakarta. Hasil pertemuan itu adalah sebagai berikut. 



PDRI menyerahkan keputusan mengenai hasil Perundingan Roem Roijen kepada kabinet, Badan Pekerja KNIP, dan pimpinan TNI.







Pada hari itu juga, Syafruddin Prawiranegara menyerahkan mandat secara resmi kepada Wakil Presiden Hatta.



(sayyidanchiam./2012/)



BAB III PENUTUP



3.1 Simpulan Aresi Militer Belanda II berawal dari Serangan bermula pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan menggunakan taktik perang kilat (blitkrieg) disegala sisi wilayah Republik Indonesia. Dimulai dari merebut pangkalan udara Maguwo (saat ini bernama Adi Sucipto) dengan menerjunkan pasukan payung dan dengan gerak cepat mampu mengambil alih kendali kota Yogyakarta yang merupakan ibukota Republik Indonesia saat itu. Dan menangkap pemimpin Republik Indonesia yakni Soekarno dan Mohammad Hatta. Tujuannya adalah Menghancurkan Republik yang merupakan suatu kesatuan sistem ketatanegaraan, Membentuk Pemerintah Interim Federal yang didasarkan atas Peraturan Pemerintahan dalam Peralihan, Wakil-wakil dari daerah-daerah federal dan unsur-unsur yang kooperatif dan moderat dari bekas Republik harus ikut ambil bagian dalam PIF tanpa mewakili bekas Republik. ,Belanda secara sepihak membatalkan persetujuan gencatan senjata dan mengebom lapangan terbang Maguwo serta diikuti oleh penerjunan pasukan baret hijau Belanda. Operasi ini dinamakan operasi gagak dan dipimpin langsung oleh Jenderal Spoor. Para pejabat sipil yang telah tertangkap diasingkan dari Yogyakarta, antara lain Presiden Soekarno,Haji Agus Salim dan Sutan Syahrir diasingkan ke Berastagi, Sumatera Utara. Moh.Hatta, Moh Roem, Mr. A.G Pringgodigdo, Mr.Assaat dan Komodor S. Suryadarma diasingkan ke Montok di Pulau Bangka. berlangsung konferensi Asia yang dihadiri oleh 21 Negara Asia dan Australia. Resolusi konferensi Asia tersebut tentang sengketa antara Indonesia-Belanda , berpengaruh besar kepada resolusi Dewan Keamanan PBB berikutnya. Mr. Sjafrudin Prawiranegara memberi instruksi kepada Mr. Maramis, supaya mengusahakan dewan keamanan untuk mengirimkan peninjau militer KTN ke daerahdaerah yang masih dikuasai oleh Republik Sumatra. Berlanjutnya perang gerilya dan kembalinya pejuang republik ke kantong – kantong perlawanan mereka yang semula (daerah asal).