Makalah Agresi Militer Belanda 1 & 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konferensi Malino yang bertujuan untuk membentuk Negara-negara federal di daerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda yang diselenggarakan pada tanggal 15-26 Juli 1946. Di samping itu, di Pangkal Pinang, Bangka diselenggarakan juga Konferensi Pangkal Pinang pada tanggal 1 Oktober 1946. Agresi Militer Belanda I, yang juga hampir pada waktu yang bersamaan, juga terus mengirim pasukannya memasuki Indonesia. Dengan demikian kadar permusuhan antara kedua belah pihak semakin meningkat. Dan secara ekonomis, Belanda juga berhasil menciptakan kesulitan bagi RI. Sampai dengan Perjanjian Renville yang resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 yang malah menimbulkan masalah baru, yaitu pembentukan pemerintahan yang tidak sesuai dengan yang terdapat dalam perjanjian Linggarjati. Pada bulan-bulan Oktober 1946 telah dilaksanakan perundinganperundingan hingga disepakati suatu gencatan senjata di Jawa dan Sumatera. Pada bulan November 1946, di Linggajati (di dekat Cirebon)dilaksanakan persetujuan yaitu “persetujuan Linggajati”. Namun persetujuan perdamaian ini hanya berlangsung singkat. Kedua belah pihak saling tidak mempercayai dan mengesahkan persetujuan itu sehingga menimpulkan pertikaian-pertikaian politik yang sengit mengenai konsesi-konsesi yang telah dibuat. Setelah selesai perundingan di Linggajati bulan November 1946, di samping terus memperkuat angkatan perangnya di seluruh Indonesia terutama di Jawa dan Sumatera, untuk mengukuhkan kekuasaan mereka di wilayah Indonesia Timur, sebagai kelanjutan “Konferensi Malino” 15–25 Juli 1946, van Mook menyelenggarakan pertemuan lanjutan di Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946. Kemudian Belanda menggelar “Konferensi Besar” di Denpasar tanggal 18–24 Desember 1946, dimana kemudian dibentuk negara Indonesia Timur.  Tindakan Van Mook membenarkan keragu-raguan pemerintah dan rakyat Indonesia tentang kesetiaan Belanda dalam melaksanakan persetujuan Linggajati. Perundingan Linggarjati bagi Belanda hanya dijadikan alat untuk mendatangkan pasukan yang lebih banyak dari negerinya. B. Rumusan Masalah  Agresi Militer Belanda I a. Pengertian agresi militer Belanda I b. Latar belakang terjadinya agresi militer Belanda I c. Tujuan agresi militer Belanda I



1



d. Kronologis agresi militer Belanda I e. Berakhirnya agresi militer Belanda I f. Dampak agresi militer Belanda I g. Perjuangan bangsa indonesia terhadap agresi militer Belanda I  Agresi Militer Belanda II h. Pengertian agresi militer Belanda II i. Latar belakang terjadinya agresi militer Belanda II j. Tujuan agresi militer Belanda II k. Kronologis agresi militer Belanda II l. Berakhirnya agresi militer Belanda II m. Dampak agresi militer Belanda II n. Perjuangan bangsa indonesia terhadap agresi militer Belanda II C. Tujuan Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia.



2



BAB II PEMBAHASAN A. Agresi Militer Belanda 1 1. Pengertian Agresi Militer I "Operatie Product (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati. 2. Latar Belakang Terjadinya Agresi Militer Belanda I



Perselisihan pendapat sebagai akibat perbedaan penafsiran ketentuanketentuan dalam persetujuan Linggarjati makin memuncak. Belanda tetap mendasarkan tafsir pada pidato Ratu Wilhelmina tanggal 7 Desember 1942 bahwa Indonesia akan dijadikan anggota “commonwealth” dan akan berbentuk federasi, sedangkan hubungan luar negerinya di urus Belanda. Sedang Pemerintah Republik Indonesia memperjuangkan terwujudnya Republik Indonesia yang berdaulat penuh dan diakui oleh pihak Belanda. Belanda juga menuntut agar segera diadakan gendarmerie (pasukan keamanan) bersama. Di tambah dengan kesulitan ekonomi negaranya yang kian memburuk, Belanda berusaha menyelesaikan “masalah Indonesia” dengan cepat. Pada tanggal 27 Mei 1947 Belanda mengirimkan nota yang merupakan ultimatum dan harus dijawab oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam waktu 14 hari. Pokok-pokok nota tersebut adalah sebagai berikut :



3



a. Membentuk Pemerintahan AD interim bersama,  b.  Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama,  c. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerahdaerah yang diduduki Belanda,  d. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerahdaerah Republik yang memerlukan bantuan Belanda yaitu gendarmerie (pasukan keamanan) bersama, e. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor. Perdana Menteri Syahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui kedaulatan Belanda selama masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie (pasukan keamanan). Jawaban ini mendatangkan reaksi keras dari kalangan partai-partai politik dan berakibat jatuhnya kebinet Syahrir. Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km dari garis demarkasi. Pada saat itu Belanda tetap menuntut adanya gendarmerie (pasukan keamanan) bersama dan minta agar Republik Indonesia menghentikan permusuhan terhadap Belanda. Nota tersebut kemudian disusul lagi dengan sebuah ultimatum bahwa dalam waktu 32 jam Republik Indonesia harus memberi jawaban terhadap tuntutan Belanda. Jawaban Pemerintah Republik Indonesia yang disampaikan oleh perdana Menteri Amir Syarifuddin pada tanggal 17 Juli 1947 melalui RRI Yogyakarta ditolak oleh Belanda. Tujuan utama Agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak dan juga secara perlahan Belanda ingin menghancurkan RI. Namun usaha tersebut tidak dilakukannya sekaligus, karena itu pada tahap pertama Belanda harus mencapai sasaran sebagai berikut: a. Politik, yaitu pengepungan ibukota RI dan penghapusan RI dari peta (menghilangkan de facto RI);  b. Ekonomi, yaitu merebut daerah-daerah penghasil bahan makanan (daerah beras di Jawa Barat dan Jawa Timur) dan bahan ekspor (perkebunan di Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera serta pertambangan di Sumatera);  c. Militer, yaitu penghancuran TNI. Sebagai kedok kepada dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggarjati.



4



3. Tujuan Belanda Mengadakan Agresi Militer I             Adapun tujuan Belanda mengadakan agresi militer I yaitu sebagai berikut: 1. Tujuan politik Mengepung ibu kota Republik Indonesia dan menghapus kedaulatan Republik Indonesia. 2. Tujuan ekonomi. Merebut pusat-pusat penghasil makanan dan bahan ekspor. 3. Tujuan militer Menghancurkan Tentara Nasional Indonesia (TNI). 4. Kronologis Terjadinya Agresi Militer I Sesudah penandatanganan Persetujuan Linggarjati, Belanda berusaha keras memaksakan interpretasi mereka sendiri dan berjalan sendiri untuk membentuk negara-negara bagian yang akan menjadi bagian dari negara Indonesia Serikat, sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini diawali dengan konferensi yang diselenggarakannya di Malino, Sulawesi Selatan, dan kemudian di Denpasar, Bali. Di sana mereka berhasil membentuk negara boneka Indonesia Timur dengan dibantu oleh orang-orang yang pro Belanda seperti Sukawati dan Anak Agung Gde Agung. Anak Agung Gde memang sejak awal sudah memusuhi pemuda-pemuda pro Republik di daerahnya, serta mengejar-ngejar dan menangkapinya. Memang tujuan utama Belanda penandatanganan Persetujuan Linggarjati ialah menjadikan negara Republik Indonesia yang sudah mendapatkan pengakuan de facto dan juga de jure oleh beberapa negara, kembali menjadi satu negara bagian saja seperti juga negara-negara boneka yang didirikannya, yang akan diikutsertakan dalam pembentukan suatu negara Indonesia Serikat. Langkah Belanda selanjutnya ialah memajukan bermacammacam tuntutan yang pada dasarnya hendak menghilangkan sifat negara berdaulat Republik dan menjadikannya hanya negara bagian seperti negara boneka yang diciptakannya di Denpasar. Yang menjadi sasaran uatamanya ialah menghapus TNI dan perwakilan-perwakilan Republik di luar negeri, karena keduanya merupakan atribut negara berdaulat. Semua tuntutan Belanda ditolak. Sementara itu keadaan keuangan Belanda sudah gawat, dan kalau masalah Indonesia tidak cepat diselesaikan maka besar kemungkinan Belanda akan bangkrut. Agresi militer pertama dilakukan Belanda berlatar dua pokok di atas, yaitu melenyapkan Republik Indonesia sebagai negara merdeka dengan menghilangkan semua atribut kemerdekaannya, dan keadaan keuangan Belanda yang sangat gawat. Dalam serangan Belanda yang pertama itu mereka bermaksud hendak menduduki Yogyakarta yang telah menjadi ibu kota perjuangan Republik Indonesia, dan menduduki daerah-daerah yang penting bagi perekonomian Belanda, yaitu daerah-daerah perkebunan, ladang minyak dan batu baik di Sumatera maupun di Jawa. Usaha ini untuk sebagian berhasil; mereka berhasil menduduki daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di Sumatera Timur, Palembang, Jawa Barat dan Jawa Timur. Dari hasil penjualan produksi perkebunan-perkebunan yang masih terkumpul, mereka mengharapkan mendapatkan uang sejumlah US$ 300 juta, sedangkan biaya 5



agresi militer diperhitungkan akan memakan US$ 200 juta, jadi masih ada ”untung” US$ 100 juta. 5. Berakhirnya Agresi Militer Belanda I Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer Belanda ke PBB, karena agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu Persetujuan Linggarjati. Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional, termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB, yang kemudian mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. Dewan Keamanan PBB de facto mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal ini terbukti dalam semua resolusi PBB sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi menggunakan nama INDONESIA, dan bukan Netherlands Indies. Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 Agustus 1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question.Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran. Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan senjata, dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral.[2] Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham. Selanjutnya PBB membentuk Komisi PBB yang terdiri atas tiga negara: satu dipilih oleh Indonesia, satu oleh Belanda dan yang satu lagi dipilih bersama. Komisi Tiga Negara ini terdiri atas Amreika Serikat, Australia dan Belgia. Sjahrir memilih Australia, dan bukan India, karena India sudah dianggap oleh dunia sebagai pro Indonesia, sedangkan Australia adalah negara bangsa kulit putih, yang dianggap lebih obyektif pendiriannya dalam mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Perkiraan Belanda dengan mengadakan agresi militernya yang pertama meleset sama sekali;



6



karena tanpa diperhitungkan sejak semula, bahwa Dewan Keamanan PBB akan bertindak atas usul India dan Australia. India dan Australia sangat aktif mendukung Republik di dalam PBB, di mana Uni Soviet juga memberika dukungannta. Akan tetapi, peranan yang paling penting akhirnya dimainkan oleh Amerika Serikat. Mereka yang menentukan kebijakan Belanda, bahkan yang lebih progresif di antara mereka, merasa yakin bahwa sejarah dan pikiran sehat memberi mereka hak untuk menetukan perkembangan Indonesia, tetapi hak ini hanya dapat dijalankan dengan menghancurkan Republik terdahulu. Sekutu-sekutu utama negeri Belanda terutama Inggris, Australia, dan Amerika (negara yang paling diandalkan Belanda untuk memberi bantuan pembangunan kembali di masa sesudah perang) tidak mengakui hak semacam itu kecuali jika rakyat Indonesia mengakuinya, yang jelas tidak demikian apabila pihak Belanda harus menyandarkan diri pada penaklukan militer. Mereka mulai mendesak negeri Belanda supaya mengambil sikap yang tidak begitu kaku, dan PBB menjadi forum umum untuk memeriksa tindakan-tindakan Belanda. Untuk pertama kali sejak PBB didirikan pada tahun 1945, badan ini mengambil tindakan mengentikan penyerangan militer di dunia dan memaksa agresor agar menghentikan serangannya. Belanda yang menginginkan supaya masalah Indonesia dianggap sebagai suatu persoalan dalam negeri antara Belanda dan jajahannya, telah gagal, dan masalah Indonesia-Belanda menjadi menjadi masalah internasional. Kedudukan Republik Indonesia menjadi sejajar dengan kedudukan negara Belanda dalam pandangan dunia umumnya. 6. Dampak Agresi Belanda I Terhadap RI a) Bagi indonesia Dampak Positif Perjuangan bangsa Indonesia memperoleh simpati dan dukungan dari masyarakat internasional. Setelah perjanjian linggarjati, perdana menteri Sutan Syahrir mengirim sebuah delegasi yang di pimpin K.H.Agoes Salim ke Negara-negara islam di timur tengah. Tujuannya adalah untuk mendapat dukungan dari Negara-negara Arab atas kemerdekaan Indonesia. Misi tersebut berhasil dengan gemilang. Semua Negara-negara arab yang di kunjungi menyatakan pengakuan de jure atas kedaulatan Indonesia. Mesir tercatat sebagai Negara pertama di dunia yang secara langsung menyatakan pengakuan terhadap kemerdekaan Indonesia. Pengakuan de jure sejumlah Negara arab tersebut memberi pengaruh besar bagi posisi Indonesia dalam diplomasi internasional. Pemberian pengakuan tersebut sangat mempengaruhi sikap Negara-negara dalam memandang konflik Indonesia dan Belanda.



7



b). Bagi belanda sendiri Dampak Positif a) Wilayah kekuasaan belanda semakin luas. Belanda berhasil menguasai daerah-daerah penting di jawa barat, jawa tengah bagian Utara, sebagian jawa Timur, Madura dan sebagian Sumatra timur. Secara politik, militer, maupun ekonomi jelas memberi keuntungan besar bagi belanda. b) Pendudukan atas daerah-daerah baru yang berhasil mereka kuasai itu yang oleh belanda dijadikan landasan bila nanti diadakan perundingan dengan Republik Indonesia. Dengan begitu belanda akan merasa memiliki posisi yang lebih menguntungkan. c) Belanda berhasil memperlemah pemerintah Republik Indonesia dan kekuatan tentara RI. Dampak Negatif a) Menimbulkan reaksi penentangan dari dunia Internasional terutama PBB. b) Berkurangnya dukungan Negara-negara yang sebelumnya jadi sekutu Belanda. c. Terhadap Respon Dunia Internasional. Masalah Indonesia dimasukan dalam acara sidang DK-PBB pada tanggal 31 Juli 1947. India dan Australian mengusulkan bahwa atas dasar pasal 39 Piagam PBB agar DK-PBB mengambil semua tindakan yang mengancam perdamaian dunia, Perjuangan Indonesia Menghadapi Agresi Militer Belanda I. Tanggal 1 agustus 1944 DK-PBB mengeluarkan seruan perhentian tembak menembak antara Republik Indonesia dengan Belanda. 7. Perjuangan Bangsa Indonesia Terhadap Agresi Militer Belanda a. Keampuhan Strategi Diplomasi Harus diakui, TNI mengalami pukulan berat berat saat agresi militer Belanda I itu. Akan tetapi, kekalahan itu tidak menyurutkan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ketika itulah perjuangan diplomasi memegang peranan penting. Tanpa kenal lelah, para tokoh Indonesia di luar negeri membela kepentingan Indonesia. Mereka berusaha menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia layak dan mampu merdeka dan berdaulat. Keberhasilan perjuangan diplomasi terbukti dari munculnya reaksi keras terhadap tindakan agresi militer Belanda. India dan Australia mengajukan resolusi kepada Dewan Keamanan PBB. Amerika Serikat menyerukan agar



8



Indonesia dan Belanda menghentikan permusuhan Polandia dan Uni Soviet mendesak agar pasukan Belanda ditarik dari wilayah RI. Di tengah reaksi dunia internasional, pada tanggal 3 Agustus 1947, Belanda menerima resolusi Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan tembak-menembak. b. Perundingan Renville Pada tanggal 18 September 1947, Dewan Keamanan PBB membentuk Commite of Good Offices(Komite Jasa-jasa Baik). Komite itu kemudian terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara (KTN). Anggota KTN terdiri atas wakil Australia, Richard Kiby, wakil Belgia, Paul van Zeeland, dan wakil Amerika Serikat, Frank Graham. Terpilihnya Australia dalam KTN merupakan permintaan pihak Indonesia, sedangkan terpilihnya Belgia merupakan permintaan pihak Belanda. Kemudian Australia dan Belgia menentukan anggota KTN ketiga, yaitu Amerika Serikat. Tugas pokok KTN adalah mecari penyelesaian damai terhadap masalah perselisihan antara Indonesia dan Belanda. Untuk itu, KTN menawarkan perundingan kepada kedua negara. Amerika Serikat mengusulkan tempat pelaksanaan perundingan yang di luar wilayah pendudukan Belanda maupun wilayah Republik Indonesia. Tempat yang dimaksud adalah sebuah kapal AS bernama Renville, yang sedang berlabuh di Tanjung Priok. Perundingan itu terkenal dengan sebutan Perundingan Renville. Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Abdullah Wijoyoatmojo. Perundingan berlangsung alot karena baik Indonesia maupun Belanda cenderung berpegang teguh pada pendirian masingmasing. Akhirnya, pada tanggal 17 Januari 1948, hasil Perundingan Renville disepakati dan ditandatangani. Hasil Perundingan Renville    



Penghentian tembak-menembak. Daerah-daerah di belakang garis van Mook harus dikosongkan dari pasukan RI. Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang didudukinya dengan melalui plebisit terlebih dahulu. Dalam Uni Indonesia-Belanda, Negara Indonesia Serikat akan sederajat dengan Kerajaan Belanda. Akibat Perundingan Renville, wilayah Indonesia yang diakui menjadi semakin sempit. Itulah sebabnya, hasil Perundingan Renville mengundang reaksi keras dari kalangan partai politik, hasil perundingan itu memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi. Bagi TNI, hasil perundingan itu mengakibatkan harus ditinggalkannya sejumlah wilayah pertahanan yang telah susah payah dibangun. Ketidakpuasan yang semakin



9



memuncak terhadap hasil Perundingan Renville mengakibatkan Kabinet Amir Starifuddin jatuh.



Iring-iringan truk infanteri Belanda saat Operasi Produk, Aksi Polisionil Belanda yang pertama. Sumber: Wikipedia



DK-PBB kemudian meminta Syahrir untuk berbicara di depan sidang PBB. DK-PBB kemudian menawarkan suatu komisi jasa baik guna menengahi konflik Republik dengan Belanda. Akhirnya setelah mendapatkan persetujuan kedua belah pihak dibentuklah komisi tiga Negara (KTN). B. Agresi Militer Belanda II 1. Pengertian Agresi Militer Belanda II Agresi Militer Belanda II atau operasi Gagak adalah operasi militet belanda kedua yang terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Muhammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibukota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatera yang dipimpin oleh Sjafrudin Prawiranegara. 2. Latar Belakang Terjadinya Agresi Militer Belanda II Kondisi politik di negeri Belanda menjadi salah satu penyebab awal terjadinya Agresi Militer Belanda II.  Pada 6 Agustus 1948, Dr.Willem Drees menjadi Perdana Menteri kabinet koalisi bersama Partai Katolik. Dia menggantikan Dr.L.J.M.Beel yang kemudian diangkat menjadi Hooge Vertegenwoordiger van de Kroon (Wakil Tinggi Mahkota) Belanda di Indonesia. Beel menggantikan posisi van Mook sebagai Wakil Gubernur Jenderal. Dr.Beel termasuk dalam garis keras dan dekat dengan kalangan pengusaha di Belanda yang tak ingin memberikan konsesi apapun kepada Indonesia. Hal tersebut berbeda sekali dengan Profesor Schermerhorn yang sosialis. Dengan pengangkatan Beel, Belanda menunjukkan wajah kerasnya, dan Letnan Jenderal Spoor yang ingin menghancurkan TNI mendapatkan dukungan politik. 10



Seperti halnya ketika diadakan perjanjian Linggarjati antara Indonesia dengan Belanda yang dikhianati Belanda dengan melancarkan Agresi Militer Belanda I, ketika diadakan perjanjian Renville Belanda juga mengkhianatinya. Perjanjian Renville yang diadakan pada bulan Januari 1948 di atas kapal Amerika USS Renville di pelabuhan Jakarta, menyepakati suatu gencatan senjata di sepanjang Garis Van Mook (suatu garis buatan yang menghubungkan titik-titik terdepan pihak Belanda walaupun dalam kenyataannya masih tetap ada banyak daerah yang dikuasai pihak Republik di dalamnya. (M.C.Rickleffs,1998,340). Pertikaian wilayah melatarbelakangi jalannya sebuah rencana agresi ke suatu wilayah di Indonesia. Dimulai dari penolakan kaum Republiken terhadap tuntutan Belanda mengenai kekuasaan Perwakilan Tinggi Kerajaan Belanda selama periode pemerintahan federal sementara sebelum penyerahan kedaulatan Belanda. Belanda menuntut agar Perwakilan Tingginya punya hak untuk mengirimkan pasukan berdasarkan keputusannya sendiri ke daerahdaerah dimana pasukan menemukan sebuah pertikaian. Para pemimpin Republiken percaya bahwa Belanda baru berani menyerang setelah mereka mendirikan pemerintahan federal sementara yang terdiri atas Negara-negara bagian Indonesia yang sudah dibangun dan dikuasai Belanda. Suatu federasi Negara boneka semacam itu diharapkan akan meminta dengan sopan bangtuan militer kepada Belanda untuk melawan pelanggaran di perbatasan Republiken atau dorongan pemberontakan dalam satu atau lebih Negara boneka yang berbatasan dengan Republik. Hanya dengan berpura-pura membantu salah satu pihak Indonesia melawan pihak lainnya, para pemimpin Republik percaya bahwa Belanda baru berani mengacuhkan Amerika Serikat dan mengkhianati perjanjian Gencatan Senjata Renville. (Kahin; 2013) Pada intinya berbagai upaya perundingan digencarkan oleh Pemerintah Republik seperti Mohammad Hatta dengan Menteri-menteri dari Belanda dan Amerika. Sebuah kedaulatan wilayah menjadi pokok persoalan mengapa Belanda melakukan agresi pasukan militer wilayah Republiken, dengan dalih menempatkan pasukannya kedaerah-daerah yang bertikai. Perundingan itu dilaksanakan dengan atau tanpa melalui KTN yang ditengahi oleh Amerika Serikat. Pada dasarnya sama-sama membawa sebuah kepentingan politik dengan tujuan masing-masing. Kejelasan utama ada pada para tokoh Republiken yang dengan teguh mempertahankan kedaulatan Negara pascar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. 3. Tujuan Agresi Militer Belanda II Adapun tujuan Belanda mengadakan Agresi Militer yang kedua ialah ingin menghancurkan kedaulatan Indonesia dan mengusai kembali wilayah Indonesia dengan melakukan serangan militer terhadap beberapa daerah penting di Yogyakarta sebagai ibu kota Indonesia pada saat itu. Pihak Belanda sengaja membuat kondisi pusat wilayah Indonesia tidak aman 11



sehingga akhirnya diharapkan dengan kondisi seperti itu bangsa Indonesia menyerah dan bersedia menuruti ultimatum yang diajukan oleh pihak Belanda. Selain itu bangsa Indonesia juga ingin menunjukkan kepada dunia bahwa RI dan TNI-nya secara de facto tidak ada lagi. 4. Kronologis Terjadinya Agresi Militer Belanda II Pada 21.00 tanggal 18 Desember 1948 pihak Belanda menyampaikan surat kepada Jusuf Ronodipuro, liaison officer delegasi RI di Jakarta. Isinya, terhitung mulai pukul 00.00 tanggal 19 Desember 1948 Belanda tidak lagi terikat dengan persetujuan Renville dan perjanjian genjatan senjat. Berita ini tidak berhasil disampaikan ke pemerintahan RI di Yogyakarta pada malam itu juga karena dihalangi oleh Belanda. Berita pertama tentang Belanda memutuskan Perjanjian Genjatan Senjata Renville diterima di Yogyakarta pada jam 5.30 berupa suatu serangan pesawat pembom Belanda (Mitchel buatan Amerika) di atas lapangan udara terdeka. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban. Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta. Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari. Menjelang tengah petang, setelah mengepung kota, Brigade Marinir Belanda, dibantu oleh sejumlah besar pasukan Ambon dari KNIL berhasil mencapai pusat kota ke istana Presiden. Taktik cepat yang digunakan Belanda berhasil menangkap Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan separuh anggota kabinet Republik. Sebelum tertangkap, kabinet sempat bersidang. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa Presiden dan Wakil Presiden tidak akan meninggalkan ibukota. Hal ini dikarenakan tidak adanya pasukan yang mengawal mereka ke luar kota. Selain itu, apabila tetap di dalam kota, hubungan dengan KTN masih dapat dilakukan dan dengan perantaraan KTN, perundingan dengan Belanda dapat dibuka kembali. Keputusan yang lain dari sidang pada tanggal 19 Desember 1948 adalah memberikan mandat kepada Menteri Kemakmuran, Sjafruddin Prawiranegara yang ketika itu berada di Bukittinggi untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia



12



(PDRI) di Sumatra. Mandat juga diberikan kepada dr. Sudarsono, A. A. Maramis, dan L. N, Palar untuk membentuk exile government di luar negeri bila usaha Sjafruddin Prawiranegara gagal. 5. Berakhirnya Agresi Militer Belanda II Pada tanggal 20 Desember 1948 pagi, Belanda meminta agar Soekarno memerintahkan pasukan Republik menghentikan perlawanan. Soekarno menolak dan pada tanggal 22 Desember ia, Hatta, Sjahrir, Mr. Assaat, Mr Abdul Gafar Pringgodigdo, H Agoes Salim, Mr Ali Sastroamodjojo, dan Komodor Udara Suriadarma diterbangkan Belanda ke Pulau Bangka. Di sana, Soekarno, Sjahrir, dan Salim dipisahkan dengan yang lainnya dan diterbangkan ke Berastagi, kemudian ke Prapat dan Danau Toba. Jatuhnya Yogyakarta ke tangan Belanda dan tertangkapnya pemimpin negara yang kemudian di asingkan membuat Penglima Besar Soedirman Berangkat ke luar kota untuk memimpin perang gerilya. Sesuai dengan rencana, Angakatan Perang mengundurkan diri ke luar kota untuk melakukan perang gerilya. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949. Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok isinya ialah : Tugas pasukanpasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber wingate (menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.Pasukan yang tadinya dipindahkan akibat persetujuan Renville melakukan wingate ke daerah asal mereka. Pasukan Siliwangi melakukan long march dari Jawa Tengah ke Jawa Barat. TNI membentuk daerah-daerah pertahanan (wehrkreise) di luar kota. Setelah berhasil melakukan konsolidasi, TNI mulai melakukan pukulan-pukulan terhadap Belanda. Pukulan yang pertama adalah garis-garis komunikasi pasukan Belanda. Mereka merusak jaringan telepon, jaringan rel kereta api, dan konvoi-konvoi Belanda di hadang dan dihancurkan. Situasi perang mulai berbalik. TNI yang pada awalnya bertahan mulai beralih dengan taktik menyerang. Mereka tidak lagi hanya mencegat dan menyerang konvoi-konvoi Belanda serta menyerang pos-pos terpencil, tetapi mereka juga menyerang kota-kota yang diduduki oleh Belanda. Serangan terhadap kota Yogyakarta tanggal 1 Maret 1949 dibawah pimpinan Letkol Soeharto berhasil dilakukan selama enam jam. Hal ini membuktikan kepada dunia luar bahwa TNI dan Republik Indonesia masih eksis.



13



Adanya Agresi Militer Belanda 2 ini tentunya dilihat oleh mata dunia Internasional. Setelah pada Agresi Militer Belanda 1, Belanda mendapat kecaman, sekarang Belanda pun dikutuk. Dunia bahkan mendukung perjuangan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdakaannya. Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan “Negara boneka” karya Belanda ikut mengutuk tindakan Agresi Militer Belanda 2 tersebut. Pada tanggal 20 hingga 23 Januari 1949, atas usulan Burma (sekarang Mnyanmar) dan India, digelarlah Konferensi Asia di New Delhi, India. Kenferensi itu sendiri dihadiri oleh beberapa negara di Asia, Afrika dan Australia. Hasilnya berupa resolusi tentang permasalahan Indonesia yang lalu disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB. PBB juga mengutuk Agresi Militer Belanda 2, sebab menurut pandanga PBB, Belanda sudah secara terang-terangan menginjak-injak kesepakatan dalam Perjanjian Renville yang ketika itu ditandatangani oleh Komisi Tiga Negara (KTN), wakil dari PBB. Pada tanggal 4 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi supaya Indonesia dan Belanda segera menghentikan permusuhan dan kembali ke meja perundingan. 6. Dampak Peristiwa Agresi Militer II a.) Bagi Belanda Belanda pada dasarnya bertujuan untuk menduduki Nusantara yang telah mengkayakan negerinya. Dari sudut pandang ini, dampak bagi Belanda adalah mengeluarkan sebagian anggaran untuk melancarkan agresi ini. Menentang dunia dalam hal perdamaian, hingga efek pengucilan untuk selanjutnya. b) Bagi Bangsa Indonesia Adanya Agresi Militer kedua yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia yaitu mengakibatkan dihancurkannya beberapa bangunan penting di Yogyakarta, bahkan Yogyakarta yang pada saat itu sebagai ibu kota Indonesia juga mampu dikuasai oleh Belanda. Selain itu presiden dan wakil presiden beserta sejumalh pejabat pemerintah Indonesia berhasil ditawan kemudian diasingkan oleh pihak Belanda. 7. Perjuangan Bangsa Indonesia Terhadap Agresi Militer Belanda II a) Keampuhan Strategi Diplomasi Dengan melancarkan agresi militernya yang kedua, Belanda ingin menunjukkan kepada dunia bahwa RI beserta TNI-nya secara de facto tidak ada lagi. Tujuan Belanda itu dapat digagalkan oleh perjuangan diplomasi. Para pejuang diplomasi antara lain Palar, Sujatmoko, Sumitro, dan Sudarpo yang berkeliling di luar negeri. Tindakan yang dilakukan dalam perjuangan diplomasi antara lain sebagai berikut.



14



  



Menunjukkan pada dunia internasional bahwa agresi militer Belanda merupakan bentuk tindakan melanggar perjanjian damai (hasil Perundingan Renville). Meyakinkan dunia bahwa RI cinta damai, terbukti dari sikap, mentaati hasil Perundingan Renville dan penghargaan terhadap KTN. Membuktikan bahwa RI masih berdaulat dengan fakta masih berlangsungnya pemerintahan melalui PDRI dan keberhasilan TNI menguasau Yogyakarta selama 6 jam (Serangan Oemoem 1 Maret).



Kerja keras perjuangan diplomasi mampu mengundang simapti internasional terhadap Indonesia. Amerika Serikat mendesak Belanda untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah RI (dengan ancaman menghentikan bantuannya). Dewan Keamanan PBB mendesak Belanda untuk menghentikan operasi militer dan membebaskan para pemimpin Indonesia. Desakan yang gencar dari dunia internasional akhirnya dapat membuat Belanda mengakhiri militernya kedua. b) Pemerintahan Darurat Republik Indonesia Sebelum pasukan Belanda memasuki istana kepresidenan, Presiden Soekarno mengintruksikan kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara (yang kebetulan berada di Sumatera) untuk membentuk pemerintahan darurat, jika pemerintah RI Yogyakarta tidak dapat berfungsi lagi. Sesuai dengan instruksi itu, Syafruddin Prawiranegara membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia. PDRI berkedudukan di Bukittinggi, Sumatera Barat. Selama agresi militer II, Belanda terus menerus memprogandakan bahwa pemerintahan di Indonesia sudah tidak ada lagi. Propaganda dapat digagalkan oleh PDRI. PDRI berhasil menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintahan dalam tubuh RI masih berlangsung. Bahkan, pada tanggal 23 Desember 1948, PDRI mampu memberikan instruksi lewat radio kepada wakil RI di PBB. Isinya, pihak Indonesia sekaligus mengundang simapti internasional. Atas dasar keberhasilan itu, para pemimpin PDRI sempat kecewa dengan tindakan para pemimpin RI di Bangka yang mengadakan perundingan dengan Belanda tanpa sepengetahuan mereka. Mereka juga tidak menyetujui hasil Perundingan Roem-Roijen yang cenderung melemahkan wibawa Indonesia. Para pemimpin PDRI yakin bahwa kedudukan Indonesia telah kuat sehingga mampu lebih banyak kepada Belanda. Untuk menyelesaikan perbedaan pandangan, berlangsung pertemuan antara para pemimpin PDRI dan pemimpin RI yang pernah ditawan di Bangka. Pertemuan itu berlangsung pada tanggal 13 Juli 1949 di Jakarta. Hasil pertemuan itu adalah sebagai berikut.



15



 



PDRI menyerahkan keputusan mengenai hasil Perundingan Roem Roijen kepada kabinet, Badan Pekerja KNIP, dan pimpinan TNI. Pada hari itu juga, Syafruddin Prawiranegara menyerahkan mandat secara resmi kepada Wakil Presiden Hatta.



c) Perundingan Roem-Roijen Untuk menjamin terlaksananya penghentian agresi militer Belanda II, PBB membentuk United Nations Commission for Indonesia (UNCI) atau Komisi PBB untuk Indonesia. Perundingan mulai pada pertengahan April 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. van Roijen. Tokoh UNCI yang berperan dalam perundingan adalah Merle Cohran dari Amerika Serikat. Perundingan banyak mengalami kemacetan sehingga baru mencapai kesepakatan pada awal Mei 1949. Hasil Perundingan Roem-Roijen Pernyataan Indonesia   



Perintah kepada TNI untuk menghentikan perang gerilya. Bekerja sama mengendalikan perdamaian, ketertiban, dan keamanan. Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag untuk mempercepat pengakuan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat secara lengkap tanpa syarat. Pernyataan Belanda



   



Menyetujui pemulihan pemerintahan RI di Yogyakarta. Menjamin penghentian operasi militer dan pembebasan semua tahanan politik. Menyetujui RI sebagai negara bagian dalam Negara Indonesia Serikat. Berusaha sungguh-sungguh menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag.             Sejak bulan Juni 1949, berlangsung persiapan pemulihan pemerintahan RI di Yogyakarta. Persiapan itu berlangsung di bawah pengawasan UNCI. Sejak tanggal 24 sampai 29 Juni 1949, tentara Belanda ditarik dari kota Yogyakarta. Setelah itu, TNI memasuki kota Yogyakarta. Pada tanggal 6 Juni 1949, presiden dan wakil presiden serta para pemimpin lainnya kembali ke Yogyakarta.



16



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 juli 1947 sampai 5 agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran Linggarjati. Agresi Militer Belanda II dimulai ketika pihak belanda yang tetap bersikukuh menguasai indonesia mencari dalih untuk dapat melanggar perjanjian yang telah disepakati. Bahkan pihak belanda menuduh jika pihak indonesia tidak menjalankan isi perundingan Renville. Oleh karena itu pihak TNI dan pemerintah indonesia sudah memperhitungkan bahwa sewaktu-waktu belanda akan melakukan aksi militernya untuk menghancurkan republik dengan kekuatan senjata. B. Saran Kami selaku penulis menyarankan kepada generasi muda agar tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan cara ikut berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan mencontoh semangat para pahlawan terdahulu dalam kehidupan sehari-hari. Seluruh warga Indonesia wajib menghargai dan menghormati jasa-jasa para pahlawan Indonesia. Dan satu lagi jangan pernah melihat orang dari apa yang dia berikan.



17



DAFTAR PUSTAKA



https://dimasivantrisetyo.blogspot.co.id/2017/01/makalah-agresi-militer-belanda1-dan-2.html http://komunitaspecintasejarah.blogspot.co.id/2012/01/agresi-militer-belanda-idan-ii.html http://sejarah-indonesia-lengkap.blogspot.co.id/2015/12/perjuangan-indonesiamenghadapi-agresi-militer-i.html http://wartasejarah.blogspot.co.id/2013/10/agresi-militer-belanda-ii.html



18