Makalah Sengketa Pajak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SENGKETA PAJAK



Nama : Kiky Venna Violetta NIM : B021181318 Prodi Hukum Administrasi Negara



FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN 2021



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………1 BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………….2 A. Pengertian Sengketa Pajak ………………………………………………….2 B. Timbulnya Sengketa Pajak …………………………………………………..3 C. Berakhirnya Sengketa Pajak ………………………………………………...7 BAB III PENUTUP …………………………………………………………………...13



BAB I PENDAHULUAN



Dalam hal terjadi suatu sengketa pajak yang diajukan ke Pengadilan Pajak hal tersebut merupakan suatu proses dalam hukum pajak yang diharapkan dapat memberikan keadilan, baik bagi wajib pajak maupun kepada pemerintah sebagai pemungut pajak. Pajak merupakan pungutan dari negara yang dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan yang secara langsung dapat ditunjukkan, karenanya pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang. Prosedur penyelesaian sengketa pajak jika dikaitkan dengan asas equity (keadilan), tampak bahwa prosedur penyelesaian sengketa pajak hanya dapat diselesaikan



melalui



Pengadilan



Pajak,



mengingat



Pengadilan



Pajak



merupakan instrumen yang dapat digunakan sebagai sarana bagi pencari keadilan untuk mendapatkan keadilan, yakni untuk melindungi kepentingan wajib pajak. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa sengketa pajak dapat juga diselesaikan diluar pengadilan pajak. Fenomena yang biasa terjadi manakala wajib pajak tidak setuju dengan jumlah utang pajak yang harus dilunasi. Bahkan tidak menutup kemungkinan, jumlah yang tidak sesuai dengan keinginan wajib pajak, memunculkan masalah baru di mana wajib pajak melakukan berbagai upaya untuk membayar utang pajak sesuai besaran yang diinginkannya dengan bekerja sama dengan para petugas pajak. Untuk itu, maka perlu cara untuk menyelesaikan masalah sengketa pajak ini, supaya tujuan dan cita-cita untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bangsa bisa terwujud.



1



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Sengketa Pajak Pengertian sengketa pajak diatur dalam Pasal 1 angka 5 UUDILJAK (UU Pengadilan pajak). Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak dan penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan



perpajakan,



termasuk



gugatan



atas



pelaksanaan



penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan surat paksa1. Keputusan yang diajukan banding atau gugatan dapat berupa surat ketetapan pajak, surat tagihan pajak, surat paksa dan keputusan lainnya yang telah diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. Berdasarkan pengertian sengketa pajak tersebut, dapat dilihat bahwa penyelesaian sengketa pajak hanya tertuju kepada upaya hukum banding dan upaya hukum gugatan sebagai kewenangan absolut pengadilan pajak. Keputusan yang boleh diajukan banding adalah keputusan yang diterbitkan oleh pejabat pajak dalam bentuk penyelesaian sengketa pajak pada tahap keberatan. Hal ini disebabkan karena wajib pajak berhak mengajukan banding apabila keputusan lembaga keberatan dianggap merugikan baginya. Sengketa pajak meliputi sengketa yang dapat diajukan keberatan, banding, atau gugatan pada lembaga peradilan pajak 2.



Pasal 1 angka 5, Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak, (Depok: PT Raja Grafindo, 2013), Hal 28. 1



2



2



Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa sengketa pajak adalah perbedaan pendapat atau perselisihan antara wajib pajak dengan pejabat pajak dan/atau pemotong pajak ketika salah satu pihak tidak melaksanakan atau melaksanakan tetapi tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Biarpun terjadi perselisihan, tetapi salah satu pihak tidak melakukan sanggahan, maka tidak ada sengketa pajak 3. Adapun objek yang menjadi sengketa pajak terdapat pada Undang-Undang Pajak yang apabila penerapannya tidak sesuai dengan kaidah hukum pajak sehingga menimbulkan kerugian, baik terhadap pembayar pajak, pemotong pajak atau pemungut pajak4. Dengan demikian, bahwa sengketa pajak tidak hanya bermula dari pembayar pajak akan tetapi dapat juga bermula dari pemotong pajak atau pemungut pajak. Misalnya, penagihan pajak atau penerapan tarif pajak yang bertentangan dengan pajak penghasilan atau pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah. Pihak-pihak tersebut juga dikatakan sebagai sumber timbulnya sengketa pajak karena kurangnya kesadaran hukum dalam pelaksanaan atau penegakan hukum pajak. B. Timbulnya Sengketa Pajak Timbulnya sengketa pajak dapat disebabkan karena tidak melakukan perbuatan hukum/ tidak melaksanakannya sebagaimana yang diperintahkan oleh kaidah hukum pajak dan melakukan perbuatan hukum tetapi tidak sesuai dengan kaidah hukum pajak. Timbulnya sengketa pajak tidak selalu bermula



Reynold Simandjuntak, “Pengaturan Penyelesaian Sengketa Pajak (Di tinjau dari aspek keadilan)”, Jurnal Hukum Brawijaya, Summer 2014, hal. 4. 4 Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak, (Depok: PT Raja Grafindo, 2013), Hal 29. 3



3



dari perbuatan hukum yang tidak sesuai, dapat juga karena seseorang (wajib pajak, pemotong pajak, penanggung pajak dan pejabat pajak) yang tidak melakukan perbuatan hukum sesuai yang diperintahkan. Ini merupakan ciri khas dari sengketa pajak itu sendiri yang sangat berbeda dengan ciri khas sengketa tata usaha negara. Dimana sengketa tata usaha negara timbul karena adanya akibat hukum yang dirasakan badan/seorang perdata karena keputusan badan/pejabat tata usaha negara. Sedangkan sengketa pajak dapat timbul dari berbagai pihak (wajib pajak perseorangan atau badan hukum perdata, badan yang tidak berstatus badan hukum maupun badan yang berstatus sebagai badan hukum publik, dan/ pemotong pajak) bukan hanya melibatkan pejabat pajak saja sebagai salah satu pihak yang bersengketa. Timbulnya sengketa pajak yang disebabkan karena tidak melakukan perbuatan sebagaimana diperintahkan oleh kaidah hukum pajak : 1. Pihak pembayar pajak atau wajib pajak Misalnya, pembayar pajak tidak menyampaikan surat pemberitahuan dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak melaksanakan kewajibannya sebagai



pembayar



pajak5.



Apabila



pembayar



pajak



melaksanakan



kewajibannya maka ini merupakan perbuatan hukum karena telah sesuai yang diatur pada Undang-Undang Perpajakan. 2. Pemotong pajak atau pemungut pajak Misalnya, tidak menyetor jumlah pajak yang dipotong atau tidak menyetor pajak yang dipungut6. Pemotong pajak atau pemungut pajak ini tidak melakukan tugasnya sesuai kewenangan yang diberikan kepadanya Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak, (Depok: PT Raja Grafindo, 2013), Hal 30. 6 Ibid, 30. 5



4



sehingga perbuatannya tidak menyetorkan pajak yang dipungut dapat diartikan tidak melakukan perbuatan hukum berdasarkan kewenangan. Akan



tetapi,



hal



pertanggungjawaban



ini



pasti



kepada



akan pejabat



dipertanyakan pajak



dan



dalam



bentuk



apabila



terjadi



penyalahgunaan kewenangan maka dapat masuk pada ranah hukum. 3. Penanggung pajak sebagai wakil wajib pajak/ wakil pembayar pajak Misalnya, tidak memenuhi kewajiban membayar secara lunas pajak yang terutang ditambah dengan biaya penagihan pajak sebagaimana yang tercantum dalam surat paksa yang diberikan 7. Sebelum penanggung pajak membayar pajak bahwa penanggung pajak telah mendapatkan surat paksa untuk segera dipenuhi persyaratan dalam surat tersebut. Jika penanggung pajak ini tidak melaksanakan sepenuhnya sesuai subtansi dalam surat paksa maka tidak melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh kaidah hukum pajak. 4. Pejabat Pajak Misalnya, tidak menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar untuk menagih jumlah pajak yang masih kurang dibayar 8. Apabila terdapat wajib pajak atau penanggung pajak sebagai wakil wajib pajak tidak lunas membayar pajak maka pejabat pajak bertugas untuk menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar. Jika pejabat pajak tidak menerbitkan surat ketetapan tersebut maka pejabat pajak tidak melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh kaidah hukum pajak.



Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak, (Depok: PT Raja Grafindo, 2013), Hal 31. 8 Ibid, hal 31. 7



5



Timbulnya sengketa pajak yang disebabkan karena melakukan perbuatan hukum tetapi tidak seusai atau bertentangan dengan kaidah hukum pajak : 1. Pembayar Pajak atau wajib pajak Misalnya, membayar pajak yang terutang tidak secara lunas dan jangka waktu pelunasan telah berakhir 9. Dalam artian bahwa pembayar pajak telah melakukan perbuatan hukum sebagian yaitu membayar pajak tetapi tidak lunas hingga jangka waktu pelunasan berakhir yang menyebabkan perbuatan pembayar pajak tersebut tidak sesuai dengan kaidah hukum pajak yang telah ditetapkan. 2. Pemotong pajak atau pemungut pajak Misalnya, salah menerapkan tarif pajak penghasilan dalam rangka melakukan pemotongan pajak penghasilan dalam rangka melakukan pemotongan pajak penghasilan10. Dalam artian bahwa pemotong pajak telah melakukan tugasnya berdasarkan kewenangan akan tetapi salah menetapkan tarif pajak penghasilan. Kesalahan ini merupakan terjadinya perbuatan hukum yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. 3. Penanggung pajak sebagai wakil wajib Pajak Misalnya, menghalang-halangi juru sita pajak dalam melakukan penyitaan atas barang-barang yang dikenakan penyitaan 11. 4. Pejabat pajak. Misalnya, menerbitkan keputusan penagihan pajak secara seketika dan sekaligus kepada wajib pajak yang tidak berhak menerimanya 12. Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak, (Depok: PT Raja Grafindo, 2013), Hal 30 10 Ibid, hal 30. 11 Ibid, hal 31 12 Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak, (Depok: PT Raja Grafindo, 2013), Hal 31 9



6



C. Berakhirnya Sengketa Pajak Sengketa pajak berakhir ditentukan dengan instrumen hukum yang terdapat dalam hukum pajak baik yang berkaitan dengan hukum pajak negara dan hukum pajak daerah. Penyelesaian sengketa pajak dapat berakhir di luar atau di dalam lembaga peradilan. Tujuan dari penyelesaian sengketa pajak adalah agar terciptanya penegakan hukum pajak apabila terjadi pelanggaran hukum pajak dan untuk memberikan perlindungan hukum kepada wajib pajak. Berikut instrumen hukum pajak yang diperuntukkan bagi pejabat pajak untuk menyelesaikan sengketa pajak negara, yaitu 13 : 1. Surat ketetapan pajak; 2. Surat ketetapan pajak kurang bayar; 3. Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan; 4. Surat ketetapan pajak lebih bayar; 5. Surat ketetapan pajak nihil; 6. Surat tagihan pajak; 7. Surat paksa; 8. Surat keputusan keberatan; 9. Putusan banding; 10. Putusan gugatan; 11. Putusan peninjauan kembali. Instrumen hukum pajak yang diperuntukkan kepada pejabat pajak untuk menyelesaikan sengketa pajak daerah, yaitu14 : 1. Surat pemberitahuan pajak terutang; 13 14



Ibid, Hal 38 Ibid, Hal 38



7



2. Surat ketetapan pajak daerah; 3. Surat ketetapan pajak daerah kurang bayar; 4. Surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan; 5. Surat ketetapan pajak daerah lebih bayar; 6. Surat ketetapan pajak daerah nihil; 7. Surat tagihan pajak daerah; 8. Surat paksa; 9. Surat keputusan keberatan; 10. Putusan banding; 11. Putusan gugatan; 12. Putusan peninjauan kembali. Selain Penyelesaian sengketa pajak dilakukan di dalam peradilan pajak dan di luar peradilan dapat pula dilakukan pada saat berlangsungnya pemeriksaan sengketa pajak dalam lembaga peradilan pajak. Berakhirnya sengketa pajak selama pemeriksaan sebelum diputuskan melalui lembaga peradilan



pajak



bukan



merupakan



pelanggaran



hukum



pajak



namun



diperkenankan penyelesaian sengketa pajak selama pemeriksaan melalui lembaga peradilan pajak tetap mengikuti prosedur penyelesaian yang harus ditaati atau tidak boleh dilanggar. Hal ini disebabkan karena terdapat kaidah hukum pajak yang membuka peluang itu. Berikut kaidah hukum pajak yaitu 15 : - Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;



Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak, (Depok: PT Raja Grafindo, 2013), hal 40. 15



8



- Banding yang telah diajukan dapat dicabut, baik sebelum persidangan atas pesetujuan



ketua



pengadilan



pajak maupun selama



dalam



persidangan setelah memperoleh persetujuan dari terbanding; - Gugatan yang telah diajukan dapat dicabut, baik sebelum persidangan atas persetujuan ketua pengadilan pajak maupun selama persidangan setelah memperoleh persetujuan dari tergugat. Dalam Hukum Pajak Indonesia penyelesaian sengketa pajak diselesaikan melalui beberapa lembaga, yaitu sebagai berikut : 1. Keberatan (Lembaga keberatan) Keberatan merupakan upaya hukum biasa yang berada di luar pengadilan pajak yang diperuntukkan untuk memohon keadilan terhadap kerugian bagi wajib pajak. Oleh karena pejabat pajak tidak melakukan perbuatan hukum atau melakukan perbuatan tetapi terjadi pelanggaran hukum pajak. Misalnya, Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal



Pajak.



Keputusan



Dirjen



Pajak



dapat



berupa



menerima



seluruhnya, menerima sebagian, menolak atau menambah jumlah pajak terutang16. Adapun objek sengketa Keberatan hanya dapat diajukan atas SKPKB (surat ketetapan pajak kurang bayar), SKPKBT (surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan), SKPLB (surat ketetapan pajak lebih bayar), SKPN (surat ketetapan pajak nihil) dan pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Reynold Simandjuntak, “Pengaturan Penyelesaian Sengketa Pajak (Di tinjau dari aspek keadilan)”, Jurnal Hukum Brawijaya, Summer 2014, hal. 6. 16



9



perpajakan17. Dalam artian, tidak semua objek pajak dapat diajukan sebagai objek sengketa keberatan. 2. Banding (Peradilan pajak) Upaya hukum banding merupakan kelanjutan dari upaya hukum keberatan. Dalam arti, tidak ada banding sebelum melalui keberatan karena yang diajukan banding adalah surat keputusan keberatan sebagai bentuk penyelesaian sengketa pajak di tingkat Lembaga Keberatan. Banding sebagai upaya hukum hanya bersifat upaya hukum biasa yang memberi peluang untuk mempersoalkan surat keputusan keberatan di tingkat Lembaga Peradilan Pajak18. Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Pengadilan Pajak memberikan pengertian Banding sebagai berikut : Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan



banding



berdasarkan



peraturan



perundang-undangan



perpajakan yang berlaku.19 Putusan banding tidak dapat lagi diajukan Gugatan karena objek gugatan bukan surat keputusan/hasil dari upaya banding. Oleh karena objek dalam sengketa gugatan telah diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. Pengadilan Pajak tidak mengenal upaya hukum banding ke pengadilan tinggi maupun kasasi. Hal ini yang juga berbeda dengan PTUN yang dimana posisi upaya hukum banding berada pada pengadilan tinggi atau



Reynold Simandjuntak, “Pengaturan Penyelesaian Sengketa Pajak (Di tinjau dari aspek keadilan)”, Jurnal Hukum Brawijaya, Summer 2014, hal 7. 18 Edi Alinurhaedi, “Tinjauan Yuridis terhadap Objektivitas Peradilan Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak di Indonesia”, Tesis UII, Summer 2015, Hal 49. 19 UU No 14 tahun 2002 tentang Peradilan Pajak, Pasal 1 angka 16 17



10



tingkat kedua20 sedangkan upaya hukum banding pada pengadilan pajak berposisi



sebagai



lembaga



peradilan



pajak



tingkat



satu



dengan



menggunakan objek keputusan keberatan atas sengketa pajak yang telah diputus oleh lembaga keberatan. 3. Gugatan (Peradilan Pajak) Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Pengadilan Pajak : “Gugatan merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku”. Dalam upaya hukum gugatan yang digugat bukan surat keputusan keberatan dari Direktorat Jenderal Pajak melainkan keputusan pejabat pajak yang terkait dengan penagihan pajak. 21 Pasal 23 ayat (2) UU KUP memberikan



beberapa



objek



yang



dapat



diajukan



gugatan



yaitu:



Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak dan Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan 22. 4. Peninjauan Kembali (Mahkamah Agung) Upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung dilakukan setelah tidak ada titik temu di Lembaga Peradilan Pajak. Adapun jika diajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung maka permohonan peninjauan kembali tersebut hanya dapat diajukan satu kali kepada Tjip Ismail, “Tim Kompendium Bidang Hukum Tentang Lembaga Penyelesaian Sengketa Perpajakan”, Dokumen Kementerian Hukum dan HAM RI, summer 2011, Hal 14. 21 Edi Alinurhaedi, “Tinjauan Yuridis terhadap Objektivitas Peradilan Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak di Indonesia”, Tesis UII, Summer 2015, Hal 49. 22 Joko Nur Sariono, 2014, “Hak dan Kewajiban Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Perpajakan di Pengadilan Pajak”, Jurnal Perspektif, Vol 19 (3), hal 195. 20



11



Mahkamah Agung melalui pengadilan pajak dengan tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan pajak 23. Dalam artian Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak. Hal ini sebenarnya yang membuat peradilan pajak berbeda dengan PTUN yang mana atas putusannya masih dapat diajukan Kasasi dan baru setelah itu Peninjauan Kembali 24. Tidak semua sengketa atau perkara dapat begitu saja diajukan upaya hukum ini. Satu kemungkinan Putusan Peninjauan Kembali adalah dikabulkan, baik sebagian maupun seluruhnya. Putusan Mahkamah Agung merupakan putusan yang sifatnya final sehingga tidak ada upaya hukum yang dapat digunakan untuk melakukan perlawanan kepada putusan termaksud 25.



BAB III PENUTUP Tjip Ismail, “Tim Kompendium Bidang Hukum Tentang Lembaga Penyelesaian Sengketa Perpajakan”, Dokumen Kementerian Hukum dan HAM RI, summer 2011, Hal 6. 24 Joko Nur Sariono, 2014, “Hak dan Kewajiban Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Perpajakan di Pengadilan Pajak”, Jurnal Perspektif, Vol 19 (3), hal 197. 25 Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak, (Depok: PT Raja Grafindo, 2013), hal 41. 23



12



Pajak merupakan pungutan dari negara yang dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan yang secara langsung yang dapat ditunjukkan, karenanya pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang. Membayar pajak adalah suatu kewajiban bagi setiap wajib pajak. Dalam artian, terjadinya hubungan hukum antara pemungut pajak dengan wajib pajak. Terciptanya hubungan hukum ini tak terlepas dari sebuah permasalahan yang disebut sengketa pajak. Sengketa pajak merupakan perbedaan pendapat atau perselisihan antara wajib pajak dengan pejabat pajak dan/atau pemotong pajak ketika salah satu pihak tidak melaksanakan atau melaksanakan perbuatan hukum tetapi tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Apabila terjadi sengketa pajak maka wajib pajak dapat mengajukan keberatan terhadap surat ketetapan



yang



diterimanya.



Adapun



terdapat



lembaga-lembaga



yang



menyelesaikan permasalahan/ sengketa pajak yaitu lembaga keberatan yang dimana wajib pajak hanya dapat mengajukan objek surat ketetapan tertentu yang boleh diajukan ke lembaga keberatan dan lembaga peradilan pajak yang dimana wajib pajak hanya dapat mengajukan objek surat keputusan tertentu yang boleh diajukan ke lembaga peradilan pajak baik dalam tahap banding, gugatan dan peninjauan kembali. Selain itu, penyelesaian sengketa pajak dapat diselesaikan di luar pengadilan dan pada saat menjalani prosedur pemeriksaan di pengadilan pajak. Timbulnya sengketa pajak dapat disebabkan karena dua perbuatan yaitu tidak melakukan perbuatan hukum dan melakukan perbuatan hukum. Timbulnya sengketa bagi wajib pajak dapat dikarenakan tidak melakukan



13



perbuatan hukum dan melakukan perbuatan hukum yang tidak bersesuaian dengan kaidah hukum pajak. Timbulnya sengketa pajak bagi pemotong pajak dan pemungut pajak apabila melakukan perbuatan hukum seperti memotong pajak tidak sesuai dengan seharusnya berdasarkan peraturan yang berlaku atau pemotong pajak tidak menyerahkan hasil potongan pajaknya serta timbulnya sengketa pajak bagi pejabat pajak apabila melakukan perbuatan hukum, melampaui batas kewenangan dan penyalahgunaan wewenang. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa yang terlibat dalam sengketa pajak bukan hanya wajib pajak, dapat juga seorang/ badan wajib pajak yang memiiki jabatan di lingkup perpajakan dan di luar lingkup perpajakan atau tidak memiliki jabatan. Subjek yang dapat terlibat dalam sengketa pajak, sesama wajib pajak yaitu pejabat pajak, wajib pajak, pemotong pajak, dan penanggung pajak sebagai wakil wajib pajak.



14



DAFTAR ISI



Alinurhaedi, Edi. 2015. “Tinjauan Yuridis terhadap Objektivitas Peradilan Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak di Indonesia”.



Tesis UII



.



Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia. Ismail, Tjip . 2014. “Tim Kompendium Bidang Hukum Tentang Lembaga Penyelesaian Sengketa Perpajakan”. Jakarta : Kementerian Hukum dan HAM RI. Saidi, Djafar, Muhammad. 2013. Hukum Acara Peradilan Pajak. Depok : RajaGrafindo. Sariono, Nur, Joko. 2014. “Hak dan Kewajiban Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Perpajakan di Pengadilan Pajak”. Jurnal Perspektif Vol 19 No 3. Simandjuntak, Reynold. 2014. “Pengaturan Penyelesaian Sengketa Pajak (Di tinjau dari aspek keadilan”. Jurnal Hukum Brawijaya. Malang : Universitas Brawijaya.



Peraturan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak