Makalah Alternatif Penyelesaian Sengketa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS



Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa



Disusun Oleh: Raden Zulfikar Soepinarko Putra 2011 200 206



UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141 KATA PENGANTAR



Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas sehat, ilmu bermanfaat, hidayah, serta segala nikmat yang telah diberikan-Nya, saya dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik dan tepat waktu. Terima kasih juga saya ucapkan kepada dosen mata kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan bapak Hamy S. Kusumoputro, S.H., M.H yang telah memberikan bimbingannya terhadap penulis dalam pembuatan karya tulis ini. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih juga kepada para pihak yang turut serta membantu secara langsung maupun tidak langsung sehingga dapat terciptanya karya tulis ini. Makalah ini bertujuan guna melengkapi tugas mata kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa yang telah diberikan oleh bapak dosen. Substansi dari makalah ini adalah berisikan mengenai ringkasan materi dari mata kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa yang khususnya mengulas mengenai materi tentang Mediasi dan Konsilasi dalam sengketa dunia bisnis. Saya selaku penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi seluruh pembacanya dan semoga makalah ini dapat memberikan beberapa ilmu yang bermanfaat bagi pembaca serta penulisnya. Saya selaku penulis mohon maaf apabila ada kesalahan substansi, informasi atau kesalahan penulisan dalam karya tulis ini baik yang disengaja atau pun tidak. Sekiranya bisa dimaklumi. Selebihnya saya ucapkan terima kasih. Bandung, September 2015 Raden Zulfikar Soepinarko Putra



A. PENDAHULUAN Dunia bisnis, pada dasarnya tidak akan terlepas dengan sengketa. Pengertian sengketa sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang menyebabkan



perbedaan



pendapat;



pertengkaran;



perbantahan;



pertikaian;



perselisihan: perkara (di pengadilan). Sedangkan menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu - individu atau kelompok - kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain. 1 Serupa dengan Winardi, Ali Achmad mendefinisikan sengketa sebagai pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya.2 Sengketa bisa ditemukan dimana saja dan dalam hal apapun. Apabila ada kepentingan yang saling berbenturan, hal tersebut umumnya akan meninmbulkan suatu sengketa antara para pihak yang mempunyai kepentingan tersebut. Begitu pula dengan halnya pada dunia bisnis. Di dunia yang modern saat ini, dunia bisnis pun mengalami banyak perubahan. Berbagai macam perjanjian terbentuk akibat hubungan bisnis guna memenuhi kebutuhan ekonomi setiap orang. Dari setiap perjanjian, kegiatan bisnis, maupun transaksi bisnis yang dilakukan, tidak menutup kemungkinan akan adanya sengketa. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, hal tersebut dikarenakan adanya perbenturan kepentingan antara para pihak. Maka dari itu, setiap sengketa dalam dunia bisnis pun haruslah diselesaikan dengan cara penyelesaian yang sudah ada sebelumnya. B. SENGKETA BISNIS 1 http://www.academia.edu/8893012/penyelesaian_sengketa_bisnis diakses pada 18 September 2015



2 idem



Dari penjelasan di pendahuluan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa sengketa bisnis adalah sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau transaksi bisnis dinamakan dengan sengketa bisnis. Sengketa bisnis tersebut umumnya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Wanprestasi dari salah satu pihak; 2. Adanya perbuatan melawan hukum; 3. Salah satu pihak merasa ada yang dirugikan. Tiga hal tersebut umumnya menjadi penyebab adanya sengketa dalam suatu kegiatan bisnis, yang kemudian salah satu pihak akan mengajukan keberatan atas perbuatan dari pihak lainnya. Sengketa bisnis pun ada macam-macamnya, antara lain:3 1. Sengketa Perniagaan 2. Sengketa Perbankan 3. Sengketa Keuangan 4. Sengketa Penanaman Modal 5. Sengketa Perindustrian 6. Sengketa HKI 7. Sengketa Konsumen 8. Sengketa Kontrak 9. Sengketa Pekerjaan 10. Sengketa Perburuhan 11. Sengketa Perusahaan 12. Sengketa Hak 13. Sengketa Property C. PENYELESAIAN SENGKETA Setiap sengketa bisnis pada umumnya



ingin



diselesaikan sesegera mungkin dan menggunakan musyawarah mufakat akan mendapatkan keputusan bersama. Tapi tak jarang suatu sengketa harus diselesaikan melalui pengadilan disebabkan tidak menemukan jalan keluar yang disepakati oleh kedua belah pihak. Adapun terdapat beberapa cara penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan maupun luar pengadilan. Berikut uraian singkatnya:4 1. Dari sudut pandang pembuat keputusan



3 http://www.academia.edu/8616155/Hukum_Bisnis_Sengketa_Bisnis diakses pada 18 September 2015



4 idem







Adjudikatif: Mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilan keputusan pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam







sengketa diantara para pihak. Konsensual/Komprom: Cara penyelesaian sengketa secara kooperatif atau







kompromi untuk mencapai penyelesaian yang bersifat win-win solution. Quasi Adjudikatif: Merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.



1. Litigasi



2. Dari sudut pandang prosesnya merupakan mekanisme penyelesaian sengketa



pengadilan



dengan



menggunakan



pendekatan



melalui



hukum.



jalur



Lembaga



penyelesaiannya:  Pengadilan Umum  Pengadilan Niaga Non Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal. Non litigasi juga dikenal dengan istilah ADR (Alternative Dispute Resolution). Berikut adalah penjelasan singkat mengenai lembaga non litigasi menurut Frans Winarta, antara lain:5



5 Frans Hendra Winarta, “Hukum Penyelesaian Sengketa.“, Jakarta: Sinar Grafika. 2012



a. Konsultasi: suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya. b. Negosiasi: suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif. c. Mediasi: cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. d. Konsiliasi: penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima. e. Penilaian Ahli: pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai dengan bidang keahliannya. D. ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) Alternative Dispute Resolution (ADR) merupakan istilah yang pertama kali dimunculkan di Amerika serikat. Konsep ini merupakan jawaban atas ketidakpuasan yang muncul di masyarakat Amerika Serikat terhadap sistem pengadilan mereka. Ketidakpuasan tersebut bersumber pada persoalan waktu yang sangat lama dan biaya mahal, serta diragukan kemampuannya menyelesaikan secara memuaskan. Pada intinya Alternative Dispute Resolution (ADR) dikembangkan oleh para praktisi hukum maupun para akademisi sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih memiliki akses pada keadilan.6



6 Mas Achmad Santoso “Alternative Dispute Resolution (ADR) dibidang Lingkungan Hidup”. Makalah yang disampaikan dalam acara forum dialog tentang Alternative Dispute Resolution (ADR) yang diselenggarakan Tim Pakar Departemen Hukum dan Kehakiman dan The Asian Foundation, Jakarta, 1995, hlm 1.



Terdapat perbedaan mendasar antara bentuk penyelesaian sengketa melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. 7 Perbedaan pertama, ialah kedua bentuk penyelesaian sengketa secara hukum tersebut merupakan aturan hukum (regelen recht). Yang berbeda, ialah tidak semua aturan hukum berisikan hukum sanksi (santie-recht). Kedua penyelesaian sengketa melalui pengadilan memiliki sanksi hukum yang bersifat otonom, sedangkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, sanksinya bersifat heteronom. Dikatakan bersifat otonom, oleh karena upaya paksa jika putusan pengadilan tidak dilaksanakan oleh para pihak, ada pada lembaga peradilan (Peradilan Umum), antara lainnya melalui aparat penegak hukum, lembaga pemasyarakatan, dan lain lainnya.Penyelesaian sengketa di luar pengadilan bersifat heteronom dalam penegakan hukumnya, oleh karena putusan arbitrase maupun putusan alternatif penyelesaian sengketa membutuhkan penguatannya lebih lanjut melalui lembaga peradilan. Ada pihak lain yang turut menguatkan kekuatan hukum memaksa dari putusan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. E. MEDIASI DAN KONSOLIASI Dalam makalah ini akan sedikiti memfokuskan penjelasan mengenai 2 lembaga non litigasi, yaitu mengenai Mediasi dan Konsoliasi.



Pembahasan



berikutnya akan dimulai dari Mediasi. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan dengan memutuskan.8 Menurut rumusan Pasal 6 ayat (3) UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian 7 Merry E. Kalalo, Jeany Anita Kermite, Imelda A. Tangkere, “Bentuk Putusan Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Mediasi”



8 Sudiarto, 2004, Mengenal Arbitrase, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.



Sengketa, Mediasi adalah merupakan suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak. Dari ketentuan Pasal 6 ayat (3) UU No.30 Tahun 1999 itu juga dikatakan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak yang bersengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. Mediasi pada umumnya dilakukan melalui proses secara sukarela atau mungkin didasarkan pada perjanjian atau pelaksanaan kewajiban (peraturan) atau perintah pengadilan. Untuk proses di pengadilan mediasi dilakukan karena pelaksanaan kewajiban dari peraturan yaitu sebagaimana yang diatur dalam Perma No 1 Tahun 2008 yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) yaitu: “Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung ini”. Artinya setiap sengketa perdata maka proses pertama yang harus dilalui diwajibkan melakukan mediasi. Walaupun demikian apabila telah diterima mediasi maka seluruh proses mediasi harus dilakukan secara sukarela sampai proses mediasi selesai.9 Seperti halnya konsultasi, negosiasi, maupun mediasi, UU No.30 Tahun 1999 tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian atau definisi dari konsiliasi. Jika mengacu kepada asal kata konsiliasi yaitu “conciliation” dalam bahasa Inggris yang berarti perdamaian dalam bahasa Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa pada prinsipnya konsiliasi merupakan perdamaian. Konsiliasi sebagai proses penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak dengan tugas sebagai fasilitator untuk menemukan para pihak agar dapat dilakukan penyelesaian sengketa. Konsiliator dalam 9 Mahkamah Agung RI, 2004, Mediasi dan Perdamaian, Jakarta.



menjalankan tugasnya harus mengetahui hak dan kewajiban para pihak, kebiasaan bisnis, sehingga dapat mengarahkan penyelesaian sengeta dengan berpegang kepada prinsip keadilan, kepastian dan objektivitas dari setiap kasus tertentu.10 Tugas dari konsiliator seperti juga mediator hanyalah sebagai pihak fasilitator untuk melakukan komunikasi diantara pihak sehingga dapat ditemukan solusi oleh para pihak. Pihak konsiliator hanya melakukan tindakan- tindakan seperti mengatur waktu dan tempat pertemuan para pihak, mengarahkan subjek pembicaraan, membawa pesan dari satu pihak kepada pihak lain jika pesan tersbut tidak mungkin disampaikan langsung, dan lain-lain. Sementara pihak mediator melakukan lebih jauh dari itu. Namun, keputusan dan persetujuan terhadap keputusan perkara tetap terletak penuh di tangan para pihak yang bersengketa.



10 M. Husni, “ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI LUAR PENGADILAN”, JURNAL EQUALITY, Vol. 13 No. 1 Februari 2008