ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA - Makalah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (APS) Oleh: Tofik Himawan R (501180017)



A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia baik secara individu, kelompok, maupun golongan dalam berinteraksi sosial akan mudah mengalami suatu perselisihan yang diakibatkan adanya kepentingan yang tidak terpenuhi satu sama lain. Hal ini menunjukan bahwa kepentingan individu, antar individu, maupun instansi, dan antar instansi terdapat perbedaan-perbedaan, misalnya perbedaan pendapat, pandangan, penafsiran, sikap, perilaku, dan lain-lain. Perbedaan-perbedaan tersebut wajar, tetapi apabila tidak terselesaikan dengan baik maka dapat menimbulkan perselisihan. Perselisihan yang perlu diselesaikan inilah yang disebut dengan sengketa. Sebenarnya dalam hubungan sosial tidak ada seorangpun menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain. Tetapi memang dalam setiap hubungan, khususnya dalam kegiatan bisnis, masing-masing pihak harus selalu siap mengantisipasi kemungkinan timbulnya sengketa yang dapat terjadi setiap saat di kemudian hari. Misalnya dalam suatu perjanjian, sengketa yang perlu diantisipasi dapat timbul karena perbedaan penafsiran baik mengenai bagaimana "cara" melaksanakan klausul-klausul perjanjian maupun tentang apa "isi" dari ketentuanketentuan di dalam perjanjian, ataupun disebabkan hal-hal lainnya.1



1



R.M. Gatot P. Soemartono, Mengenal Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase, (HKUM4409/MODUL1), 1.3



2



Untuk menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa, terdapat beberapa pilihan cara penyelesaiannya. Pada umumnya beberapa cara yang dapat dipilih dibedakan melalui pengadilan atau di luar pengadilan seperti negosiasi, konsiliasi, konsultasi, penilaian ahli, mediasi, arbitrase dan lain-lain, yang sering disebut sebagai alternatif penyelesaian sengketa (APS).2 Secara formal, Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Suatu hal yang cukup menggembirakan, karena jauh sebelum APS dikenal di Indonesia, penyelesaian sengketa melalui negosiasi dan mediasi sudah dikenal berbagai suku bangsa di Indonesia, karena setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai budaya penyelesaian sengketa secara damai secara musyawarah mufakat.3 Pada makalah ini akan dibahas mengenai pengertian tentang apa itu Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) dan dasar hukumnya, serta jenis-jenis mekanisme APS dan macam-macam kasusnya.



B. Pengertian



Alternatif



Penyelesaian



Sengketa



(APS)



dan



Dasar



Hukumnya 1. Pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Di dalam terminologi Islam dikenal dengan ash-shulhu, yang berarti memutus pertengkaran atau perselisihan. Dalam pengertian syariat, ash-shulhu



2



Ibid. Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, (Jakarta: LP3ES, 1990), 158. 3



3



adalah suatu jenis akad (perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan (sengketa) atara dua orang yang bersengketa.4 Dalam pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menjelaskan bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Selain berdasarkan pengertian formil yang terdapat di dalam undangundang, ada juga pendapat para ahli hukum menegani pengertian APS. Menurut Felix O. Soebagjo (2014-2017), Sekretaris Jenderal Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) mengatakan bahwa pengertian dari APS adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa selain pengadilan. Oleh karena itu APS sering juga disebut alternatif penyelesaian sengketa di luar hokum.5 Menurut Jimmy Joses Sembiring bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) merupakan suatu cara penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan dan pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada para pihak dan para pihak dapat memilih penyelesaian sengketa yang akan ditempuh yakni melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau meminta penilaian dari ahli.6



Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, terj. Jilid 13, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1997), 189. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Bentuk-bentuk Penyelasaian Alternatif Sengketa, http://www.bapmi.org/in/ref_articles7.php diakses pada tanggal 27 April 2019. 6 Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase, (Jakarta: Visimedia, 2011), 11. 4 5



4



Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) merupakan konsep penyelesaian konflik atau sengketa di luar pengadilan secara kooperatif yang diarahkan pada suatu kesepakatan atau solusi terhadap suatu konflik atau sengketa yang bersifat “menang-menang” (win-win). Yang dimaksudkan solusi “menang-menang” disini adalah solusi atau kesepakatan yang mampu mencerminkan kepentingan atau kebutuhan seluruh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut (shared interest). Walaupun pada awal perkembangannya, terutama di Amerika Serikat APS hanyalah merupakan mekanisme penyelesaian konflik di luar pengadilan, namun kini APS juga dikembangkan dalam kerangka beracara di pengadilan atau APS yang terintegrasi dengan sistem pengadilan.7 Berdasarkan pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) di atas dapat dirumuskan kembali bahwa APS secara sederhana merupakan lembaga yang menangani sengketa baik individu maupun instansi untuk diselesaikan di luar pengadilan untuk memperoleh penyelesaian win-win solution. 2. Dasar Hukum Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) telah diakui oleh undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman pasal 3: “tidak terdapat keharusan bagi masyarakat untuk menyelesaikan suatu sengketa melalui pengadilan, tetapi para pihak dapat memilih menyelesaikan suatu sengketa melalui pengadilan, tetapi para pihak dapat memilih menyelesaikan sengketa yang terjadi dengan cara perdamaian dan arbitrase”.8



7



Laporan Penelitian Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Penyelesaian Sengketa yang Terkait dengan Pengadilan, (Proyek Peneleitian dan Pengembangan Mahkamah Agung RI, 2000), 6. 8 http://www.kontras.org/uu_ri_ham/UU_Nomor_4_Tahun_2004_tentang_Kekuasaan Kehakiman.pdf.



5



Undang-Undang no. 48 tahun 2009 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman yaitu: Pasal 58: “Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa”. Pasal 59: “(1) Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (2) Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. (3) Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua pengadilan negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketan. Pasal 60: “(1) Alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (2) Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hasilnya dituangkan dalam kesepakatan tertulis. (3) Kesepakatan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal 61: “Ketentuan mengenai arbitrase dan sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal b 59, dan Pasal 60 diatur dalam undang-undang.”9 Setelah sekian lama bergulat mengenai perlunya perubahan mengenai pedoman arbitrase yang sesuai dan dapat diterima, baik nasional maupun internasional, serta perlunya pelembagaan Alternatif Penyelesaian Sengketa 9



http://junaidioke.files.wordpress.com/2011/05/uu_48_2009_kekuasaan_kehakiman_by_ junaidi.pdf



6



(APS) melalui perangkat perundang-undangan, pada tanggal 12 Agustus 1999 pemerintah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelsaian sengketa. Model arbitrase yang diatur dalam undang-undang Nomor 30 tahun 1999 adalah cara penyelesaian suatu sengketa di luar pengadilan umum yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa. Akan tetapi, tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase, hanya sengketa mengenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kesepakatan mereka. Sebelumnya Arbitrase juga diatur dalam Keppres no. 34 tahun 1981 yang meratifikasi New York Convention on the recognation and enforcement of foreign arbital award mengatur: “setiap perjanjian yang diadakan oleh para pihak yang mencantumkan klausul arbitrase, akan meniadakan hak dari pengadilan untuk memeriksa sengketa yang terjadi berdasarkan perjanjian tersebut”.10 Selain dasar hukum alternatif penyelesaian sengketa di atas, di dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah juga tertuang undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Juncto Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Undangundang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yakni kewenangan Peradilan Agama ditambah yaitu untuk menyelesaikan sengketa Ekonomi Syariah. Kemudian terjadi choice of Law dan Choice of forum dalam hal penyelesaian sengketa ekonomi syariah yaitu dengan keluarnya UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, yang menyebutkan didalam Penjelasan



10



Nevi Hasnita, Alternative Dispute Resolution, Makalah (Banda Aceh: 2013), 4.



7



Pasal 55 ayat (2) bahwa penyelesaian sengketa ekonomi syariah dapat dilakukan melalui musyawarah, mediasi, Peradilan Umum dan Peradilan Agama. Sehingga hal tersebut menyebabkan munculnya Yudicial Review terhadap Pasal 55 ayat (2), dan akhirnya keluarlah Keputusan Mahkamah Agung Nomor 93/PUU-X/2012 yang menyatakan kewenangan absolut menyelesaikan sengketa ekonomi syariah berada pada Pengadilan Agama.



C. Jenis-Jenis Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) yang dikenal di Indonesia adalah penyelesaian yang dilakukan dalam bentuk musyawarah. APS dalam bentuk musyawarah ini terdiri dari dari: 1. Mediasi Menurut Jimmy Joses Sembiring, mediasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan perantara pihak ketiga, yakni pihak yang memberi masukanmasukan kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka karena tidak terdapat kewajiban para pihak untuk menaati apa yang disarankan oleh mediator.11 Menurut Abdul Mannan, mediasi merupakan penyelesaian sengketa jalur nonlitigasi melalui proses perundingan para pihak dengan di bantu oleh mediator sebagai perantara ataupun penghubung. Dalam proses mediasi, mediator sebagai penengah dan fasilitator bagi yang berperkara. Mediasi dilakukan berdasarkan Penyelesaian sengketa jalur nonlitigasi (di luar pengadilan) dan litigasi (di



11



Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa.., 28.



8



pengadilan) sesuai ketentuan pasal 1 angka (7) PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.12 Mediasi dalam sengketa ekonomi Syariah terdapat lima tahapan yakni: 1) kedua belah pihak sepakat menempuh proses mediasi, 2) memahami konflik yang menjadi permasalahan, 3) membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan masalah, 4) mencapai kesepakatan dan melaksanakan kesepakatan, dan 5) memberikan jalan mudah menyelesaian konflik yang disebabkan oleh sengketa ekonomi syariah yang terjadi di Masyarakat.13 2. Negosiasi Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa jalur nonlitigasi, antara dua orang yang berperkara atau lebih untuk dikompromikan atau tawar-menawar kepentingan dalam menyelesaikan perkara untuk mencapai kesepakatan bersama. Di dalam mencapai kesepakatan yang diharapkan maka perlu memperhatikan beberapa hal dalam bernegosiasi yakni: memahami tujuan yang ingin dicapai; menguasai materi yang akan dinegosiasikan; memahami tujuan dari negosiasi itu sendiri; dan memahami keterampilan teknis bernegosiasi.14 Proses negosiasi tidak terikat secara formal dan apabila berhasil mencapai kesepakatan, maka para pihak membuat kesepakatan secara tertulis berupa akta perdamaian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang berperkara dan kemudian didaftarkan di pengadilan dengan tenggang waktu 30 hari sejak kesepakatan tersebut ditandatangani. 12



Abdul Mannan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, (Cet.II; Jakarta: Kencana, 2016), 450. 13 Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, (Cet. I; Bandung: PT Refika Aditama, 2011), 109-110. 14 Mannan, Hukum Ekonomi Syariah.., 442-445.



9



Ketentuan negosiasi di atur pada Pasal 6 ayat (2) , (6) dan (7) UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, sebagai dasar untuk mendapatkan pengesahan. Penyelesaian sengketa jalur nonlitigasi dengan menggunakan negosiasi berdasarkan ketentuan umum dalam Q.S. an-Nisa 135. Proses kreatif dalam menyelesaiakan sengketa ekonomi syariah dengan menggunakan negosiasi dengan mempertemukan pihak-pihak dengan modelnya sendiri terhadap apa yang akan dicapai. Kunci yang harus diperhatikan dalam negosiasi:15 a. Menangkap kesempatan, yakni kesempatan dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah dengan model-model yang ideal dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di buat sendiri oleh para pihak yang berperkara dan menyatukannya dalam bentuk negosiasi. b. Pentingnya kepercayaan, keberhasilan negosiasi tergantung pada pihak yang bersengketa pada saat melakukan negosiasi, sehingga dalam bernegosiasi sangat dibutuhkan kepercayaan para pihak. c. Fleksibelitas, proses negosiasi yang membutuhkan kesepakatan dalam memenuhi kepentingan para pihak, tentu harus sefleksibel mungkin, untuk menghadapi kemungkinan di masa yang akan datang. Negosiasi merupakan salah satu cara yang paling aman, cepat, tepat, dan konvidensial dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah jalur nonlitigasi karena tidak melibatkan pihak ketiga dalam penyelesaiannya dan para pihak



15



Ibid.



10



membuat sistem komunikasi dan membuat model-model kesepakatan sendiri untuk



mencapai



kesepakataan



yang



memihak



kepentingan



para



pihak



berperkara.16 3. Konsiliasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan itu.17 Sedangkan menurut Gunawan Widjaya, konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan seorang pihak ketiga atau lebih dimana pihak ketiga yang diikutsertakan untuk menyelesaikan sengketa adalah seorang yang secara professional sudah dapat dibuktikan kehandalannya.18 Usaha perdamaian dengan menggunakan pihak ketiga yang disebut konsiliator dengan mengupayakan pertemuan diantara pihak yang berselisih, pertemuan konsiliasi bisa juga disebut pertemuan suka rela. Konsiliator biasanya tidak terlibat secara mendalam atas subtansi dari perselisihan dan pertemuan konsiliasi dapat berupa permintaan maaf, perubahan kebijaksanaan dan kebiasaan, memeriksa kembali prosedur pekerjaan, mempekerjakan kembali, ganti rugi uang dan sebagainya. Konsiliasi diatur dalam ketentuan pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memuat penjelasan konsiliasi sebagai salah satu cara yang yang digunakan para 16



Ibid. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Konsiliasi, http://kbbi.web.id/konsiliasi., diakses pada tanggal 27 April 2019. 18 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), 3. 17



11



pihak yang bersengketa sebagai jalan menyelesaikan sengketa. Hasil dari kesepakatan kedua pihak melalui konsiliasi harus dibuat secara tertulis dan ditanda tangani secara bersama oleh para pihak yang bersengketa, dan didaftarkan di Pengadilan Agama. Kesepakatan tertulis dari konsiliasi bersifat final dan mengikat. 4. Konsultasi Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak (klien) dan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan pendapatnya atau saran kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan klien. Konsultan hanya memberikan pendapat (hukum) kepada klien dan selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah jalur nonlitigasi di serahkankan kepada para pihak.19 Asas konseling memiliki beberapa etika yang dijadikan sebagai dasar untuk melakukan konsultasi, dasar konsultasi tersebut dijadikan pertimbangan. Asas lain yang bisa digunakan dalam konsultasi, diantaranya:20 a. Asas Kerahasiaan Menjaga rahasia pihak berperkara sebagai bentuk penghargaan sehingga dapat



menimbulkan



rasa



aman,



menghilangkan



kekhawatiran



penyalahgunaan rahasia dan kepercayaan yang diberikan kepada konsultan. b. Asas Kesukarelaan



19 20



Mannan, Hukum Ekonomi Syariah.., 442. Hallen A, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 66-74.



12



Proses konsultasi tidak mengandung unsur paksaan, dan membutuhkan kerjasama yang demokratis antara konsultan dan pihak berperkara. Kerjasama akan terjalin jika dengan suka rela dan terbuka menjelaskan masalah yang dihadapinya. c. Asas Kemandirian Pada akhir konsultasi, dan konsultan telah menjelaskan pendapat hukumnya, maka selanjutya keputusan tetap diserahkan kepada para pihak. 5. Penilaian Ahli Dasar ketentuan tentang penilaian ahli berdasarkan pada Pasal 1 angka (10) dan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesian Sengketa Ekonomi Syariah. Berdasarkan aturan diatas maka penilaian ahli bisa dijadikan sebagai alternatif penyelesaian sengketa ekonomi syariah dengan meminta bantuan berupa nasihat ahli dan memuat



pendapat-pendapatnya



yang



nantinya



dijadikan



acuan



dalam



menyelesaian perkara para pihak yang berperkara untuk mencapai kesepakatan bersama.21 Selanjutnya kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk akta kesepakatan perdamaian.



D. Macam-Macam Kasus Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Ruang lingkup sengketa yang dapat diselesaikan melalui APS sangat luas yang meliputi hampir setiap aspek hukum, sehingga dikenal adanya beraneka ragam APS. APS dalam bidang hukum publik, APS yang menyangkut



21



Mannan, Hukum Ekonomi Syariah.., 459.



13



penyelesaian secara damai klaim-klaim individu yang menyangkut hak-hak asasi manusia, APS dalam bidang hukum konsumen, dan lain-lain. Berikut dapat disebutkan beberapa macam sengketa yang berpotensi untuk diselesaikan melalui APS antara lain: 1. Sengketa internasional, termasuk masalah-masalah dalam lapangan hukum internasional publik. 2. Sengketa konstitusi, administratif dan fiskal, yang mencakup isu-isu yang berkaitan dengan kewarganegaraan dan status personal, kewenangan lokal lembaga-lembaga pemerintah dan semi pemerintah, perijinan, perpajakan dan jaminan sosial. 3. Sengketa yang berkaitan dengan organisasi yang timbul di dalam organisasi yang meliputi manajemen, struktur dan prosedur dan sengketa antar organisasi. 4. Sengketa perburuhan yang meliputi tuntutan-tuntutan pembayaran dan sengketa-sengketa hubungan industrial. 5. Sengketa perusahaaan yang meliputi sengketa-sengketa antar pemegang saham dan masalah-masalah yang timbul pada likuidasi dan penerimaanpenerimaan. 6. Sengketa komersial yang merupakan bidang yang sangat luas meliputi sengketa-sengketa kontraktual, sengketa-sengketa yang timbul dalam hubungan komersial seperti persekutuan, perusahaan patungan dan lainlain. Masalah-masalah lain yang mungkin timbul dalam berbagai bidang



14



yang berbeda-beda seperti perbankan, pengangkutan, komoditi, hak atas kekayaan intelektual, industri konstruksi dan lain-lain. 7. Sengketa-sengketa konsumen, antara produsen atau pemasok dan konsumen. 8. Sengketa-sengketa perumahan, meliputi sengketa-sengketa antara pemilik dan penyewa, atau antar penyewa, peninjauan ongkos sewa, sengketa lingkungan dan sebagainya. 9. Sengketa-sengketa yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum (tort), meliputi kelalaian dan kegagalan melaksanakan kewajiban dan termasuk juga klaim-klaim asuransi yang terkait dengannya. 10. Sengketa-sengketa yang timbul dari perceraian, termasuk yang berkaitan dengan anak, harta kekayaan dan masalah-masalah keuangan. 11. Sengketa-sengketa keluarga lain, seperti klaim-klaim warisan, bisnis keluarga dan sengketa-sengketa lain didalam lingkungan keluarga. 12. Sengkata-sengketa trust, yang meliputi sengketa antara trustees dan beneficiaries. 13. Sengketa-sengketa yang m enim bulkan konsekuensikonsekuensi hukum pidana. 14. Sengketa-sengketa yang berkaitan dengan masalah-masalah antar tetangga, antar anggota masyarakat, gender, ras dan etnis. 15. Sengketa-sengketa pribadi antar individu. 16. Sengketa-sengketa tentang fakta, yang mungkin timbul dari kredibilitas para pihak sendiri, atau yang mungkin timbul dari data yang diberikan



15



oleh



pihak



ketiga,



termasuk



interpretasi-intrepretasi



data



yang



bersangkutan. 17. Sengketa-sengketa yang berkaitan dengan masalah hukum yang pada umumnya timbul dari opini-opini yang dikemukakan oleh kuasa hukum yang bersangkutan. 18. Sengekta-sengketa teknis yang meliputi perbedaan pendapat profesional dan ahli teknis masing-masing pihak. 19. Perbedaan pengertian, misalnya yang timbiul dari penggunaan kata-kata atau asumsi-asumsi yang tidak jelas yang digunakan. 20. Perbedaan persepsi tentang kewajaran, konsep-konsep keadilan dan moralitas, kultur dan nilai-nilai serta sikap.



E. Kesimpulan Alternatif



Penyelesaian



Sengketa



(APS)



merupakan



suatu



cara



penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan dan pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada para pihak dan para pihak dapat memilih penyelesaian sengketa yang akan ditempuh yakni melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau meminta penilaian dari ahli. Dasar hukum Alternatif Penyelesaian Sengketa yaitu: Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, Undang-Undang no. 48 tahun 2009 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman, Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelsaian sengketa, dan Keputusan



16



Mahkamah Agung Nomor 93/PUU-X/2012 yang menyatakan kewenangan absolut menyelesaikan sengketa ekonomi syariah berada pada Pengadilan Agama.



17



Daftar Pustaka --. 2000. Laporan Penelitian Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Penyelesaian Sengketa yang Terkait dengan Pengadilan. Proyek Peneleitian dan Pengembangan Mahkamah Agung RI. --.



Badan



Arbitrase



Pasar



Modal



Indonesia



Penyelasaian



(BAPMI).



Alternatif



Bentuk-bentuk Sengketa.



http://www.bapmi.org/in/ref_articles7.php diakses pada tanggal 27 April 2019. A, Hallen. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Press. Hasnita, Nevi. 2013. Alternative Dispute Resolution. Makalah. Banda Aceh. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Konsiliasi. http://kbbi.web.id/konsiliasi., diakses pada tanggal 27 April 2019. Lev, Daniel S. 1990. Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan. Jakarta: LP3ES. Mannan, Abdul. 2016. Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama. Cet.II; Jakarta: Kencana. Mardani. 2011. Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Cet. I; Bandung: PT Refika Aditama. Sabiq, Sayyid. 1997. Fikih Sunnah. terj. Jilid 13. Bandung: PT Al-Ma’arif. Sembiring, Jimmy Joses. 2011. Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase. Jakarta: Visimedia. Soemartono, R.M. Gatot P. Mengenal Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase. HKUM4409/MODUL1. Yani, Gunawan Widjaja dan Ahmad. 2006. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. http://junaidioke.files.wordpress.com/2011/05/uu_48_2009_kekuasaan_kehakima n_by_junaidi.pdf http://www.kontras.org/uu_ri_ham/UU_Nomor_4_Tahun_2004_tentang_Kekuasa an Kehakiman.pdf.