Makalah Siklus Estrus Dan Perkawinan Alam - B - 3 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Nisaa
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH REPRODUKSI TERNAK “Siklus Estrus dan Perkawinan Alam”



Oleh : Kelas : B Kelompok



:3



Anisah



200110180054



Arya Gumilang



200110180072



Dede Lusi



200110180057



Della Ananda Ramadhini



200110180061



Dena Abdul Azis



200110180048



Dias Hanif



200110180068



FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG



2019



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Siklus Estrus dan Perkawinan Alam”. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Reproduksi Ternak, Dr. Nurcholidah Solihanti, S.Pt., M.Si. dengan bimbingan dan ilmu yang di berikannya akhirnya kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah yang berjudul “Siklus Estrus dan Pekawinan Alam” telah kami susun dengan berbagai sumber dan pengalaman yang dirasa memenuhi dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini kami susun dengan sungguh-sungguh dan semaksimal mungkin, kami harap makalah ini dapat menambah pengetahuan kepada para pembaca dan juga menambah pengalaman bagi kami sendiri. Tak lepas daripada itu karena suatu keterbatasan pengetahuan dan pengalaman makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, baik dari segi kalimat maupun tata bahasanya, maka dari itu kami sangat menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca makalah ini dan menjadi bahan kesempurnaan untuk makalah selanjutnya. Jatinangor, November 2019



Penulis DAFTAR ISI



i



I



II



III



KATA PENGANTAR .................................................................



i



DAFTAR ISI................................................................................



ii



PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang ..................................................................



1



1.2



Rumusan Masalah .............................................................



1



1.3



Maksud dan Tujuan ...........................................................



2



TINJAUAN PUSTAKA 2.1



...........................................................................................



2.2



...........................................................................................



PEMBAHASAN 3.1................................................................................................ 3.2................................................................................................ 3.3................................................................................................ 3.4................................................................................................



IV



PENUTUP 4.1 Kesimpulan............................................................................ 4.2 Saran......................................................................................



DAFTAR PUSTAKA............................................................................ LAMPIRAN...........................................................................................



ii



I PENDAHULUAN 1. 1.



Latar Belakang Reproduksi merupakan proses suatu organisme dapat menghasilkan



individu baru dari spesies yang sama. Untuk melakukan reproduksi, suatu individu harus mengalami pematangan akan organ-organ reproduksinya. Individu yang sudah siap bereproduksi ditandai dengan ciri pubertas. Dalam reproduksi ini terdapat suatu siklus reproduksi. Pada hewan mamalia terdapat perbedaan siklus reproduksi antara mamalia primata dan nonprimata. Pada mamalia primate disebut siklus menstruasi, sedangkan pada mamalia nonprimata disebut siklus estrus. Siklus estrus ialah ritme fungsi faal tertentu dari sistem kelamin, yang terdapat pada hewan ternak setelah masa pubertas dicapai. Siklus estrus adalah hal yang esensial dalam pemeliharaan ternak, terutama dalam peternakan pembibitan. Selain itu, banyak teknologi yang dikembangkan dengan memanfaatkan siklus estrus. Oleh karena itu, makalah ini kami buat agar kita mengetahui lebih banyak informasi mengenai Siklus Estrus.



1.2



Rumusan Masalah



1. Apa yang dimaksud dengan Siklus Estrus? 2. Bagaimana Periode Siklus Estrus? 3. Bagaimana Pengaturan Hormonal pada Siklus Estrus? 4. Bagaimana periode siklus estrus pada berbagai ternak? 5. Bagaimana gejala siklus estrus? 6. Apa yang dimaksud dengan Perkawinan Alam? 7.



Bagaimana Manajemen Perkawinan Alam?



8.



Bagaimana Rangkaian Proses Perkawinan Alam?



1



1.2



Maksud dan Tujuan



1. Mengetahui dan memahami siklus estrus 2. Mengetahui dan memahami periode siklus estrus. 3. Mengetahui dan memahami pengaturan hormonal pada siklus estrus. 4. Mengetahui dan memahami periode siklus estrus pada berbagai ternak. 5. Mengetahui dan memahmai gejala siklus estrus. 6. Mengetahui dan memahami perkawinan alam. 7. Mengetahui dan memahami manajemen perkawinan alam. 8. Mengetahui dan memahami rangkaian proses perkawinan alam .



2



II TINJAUAN PUSTAKA Siklus estrus umumnya terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Namun ada juga yang membagi siklus estrus hanya menjadi dua fase, yaitu fase folikuler atau estrogenik yang meliputi proestrus, estrus, dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Kusdiantoro dkk., 2005). Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan pemacuan pertumbuhan folikel oleh Follicle Stimulating Hormone (FSH). Folikel yang sedang tumbuh menghasilkan cairan folikel dan estradiol yang lebih banyak (Suharto, 2003). Fase proestrus ini FSH yang dikeluarkan oleh kelenjar adenohipofisa akan memicu perkembangan folikel di dalam ovarium, bersama Luteinizing Hormone (LH) ovarium kemudian meningkatkan produksi estrogen melalui peningkatan cairan folikel. Pada fase ini juga terjadi perkembangan organorgan reproduksi yaitu oviduct, uterus, dan vagina (Lenira, 2009). Periode estrus adalah masa puncak keinginan untuk kawin ditandai dengan manifestasi birahi secara fisik. Pada fase strus keseimbangan hormon hipofisa bergeser dari FSH ke LH. Pengaruh peningkatan LH terlihat pada masa sesudah estrus, dimana LH membantu terjadinya ovulasi dan pembentukan corpus luteum. Lama periode estrus pada ruminansia kecil selama 2 - 3 hari. Fase estrus pada dasarnya dipengaruhi oleh sistem hormonal yang mempengaruhi estrus berpusat pada gonadotropin dari hipofisa interior dan hormon ovari yaitu FSH dan estrogen (Nurfitriani dkk., 2015). Estrus masih masuk ke dalam fase folikuler dan akan terjadi setelah fase proestrus. Dalam fase estrus, hormon FSH dalam darah menurun, sedangkan



3



sekresi LH meningkat guna merangsang terjadinya ovulasi, selanjutnya ovum terlempar dari folikel de Graaf ke bagian atas tuba uterin (Frandson, 1996). Fase metestrus ditandai dengan adanya perubahan sekresi lendir serviks oleh kelenjar-kelenjar serviks dari carir menjadi kental, lendir serviks ini berfungsi sebagai sumbat lumen serviks (Prasetya, 2009). Metestrus merupakan fase mulai tumbuhnya corpus luteum setelah terjadi ovulasi atau sering disebut dengan fase luteal. Pada fase ini Luteotropic Hormone (LTH) akan disekresikan oleh adenohipofisa guna mempertahankan corpus luteum. Terjadi peningkatan sekresi progesteron yang dihasilkan oleh corpus luteum dan sekresi estrogen menurun. Progesteron akan menekan keberadaan FSH untuk menghambat terjadinya perkembangan folikel selanjutnya



dan mencegah terjadinya estrus



(Frandson, 1996). Sekresi mucus menurun dan terjadi pertumbuhan endometrium secara cepat (Toelihere, 2006). Metestrus adalah masa setelah estrus yaitu masa dimana corpus luteum tumbuh cepat dari sel granulosa (Akbar, 2010). Metestrus terjadi setelah fase estrus berakhir, fase metestrus berlangsung selama 2 - 3 hari (Lenira, 2009). Diestrus merupakan fase yang berlangsung paling lama. Fase diestrus merupakan fase pematangan corpus luteum dan progesteron secara nyata mempengaruhi organ-organ reproduksi. Uterus mengalami penebalan pada endometrium dan kelenjar-kelenjarnya berhipertrofi, serta otot-otot mengendor. Serviks menutup dan lendir vagina menjadi keruh dan lengket. Selaput mocusa vagina menjadi pucat (Toelihere, 2006). Perkawinan merupakan bagian dari rentetan kegiatan dalam proses reproduksi.  Perkawinan adalah suatu usaha untuk memasukkan sperma ke dalam alat kelamin betina. Secara umum yang dimaksud dengan pemuliaan ternak adalah aktivitas perbaikan mutu genetik ternak dalam suatu usaha peternakan melalui 4



seleksi dan atau sistem perkawinan yang kemudian diikuti dengan pengafkiran (culling), sedangkan tujuannya adalah untuk mendapatkan ternak yang baik dan unggul mutu genetiknya yang akan dijadikan sebagai bibit atau tetua bagi generasi selanjutnya. (Toelihere, 2006).



5



III PEMBAHASAN



3.1



Pengetian Siklus Estrus



Siklus estrus



merup akan jarak antara estrus yang satu satu sampai pada estrus yang beriutnya. Setiap hewan mempunyai siklus estrus yang berbeda-beda, ada golongan hewan monoestrus (estrus sekali dalam satu tahun), golongan hewan poliestrus (estrus beberapa kali dalam satu tahun), dan golongan hewan poliestrus bermusim (estrus hanya selama musim tertentu dalam setahun). Daur atau siklus estrus terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan, diestus. Fase estrus berbedabeda dengan siklus estrus. Fase estrus merupakan fase dimana telur diovulasikan dari ovarium ke saluran telur. Fase ini menandakan bahwa individu betina telah masak kelamin. Fase estrus setiap spesies berbeda-beda dan dapat diamati dengan



6



metode vaginal smear, tetapi tidak dapat diamati jika hewan betina tersebut belum masak kelamin dan sedang hamil.(Hafiez,1968). Estrus atau birahi adalah periode atau waktu hewan betina siap menerima pejantan untuk melakukan perkawinan. Interval waktu antara timbulnya satu periode estrus kepermulaan periode estrus berikutnya disebut siklus estrus. Saluran reproduksi hewan betina akan mengalami perubahan-perubahan pada interval-interval tersebut. Siklus estrus dikontrol secara langsung oleh hormonhormon ovarium dan secara tidak langsung oleh hormon-hormon adenohipofise.



Gambar siklus estrus Terdapat pembagian siklus estrus berdasarkan banyak sedikitnya siklus yang terjadi selama satu tahun. Hewan yang hanya memiliki satu siklus estrus dalam satu tahun misalnya srigala, rusa dan rubah disebut monoestrus. Apabila terjadi lebih dari satu siklus estrus setiap tahunnya disebut sebagai poliestrus. Hewan hewan yang mengalami poliestrus misalnya kuda, kambing dan kera rhesu, (Austin dan Short, 1984). Pada mencit, siklus estrusnya termasuk poliestrus hanya saja ketika hewan tersebut menyusui maka aktivitas seksual seolah-olah juga terhenti dan pada waktu itu disebut lactational diestrus. 7



3.2



Periode Siklus Estrus Pembagian yang lain berdasarkan perkembangan folikel dan pengaruh



hormon maka siklus estrus dibedakan menjadi fase folikuler atau estrogenic (meliputi proestrus dan estrus), serta fase luteal atau progesteronik (meliputi metestrus dan diestrus).



1)



Fase Luteal Pada ovarium didapatkan corpus luteum yang aktif, corpus luteum telah



berkembang dan progesterone merupakan hormone yang dominan. Pada domba dan kambing berlangsung selama 14-15 hari, sedangkan pada sapi dan babi 16-17 hari. 2)



Fase Folikuler Fase ini dimulai dari regresi corpus luteum sampai terjadinya ovulasi.



Pada domba dan kambing 2-3 hari, sedangkan pada sapi dan babi 3-6 hari. Menurut perubahan-perubahan yang terlihat maupun yang tidak terlihat selama siklus estrus maka siklus estrus dibedakan menjadi empat periode yaitu proestrus, estrus, metestrus/postestrus, dan diestrus.  a.



Proestrus Proestrus adalah fase persiapan dan biasanya berlangsung dalam waktu



yang relatif pendek. Pada fase ini juga mulai terlihat perubahan pada alat kelamin betina. Pada ovarium terlibat pertumbuhan folikel sampai pada ukuran maksimum. Pada fase ini juga terjadi LH surge yang dibutuhkan untuk mengimbas ovulasi. Pada preparat vaginal smear ditemukan sel-sel peralihan, yaitu peralihan dari sel-sel parabasal dan sel-sel intermediet menuju sel 8



superfisial. Folikel atau folikel-folikel (tergantung spesiesnya) mengalami pertumbuhan yang cepat selama 2 atau 3 hari, kemudian membesar akibat meningkatnya cairan folikuler yang berisi hormon estrogenik. Estrogen yang diserap oleh pembuluh darah dari folikel akan merangsang saluran reproduksi untuk mengalami perubahan-perubahan. Sel-sel dan lapisan bersilia pada tuba falopii pertumbuhannya meningkat, mukosa uteri mengalami vaskularisasi, epitel vagina mengalami penebalan dan terjadi vaskularisasi, serta serviks mengalami elaksasi secara gradual. Banyak terjadi sekresi mukus yang tebal dan berlendir dari sel-sel goblet seriks, vagina bagian anterior, dan kelenjarkelenjar uterus. Pada sapi dan kuda terjadi perubahan dari mukus yang lengket dan kering menjadi mukus kental seperti susu, dan pada akhir proestrus berubah lagi menjadi mukus yang terang, transparan, dan menggantung pada vulva. Corpus luteum dari periode sebelumnya mengalami vakuolisasi, degenerasi, dan pengecilan secara cepat. b.



Estrus



Gambar periode estrus 9



Estrus merupakan fase yang terpenting dalam siklus estrus, karena dalam fase ini hewan betina menunjukkan perilaku mau menerima hewan jantan untuk melakukan kopulasi. Perubahan yang terjadi pada ovarium yaitu dimulainya pemasakan bagi folikel yang telah dimulai pertumbuhannya pada fase proestrus. Folikel de Graff menjadi matang dan membesar, estradiol yang dihasilkan folikel de Graff akan menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran reproduksi yang maksimal. Selama atau segera setelah periode ini terjadi ovulasi akibat penurunan FSH dan meningkatka LH dalam darah. Pada periode ini, tuba falopii mengalami perubahan yaitu menegang, berkontraksi, epitelnya matang, cilianya aktif, dan sektesi cairan bertambah. Ujung oviduk yang berfimbria merapat ke folikel de Graff untuk menangkap ovum matang. Uterus akan berereksi, tegang, dan pada beberapa spesies akan mengalami oedematus. Suplai darah meningkat, mukosa tumbuh dengan cepat dan lendir disekresikan. Serviks mengendor, agak oedematus, dan sekresi cairanya meningkat. Mukosa vagina sangat menebal, sekerinya bertambah, epitel yang berkornifikasi tanggal. Vulva mengendor dan oedematus pada semua spesies, pada babi sangat jelas. Pada sapi terdapat leleran yang bening dan transparan  seperti seutas tali menggantung pada vulva. Pada akhir estrus terjadi peningkatan leukosit yang bermigrasi ke lumen uterus. c.



Metestrus Metestrus merupakan periode segera setelah estrus, ditandai dengan



pertumbuhan cepat korpus luteum yang berasal dari sel-sel granulosa yang telah pecah di bawah pengaruh LH. Metestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh hormon progesteron yang dihasilkan korpus luteum. Kehadiran



10



progesteron akan menghambat sekresi FSH sehingga tidak terjadi pematangan folikel dan estrus tidak terjadi. Pada periode ini, uterus mengadakan persiapan untuk menerima dan memberi makan embrio. Pada awal postestrus, epitelium pada karunkula uterus sangat hiperemis dan terjadi hemoragis kapiler yang menyebabkan terjadinya pendarahan. Sekresi mukus menurun dan diikuti pertumbuhan yang cepat dari kelenjar-kelenjar endometrium. Pada pertengahan sampai akhir metestrus, uterus agak melunak karena otot-ototnya mengendor. Apabila tidak terjadi kebuntingan maka uterus dan saluran reproduksi yang lain akan beregresi kekeadaan kurang aktif.



d.



Diestrus



Gambar siklus diestrus Diestrus merupakan fase terakhir dan terlama dalam siklus estrus ternakternak mamalia. Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron 11



menjadi dominan. Endometrium menebal, kelenjar uterina membesar, dan otot uterus menunjukkan peningkatan perkembangan. Perubahan ini ditunjukkan untuk mensuplai zat-zat makanan bagi embrio bila terjadi kebuntingan. Kondisi ini akan terus berlangsung selama masa kebuntingan dan korpus luteum akan dipertahankan sampai akhir masa kebuntingan. Serviks menutup rapat untuk mencegah benda-benda asing memasuki lumen uterus, mukosa vagina menjadi pucat, serta lendirnya mulai kabur dan lengket. Apbila tidak terjadi kebuntingan, maka endometrium dan kelenjarkelenjarnya beratrofi atau berregresi keukuan semula. Folikel-folikel mulai berkembang dan akhirnya kembali ke fase proestrus



3.3



Pengaturan Hormonal pada Siklus Estrus



Gambar



mekanisme hormonal siklus estrus Mekanisme dariHipotalamus



hormonal yang



pada



memproduksi



siklus



estrus



hormon



betina



Gn-RH



ini



dimulai



(Gonadotropin-



Releasing Hormone). Lalu, merangsang Hipofisis Anterior untuk memproduksi hormone FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone). 12



Laluhormon tersebut yang menyebabkan terjadinya Folikulogenesis pada ovariumdengan beberapa tahap yaitu folikel primer, sekunder, tersier, dan de graaf.Saat folikel sudah mencapai folikel de graaf, folikel ini memproduksi hormone Estrogen dan Inhibin. Hormon Estrogen ini memberikan timbal balik (feedback)



positif



ke



(Luteinizing Hormone).Hormon



hipotalamus Inhibin



untuk ini



menstimulasi



memberikan



timbal



LH balik



(feedback) negative ke hipofisis anterior untuk menghentikan produksi FSH ( Folicle Stimulating Hormone). Karena hipotalamus tetap memproduksi Gn-RH tetapi untuk FSH-RH dihentikan oleh feedback negative dari inhibin, maka hifosisisanterior akan menghasilkan hormone LH saja untuk merangsang ovariumagar terjadi ovulasi pada folikel de graaf. Setelah terjadi ovulasi pada folikel de graaf, sisa-sisa dari ovulasitersebut akan menjadi corpus rubrum dan kemudian menjadi corpus luteum.Corpus luteum ini mengandung banyak hormon progesterone. Semakin banyak corpus luteum maka semakin banyak juga hormon progesteron yang terdapat pada ovarium, hormon ini berfungsi untuk memberikan timbal balik (feedback) negatif kepada hipofisis anterior agar tidak mensekresikan FSH dan LH. Hal ini terjadi jika setelah ovulasi mengalami kebuntingan atau pembuahan. Tetapi, jika tidak terjadi kebuntingan atau pembuahan maka uterus akan memproduksi hormone Prostaglandin (PGF 2 α)  untuk merangsang corpus luteum agar terjadi luteolitik (regresi) agar corpus luteumtersebut hancur dan menurunkan kadar hormone progesterone pada ternak.Tetapi ada juga corpus luteum yang berdegerenasi menjadi corpus albican.Setelah itu, karena kadar hormone progesterone menurun maka feedbackuntuk menghentikan sekresi FSH dan LH akan menurun pula. Maka dari itu,dimulai lagi siklus awal dimana Hipotalamus mensekresikan Gn-RH kembali. 13



3.4



Periode Siklus Estrus pada Berbagai Ternak



Jenis Ternak



Sapi



Siklus Estrus



Estrus



Metestrus



……..…... hari…….



….Jam



…….... hari……



21



3



12-24



3-5



13



3



4-7



3-5



6-10



2



1-2



3-5



7-10



3



2-4



3-4



9-13



Kuda Domba



17



Kambing



21



Babi



21



3.5



Proestrus



Diestrus



Gejala Estrus Bila perkawinan tidak diikuti perubahan, mamalia betina dengan siklus



reproduksi yang normal akan mengalami rangkaian perubahan ovarium yang berulang termasuk sekresi hormon yang berpengaruh terhadap perilaku kelamin dan saluran reproduksi. Panjang siklus estrus dan lamanya birahi bervariasi antar jenis hewan. a.



Sapi Siklus estrus pada sapi, panjangnya 20 hari untuk sapi dara dan 21—22



hari untuk sapi dewasa, dengan kisaran 18—24 hari. Fase luteal siklus berlangsung 17 hari dan fase folikuler 3—4 hari. Lama birahi berlangsung 12—28 jam, cenderung lebih singkat pada musim dingin dan laktasi yang berat. Pada saat estrus menjadi tidak tenang, kurang nafsu makan, kadang-kadang menguak, dan memisahkan diri untuk mencari pejantan. 14



Gambar gejala estrus pada sapi Sapi tersebut akan diam bila dinaiki betina lain dan mencoba menaiki betina-betina lain, serta mengangkat dan menggoyangkan ekornya. Sapi betina juga akan diam menerima pejantan untuk kopulasi. Vulva sapi yang sedang estrus akan membengkak, memerah, dan mengeluarkan sekresi mukus transparan (terang dan tembus) yang menggantung. Kadang-kadang vulvanya akan diciumi oleh betina lain. b.



Domba Pada domba, siklus estrus panjangnya mencapai 14—20 hari dengan rata-



rata 16,5 hari. Fase luteal berlangsung selama 14 hari dan fase folikuller 3—4 hari. Panjang periode birahi 30—36 jam dan ovulasi terjadi 12—24 am sebelum berakhirnya estrus.



15



Gambar gejala estrus pada domba Domba yang birahi akan mendekati dan memperhatikan pejantan, menggoyang-goyangkan ekornya, menggesek-gesekkan leher dan badannya ke tubuh pejantan, berjalan mengelilingi pejantan, dan menciumi alat genetalia pejantan. Akhirnya akan diam bila dinaiki pejantan untuk perkawinan. Vulva domba yang estrus tidak oedematus dan tidak mengeluarkan lendir. c.



Babi



Gambar gejala estrus pada babi 16



Lama siklus birahi pada babi adalah 18—24 hari dengan rata-rata 21 hari. Fase estrus rata-rata berlangsung selama 2—3 hari dan ovulasi terjadi 30—40 jam pada awal estrus. Fase estrus lebih lama pada babi akan berdiam diri, tegak, kaku, dan mengambil posisi kawin bila disentuh atau ditekan punggungnya oleh dagu pejantan atau tangan pekerja. Babi yang sedang estrus sering mengeluarkan suarasuara singkat dan rendah, nafsu makannya hilang, serta akan memisahkan diri dari kelompoknya



untuk



berkelana



mencari



pejantan.



Vulvanya



mengalami



pembengkakkan tetapi tidak mengeluarkan lendir selama estrus. d.



Kuda Panjang siklus estrus pada kuda rata-rata adalah 21 hari. Lama siklus akan



bertambah lama apabila ada siklus yang lowong akibat musim dingin. Rata-rata panjangnya fase estrus adalah 5,5 hari. Betina yang seang birahi akan membiarkan pejantan menciumi  dan menggigit tanpa perlawanan, sering mengangkat ekor, merentangkan kaki, dan merendahkan punggungnya. Seperti ternak lain, kuda akan diam berdiri bila dinaiki pejantan untuk kopulasi. Bibir vulva membengkak dan sebagian terkuak. Leleran dalam jumlah sedikit akan keluar dari vulva.



17



Gambar gejala estrus pada kuda



3.6



Perkawinan Alam Perkawinan alam merupakan upaya peningkatan populasi ternak secara



alami. Perkawinan alami dilakukan oleh seekor pejantan yang langsung memancarkan sperma kedalam alat reproduksi betina dengan cara kopulasi. Terlebih dahulu pejantan mendeteksi kondisi berahi betina dengan menjilati atau mencium di sekitar organ reproduksi betina bagian luar setelah itu pejantan melakukan penetrasi.



3.7



Manajemen Perkawinan Alam Upaya peningkatan populasi ternak tersebut dilakukan dengan empat



manajemen perkawinan alam, yakni: a.



Perkawinan model kandang individu.



b.



Perkawinan model kandang kelompok atau umbaran.



c.



Perkawinan model ranch (paddock).



d.



Perkawinan model padang pengembalaan. 18



a.



Perkawinan Model Kandang Individu



Gambar perkawinan model kandang individu Kandang individu adalah model kandang dimana setiap ekor ternak menempati dan diikat pada satu ruangan; antar ruangan kandang individu dibatasi dengan suatu sekat. Kandang invidu di peternak rakyat, biasanya berupa ruangan besar yang diisi lebih dari satu ternak, tanpa ada penyekat tetapi setiap ternak diikat satu persatu. Model Perkawinan kandang individu dimulai dengan melakukan pengamatan birahi pada setiap ekor ternak induk dan perkawinan dilakukan satu induk ternak dengan satu pejantan (kawin alam) atau dengan satu straw (kawin IB). Biasanya kandang individu yang sedang bunting beranak sampai menyusui pedetnya. Pengamatan birahi dapat dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan sore hari dengan melihat gejala birahi secara langsung dengan tanda-tanda estrus. Apabila birahi pagi dikawinkan pada sore hari dan apabila birahi sore dikawinkan pada besuk pagi hingga siang. Persentase kejadian birahi yang terbanyak pada pagi hari. Setelah 6-12 jam terlihat gejala birahi, sapi induk dibawa dan diikat ke kandang kawin yang dapat dibuat dari besi atau kayu, kemudian didatangkan 19



pejantan yang dituntun oleh dua orang dan dikawinkan dengan induk yang birahi tersebut minimal dua kali ejakulasi. Setelah 21 hari (hari ke 18-23) dari perkawinan, dilakukan pengamatan birahi lagi dan apabila tidak ada gejala birahi hinggga dua siklus (42 hari) berikutnya, kemungkinan sapi induk tersebut berhasil bunting. Untuk meyakinkan bunting tidaknya, setelah 60 hari sejak di kawinkan, dapat dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan palpasi rektal, yaitu adanya pembesaran uterus seperti balon karet (10-16 cm) dan setelah hari ke 90 sebesar anak tikus. Induk setelah bunting tetap berada dalam kandang individu hingga beranak, namun ketika beranak diharapkan induk di keluarkan dari kandang individu selama kurang lebih 7-10 hari dan selanjutnya dimasukkan ke kandang invidu lagi. b.



Perkawinan model kandang kelompok atau umbara



c.



Gambar perkawinan model kandang kelompok atau umbaran



Kandang terdiri dari dua bagian, yaitu sepertiga sampai setengah luasan bagian depan adalah beratap/diberi naungan dan sisanya di bagian belakang berupa areal terbuka yang berpagar sebagai tempat pelombaran. Ukuran kandang (panjang x lebarnya) tergantung pada jumlah ternak yang menempati kandang, 20



yaitu untuk setiap ekor sapi dewasa membutuhkan luasan sekitar 20 – 30 m2. Bahan dan alatnya: dibuat dari semen atau batu padas, dinding terbuka tapi berpagar, atap dari genteng serta dilengkapi tempat pakan, minum dan lampu penerang. Manajemen perkawinan model kandang kelompok dapat dilakukan oleh kelompok tani atau kelompok perbibitan sapi potong rakyat yang memiliki kandang kelompok usaha bersama (cooperate farming system) dengan tahapan sebagai berikut: 1)



Induk bunting tua hingga 40 hari setelah beranak (partus) diletakkan pada kandang khusus, yakni di kandang bunting dan atau menyusui. Setelah 40 hari induk dipindahkan ke kandang kelompok dan dicampur dengan pejantan terpilih dengan kapasitas sapi sebanyak 10 ekor betina (induk atau dara) dan dikumpulkan menjadi satu dengan pejantan dalam waktu 24 jam selama dua bulan.



2)



Setelah dua bulan dikumpulkan dengan pejantan dilakukan pemeriksaan kebuntingan (PKB) dengan cara palpasi rectal terhadap induk-induk sapi tersebut (perkawinan terjadi secara alami tanpa diketahui yang kemungkinan pada malam hari atau waktu tertentu yang tidak diketahui.



d.



Perkawinan Model Ranch (Paddock)



21



Gambar perkawinan model ranch (paddock) Manajemen perkawinan model ranch dapat dilakukan oleh kelompok pembibitan sapi potong rakyat yang memiliki areal ranch berpagar pada kelompok usaha bersama. Sapi induk yang positif bunting dipisah dari kelompok tersebut dan diganti dengan sapi yang belum bunting atau hasil pemeriksaan kebuntingan dinyatakan negatif. Bahan dan alat berupa ren berpagar 30 x 9 m 2 yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum beralaskan lantai paras dan berpagar serta dilengkapi juga tempat pakan hay, diantaranya jerami padi kering atau kulit kedele kering. Kapasitas kandang dapat berisi satu ekor pejantan dengan 30 ekor induk (1:30) dengan pemberian pakan secara bebas untuk jerami kering dan 10 % BB rumput, 1 % BB untuk konsentrat diberikan secara bersama-sama dua kali sehari pada pagi dan sore. Induk setelah 60 hari melahirkan dipindahkan ke areal rench dan dicampur dengan pejantan terpilih dengan kapasitas sapi sebanyak 30 ekor betina (induk atau dara) dan dikumpulkan dengan satu pejantan dalam sepanjang waktu (24 jam) selama dua bulan; Setelah dua bulan dikumpulkan dengan pejantan dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan cara palpasi rektal terhadap induk sapi (perkawinan terjadi secara alami tanpa diketahui yang kemungkinan pada malam hari atau waktu tertentu yang tidak diketahui).



e.



Perkawinan Model Padang Pengembalaan



22



Gambar perkawinan model padang penggembalaan Pada model ini kapasitas areal angonan sangat luas dan dapat diangon hingga ratusan ekor betina dan beberapa pejantan, yakni hingga 60-100 ekor induk dengan 2-3 pejantan (rasio betina : pejantan 100:3 dengan memperoleh hijauan pakan rumput atau tanaman hutan). Di sini pergantian pejantan dilakukan setiap setahun sekali guna menghindari kawin keluarga.



3.8



Rangkaian Proses Perkawinan Alam



Gambar rangkaian proses perkawinan alam pada sapi perah



23



Gambar rangkaian proses perkawinan alam pada sapi, domba dan kambing a. Sniffing yaitu tingkah laku ternak jantan dengan mengendus vulva ternak betina dan menggoyangkan ekor. b. Flehmen yaitu tingkah laku ternak jantan dengan melipat bibir atas. c. Nudging and Kicking yaitu tingkah laku pejantan dengan menggaruk betina dengan kaki atau menendang kaki bagian belakang betina. d. Mounting yaitu tingkah laku pejantan menaiki betina tanpa kopulasi. e. Copulation yaitu tingkah laku pejantan menaiki betina disertai dengan ejakulasi pada betina.



24



IV PENUTUP 4.1



Kesimpulan Siklus estrus merupakan jarak antara estrus yang satu satu sampai pada estrus yang berikutnya. siklus estrus dibedakan menjadi empat periode yaitu proestrus, estrus, metestrus/postestrus, dan diestrus. Mekanisme



hormonal



pada



siklus



estrus



betina



ini



dimulai



dariHipotalamus yang memproduksi hormon Gn-RH (GonadotropinReleasing Hormone). Lalu, merangsang Hipofisis Anterior untuk memproduksi hormone FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone). Setiap Hewan ternak memiliki siklus dan gejala estrus yang berbeda-beda. Perkawinan alam merupakan upaya peningkatan populasi ternak secara alami. Upaya peningkatan populasi ternak tersebut dilakukan dengan empat manajemen perkawinan alam, yakni Perkawinan model kandang individu, kandang kelompok atau umbaran, ranch (paddock), dan model padang pengembalaan.



4.2



Saran Demikian makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya, namun sebagai



manusia kami tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini di waktu yang akan datang. .



25



DAFTAR PUSTAKA



Akbar B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. Adabia Press.Jakarta. Bearden, J. and Fuquay John W. 1997. Applied Reproductoin Fourth Edition. Printice Hall, Inc : USA. Campbell, 2004. Biologi Jilid III. Erlangga. Jakarta. Devandra dan Burn. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan Harya Putra. ITB Bandung. Hal 117-120. Edward, O. dkk. 1992. Measures of Libido and Their Relation to Serving Capacity in The Ram. J. Anim sci. 1992.30:3776-3780. Frandson, R.D., 1996, Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi ke-7, diterjemahkan oleh Srigandono, B dan Praseno, K, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hafez, E. S. E. 1968. Adaptasion of Domestic Animal. Lea and Fabinge. Philadelpia. Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press : Surabaya. Hastono, I.G.M. dkk. 1997. Pengaruh Umur Terhadap Kinerja Seksual Pada Kambing Jantan Peranakan Etawah. Prosiding seminar nasional peternakan dan veteriner Bogor jilid 2. Bogor. Kusdiantoro, M, Hernadi, H, Djuwita, I. 2005. Allotransplantasi ovarium mencit baru Lahir ke mencit dewasa: pengaruhnya terhadap siklus estrus resipien dan morfologi ovarium donor. Jurnal Veteriner 6(4): 20-25. Lenira. 2009. Textbook of Medical Physiology. F.A. Davis Company. Philadelphia. Nurfitriani, I., R. Setiawan, Soeparna 2015. Karakteristik Vulva dan Sitologi Sel Mucus Dari Vagina Fase Estrus Pada Domba Lokal. Skripsi pdf. Universitas Padjadjaran Bandung Fakultas Peternakan. Partodihardjo. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya : Jakarta.



26



Prasetyo, A,. 2009. Status Fertilitas Induk Sapi Persilangan Limousin Pada Berbagai Paritas . Universitas Brawijaya. Malang. Rival, M.D. dan P.J. chenoweth. 1982. Libido Testing of Ram. Animal production in Australia. proceeding of the Australian Society of Animal Production volume 143. Salisbury, G.W. dan N.L. VanDenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Soenaryo.1998. Fertilitas dan Infertilitas Pada Sapi Tropis. CV baru. Jakarta Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa. Bandung.



Toelihere, M.R. 2006. Pokok Pokok Pikiran Seorang Begawan Reproduksi. Fakultaskedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.



27