Makalah Sindrom Patau [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BIOLOGI LANJUT PERBEDAAN KROMOSOM MANUSIA NORMAL DENGAN KROMOSOM PENDERITA SINDROM PATAU



ANGGOTA KELOMPOK : 1. INDAH PERTIKA PUTRI CAHYANA ( K1A016023) 2. NOVI SUSIANTI



( K1A016037)



3. NURHAYATI



( K1A016039)



4. ROSA NINTY OKTAMADILA



(K1A017



5. REY HAIRUL WARDANI



(K1A017



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2018/2019



BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Sindrom patau adalah salah satu penyakit yang melibatkan kromosom, yaitu struktur yang membawa informasi genetik seseorang dalam gen. Terdapat 3 tipe pada trisoma 13 yaitu klasik, translokasi, dan mosaik. Sindrom ini terjadi jika seseorang memiliki lebih dari satu kromosom pada pasangan kromosom ke-13 karena tidak terjadi persilangan antara kromosom saat proses meiosis. Sindrom patau juga terjadi ketika bagian dari kromosom 13 menjadi melekat pada kromosom lain ( translokasi) sebelum atau pada saat pembuahan dalam translokasi. Sindrom patau karena translokasi dapat diwariskan. orang yang terpengaruh dapat membawa penataan ulang materi genetik antara kromosom 13 dan kromosom lain. Penataan ulang ini disebut translokasi seimbang karena tidak ada bahan tambahan dari kromosom 13. Meskipun mereka tidak memiliki tanda – tanda sindrom patau, orang yang membawa jenis transloksi seimbang berada pada peningktan risiko memiliki anak dengan kondisi tersebut (Dorland, 2002). Kejadian sindrom patau adalah kurang lebih 1 : 8,000 – 12,000 kelahiran. Rata – rata jangka hidup bagi anak – anak yang mengalami sindrom patau kurang lebih 2,5 hari, dengan satu dari 20 anak – anak yang hidup lebih dari 6 bulan. Namun sekarang ini tidak ada laporan yang menunjukan ada yang hidup hingga dewasa. Faktor resiko terjadinya trisomi 13 adalah usia ibu hamil lebih dari 35 tahun. Kejadian trisomi 13 adalah 90 % tipe mosaik dengan manifestasi klinis bervariasi, mulai dari malformasi total sampai mendekati fenotif normal. Umur harapan hidup biasanya lebih lama dan derajat defisiensi mental bervariasi. Berdasarkan tipe translokasi berkisar 5-10 % kasus. Pada trisoma 13 tipe “ mosaik”, kesalahan pembelahan sel terjadi setelah konsepsi, dimana ekstra kromosom timbul pada beberapa bagian sel tubuh (Dorland, 2002). Trisoma 13 dapat dideteksi prenatal dengan melakukan pemeriksaan USG dan marker serum maternal yang dilakukan pada trimenster I. Bila terdapat kecurigaan janin mengalami trisomi 13, dilakukan pemeriksaan kromosom jaringan



janin dengan menggunakan



amniosentesis atau biopsi vili korialis. Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk trisoma 13. Kebanyakan bayi yang lahir dengan trisoma 13 memiliki masalah fisik yang berat. Komplikasi hampir terjadi sesegera mungkin seperti sulit bernapas, gagal jantung, gangguan



penglihatan, kejang, dan ketulian. Pencegahan dapat dilakukan dengan berkonsultasi dengan ahli genetik sebelum merencenakan kehamilan selanjutnya terutama bila sebelumnya memiliki riwayat anak trisomi 13. 1.2.Rumusan Masalah Bagaimana perbedaan kromosom manusia normal dengan manusia yang terkena sindrom patau? 1.3. Tujuan Makalah Mengetahui perbedaan kromosom manusia normal dengan manusia yang terkena sindrom patau?



BAB II PEMBAHASAN 3.1.Diagnosis sindrom patau Menurut Della tahun 2018, Diagnosis trisomi 13 dapat dilakukan sebelum menjalani kelahiran (parentral), diagnosis parenatal dapat dilakukan apabila kehamilan pasien memiliki resiko mengalami kelainan congenital pada janinnya terutama luka terdapat riwayat memiliki anak dengan kelainan congenital. Dilihat dari hal tersebut maka dilakukanlah skrining prenatal yang berupa ultrasonografi (USG) yang merupakan pemeriksaan non-invasif yang paling sering dilakukan, dan dapat dilakukan pada setiap tahapan serta usia kehamilan, Pemeriksaan USG pada trimester (TM) I dapat dilakukan pada usia 11-13 minggu, pemeriksaan ini dilakukan untuk pemeriksaan nuchal fold translucency (NT). Pemeriksaan pada TM I dapat mengidentifikasi adanya kelainan diantaranya: Sindrom Down, trisomi 18, dan trisomi 13 hingga 90%. Hasil pemeriksaan USG pada trisomi 13 dapat ditemukan ketika terjadi penebalan nuchal, polihidramnion atau oligohidramnion, bukti IUGR, hidrops fetalis, usus echogenik, dan corda tendinea echogenik. Selain pemeriksaan USG, dilakukan pula pemeriksaan serum maternal dan Skrining marker serum maternal yang merupakan salah satu teknik tes darah yang dilakukan pada ibu hamil pada tahap TM I atau TM II untuk mengetahui adanya kelainan kromosom atau tidak. Skrining ini dibagi menjadi 2 yaitu: a. Pada tahap TM I (11-13 minggu), marker yang dapat diperiksa yaitu serum β-human chorionoc gonadotropin bebas (free β- hCG) dan pregnancy associated plasma protein (PAPP-A). sedangkan Pada trisomi 13, ditemukan adanya penurunan nilai kedua marker tersebut. b. Pada TM II (15-18 minggu), marker yang dapat diperiksa yaitu kadar protein yang dihasilkan oleh janin selama kehamilan yang beredar di peredaran darah ibu. Pemeriksaan ini dikenal sebagai triple screening (α-fetoprotein, unconjugated estriol, dan human chorionoc gonadotropin ) atau quad screening (selain itu ditambahkan pemeriksaan inhibin A). nilai normal dari pemeriksaan marker bergantung pada usia kehamilan, jumlah janin, berat badan, ras, dan riwayat diabetes pada ibunya. Cara diagnosis pre natal dari sindrom patau diantaranya : 1. Amniosentesis



Amniosentesis merupakan cara diagnostik prenatal yang paling sering dipakai dan bertujuan untuk memperoleh sampel pemeriksaan kromosom, selain itu Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan adanya kelainan kromosom pada janin yang ditemukan pada pemeriksaan dari prenatal sebelumnya (USG dan serum marker). Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada TM II, pada usia, sekitar 15-20 minggu. Pemeriksaan ini menggunakan jarum spinal yang dimasukkan ke dalam kantong amnion dengan tuntunan USG kemudian diambil sekitar 15-30 cc cairan amnion. Sel janin yang terdapat pada cairan tersebut dikultur dan diperiksa untuk mengetahui adakah kelainan pada kromosom. 2. Biopsi Vili Korialis Biopsi vili korialis dapat dilakukan pada akhir TM I, sekitar 10-13 minggu yang dilakukan dengan tuntunan USG, dimana jaringan yang diambil pada pemeriksaan ini merupakan jaringan korion dari plasenta yang sedang tumbuh. Cara ini memiliki risiko abortus yang lebih tinggi daripada amniosentesis yaitu sebesar 1-2%.



3.2. Perbedaan kromosom a. Kariotipe pada manusia laki – laki normal



Gambar 1. Kariotipe manusia laki – laki normal



Pada laki – laki normal terdapat kromosom nomor



1 – 22 disebut autosom atau



kromosom tubuh, sedangkan kromosom nomor 23 yaitu XY yang disebut dengan gonosom atau kromosom kelamin. Secara normal, jumlah kromosom 13 sebanyak 2 buah. b. Sindrom patau Sindrom Patau (trisomi 13) merupakan kelainan genetik yang memiliki 3 buah kromoson 13 yang terjadi karena kesalahan dalam pemisahan kromosom homolog atau non Disjunction selama proses meiosis 1 dan meiosis 2 (Susmitha, 2018). Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 diantaranya adalah: trisomi 13 klasik dimana pada tipe ini, sel telur atau sperma menerima ekstra copy kromosom 13. Biasanya sel telur dan sperma hanya memiliki 1 copy tiap kromosom. Saat mereka bersatu, akan menghasilkan bayi dengan kromosom yang lengkap (46). Bila sel telur atau sperma menerima 2 copy kromosom 13 dengan sel telur atau sperma yang memiliki 1 copy, maka akan terbentuk trisomi 13 yang ditemukan di seluruh sel. Tipe klasik ini merupakan bentuk tersering pada trisomi 13 yang terjadi sekitar 75%. Selain itu juga terdapat trisomy 13 translokasi. Pada tipe ini, potongan atau seluruh bagian ekstra copy kromosom 13 berikatan dengan kromosom lain. Hasilnya dapat terlihat adanya bagian ekstra kromosom 13 di dalam sel. Translokasi ini terjadi saat sel telur dan sperma menyatu (3/4 kasus) dan sisanya terjadi pada salah satu orang tua. Translokasi ini terjadi sekitar 20% kasus trisomi 13. Tipe yang ketiga adalah trisomi 13 Mosaik. Pada tipe ini, terdapat 2 grup sel yaitu sel dengan tipikal 46 kromosom dan sel dengan ekstra copy kromosom 13. Fitur dan masalah yang terjadi pada trisomi 13 mosaik lebih ringan karena tidak seluruh sel membawa kromosom ekstra. Trisomi 13 tipe ini terjadi sekitar 5%. c. Kelainan kromosom pada sindrom patau (Susmitha, 2018) Patau Terdapat 2 jenis kelainan kromosom yaitu kelainan jumlah dan kelainan struktur. Trisomi 13 termasuk dalam kelainan jumlah kromosom (aneuploidi). Aneuploidi dapat terjadi akibat non-disjunction. Non-disjunctionmerupakan kegagalan 1 pasang atau lebih kromosom homolog untuk berpisah saat pembelahan miosis I atau miosis II. Trisomi 13 biasanya berhubungan dengan non-disjunction miosis maternal (85%) dan sisanya terjadi saat miosis paternal. Trisomi non-disjunction lebih banyak terjadi pada ibu yang berusia > 35 tahun. Ketika reduksi tidak terjadi, akan terdapat tambahan kromosom pada seluruh sel yang menghasilkan trisomi. Non-disjunction pada fase mitosis (post fertilisasi),



tegantung pada fasenya yaitu pada sel pertama zigot atau setelah terjadi mitosis zigot. Hasilnya dapat terjadi trisomi dan monosomi bila terjadi pada sel pertama atau sel dengan kromosom normal, sel dangan trisomi dan monosomi bila terjadi setelah mitosis normal terjadi beberapa tahap. Gabungan sel ini dinamakan mosaik sel. Trisomi 13 tipe mosaik terjadi sekitar 5% kasus. Berpindahnya materi genetik salah satu 1 kromosom ke kromosom yang lain. Kurang dari 20% kasus trisomi 13 terjadi akibat translokasi kromosom. Selama translokasi, kromosom misalign dan bergabung dengan bagian sentromernya yang berjenis akrosentris (jenis kromosom yang lengan pendeknya atau p sangat pendek dan tidak mengandung gen). Hal ini disebut translokasi Robertsonian. Translokasi Robertsonian terjadi terbatas pada kromosom akro sentris 13, 14, 15, 21, dan 22 karena memiliki lengan pendek yang tidak mengandung gen. Translokasi Robertsonian pada kromosom 13:14 terjadi sekitar 33% dari seluruh translokasi Robertsonian.



Gambar 2. Mekanisme non - disjunction



Gambar 3. Mekanisme Translokasi Robertsonian Analisis



kromosom



limfosit



darah



perifer



setelah



melahirkan



menunjukkan



46,XY,rec(13)dup(13q)inv(13)(p13q21.3)(=partial trisomy 13q) pada neonatuts 46,XX,inv(13) (p13q21.3)(=pericentric inversion) pada ibunya sementara ayahnya meiliki kariotipe normal.



Gambar 4. Hasil Pemeriksaan kromosom trisomi 13.



d. Kelainan kromosom pada sindrom patau (Cowen, 1979)



Menurut Cowen, sindrom patau terjadi kelainan pada kromosom nomor 13 dengan kariotipe 2n = 47,XY+13 dari sel darah kultur.



e. Kelainan kromosom pada sindrom patau (Chauhan, 2018)



Gambar 5. Pada saat pembuahan sperma dan sel telur Ketka sel – sel telur dan sperma terbentuk, pasangan kromosom terpisah sehingga hanya ada satu pada masing – masing pasangan ini yaitu 23 kromosom bukan 46. Seorang bayi dikandung ketka telur dari ibu dan sperma dari ayah datang bersama – sama. Bayi kemudian akan memiliki 2 salinan dari setiap kromosom (46 kromosom total) setiap orang tua.



Gambar 6. Kromosom (kariotipe) dari laki – laki 46,XY Tetapi, kadang – kadang ketika sel telur dan sperma membentuk, kesalahan bisa terjadi sehingga pasangan kromosom tidak berpisah dengan cara yang biasa. Hasilnya adalah sel telur atau sel sperma hanya meliki 22 kromosom sementara yang lain memiliki 24 kromosom. Jika sel telur atau sperma yang membawa kromosom 24 menggabungkan dengan telur atau sperma yang membawa 23 kromosom, hasilnya akan menjadi individu dengan sel – sel dimana ada 47 kromosom bukannya 46 kromosom, seperti di bawah ini :



Gambar 7. Ketika telur memiliki 24 kromosom, dan sperma memiliki biasa 23, sel – sel bayi akan berisi 47 kromosom bukannya 46.



Gambar 8. Kromosom (kariotipe) dari kromosom dari wanita dengan trisomi 13 Pada gambar tersebut, ada 47 kromosom termasuk tiga salinan kromosom nomor 13 bukannya 2.



BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Berdasarkan studi literatur dari beberapa jurnal, dapatkan disimpulkan bahwa perbedaan kromosom manusia normal dengan kromosom penderita sindrom patau terletak kromosom nomor 13, dimana kromosom normal terdapat 2 salinan pada kromosom nomor 13 sedangkan pada kromosom penderita sindrom patau terdapat 3 salinan kromosom nomor 13. Hal ni bisa terjadi karena pasangan kromosom tidak berpisah dengan cara yang biasa. Hasilnya adalah sel telur atau sel sperma hanya meliki 22 kromosom sementara yang lain memiliki 24 kromosom. Jika sel telur atau sperma yang membawa kromosom 24 menggabungkan dengan sel telur atau sperma yang membawa 23 kromosom, hasilnya akan menjadi individu dengan sel – sel dimana ada 47 kromosom bukannya 46 kromosom.



DAFTAR PUSTAKA Chauhan, T. 2018. Trisomy 13 – Syndrom Patau. NSW. 2(1). Cowen, S. W., S. Walker, Dan F. Harris. 1979. Journal of medical genetic. Vol 16. Dorland, W.A.2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta :EGC. Susmitha , O. D., Roro ,R. W. Dan Perdani, E. C. B. 2018. Sindrom Patau ( Trisomi Kromosom 13). Majority . Volume 7 Nomor 2