19 0 800 KB
MAKALAH STRUKTUR ALJABAR KEKONGRUENAN DAN INDUKSI MATEMATIK DOSEN PENGAMPU
: Prof. Dr. SAHAT SARAGIH, M. Pd.
MATA KULIAH
: STRUKTUR ALJABAR
DISUSUN OLEH: NABILLA SHAFIRA
NIM : 4181111038
MELISSA ANANDA . T
NIM : 4181111052
NUR WASILAH HAWARI
NIM : 4183311067
REALITA OKTAVIA SITORUS
NIM : 4183311019
KELAS
: MATEMATIKA DIK B 2018
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan hidayat-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Kekongruenan dan Induksi Matematika” untuk memenuhi tugas Struktur Aljabar. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd. selaku dosen Struktur Aljabar di Universitas Negeri Medan yang telah memberikan banyak bimbingan kepada kami selama proses pembelajaran mata kuliah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, kami meminta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tugas ini. Semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan kita semua.
Medan, Februari 2021
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii BAB I ...................................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG .................................................................................................... 1 B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 2 C. TUJUAN ......................................................................................................................... 2 BAB II .................................................................................................................................................... 3 PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3
A. KEKONGRUENAN ....................................................................................................... 3 B. INDUKSI MATEMATIKA ........................................................................................... 6 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 122
ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Struktur Aljabar merupakan suatu matakuliah yang sulit untuk dipelajari dan sulit
untuk diajarkan (Arnawa, 2009:62). Dari sisi mahasiswa, kesulitan ini misalnya disebabkan oleh konsep-konsep dalam Struktur Aljabar yang sangat abstrak, banyak contoh-contoh yang berkenaan dengan konsep tetapi tidak dikenali dengan baik oleh mahasiswa, serta banyak mahasiswa yang belum terbiasa dengan pembuktian deduktif. Hal tersebut mengakibatkan mahasiswa memiliki pemahaman yang rendah terkait mata kuliah Struktur Aljabar. Pembuktian memiliki peranan penting dalam Stuktur Aljabar (Findel, 2001: 275). Hal tersebut dikarenakan Struktur Aljabar erat kaitannya dengan definisi, lema dan teorema. Terkadang terdapat perbedaan definisi, teorema atau lema pada beberapa buku. Oleh karena itu hendaknya mahasiswa tidak hanya berpedoman pada satu buku. Sebaiknya gunakan beberapa referensi (buku) sehingga dapat membandingkan isi dari masing-masing buku. Agar dapat memahami mata kuliah ini dengan baik, mahasiswa dituntut untuk dapat memahami setiap definisi, teorema atau lema yang disajikan. Mahasiswa hendaknya memahami setiap arti kata yang terdapat dalam definisi, teorema atau lema. Selain itu juga dapat menghubungkan dengan pengetahuan sebelumnya agar pemahaman dapat dilatih dengan terbiasa dalam pembuktian matematika. Namun demikian untuk memperjelas setiap konsep dan prinsipnya diberikan contohcontoh dengan mengambil himpunan-himpunan yang sudah biasa dikenal,
misalnya
himpunan bilangan, himpunan matriks, dan himpunan-himpunan lainnya. Demikian pula operasi-operasinya diambilkan sebagai contoh yang sudah biasa dikenal atau didefinisikan. Oleh karena itu, sebelum membahas materi Struktur Aljabar, pada permulaan/awal mata kuliah ini diulang kembali konsep-konsep dan prinsip-prinsip tentang himpunan dan operasinya, himpunan bilangan khususnya bilangan bulat dan bilangan kompleks, pemetaan, serta materi-materi yang akan dibahas pada makalah ini yaitu Kekongruenan, dan Induksi Matematik. Materi dalam Struktur Aljabar ini banyak diilhami dari materi Teori Bilangan. 1
Apabila materi dalam Teori Bilangan berkenaan dengan himpunan bilangan bulat, operasi, relasi bilangan-bilangan bulat dan sifat-sifatnya, maka materi dalam Struktur Aljabar merupakan generalisasi yang lebih umum pada suatu himpunan yang tidak kosong beserta operasi yang didefinisikan pada elemen-elemennya. Selain itu, logika matematika akan sangat membantuu dalam penurunan teorema, khususnya penerapan dalam argumenargumen yang absah. Dengan memahami definisi dan membuktikan teorema akan membuat mahasiswa lebih memahami materi ini. Oleh karena itu dalam makalah ini akan disajikan rangkaian materi serta contoh-contoh untuk dapat memudahkan pemahaman pembaca. B.
RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah
yang
dimaksud dengan Kekongruenan? 2.
Apakah dimaksud dengan Induksi Matematik?
C.
TUJUAN Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk
mengetahui yang dimaksud dengan Kekongruenan 2.
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Induksi Matematik
2
yang
BAB II PEMBAHASAN
A. KEKONGRUENAN Kongruensi merupakan bahasa teori bilangan karena pembahasan teori
bilangan
diperkenalkan
bertumpu dan
kongruensi.
dikembangkan
oleh
Bahasa Karl
kongruensi Friedrich
ini
Gauss,
matematisi paling terkenal dalam sejarah, pada awal abad sembilan belas, sehingga sering disebut sebagai Pangeran Matematisi (The Prince of Mathematicians). Meskipun Gauss tercatat karena temuantemuannya di dalam geometri, aljabar, analisis, astronomi, dan fisika matematika, ia mempunyai minat khusus di dalam teori bilangan. Gauss merintis untuk meletakkan teori bilangan modern di dalam bukunya Disquistiones Arithmeticae pada tahun 1801. (Muhsetyo,edisi 1)
Definisi 3.1 a, b Z, dan n Z+, a dan b dikatakan kongruen modulo n dinotasikan dengan a ≡ b (mod n ) jika dan hanya jka n membagi habis a-b atau a-b = kn untuk suatu k Z. (Saragih,2014:35) Contoh 1. a. 25 ≡ 4 (mod 7) karena | (25-4) b. 7 ≡ 34 (mod 5) karena | ( 34-7) c. -16 ≡ 5 (mod 3) karena 3 | (-16-5) Teorema 3.1 1. a ≡ b (mod n) ika dan hanya jika ada k 3
Z, sedemikian hingga a = nk + b
2. Setiap bilangan bulat kongruen modulo n dengan tepat satu diantara 0,1,2,3,4,…, (n1) Bukti 1 ( ) Jika a b (mod n) maka ada k
Z sedemikian hingga a = nk + b
a b (mod n) menurut defenisi a-b = kn untuk suatu k Z, dari a-b = kn maka a = nk + b ( ) jika ada k Z sedemikian hingga a = nk + b maka a (mod n) Dari a = nk + b untuk suatu k Z maka a-b = nk menurut defenisi a b (mod n) Bukti 2 Ambil sembarang a Z dan n Z+ menurut algoritma pembagian maka terdapat tunggal q dan r Z sedemikian hingga a = nq + r dengan 0 ≤ r < n = nq ini berarti a = r (mod n) dengan 0 ≤ r < n Terbukti bahwa setiap bilangan bulat a konguren modulo n dengan tepat satu dari r dimana 0≤r< n Definisi 3.2 Jika a = b (mod n) dengan 0 ≤ r ≤ n maka r disebut residu terkecil dari a modulo n. Himpunan { 0,1,2,3,4,… , (n-1)} dinamakan Himpunan residu terkecil modulo n. Contoh: Residu terkecil dari 29 modulo 2 adalah 1 karena 29 : 2 sisa 1 Residu terkecil dari 29 modulo 3 adalah 2 karena 29 : 3 sisa 2 Residu terkecil dari -37 modulo 7 adalah 5 karena -37 : 7 sisa 5 atau (-37=7 (-6) +5) Menurut Ahli (Saragih,2014:35) A,b,c dan n 0, bilangan bulat a dan b dikatakan kongruen modulo n, ditulis a (mod n), jika membagi (a-b).
r
Contoh 8
2 (mod 3) merupakan kongruen modulo n, karena 8-2= 2 . 3
9
2 (mod 3) bukan merupakan kongruen modulo n, karena 9-2 2 . 3
Teorema 3.2 Ditentukan m adalah suatu bilangan bulat positif. Kongruensi modulo m memenuhi sifatsifat berikut: (a) Sifat Refleksif. Jika p adalah suatu bilangan bulat, maka p
p (mod m) . 4
(b) Sifat Simetris. Jika p dan q adalah bilangan-bilangan bulat sedemikian hingga p m), maka p q (mod m).
q (mod
(c) Sifat Transitif. Jika p, q, dan r adalah bilangan-bilangan bulat sedemikian hingga p (mod m), maka p
q (mod m) dan q
r
r (mod m) .
Bukti . Kita tahu bahwa m 0, atau m p - p, berarti p (a) Jika p
q (mod m), maka m
bilangan bulat t sehingga tm demikian q p (mod m) . (b) Jika p q (mod m) dan q
q (mod m) .
p - q , dan menurut definisi keterbagian, ada suatu p - q, atau (-t ) m = q - p , berarti m r (mod m), maka m
p - q dan m
q - p . Dengan q - r, dan menurut
definisi keterbagian, ada bilangan-bilangan bulat s dan t sehingga sm = p - q dan tm = q - r. Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa p - r = (p – q) +(q - r ) = sm + tm = (s +t )m. Jadi m p - r , dan akibatnya p r (mod m). (Fadli Mas’oed, 2013:23)
Teorema 3.3 Jika p, q, r, dan m adalah bilangan-bilangan bulat dan sedemikian hingga
m>0
p ≡ q (mod m) , maka : (a) p + r ≡ q + r (mod m) (b) p – r ≡ q – r (mod m) (c) pr ≡qr (mod m) Bukti : Diketahui p ≡ q (mod m), maka m│ p – q . Selanjutnya dapat ditentukan bahwa p – q = (p + r) – (q + r) , berarti m│p – q berakibat m │ (p + r) – (q + r). Dengan demikian p + r ≡q + r (mod m).
5
Kerjakan, ingat bahwa p – q = (p – r) – (q – r) . Diketahui p ≡ q (mod m), maka m│ p – q , dan menurut teorema keterbagian m │ r(p – q) untuk sebarang bilangan bulat r, dengan demikian m │ pr – qr. Jadi pr │qr (mod m) . Contoh 4.4 43│7 (mod 6) , maka 43 +5│7 + 5 (mod 6) atau 48│12 (mod 6) 27 │6 (mod 7) , maka 27 – 4 │6 – 4 (mod 7) atau 23│ 2 (mod 7) 35│3 (mod 8) , maka 35.4│3.4 (mod 8) atau 140│12 (mod 8) Contoh 4.5 Perhatikan bahwa teorema 3.3.(c) tidak bisa dibalik, artinya jika
pr ≡
qr (mod m), maka belum tentu bahwa p ≡ q (mod m), misalnya 24 = 4.6 , 12 = 4.3, dan 24 ≡ 12 (mod 6) atau 4.6 ≡ 4.3 (mod 6), tetapi 6 ≡ 3 (mod 6).
B. INDUKSI MATEMATIKA Induksi matematika merupakan salah satu metode atau cara pembuktian yang absah dalam matematika untuk membuktikan pernyataan matematika apakah benar atau salah. Meskipun namanya induksi matematik, namun metode ini merupakan penalaran deduktif. Induksi matematika merupakan salah satu argumentasi pembuktian suatu teorema atau pernyataan matematika yang semesta pembicaraannya kumpulan bilangan bulat atau lebih khusus himpunan bilangan asli. (Saragih, 2014 :36)
Ada dua bentuk pembuktian dengan induksi matematis yang akan kita gunakan. Keduanya ekuivalen dengan Well Ordering Prinsip Rumusan eksplisit dari metode induksi matematika datang pada abad ke-16 Francisco Maurolico (1494-1575), seorang guru dari Galileo, menggunakannya pada tahun 1575 untuk membuktikan bahwa 1 +3 +5 + · · · + (2n- 1) = n², dan Blaise Pascal (1623-1662) menggunakannya ketika dia mempresentasikan 6
apa yang sekarang kita sebut segitiga Pascal untuk koefisien ekspansi binomial. Istilah induksi matematika diciptakan oleh Augustus De Morgan.
Teorema-Teorema Prinsip Induksi Matematika Teorema Prinsip Pertama Induksi Matematika Misalkan S adalah himpunan bilangan bulat yang memuat a. Apabila S memuat a. Untuk setiap n a S, maka bilangan bulat n + 1 S. Kemudian, S merupakan setiap bilangan bulat lebih besar dari atau sama dengan a. Jadi, gunakan induksi untuk membuktikan bahwa pernyataan melibatkan bilangan bulat positif benar untuk setiap bilangan bulat positif, pertama-tama kita harus memverifikasi pernyataan itu adalah benar untuk integer 1. kemudian menganggap pernyataan itu benar untuk bilangan bulat n dan gunakan asumsi ini untuk membuktikan bahwa pernyataan itu benar untuk bilangan bulat n + 1. CONTOH Kita menggunakan induksi untuk membuktikan bahwa dengan pengganjaran, sebuahkompas, dan satuan panjang, kita dapat membuat ruas garis dengan panjang untuk setiap bilangan bulat positif n. Kejadian saat
n = 1 diberikan. Sekarang kita
asumsikan bahwa kita dapat membangun ruas garis dengan panjang
. Kemudian
gunakan penggaris dan kompas untuk membentuk segitiga siku-siku dengan tinggi 1 dan basis
. Sisi miring segitiga memiliki panjang
membangun ruas garis dengan panjang
. Jadi, dengan induksi, kita dapat
untuk setiap positif bilangan bulat n.
Teorema Prinsip Kedua Induksi Matematika Misalkan S adalah himpunan bilangan bulat yang memuat a. Misalkan S memiliki properti dimana n setiap bilangan bulat
S untuk setiap bilangan bulat < n dan
a
S. Kemudian, S memuat
a.
Contoh : Kita akan menggunakan Prinsip Kedua Induksi Matematika dengan a = 2 untuk membuktikan bagian keberadaan dari Teorema Dasar Aritmatika. Misalkan S adalah himpunan bilangan bulat yang lebih besar dari 1 yang merupakan bilangan prima atau produk
7
dari bilangan prima. Jelas, 2
S. Sekarang kita berasumsi bahwa untuk beberapa bilangan
bulat n, S berisi semua bilangan bulat k dengan 2 Kita harus menunjukkan bahwa n
k