Makalah Tafsir [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TAFSIR AYAT DAN SYARIAH HADIST EKONOMI “SIMPAN PINJAM”



Disusun Oleh: 1. Arif Alfata



(4012017006)



2. Muhajir



(4012017020)



3. Muhammad Hafiz (4012017023)



FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM IAIN LANGSA



DAFTAR ISI



COVER ............................................................................................................ 1 DAFTAR ISI.................................................................................................... 2 KATA PENGANTAR ..................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 4 BAB II PEMBAHASAN 2.1 QS Al-Baqarah Ayat 245 ................................................................. 5 2.2 QS Al-Baqarah Ayat 268 ................................................................. 6 2.3 QS Al-Baqarah Ayat 280 ................................................................. 8 2.4 QS Ali Imran Ayat 75 ...................................................................... 9 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 11 3.2 Kritik ................................................................................................ 11 3.3 Saran ................................................................................................. 11 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12



2



KATA PENGANTAR



Puji syukur kita sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya saya bisa menyelesaikan makalah “Tafsir Ayat Dan Syariah Hadist Ekonomi” ini tepat waktu yang telah di tentukan. Shalawat beriring salam tak lupa pula kita sampaikan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga zaman modern yang penuh dengan kecanggihan teknologi seperti yang kita rasakan saat ini, yang membantu saya dalam dalam menyusun makalah ini. Namun alhamdulillah dan terima kasih saya ucapkan kepada teman saya yang membantu dalam penulisan makalah ini, sehingga saya dapat menyelesaikannya, juga kepada pihak yang memberikan kritik dan saran. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



3



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Manusia kadang dirundung kekurangan untuk sebuah keinsyafan akan kelemahannya. Dan kadang dilimpahi nikmat harta untuk mendidik makna syukur dalam dirinya. Dengan adanya dua kelompok manusia tersebut maka terjadilah dalam hidup bermayarakat kita suatu trasnsaksi dan interaksi untuk saling melengkapi didalam hidup ini.Yang dilanda kekurangan meminjam kepada yang berkecukupan sepotong hartanya untuk memenuhi kebutuhannya dengan janji akan mengembalikannya pada bulan tertentu dan hari tertentu. Orang yang berkecukupanpun memberinya pinjaman sesuai yang dibutuhkannya dengan harapan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Kejadian semacam ini akan terus terjadi pada masyarakat dalam irama saling melengkapi. Allah SWT yang Maha Tahu benar-benar memperhatikan kejadian ini hingga menurunkan wahyu kepada nabi Muhammad SAW untuk mengatur tentang ini semua agar transaksi dan interaksi yang seharusnya saling menguntungkan ini tidak berubah menjadi suatu kedholiman. Allah mengajarkan keindahan disaat berada dan kekurangan. Di saat kita meminjami seseorang agar semata-mata mencari ridho Allah SWT. Ketulusan ini harus di jaga jangan sampai tercemari oleh kerakusan untuk meraup keuntungan di balik kebutuhan saudaranya. Sungguh suatu lahan kedoliman yg sangat luas adalah jika ada orang yang butuh pertolongan dari kita dan saat itu kita mampu memenuhinya lalu kebutuhan tersebut kita manfaatkan dan kita rubah menjadi suatu penganiayaan dengan memberi pinjaman dengan syarat mengembalikan dengan keuntungan. Karena itu Allah benar-benar memperhatikan interaksi tersebut sehingga jika ada orang yang memberi pinjaman kepada orang yang membutuhkannya agar tidak terjerumus dalam memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Sehingga jika ada pememinjam dalam kondisi pailit yang sesungguhnya maka wajib yang meminjami untuk memberi tempo pada peminjam tanpa harus membebani tambahan sepeserpun. Dan begitu juga sebaliknya, Allah SWT akan murka kepada orang yang telah meminjam akan tetapi dia menunda pengembaliannya padahal disaat itu sudah jatuh tempo dan diapun mampu untuk membayarnya. Disini ada satu keserasian dalam irama membangun keindahan dalam kebersamaan agar tidak ada si kaya memeras si miskin dan tidak ada si miskin yang tidak menghargai kebaikan si kaya yang telah menolongnya. 4



BAB II Landasan Teori



A. QS Al-Baqarah Ayat 245



ۡ َ ‫ض ِعفَ ٗہ لَ ٗۤٗہ ا‬ ٰ ُ‫سنًا فَی‬ ‫ض َو‬ ً ‫ّٰللاَ قَ ۡر‬ ُ ‫ّٰللاُ َی ۡق ِب‬ ُ ‫ِی یُ ۡق ِر‬ ۡ ‫َم ۡن ذَا الَّذ‬ ‫ض َعافًا َک ِث ۡی َرۃ ًؕ َو ہ‬ ‫ض ہ‬ َ ‫ضا َح‬ ُ ‫یَ ۡب‬ ُ ‫ص‬ َ‫ط ۪ َو اِلَ ۡی ِہ ت ُ ۡر َجعُ ۡون‬ Artinya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. Tafsir: Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih dari Ibnu Umar ketika turunnya ayat 261 surah Al-Baqarah yang menerangkan bahwa orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah nafkahnya itu adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan 7 tangkai, pada tiap-tiap tangkai seratus biji, maka Rasulullah ‫ ﷺ‬memohon,"Ya Tuhanku, tambahlah balasan itu bagi umatku (lebih dari 700 kali)." Setelah Allah subhanahu wa ta'ala mengisahkan tentang umat yang binasa disebabkan karena ketakutan dan kelemahan keyakinan, maka dalam ayat ini Allah menganjurkan supaya umat rela berkorban menafkahkan hartanya di jalan Allah dan nafkah itu dinamakan pinjaman kepada-Nya. Sebabnya Allah subhanahu wa ta'ala menamakannya pinjaman padahal Allah subhanahu wa ta'ala sendiri maha kaya ialah karena Allah subhanahu wa ta'ala mengetahui bahwa dorongan untuk mengeluarkan harta bagi kemaslahatan umat itu sangat lemah pada sebagian besar manusia. Hal ini dapat dirasakan bahwa seorang hartawan kadang-kadang mudah saja mengeluarkan kelebihan hartanya untuk menolong kawan-kawannya, mungkin dengan niat untuk menjaga diri dari kejahatan atau untuk memelihara kedudukan yang tinggi, terutama jika yang ditolong itu kerabatnya sendiri. Akan tetapi jika pengeluaran harta itu untuk mempertahankan agama dan memelihara keluhurannya, dan meninggikan kalimat Allah yang di dalamnya tidak terdapat hal-hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, maka tidak mudah baginya untuk melepaskan harta yang dicintainya itu, kecuali jika secara terang-terangan atau melalui saluran resmi. Oleh karena itu ungkapan yang dipergunakan untuk menafkahkan harta benda di jalan Allah itu sangat menarik, yaitu "siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah suatu pinjaman yang baik".



5



Pinjaman yang baik itu yang sesuai dengan bidang dan kemanfaatannya dan dikeluarkan dengan penuh keikhlasan semata-mata untuk mencapai keridaan Allah subhanahu wa ta'ala Dan Allah menjanjikan akan memberi balasan yang berlipat ganda. Allah memberikan perumpamaan tentang balasan Allah yang berlipat ganda itu, seperti sebutir benih padi yang ditanam dapat menghasilkan tujuh tangkai padi. Setiap tangkai berisi 100 butir sehingga menghasilkan 700 butir bahkan Allah membalasi itu tanpa batas sesuai dengan yang dimohonkan Rasulullah bagi umatnya dan sesuai dengan keikhlasan orang yang memberikan nafkah. Allah subhanahu wa ta'ala menyempitkan rezeki kepada orang yang tidak mengetahui sunnatullah dalam soal-soal pencarian harta benda dan karena mereka tidak giat membangun di berbagai bidang yang telah ditunjukkan Allah. Dan Allah melapangkan rezeki kepada manusia yang lain yang pandai menyesuaikan diri dengan sunnatullah dan menggarap berbagai bidang usaha sehingga merasakan hasil manfaatnya. Bila Allah menjadikan seorang miskin jadi kaya atau sebaliknya, maka yang demikian itu adalah sepenuhnya di tangan kekuasaan Allah. Maka anjuran Allah menafkahkan sebagian harta ke jalan Allah, semata-mata untuk kemanfaatan manusia sendiri dan memberi petunjuk kepadanya supaya mensyukuri nikmat pemberian itu karena dengan mensyukuri itu akan bertambah banyaklah berkahnya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa sekalian makhluk akan dikembalikan kepada-Nya pada hari kiamat untuk menerima balasan amalnya masing-masing.1



B. QS Al-Baqarah Ayat 268



َ ‫ش ْی‬ َّ ‫ال‬ ُ ‫ط‬ َّ ‫ّٰللاُ َی ِعدُ ُك ْم َم ْْغ ِف َرۃ ً ِم ْنُهُ َوفَض ًًْل ۗ َو‬ َّ ‫َاء َو‬ ِ ‫ان َی ِعدُ ُك ُم ْالفَ ْق َر َو َیأ ْ ُم ُر ُك ْم ِب ْالفَ ْحش‬ ُ‫ّٰللا‬ ‫َوا ِس ٌع َع ِلی ٌم‬ Artinya: Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. Tafsir: Setan selalu menakut-nakuti orang-orang yang berinfak dan membujuk mereka agar bersifat bakhil dan kikir. Setan membayangkan kepada mereka bahwa berinfak atau bersedekah itu akan menghabiskan harta benda, dan akan menyebabkan mereka menjadi



1



https://risalahmuslim.id/quran/al-baqarah/2-245/



6



miskin dan sengsara. Oleh sebab itu harta benda mereka harus disimpan untuk persiapan di hari depan. Menafkahkan barang-barang yang jelek, dan keengganan untuk menafkahkan barangbarang yang baik oleh Tuhan disebut sebagai suatu kejahatan atau bukan kebajikan karena orang yang bersifat demikian berarti mempercayai setan dan tidak mensyukuri nikmat Allah, serta tidak percaya akan kekayaan Allah dan kekuasaan-Nya untuk memberi tambahan rahmat kepadanya. Allah subhanahu wa ta'ala menjanjikan kepada hamba-Nya melalui rasul-Nya, untuk memberikan ampunan atas kesalahan-kesalahan yang banyak, terutama dalam masalah harta bendanya.Karena sudah menjadi tabiat manusia mencintai harta benda sehingga berat baginya untuk menafkahkannya. Selain menjanjikan ampunan, maka Allah juga menjanjikan kepada orang-orang yang berinfak itu akan memperoleh ganti dari harta yang dinafkahkannya, baik di dunia ini berupa kemuliaan dan nama baik di kalangan masyarakatnya lantaran keikhlasannya dalam berinfak atau dengan bertambahnya hartanya yang masih tinggal, maupun di akhirat kelak ia akan menerima pahala yang berlipat ganda. Dalam hubungan ini Allah telah berfirman: Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya. (Q.S Saba': 39) Berinfak adalah salah satu cara untuk bersyukur. Maka orang yang berinfak dengan ikhlas adalah orang yang bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan harta benda itu kepadanya dan Dia akan menambah rahmat-Nya kepada orang tersebut. Firman-Nya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur (atas nikmat-Ku), maka Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. (Q.S Ibrahim: 7) Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan suatu hadis yang mengatakan bahwa Rasulullah :adbasreb ‫ﷺ‬ Setiap pagi ada dua malaikat turun kepada hamba-hamba Allah. Salah satu dari malaikat itu berdoa: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menafkahkan (harta bendanya di jalan Allah) ganti (dari harta yang dinafkahkannya)”. Dan malaikat yang satu lagi berdoa: "Berikanlah kepada orang yang enggan (menafkahkan harta di jalan Allah) kemusnahan". Yang dimaksud dengan ganti dari harta yang dinafkahkan itu ialah Allah akan memudahkan jalan baginya untuk memperoleh rezekinya, dan ia mendapatkan kehormatan



7



dalam masyarakat. Sedang yang dimaksud dengan "kemusnahan" ialah bahwa harta bendanya itu habis tanpa memberikan faedah kepadanya. Pada akhir ayat ini Allah subhanahu wa ta'ala mengingatkan bahwa Dia Maha Luas rahmat dan karunia-Nya memberikan ampunan dan ganti dari harta yang dinafkahkan itu. Dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yang dinafkahkan hamba-Nya, sehingga Dia tidak akan menyianyiakannya, bahkan akan diberi-Nya pahala yang baik.2



C. QS Al-Baqarah Ayat 280



ُ َّ‫صدَّقُ ۡوا خ َۡی ٌر ل‬ َ‫ک ۡم ا ِۡن ُک ۡنت ُ ۡم ت َعۡ لَ ُم ۡون‬ ُ ‫َو ا ِۡن َکانَ ذُ ۡو‬ َ ‫ع ۡس َرۃٍ فَن َِظ َرۃ ٌ ا ِٰلی َم ۡی‬ َ َ ‫س َرۃٍؕ َو ا َ ۡن ت‬ Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Tafsir: Ayat ini merupakan lanjutan ayat yang sebelumnya. Ayat yang lalu memerintahkan agar orang yang beriman menghentikan perbuatan riba setelah turun ayat di atas. Para pemberi utang menerima kembali pokok yang dipinjamkannya. Maka ayat ini menerangkan: Jika pihak yang berutang itu dalam kesukaran berilah dia tempo, hingga dia sanggup membayar utangnya. Sebaliknya bila yang berutang dalam keadaan lapang, ia wajib segera membayar utangnya. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: Penundaan pembayaran utang oleh orang kaya adalah perbuatan zalim. (HR Bukhari dan Muslim) Dalam pada itu Allah subhanahu wa ta'ala menyatakan bahwa memberi sedekah kepada orang yang berutang yang tidak sanggup membayar utangnya adalah lebih baik. Jika orangorang yang beriman telah mengetahui perintah itu, hendaklah mereka melaksanakannya. Dari ayat ini dipahami juga bahwa: 1. Allah subhanahu wa ta'ala memerintahkan agar memberi sedekah kepada orang yang berutang, yang tidak sanggup membayar utangnya. 2. Orang yang berpiutang wajib memberi tangguh kepada orang yang berutang bila mereka dalam kesulitan.



2



https://risalahmuslim.id/quran/al-baqarah/2-268/



8



3. Bila seseorang mempunyai piutang pada seseorang yang tidak sanggup membayar utangnya diusahakan agar orang itu bebas dari utangnya dengan jalan membebaskan dari pembayaran utangnya baik sebahagian maupun seluruhnya atau dengan jalan yang lain yang baik. 3



D. QS Ali Imran Ayat 75



َ ‫ب َم ۡن ا ِۡن ت َ ۡا َم ۡنہُ بِ ِق ۡن‬ ‫َار ََّّل‬ ِ ‫َو ِم ۡن ا َ ۡہ ِل ۡال ِک ٰت‬ َ ‫ار ی َُّؤ ِِّدٖۤہۤٗ اِلَ ۡی‬ ٍ ‫َک َو ِم ۡن ُُہ ۡم َّم ۡن ا ِۡن ت َ ۡا َم ۡنہُ بِد ِۡین‬ ٍ ‫ط‬ ‫سبِ ۡی ٌل َو‬ َ ۡ‫َک ا ََِّّل َماِّدُم‬ َ ‫ت َعلَ ۡی ِہ قَآئِ ًماؕ ٰذ ِل‬ َ ‫یُ َؤ ِِّدٖۤہۤٗ اِلَ ۡی‬ َ َ‫َس َعلَ ۡینَا فِی ۡاَّلُ ِمین‬ َ ‫َک بِاََّنَّ ُُہ ۡم قَالُ ۡوا لَ ۡی‬ َ‫ِب َو ہ ُ ۡم َیعۡ لَ ُم ۡون‬ ‫َیقُ ۡولُ ۡونَ َعلَی ہ‬ َ ‫ّٰللاِ ۡال َکذ‬ Artinya: Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu, dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui”. Tafsir: Dalam ayat ini diterangkan, bahwa di antara Ahli Kitab itu ada sekelompok manusia yang apabila mendapat kepercayaan diserahi harta yang banyak atau pun sedikit, mereka mengembalikannya sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Tetapi ada pula di antara mereka yang apabila mendapat kepercayaan diserahi sejumlah harta sedikit saja mereka tidak mau mengembalikan kecuali apabila ditagih, baru mereka mau menyerahkannya setelah melalui proses pembuktian. Hal ini menunjukkan bahwa di antara Ahli Kitab itu ada sekelompok orang yang pekerjaannya mempersulit Muslimin dan membuat tipu daya agar orang Islam tidak senang memeluk agamanya dan berbalik untuk mengikuti agama mereka. Di antara mereka ada pula sekelompok orang yang pekerjaannya memutarbalikkan hukum. Mereka menghalalkan memakan harta orang lain dengan alasan bahwa: "Kitab Taurat melarang mengkhianati amanat terhadap saudara-saudara mereka seagama. Kalau pengkhianatan itu dilakukan terhadap bangsa lain mereka membolehkannya. Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa Ahli Kitab dapat dibagi menjadi dua golongan:



3



https://risalahmuslim.id/quran/al-baqarah/2-280/



9



1. Ahli Kitab yang betul-betul berpegang pada kitab Taurat yang betul-betul bisa dipercaya. Sebagai contoh misalnya Abdullah bin Salam yang dititipi harta oleh Quraisy dalam jumlah besar kemudian harta itu dikembalikannya. 2. Ahli Kitab yang tidak dapat dipercaya karena apabila mereka dititipi harta walaupun sedikit, mereka mengingkari dan tidak mau mengembalikannya lagi kecuali apabila dibuktikan dengan keterangan yang masuk akal atau apabila melalui proses pembuktian di muka pengadilan. Sebagai contoh ialah Ka'ab bin al-Asyraf yang dititipi uang satu dinar oleh Quraisy kemudian dia mengingkari titipan itu. Sebab-sebab mereka melakukan demikian, ialah karena mereka beranggapan tidak berdosa apabila mereka tidak menunaikan amanat terhadap seorang Muslim, karena mereka beranggapan bahwa tidak ada ancaman dan tidak ada dosa apabila mereka makan harta seorang Muslim dengan jalan yang batil. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa menurut pendapat mereka setiap orang selain bangsa Yahudi tidak akan diperhatikan Allah, bahkan mereka mendapat murka dari Allah. Oleh sebab itu harta mereka tidak akan mendapat perlindungan, dan mengambil harta mereka tidak dianggap sebagai dosa. Tidak diragukan lagi bahwa anggapan serupa ini termasuk pengingkaran, penipuan dan penghinaan terhadap agama. Maksudnya mereka mengetahui dan menyadari bahwa mereka sengaja berdusta dalam hal itu, padahal mereka telah mengetahui bahwa dalam kitab Taurat tidak ada ketentuan sedikit pun yang membolehkan untuk menghianati orang Arab, dan memakan harta orang Islam secara tidak sah. Sebenarnya mereka telah mengetahui hal itu, tetapi mereka tidak berpegang kepada kitab Taurat. Mereka lebih cenderung bertaklid kepada perkataan pemimpin agama mereka, dan menganggapnya sebagai ketentuan yang wajib mereka ikuti. Padahal pemimpin-pemimpin mereka itu mengemukakan pendapatnya mengenai hal-hal yang bersangkut paut dengan agama dengan menggunakan penakwilan dengan akal dan selera. Mereka tidak segan-segan mengubah susunan kalimat asli Taurat untuk memperkuat pendapat mereka. Mereka mempertahankan pendapat itu dengan mencari-cari alasan yang dapat menguatkannya. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Munzir dari Sa'id bin Jubair ia berkata: Setelah turun ayat 75 ini Rasulullah bersabda: Musuh-musuh Allah (orang-orang Yahudi) telah berdusta. Tidak ada suatu ketentuan di zaman jahiliah melainkan telah berada di bawah kedua telapak kakiku ini (telah dibatalkan) terkecuali amanat. Amanat ini diwajibkan kepada orang yang baik dan orang yang jahat. (Riwayat Ibnu Mundzir dari Sa'id bin Jubair).4



4



https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-75/ 10



BAB III PENUTUP



A. KESIMPULAN Setelah menyusun makalah ini yang berjudul, “Simpan Pinjam”, Penulis menyimpulkan bahwa dalam proses pinjam meminjam di kalangan masyrakat harus memperhatikan beberapa hal sebelum melakukannya, Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang terjadi saat sekarang ini. Semoga Allah Taala memberikan kemampuan kepada kita untuk dapat mengikuti dan mentaati petunjuk dalam hal pinjam-meminjam dan bersedekah dalam ajaran islam. Amin…



B. SARAN Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan partisipasi rekan dan dosen berupa saran serta kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.



C. KRITIK Dalam pembuatan makalah ini, tentunya saya mengalami kesulitan dan kekurangan dalam menyusunnya, maka agar makalah ini dapat berguna bagi pembaca, di harapkan agar pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya,gunanya agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.



11



DAFTAR PUSTAKA



1. https://risalahmuslim.id/quran/al-baqarah/2-245/ 2. https://risalahmuslim.id/quran/al-baqarah/2-268/ 3. https://risalahmuslim.id/quran/al-baqarah/2-280/ 4. https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-75/



12