Makalah Tentang Informed Choice Kelompok 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TENTANG INFORMED CHOICE, INFORMED CONSENT



Disusun Oleh : 1. PENTI TRIYANI 2. THREE NANDA SAFITRI 3. NUR FEBRI RAHMI 4. MERI KURNIA NENGSIH 5. EMILIA RAHAYU PUTRI 6. KARTIKA 7. SEFTI APRIANI DOSEN: ALFINA



AKADEMI KESEHATAN SAPTA BAKTI BENGKULU PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN TA. 2019-2020



KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah swt. Yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “INFORMED CHOICE DEN INFORMED CONSENT”. Makalah ini telah kami buat dengan semaksimal mungkin dengan bantuan dari berbagai pihak agar dapat membantu memperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas saran dari itu kami menyadari masih banyak terdapat berbagai kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan sangat terbuka kami menerima kritik dari para pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi inspirasi dan bermanfaat bagi masyarakat dan bagi siapapun yang membacanya. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.



Wasalamualaikum.wr.wb.



Bengkulu, Oktober 2019



Penyusun



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................... DAFTAR ISI.......................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................................... 1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 1.3 TUJUAN PEMBAHASAN ............................................................................................ BAB II PEMBAHASAN 2.1 PENGERTIAN INFORMED CONSENT ....................................................................... 2.2 DASAR HUKUM INFORMED CONSENT................................................................... 2.3 BENTUK INFORMED CONSENT ................................................................................ 2.4 TUJUAN DEN MANFAAT INFORMED CONSENT ................................................... 2.5 ELEMENT INFORMED CONSENT.............................................................................. 2.6 ETIK DALAM INFORMED CONSENT ....................................................................... 2.7 CONTOH INFORMED CONSENT DALAM TINDAKAN PERSALINAN ................ 2.8 PENGERTIAN INFORMED CHOICE ........................................................................... 2.9 TUJUAN INFORMED CHOICE .................................................................................... 2.10 REKOMENDASI .......................................................................................................... 2.11BENTUK PILIHAN (CHOICE) PADA ASUHAN KEBIDANAN .............................. 2.12 PERBEDAAN PILIHAN (CHOICE) DENGAN PERSETUJUAN(CONSENT) ........ BAB III PENUTUP KESIMPULAN ...................................................................................................................... SARAN .................................................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak dibicarakan di media massa masalah dunia kebidanan yang dihubungkan dengan hukum. Bidang kebidanan yang dahulu dianggap profesi mulia, seakanakan sulit tersentuh oleh orang awam, kini mulai dimasuki unsur hukum. Salah satu tujuan dari hukum atau peraturan atau deklarasi atau kode etik kesehatan atau apapun namanya, adalah untuk melindungi kepentingan pasien disamping mengembangkan kualitas profesi bidan atau tenaga kesehatan. Keserasian antara kepentingan pasien dan kepentingan tenaga kesehatan, merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembangunan sistem kesehatan. Pada awal abad ke-20 telah tumbuh bidang hukum yang bersifat khusus (lex spesialis), salah satunya hukum kesehatan, yang berakar dari pelaksanaan hak asasi manusia memperoleh kesehatan (the Right to health care). Masing-masing pihak, yaitu yang memberi pelayanan (medical providers) dan yang menerima pelayanan (medical receivers) mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihormati. Agar dapat menanggulangi masalah secara proporsional dan mencegah apa yang dinamakan malpraktek di bidang kebidanan, perlu adanya informed consent (persetujuan penjelasan) dan informed choice (pilihan pasien). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1.



Apa pengertian dari informed consent?



2.



Apa tujuan dari informed consent?



3.



Bagaimanakah langkah-langkah pencegahan masalah etik?



4.



Bagaimanakah bentuk informed consent?



5.



Apa pengertian dari informed choice?



6.



Apa tujuan dari informed choice?



7.



Bagaimanakah rekomendasi informed choice?



8.



Bagaimanakah bentuk pilihan (choice) pada asuhan kebidanan?



9.



Apa perbedaan pilihan (choice) dengan persetujuan (consent)?



1.3 Tujuan Pembahasan 1.



Mengetahui dan mengerti informed consent



2.



Mengetahui tujuan dari informed consent?



3.



Mengetahui langkah-langkah pencegahan masalah etik?



4.



Mengetahui bentuk informed consent?



5.



Mengetahui pengertian dari informed choice?



6.



Mengetahui tujuan dari informed choice?



7.



Mengetahui rekomendasi informed choice?



8.



Mengetahui bentuk pilihan (choice) pada asuhan kebidanan?



9.



Mengetahui perbedaan pilihan (choice) dengan persetujuan (consent)?



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Informed Consent Informed



concent berasal



dari



dua



kata,



yaitu informed (telah



mendapat



penjelasan/keterangan/informasi)dan concent (memberikanpersetujuan/mengizinkan). Informed concent adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapatkan informasi. Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan kepada pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Veronika Komalawati pengertian informed concent adalah suatu kesepakatan atau persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi. Dalam Permenkes no 585 tahun 1989 ( pasal 1), Informed concent ditafsirkan sebagai persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang dilakukan terhadap pasien tersebut.



2.2 Dasar Hukum Informed Consent Di Indonesia perkembangan “informed consent” secara yuridis formal, ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang “informed consent” melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang “Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent”. Hal ini tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan “informed consent” karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan. Baru sekitar tahun 1988 di Indonesia ada peraturan dan pedoman bagi para dokter untuk melaksanakan konsep informed consent dalam praktek sehari-hari yakni berupa fatwa PB. IDI No. 319/PB/A.4/88 tentang informed consent, yang kemudian diadopsi isinya hampir sebagian besar oleh Permenkes No. 585 Tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medik.



Dengan adanya peraturan Permenkes No.585 Tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medik, maka peraturan tersebut menjadi aturan pelaksanaan dalam setiap tindakan medis yang berhubungan dengan persetujuan dan pemberian informasi terhadap setiap tindakan medik. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa setiap tindakan medik harus ada persetujuan dari pasien yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permenkes No.585 Tahun 1989, yang berbunyi “semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan”. Adanya pengaturan mengenai informed consent yang terdapat dalam Permenkes No.585 Tahun 1989 tersebut juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang terdapat pada Pasal 45 ayat (1) sampai (6) yang berbunyi: Pasal 45 ayat 1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gig iyang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. 2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. 3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup: a. diagnosis dan tata cara tindakan medis; b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; c.



alternatif tindakan lain dan risikonya;



d.



risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.



4. Persetujuan sebagaimana dimaksud padaf ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. 5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. 6. Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (30), ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menter. Dari Ketentuan Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran tersebut terutama pada pasal 45 ayat (6) menyebutkan bahwa pengaturan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran (informend consent) diatur oleh peraturan menteri yaitu Permenkes No.585 Tahun 1989.



2.3 Bentuk Informed Consent Informed consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan tindakan medis, sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut depertemen kesehatan (2002), informed consent dibagi menjadi 2 bentuk : 1) Implied consent. Yaitu persetujuan yang dinyatakan tidak langsung. Contohnya: saat bidan akan mengukur tekanan darah ibu, ia hanya mendekati si ibu dengan membawa sfingmomanometer tanpa mengatakan apapun dan si ibu langsung menggulung lengan bajunya (meskipun tidak mengatakan apapun, sikap ibu menunjukkan bahwa ia tidak keberatan terhadap tindakan yang akan dilakukan bidan) 2) Express Consent. Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan atau secara verbal. Sekalipun persetujuan secara tersirat dapat diberikan, namun sangat bijaksana bila persetujuan pasien dinyatakan dalam bentuk tertulis karena hal ini dapat menjadi bukti yang lebih kuat dimasa mendatang. Contoh, persetujuan untuk pelaksanaan sesar. Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (petugas kesehatan) untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu : a. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko



besar,



sebagaimana



ditegaskan



dalam



PerMenKes



No.



585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent); b. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat noninvasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien; c.



Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.



2.4 Tujuan dan Manfaat Informed Consent A. Tujuan 1. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan petugas kesehatan yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya. 2. Memberi perlindungan hukum kepada petugas kesehatan terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap



tindakan



medik



ada



melekat



suatu



resiko



(



Permenkes



No.



290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3) B. Manfaat 1. Membantu kelancaran tindakan medis. Melalui informed consent, secara tidak langsung terjalin kerjasama antara bidan dank lien sehingga memperlancar tindakan yang akan dilakukan. Keadaan ini dapat meningkatkan efisiensi waktu dalam upaya tindakan kedaruratan. 2. Mengurangi efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi. Tindakan bidan yang tepat dan segera, akan menurunkan resiko terjadinya efek samping dan komplikasi. 3. Mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit, karena si ibu memiliki pemahaman yang cukup terhadap tindakan yang dilakukan. 4. Meningkatkan mutu pelayanan. Peningkatan mutu ditunjang oleh tindakan yang lancar, efek samping dankomplikasi yang minim, dan proses pemulihan yang cepat. 5. Melindungi bidan dari kemungkinan tuntutan hukum. Jika tindakan medis menimbulkan masalah, bidan memiliki bukti tertulis tentang persetujuan pasien.



2.5 Elemen Informed Consent Ada tiga element yang membentuk Informed Consent, yaiutu : A. Threeshold elements. Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonableberdasarkan alasan yang reasonable)



Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu. B. Information elements Elemen



ini



terdiri



dari



dua



dan understanding (pemahaman). Pengertian



bagian ”berdasarkan



yaitu, disclosure(pengungkapan) pemahaman



yang



adekuat



membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu : a. Standar Praktik Profesi Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna” (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien. b. Standar Subyektif Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien. c. Standar pada reasonable person Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam.



2.6. Etik Dalam Informed Consent Langkah-langkah pencegahan masalah etik, dalam pencegahan konflik etik dikenal ada 4, yang urutannya adalah sebagai berikut : 1. Informed concent 2. Negosiasi 3. Persuasi 4. Komite etik



Informed concent merupakan butir yang paling penting, kalau informed concent gagal, maka butir selanjutnya perlu dipergunakan secara berurutan sesuasi dengan kebutuhan. Informed concent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien/walinya yang berhak terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan kebidanan terhadap pasien sesudah memperoleh informasi lengkap dan yang dipahaminya mengenai tindakan itu. Ada dua dimensi dalam proses informed concent : a) Dimensi yang menyangkut hokum Dalam hal ini informed concent merupakan perlindungan bagi pasien terhadap bidan yang berperilaku memaksakan kehendak, dimana proses informed concent sudah memuat : 1. Keterbukaan informasi dari bidan kepada pasien 2. Informasi tersebut harus dimengerti pasien 3. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberikan kesempatan yang baik b) Dimensi yang meyangkut etik.



Dari proses informed concent terkandung nilai etik sebagai berikut : 1) Menghargai kemandirian/otonomi pasien 2) Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila dibutuhkan/diminta sesuai dengan informasi yang telah dibutuhkan 3) Bidan menggali keinginan pasien baik yang dirasakan secara subjektif maupun sebagai hasil pemikiran yang rasional. Alur yang senantiasa berurutan, pada tahap pertama bidan dengan pasien dihubungkan dengan suatu dialog, forum informasi (informed), kemudian terjadi pilihan (choice) dan pengambilan keputusan. Terdapat 2 keluaran pengambilan keputusan: 1. Menyetujui sehingga menandatangani form persetujuan 2. Menolak dengan menandatangani form penolakan. Sehingga baik persetujuan maupun penolakan sebaiknya dituangkan dalam bentuk tertulis, jika terjadi permasalahan, maka secara hukum bidan mempunyai kekuatan hukum karena mempunyai bukti tertulis, jika terjadi permasalahan, maka secara hukum bidan mempunyai kekuatan hukum karena mempunyai bukti tertulis yang menunjukkan bahwa prosedur pemberian informasi telah dilalui dan keputusan ada di tangan klien untuk menyetujui atau menolak. Hal ini sesuai dengan hak pasien untuk menentukan diri sendiri, yaitu pasien berhak menerima atau menolak tindakan atas dirinya setelah diberi penjelasan sejelas-jelasnya.



Pelaksanaan informed consent cukup sulit terbukti masih ditemukan beberapa masalah yang dihadapi oleh pihak bidan atau rumah sakit atau rumah bersalin, yaitu: a. Pengertian kemampuan secara hukum dari orang yang akan menjalani tindakan, serta siapa yang berhak menandatangani surat persetujuan dimana harus ditentukan peraturan mengenai batas usia, kesadaran, kondisi mentalnya dan sebagainya. Sampai sejauh mana orang yang sedang merasa kesakitan, seperti misalnya ibu inpartu mampu menetapkan pilihan atau berkonsentrasi terhadap penjelasan yang diberikan. Apakah orang dalam keadaan sakit mampu secara hukum menyatakan persetujuan. b. Masalah wali yang sah. Timbul apabila pasien atau ibu tidak mampu secara hukum untuk menyatakan persetujuannya. c.



Masalah informasi yang diberikan yaitu seberap jauh informasi dianggap telah dijelaskan dengan cukup jelas, tetapi juga tidak terlalu terinci sehingga dianggap menakut-nakuti.



d.



Dalam memberikan persetujuan, apakah diperlukan sanksi, apabila diperlukan apakah sanksi tersebut perlu menandatangani formulir yang ada. Bagaimana menentukan sanksi.



e.



Dalam keadaan darurat, misalnya kasus perdarahan pada ibu hamil, dan keluarganya belum dapat dihubungi, dalam keadaan seperti ini siapakah yang berhak memberikan persetujuan, sementara pasien perlu segera ditolong. Bagaimana perlindungan hukum kepada si bidan yang melakukan tindakan atas dasar keadaan darurat dan dalam upaya penyelamatan jiwa ibu dan janinnya.



Akhirnya bahwa manfaat informed consent adalah untuk mengurangi keadaan malpraktek dan agar bidan lebih berhati-hati dan alur pemberian informasi benar-benar dilakukan dalam memberikan pelayanan kebidanan.



2.7 Contoh Informed Consent Dalam Tindakan Persalinan



Bidan Praktek Swasta................ Alamat....................................... Telp.......................................... Kode Pos...................................



PERSETUJUAN TINDAKAN PERTOLONGAN PERSALINAN



Nomor:........ Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama



:



Tempat/Tinggal Lahir



:



Alamat



:



Kartu Identitas



:



Pekerjaan



:



Selaku individu yang meminta bantuan pada fasilitas kesehatan ini, bersama ini menyatakan kesediaannya untuk dilakukan tindakan dan prosedur pertolongan persalinan pada diri saya berikan setelah mendapat penjelasan dari bidan yang berwenang di fasilitas kesehatan tersebut diatas, sebagaimana berikut ini: a. Diagnosis kebidanan …………………………………………………. b. Untuk



melakukan



pertolongan



persalinan,



perlu



dilakukan



tindakan……………………………………………………………….. c. Setiap tindakan kebidanan yang dipilih bertujuan untuk kesejahteraan dan keselamatan ibu dan janin. Namun demikian, sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, setiap tindakan mempunyai resiko, baik yang telah diduga maupun yang tidak diduga sebelumnya. d. Penolong telah pula menjelaskan bahwa ia akan berusaha sebaik mungkin untuk melakukan tindakan pertolongan persalinan dan menghindarkan kemungkinan risiko, agar diperoleh hasil asuhan kebidanan yang optimal. e. Semua penjelasan tersebut diatas, sudah saya maklumi dan dijelaskan dengan kalimat yang jelas dan saya mengerti sehingga saya memaklumi arti tindakan atau asuhan kebidanan yang saya alami. Dengan demikian terjadi kesalah



pahaman diantara pasien dan bidan tentang upaya serta tujuan, untuk mencegah timbulnya masalah hukum dikemudian hari.



Apabila dalam keadaan dimana saya tidak mampu untuk memperoleh penjelasan dan memberi persetujuan maka saya menyerahkan mandat kepada suami atau wali saya yaitu: Nama



: ..............................................



Tempat/Tanggal Lahir



: ..............................................



Alamat



: ..............................................



Kartu Identitas



: ..............................................



Pekerjaan



: ..............................................



Demikian agar saya maklum, surat persetujuan ini saya buat tanpa paksaan dari pihak manapun dan agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.



Bidan Yang Memberi Persetujuan



(............................)



Pasien



(...............................)



2.8 Pengertian Informed Choice Informed Choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan (choice) harus dibedakan dari persetujuan (concent). Persetujuan penting dari sudut pandang bidan, karena itu berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang dilakukan oleh bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari sudut pandang wanita (pasien) sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.



2.9 Tujuan Informed Choice Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya. Peran bidan tidak hanya membuat asuhan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya.



2.10 Rekomendasi



1. Bidan harus terusmeningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam berbagai aspek agar dapat membuat keputusan klinis dan secara teoritis agar dapat memberikan pelayanan yang aman dan dapat memuaskan kliennya. 2. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh wanita dengan menggunakan media laternatif dan penerjemah, kalau perlu dalam bentuk tatap muka secara langsung. 3. Bidan dan petugas kesehatan lainnya perlu belajar untuk membantu wanita melatih diri dalam menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab untuk keputusan yang mereka ambil sendiri. 4. Dengan berfokus pada asuhan yang berpusat pada wanita dan berdasarkan fakta, diharapkan bahwa konflik dapat ditekan serendah mungkin. 5. Tidak perlu takut akan konflik tapi menganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan suatu tekanan positif.



2.11 Bentuk Pilihan (Choice) Pada Asuhan Kebidanan



Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh pasien antara lain : 1. Gaya, bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan laboratorium/screaning antenatal. 2. Tempat bersalin (rumah, polindes, RB, RSB, atau RS) dan kelas perawatan di RS. 3. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan. 4. Pendampingan waktu bersalin. 5. Clisma dan cukur daerah pubis. 6. Metode monitor denyut jantung janin. 7. Percepatan persalinan. 8. Diet selama proses persalinan. 9. Mobilisasi selama proses persalinan. 10. Pemakaian obat pengurang rasa sakit. 11. Pemecahan ketuban secara rutin. 12. Posisi ketika bersalin



13. Episiotomi. 14. Penolong persalinan. 15. Keterlibatan suami waktu bersalin, misalnya pemotongan tali pusat. 16. Cara memberikan minuman bayi. 17. Metode pengontrolan kesuburan.



2.12 Perbedaan Pilihan (Choice) Dengan Persetujuan (Consent) a. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan. b. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan merupakan aspek otonomi pribadi menentukan pilihannya sendiri. c. Choice berarti ada alternatif lain, ada lebih dari satu pilihan dan klien mengerti perbedaannya sehinggga dia dapat menentukan mana yang disukai atau sesuai dengan kebutuhannya.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Informed Consent adalah persetujuan tindakan kebidanan atau kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Informed Choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan (choice).Persetujuan (consent) penting dari sudut pandang bidan, karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang dilakukan oleh bidan.Pilihan (choice) lebih penting dari sudut pandang wanita (pasien) sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.



3.2 Saran Sebelum melakukan tindakan medis, bidan dan klien harus membuat dan/atau menyetujui informed consent dan informed choice agar dapat menanggulangi masalah secara proporsional dan mencegah apa yang dinamakan malpraktek di bidang kebidanan.



DAFTAR PUSTAKA Ratih Kusuma Wardhani. 2009. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. Tesis tidak diterbitkan. Semarang: FH Universitas Diponegoro.



Samil, Ratna Suprapti. Etika Kedokteran Indonesia, Yayasan Bina Pustaka: Jakarta., Informed Consent dan Informed Refusal, Penerbit Fakultas Kedokteran UI, 2003.



Zulvadi, Dudi. 2010. Etika dan Manajemen Kebidanan. Yogyakarta : Cahaya Ilmu.



Wahyuningsih, Heni Puji dan Asmar Yetty Zein. 2005. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya.



http://kumpulanmaterikesehat.blogspot.com/2013/04/makalah-informed-consent.html