Makalah Teori Belajar Dienes, Bruner, Ausebel, Gagne, Van Hill [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pada hakekatnya, belajar merupakan proses yang kompleks dan terjadi pada semua orang serta berlangsung seumur hidup. Kompleksitas belajar tersebut melahirkan banyak teori-teori yang berkembang dan berusaha untuk menjelaskan bagaimana proses belajar tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah. Tiap teori belajar menitikberatkan pada tumpuan yang berbeda-beda, ada yang lebih mementingkan proses belajar, pada hasil belajar, pada isi atau konten bahan ajar, ada pula



yang mengutamakan kepada pembentukan atau



mengkonstruksi pengetahuan, sikap atau keterampilannya sendiri Kegiatan pembelajaran tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus berlandaskan peda teori-terori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa bertindak



secara tepat.



mengarahkan



dalam



Artinya teori-teori belajar ini diharapkan dapat merancang



dan



mealksanakan



kegiatan



pembelajaran. Walaupun teori belajar tidak dapat diharapkan menentukan langkah demi langkah dalam kegiatan pembelajaran, namun akan dapat memberikan arah prioritas dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu para pelaku pembelajaran baik guru, perancang pembelajaran dan para pengembang program pembelajaran yang profesional harus dapat memilih teori belajar yang tepat untuk digunakan dalam desain pembelajaran yang akan dikembangkannya. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa teori belajar yang dikemukakan oleh Z.P Dienes, Bruner, Ausebel, Gagne dan Van Hiele. B. Rumusan Masalah Bagaimanakah inti dari teori belajar yang dikemukakan oleh Z.P. Dienes, teori belajar Bruner, teori belajar Ausebel, teori belajar Gagne, dan teori belajar Van Hiele?



1



2



C. Tujuan Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui inti dari teori belajar Z. Dienes, teori belajar Bruner, teori belajar Ausebel, teori belajar Gagne, dan teori belajar Van Hiele .



BAB II PEMBAHASAN



A. Teori Belajar Z. P Dienes Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar teorinya bertumpu pada Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada siswa-siswa, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi siswa yang mempelajarinya. Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan mengkatagorikan hubungan-hubungan di antara strukturstruktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep tertentu, akan makin jelas konsep yang dipahami anak, karena anak-anak akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajarinya itu. Dalam mencari kesamaan sifat anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih anak-anak dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu ke bentuk permainan lainnya. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah



sifat-sifat



abstrak



yang



3



ada



dalam



permainan



semula.



4



Menurut Dienes, konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu: 1.



Permainan Bebas (Free Play) Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan



konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi. 2.



Permainan yang Menggunakan Aturan (Games) Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-



pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. 3.



Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities) Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan



menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok). 4.



Permainan Representasi (Representation) Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang



sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, dengan demikian telah mengarah



5



pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif. 5.



Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization) Simbolisasi



termasuk



tahap



belajar



konsep



yang



membutuhkan



kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak. 6.



Permainan dengan Formalisasi (Formalization) Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap



ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, an mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. B. Teori Belajar Bruner Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Dahar (1988: 118) menyatakan bahwa, “Bruner tidak mengambangkan suatu teori belajar yang sistematis”. Yang penting baginya ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut bruner inti dari belajar. Oleh karena itu Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya.



6



Jerome Bruner (1915), seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif, yang menjabat sebagai direktur pusat untuk studi kognitif di Harvard University. Teori Bruner tidak mengembangkan suatu teori bulat tentang belajar sebagaimana yang dilakukan oleh Robert M. Gagne. Refleksinya berkisar pada manusia pengolah aktif terhadap informasi yang diterimanya untuk memperoleh Pemahaman. Yang menjadi ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas, untuk itu menurut Bruner, murid mengorganisir bahan yang dipelajari dalam suatu bentuk akhir. Teori ini disebutnya dengan discovery learning, atau dengan kata lain bagaimana cara orang memilih mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut Bruner inti dari berajar. Menurut Jerome Bruner , belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan, yakni : 1. Memperoleh informasi baru. Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi seelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi tersebut dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. 2. Transformasi



informasi.



Transformasi



informasi



/



pengetahuan



menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan.Informasi yang diperoleh , kemudian dianalisis , diubah atau ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal – hal yang lebih luas. 3. Evaluasi. Evaluasi merupakan proses menguji relevasi dan ketepatan pengetahuan.Proses ini dilakukan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan tersebut cocok atau sesuai dengan prosedur yang ada. Bruner membagi perkembangan kognitif anak atas tahap – tahap tertentu.Menurut Bruner ada 3 tahap , yakni :



7



1. Enaktif( enactive ) Tahap ini merupakan tahap representasi pengetahuan dalam melakukan tindakan . Pada tahap ini anak dalam tahap belajarnya menggunakan atau memanipulasi obyek – obyek secara langsung. 2. Ikonik ( iconic ) Tahap yang merupakan perangkuman bayangan secara visual.Pada tahap ini anak melihat dunia melalui gambar – gambar atau visualisasi.Dalam belajarnya , anak tidak memanipulasi obyek – obyek secara langsung, tetapi sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek. 3. Simbolik ( Symbolic ) Tahap ini merupakan tahap memanipulasi symbol – symbol secara langsung dan tidak lagi menggunakan obyek – obyek atau gambaran obyek. Pada tahap ini anak memiliki gagasan – gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika. Menurut Teori Kognitif Bruner, untuk mengajarkan sesuatu tidak perlu ditunggu sampai anak mencapai suatu tahap perkembangan tertentu.Apabila bahan yang diberikan diatur dengan baik, maka anak dapat belajar meskipun usianya belum memadai. Jadi perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan



dengan



cara



mengatur



bahan



yang



akan



dipelajari



dan



menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Disamping itu , tori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka penerapan teori Bruner ini dikenal sebagai “Kurikulum spiral”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh. Dalam model intruksional, Bruner memperkenalkan model yang dikenal dengan nama belajar penemuan ( Discovery learning ). Dalam belajar penemuan ini siswa akan berperan lebih aktif . Siswa berusaha sendiri memecahkan masalah



8



dan memperoleh pengetahuan tertentu. Dengan cara ini akan memperoleh pengetahuan yang benar – benar bermakna. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan dan berfikir secara bebas, dan memilih keterampilanketerampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. C. Teori Belajar Ausebel Ausubel mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar.



9



Menurut Ausebel dan Robinson dalam Slameto (2010) ada empat macam tipe belajar yaitu: 1. Belajar menerima bermakna (Meaningful Reception Learning) Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki. 2. Belajar menerima yang tidak bermakna (Reception Learning) Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki. 3. Belajar penemuan bermakna (Meaningful discovery Learning) Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada. 4. Belajar penemuan yang tidak bermakna (Discovery Learning) Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh pelajar tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan. Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu: 1. Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memilki strategi belajar bermakna. 2. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus disesuaikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa 3. Tugas-tugas



belajar



yang



diberikan



perkembangan intelektual siswa.



harus



sesuai



dengan



tahap



10



D. Teori Belajar Gagne (Teori Conditioning Of Learning) Teori ini ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya diamaksudkan untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari halhal yang lebih sulit atau lebih kompleks. Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya. Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang komulatif (gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara. Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah : mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas atau outcome.



11



Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh pembelajar (peserta didik) dari : 1. Stimulus dan lingkungan 2.



proses kognitif



Menurut Gagne hasil belajar dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Verbal information (informasi verbal) Merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan, dan tertulis. 2. Intellectual Skill (skil Intelektual) Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata, dan gambar). 3. Cognitive strategi (strategi kognitif) Merupakan suatu cara seseorang untuk menangani aktivitas belajar dan berpikirnya sendiri, sehingga ia menggunakan cara yang sama apabila menemukan kesulitan yang sama.. 4. Keterampilan motorik (Motoric skill) Adalah kemampuan seseorang dalam melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. 5. Attitude (perilaku) Merupakan kemampuan seseorang yang sangat berperan sekali dalam mengambil tindakan, apakah baik atau buruk bagi dirinya sendiri. Menurut Gagne tingkah laku manusia sangat bervariasi dan berbeda dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar. Gagne mengemukakan bahwa ketrampilan-ketrampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga kapabilitas.



12



Pandangan Gagne tentang belajar dikelompokkan menjadi 8 tipe. Kedelapan tipe tersebut adalah belajar dengan: 1. Tipe belajar tanda (Signal learning) Belajar dengan cara ini dapat dikatakan sama dengan apa yang dikemukakan oleh Pavlov. Semua jawaban/respons menurut kepada tanda/sinyal. 2. Tipe belajar rangsang-reaksi (Stimulus-response learning) Tipe ini hampir serupa dengan tipe satu, namun pada tipe ini, timbulnya respons juga karena adanya dorongan yang datang dari dalam serta adanya penguatan sehingga seseorang mau melakukan sesuatu secara berulangulang. 3. Tipe belajar berangkai (Chaining Learning) Pada tahap ini terjadi serangkaian hubungan stimulus-respons, maksudnya adalah bahwa suatu respons pada gilirannya akan menjadi stimulus baru dan selanjutnya akan menimbulkan respons baru. 4. Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal association learning) Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil belajarnya yaitu memberikan reaksi verbal pada stimulus/perangsang. 5. Tipe belajar membedakan (Discrimination learning) Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antar objek-objek yang terdapat dalm lingkungan fisik. 6. Tipe belajar konsep (Concept Learning) Belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau pengertian tentang suatu yang mendasar. 7. Tipe belajar kaidah (RuleLearning) Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep. 8. Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving) Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan.



13



E. Teori Belajar Van Hiele Tahap berpikir Van Hiele adalah kecepatan untuk berpindah dari satu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak dipengaruhi oleh aktifitas dalam pembelajaran.Dengan demikian, pengorganisasian pembelajaran, isi, dan materi merupakan faktor penting dalam pembelajaran, selain guru juga memegang peran penting dalam mendorong kecepatan berpikir siswa melalui suatu tahapan.Tahap berpikir yang lebih tinggi hanya dapat dicapai melalui latihan-latihan yang tepat bukan melalui ceramah semata.Dalam perkembangan berpikir, van Hiele , menekankan pada peran siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara aktif. Siswa tidak akan berhasil jika hanya belajar dengan menghapal fakta-fakta, namanama atau aturan-aturan, melainkan siswa harus menentukan sendiri hubunganhubungan saling Keterkaitan antara konsep-konsep geometri daripada prosesproses geometri. Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri.Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri. Menurut Van Hiele ada tiga unsur dalam pengajaran matematika yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran, jika ketiganya ditata secara terpadu maka akan terjadi peningkatan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir lebih tinggi. Tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui peserta didik dalam pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai berikut: 1. Level 0. Tingkat Visualisasi Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, peserta didik memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponenkomponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini peserta didik sudah mengenal nama sesuatu bangun, peserta didik belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini peserta didik tahu suatu bangun bernama persegipanjang, akan tetapi peserta didik belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.



14



2. Level 1. Tingkat Analisis Tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat ini peserta didik sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini peserta didik sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut 3. Level 2. Tingkat Abstraksi Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini, peserta didik sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudahmemahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini peserta didik sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang. 4. Level 3. Tingkat Deduksi Formal Pada tingkat ini peserta didik sudah memahami perenan pengertianpengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada tingkat ini peserta didik sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini peserta didik sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut 5. Level 4. Tingkat Rigor Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, peserta didik mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistemsistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, peserta didik memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.



15



Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah, maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini siswa sudah memahami adanya geometri-geometri yang lain di samping geometri Euclides. Menurut Van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahap-tahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Selain itu, menurut Van Hiele, proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih bergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa. Bila dua orang mempunyai tahap berfikir berlainan satu sama lain,kemudian saling bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Menurut Van Hiele seorang anak yang berada di tingkat yang lebih rendah tidak mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut.Kalaupun dipaksakan anak itu baru bisa memahami melalui hafalan saja bukan melalui pengertian . Agar anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar anak harus



disesuaikan



dengan



tingkat



perkembangan



anak



atau



taraf



berfikirnya.Sehingga dapat digunakan sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berfikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Brurner menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Menurut Bruner inti dari belajar adalah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif. Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya. Menurut Teori belajar Ausebel, pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa. Teori yang ditemukan oleh Gagne didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya diamaksudkan untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan



16



17



yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks. Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya. Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang komulatif Menurut Van Hiele terdapat emapat tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui peserta didik dalam pembelajaran geometri, yaitu tingkat visualisasi, tingkat analisis, tingkat abstraksi, tingkat deduksi formal, dan tingkat rigor. Menurut Van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahaptahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati dan proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih bergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa. B. Saran Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca dapat mengetahui tentang teori belajar Z.P dienes, teori belajar Bruner, teori belajar Ausebel, teori belajar Gagne dan juga teori belajar Van Hiele. Sebagai seorang pendidik ada baiknya menggunakan metode yang variatif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Diantaranya dengan menggunakan teori belajar kognitif Bruner dengan pendekatan discovery learning maupun dengan teori-teori lainnya yang telah dibahas dalam makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA



Anwar. 2014. Teori Belajar Dienes. http://anwar-math.blogspot.co.id /2014/10/ teori-belajar-dienes.html. Diakses tanggal 14 juni 2017. Dahar, Ratna Willis. Prof. Dr. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: P2LPTK. Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pebelajaran, Jakarta:Penerbit Kerjasama Pusat Perbukuan Depdiknas dan PT Rineka Cipta, 2002 Erman, Suherman, dkk. 2003. Strategi pembelajaran matematika kontemporer. Bandung: FMIPA UPI. Jannah, Siti Lailatul. 2016. Belajar Bermakna David Ausebel. http://sitilailatuljannah.blogspot.co.id/2016/01/belajar-bermakna-teoridavid-ausubel.html.diakses tanggal 14 Juni 2017. Khusnul. 2012. Makalah Teori Belajar Menurut Van Hiele. https://tuluskusnul.wordpress.com/2012/12/20/makalah-teori-belajarmenurut-van-hiele/. Diakses tanggal 14 juni 2017. Lela.



2009. Teori Belajar Gagne dan Ausebel. https://lela68.wordpress.com/2009/05/22/tugas-2-gagne-ausubel/. Diakses tanggal 14 Juni 2017.



Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Jakarta:Penerbit Prenada Media.



Benih



Teknologi



Pendidikan,



Noviyanto, Dedi. 2014. Teori Belajar Robert M Gagne. https://dedinoviyanto.wordpress.com/my-papers/tentang-pendidikan/teoribelajar-robert-m-gagne/.diakses tanggal 14 Juni 2017. Nyimas Aisyah, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas Ratumanan. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press. Salim,



Agus. 2010. Teori Belajar Menurut Jerome Bruner. https://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori-belajar-menurut-jeromebruner/. Diakses tanggal 14 Juni 2017.



Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 1995 Tati.



2012. Teori Belajar Bandura, Ausebel, dan Gagne. http://catatantanti.blogspot.co.id/2012/08/teori-belajar-bandura-ausabledan-gagne.html. Diakses tanggal 14 juni 2017.



Winkel, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta:Penerbit Media Abadi, 2005



18