Makalah Toxoplasma - Miasniuson Dapajiangu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ZOONOSIS



OBSERVASI PENYAKIT ZOONOSIS TOXOPLASMA



OLEH MIASNIUSON TAMU INA DAPAJIANGU 1807010450



PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2020



KATA PENGANTAR Pertama-tama patut Kami ucapkan mengawali tulisan ini selain ucapan puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya juga sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat dalam proses belajar-mengajar khususnya mata kuliah Zoonosis sebagai bagian dari rangkaian kegiatan pembelajaran. Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dalam proses pembelajaran selanjutnya. Akhir kata, kami sampaikan permohonan maaf jika dalam penyusunan makalah ini terdapat kekeliruan atau ada kata-kata yang tidak berkenan di hati pembaca.kami juga menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak demi kesempurnaan dalam penulisan makalah ini



Kupang , 24 September 2020



Penyusun



DAFTAR ISI



MAKALAH......................................................................................................................1 ZOONOSIS......................................................................................................................1 KATA PENGANTAR.....................................................................................................2 DAFTAR ISI....................................................................................................................3 BAB I................................................................................................................................4 PENDAHULUAN............................................................................................................4 1.1



Latar Belakang....................................................................................................4



1.2



Rumusan Masalah..............................................................................................5



BAB II...............................................................................................................................6 PEMBAHASAN...............................................................................................................6 2.1 Pengertian Toxoplasmosis.....................................................................................7 2.2 Etiologi Toxoplasmosis.........................................................................................8 2.4 Epidemiologi Toxoplasmosis................................................................................9 2.5 Faktor resiko Toxopllasmosis..............................................................................12 2.6 Penularan Toxoplasmosis....................................................................................14 2.7 Pencegahan Toxoplasmosis.................................................................................14 BAB III...........................................................................................................................15 PENUTUP......................................................................................................................15 3.1 Kesimpulan..........................................................................................................15 3.2 Saran....................................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16 LAMPIRAN....................................................................................................................17



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii adalah protozoa intraseluler dan bersifat obligat parasit yang mempunyai hospes definitif kucing dan keluarga Felidae serta dapat menyerang semua hewan berdarah panas seperti sapi, kambing, babi, kuda, domba, ayam, rodensia dan manusia (Manahan dkk, 2013). Infeksi Toxoplasma gondii umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas baik pada inang definitif maupun inang perantara (Soedarto, 2011). Di Indonesia kejadian toxoplasmosis bervariasi, pada kucing 5,56% - 40%, kambing 23,5 60%, domba 32,18 - 71,97%, sapi 36,4%, kerbau 27,3 %, ayam 19,24%, itik 6,1%, babi 28 - 32% dan secara serologis pada manusia di atas 40% (Direktorat Kesehatan Hewan, 2014). Penularan toxoplasmosis pada hewan dan manusia dapat secara peroral dan transplasental (Hanafiah dkk, 2009). Kerugian toxoplasmosis terbesar dapat terjadi selama kehamilan. Janin yang termanifestasi toxoplasmosis dapat terjadi abortus, kelahiran prematur, lahir mati, encephalitis, koriorenitis, microcephalus, hydrocephalus, mumifikasi dan kelainan kongental (Mufasirin, 2011). Infeksi toxoplasmosis pada hewan dan manusia disebabkan oleh penularan stadium infektif Toxoplasma gondii. Stadium bradizoit merupakan kronis dengan membentuk kista jaringan. Bradizoit Toxoplasma gondii dapat berkembang biak pada hampir seluruh sel berinti seperti hati, sumsum tulang, paru-paru, jantung, otak, ginjal, urat daging, jantung dan testis (Subekti dan Arrasyid, 2006; Dharmana, 2007; Ayu, 2012). Stadium Bradizoit merupakan sumber penularan apabila manusia atau hewan mengkonsumsi daging kurang matang dari inang terinfektif. Stadium takizoid merupakan bentuk Toxoplasma gondii yang beredar dalam darah. Stadium takizoit merupakan sumber penularan melalui transfusi darah atau intraplasental induk. Stadium ookista yaitu bentuk telur infektif Toxoplasma gondii dalam feses yang dikeluarkan kucing (Priyana,



2003). Stadium ookista merupakan stadium yang sangat berpotensi mencemari lingkungan dan menularkan pada hewan dan manusia (Dubey et al, 1998). Kucing merupakan salah satu hewan paling dekat dengan kehidupan manusia (Sulaiman, 2010). Kucing sangat mudah ditemui di lingkungan masyarakat, baik secara sengaja dipelihara maupun kucing liar. Kucing hidup di tempat-tempat umum memiliki kebiasaan untuk membuang kotoran diberbagai tempat seperti tanah, pot bunga, penampungan pasir, tempat sampah dan bahkan tempat bermain anak. Faktor lingkungan dan kenaikan jumlah populasi kucing dapat meningkatkan kenaikan kontaminasi lingkungan oleh feses dan telur Toxoplasma gondii. Ookista yang bersporulasi dapat bertahan hidup ditanah selama setahun dan tahan terhadap pestisida sehingga hal tersebut berpeluang besar menjadi sumber penularan toxoplasmosis pada hewan dan manusia (Soedarto, 2011; Florence, 2012). Penelitan



ini



dilakukan



untuk



mengetahui



tingkat



pencemaran



lingkungan yang disebabkan telur Toxoplasma gondii dalam feses kucing di Surabaya. Penelitian ini dapat digunakan untuk memperkirakan potensi bahaya yang dapat ditimbulkan dari pencemaran lingkungan oleh feses kucing dan informasi untuk meningkatkan kesadaran masayarakat terhadap penyakit menular pada hewan dan manusia. 1.2



Rumusan Masalah 1.1



Apa itu Toxoplasmosis



2.1



Bagaimana Etiologi dari Toxoplasmosis



3.1



Bagiamana Epidemiologi dari Toxoplasmosis



4.1



Apa saja Faktor resiko Toxoplasmosis



5.1



Bagaimana Penularaan Toxoplasmosis



6.1



Bagaimana pencegahan Toxoplasmosis



1.3 Tujuan Penulisan 1.1



Untuk Mengetahui Apa itu Toxoplasmosis



2.1



Untuk Mengetahui Etiologi dari Toxoplasmosis



3.1



Untuk Mengetahui Epidemiologi dari Toxoplasmosis



4.1



Untuk Mengetahui Faktor resiko Toxoplasmosis



5.1



Untuk Mengetahui Penularaan Toxoplasmosis



6.1



Untuk Mengetahui cara pencegahan Toxoplasmosis



BAB II PEMBAHASAN 2.1



Pengertian Toksoplasma Toxoplasma gondii adalah makhluk hidup bersel satu, merupakan parasit pada tubuh organisme hidup lain (hospes) dan mengambil semua nutrisi dari hospesnya (Zulkoni,2010). Toxoplasma gondii merupakan parasit protozoa dengan sifat alami, perjalanannya dapat akut atau menahun, sistomatik maupun asistomatik (Pohan,2003). Parasit ini termasuk parasit zoonosis yang dapat hidup didalam tubuh berbagai jenis hewan berdarah panas dan dapat menular ke manusia. Toxoplasma gondii pertama kali dipelajari oleh Nicolle dan Manceuzx pada tahun 1908 berdasarkan penelitiannya atas parasit – parasit yang mereka temukan didalam darah, hati, dan limpa binatang gundii (Ctenodactylus gundii), sebangsa rodensia mirip hamster yang terdapat di afrika Utara. Binatang ini jaga digunakan dalam penelitian leismaniasis pada laboratorium charles Nicolle di Institure Pasteur di Tunis (Soedarto,2012).



2.2



Etiologi Toxoplasma Penyebab



penyakit



Toxoplasmosis



adalah



Toxoplasma



Gondii



yangbersifat parasit intraseluler obligat. Nama Toxoplasma berasal dari kata toxon (bahasa yunani) yang berarti busur (bow) yang mengacu pada bentuk sabit (crescent shape) dari toxoit. Adapun gondii berasal dari kata Ctenodactylus Gondii, seeokor rodensi dari Afrika Utara dimana parasit tersebut pertama kali ditemukan pada tahun 1908. Toxoplasma Gondii termasuk anggota filum Apicomplexa, kelas Sprozoa, Subkelas Coccidia, dan subordo Eimeria 2.3



Epidemiologi Toxoplasma Penyakit toxoplasmosis tersebar diseluruh dunia dan Toxoplasma gondii salah satu spesies yang sering menyerang hewan dan manusia. Tanah merupakan sumber infeksi untuk herbivora seperti kambing, domba, babi dan ternak (Pohan, 2003).Survei diseluruh dunia, presentase hasil positif pada orang dewasa bervariasi antara 13-59% dengan tes intrakutan; sedangkan dengan tes warna rata-rata 28% (4-60% di 18 negara). Di duga bahwa toxoplasmosis kronik



asimtomatik terjadi pada kira-kira ½ dari seluruh prevelensi di USA (Krick dan Remingto dalam Natadisastra,2014). Pohan dalam Ryanda, (2017) mengemukakan bahwa seroprevalensi toksoplasmosis pada manusia di Indonesia berkisar antara 2%-63% dengan angka yang bervariasi di masing – masing daerah. Lima daerah yang memiliki prevalensi kejadian toksoplasmosis pada manusia tertinggi di Indonesia dari urutan pertama yaitu Lampung (88,23%), Kalimantan Timur (81,25%), DKI Jakarta (76,92%), Sulawesi Tengah (76,47%) dan Sumatera Utara (68,96%). Pada orang Eskimo prevelensinya 1% dan di El Salvador, amerika tengah 90%. Prevelensi zat anti Toxoplasma gondii. Pada binatang di Indonesia adalah sebagai berikut : pada kucing 35-73%, pada babi 11-36%, pada kambing 1161%, pada anjing 75%, dan pada ternak lain kurang dari 10%. Pada umumnya prevelensi zat anti yang positif meningkat dengan umur, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita. Didataran tinggi prevelensi lebih rendah, sedangkan di daerah tropik prevelensi lebih tinggi (Sustanto,dkk,2008). Dari



prevalensi



an



toksoplasmosis



dan



berbagai



survei



telah



membuktikan bahwa di kota-kota besar di berbagai Provinsi di Indonesia masih relative tinggi kasus terjadinya toksopasmosis (Hanafiah M, 2010). Infeksi transplasenta janin telah lama diketahui. Kucing peliharaan telah diduga berperan pada transmisi parasit kemanusi; infeksi ditularkan melalui ookista seperti isospora yang hanya ditemukan dalam feses kucing (Jawetz,dkk,2008). Keadaan toxoplasmosis disuatu daerah dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kebiasaan makan daging kurang matang, adanya kucing terutama dipelihara sebagai binatang kesayangan, adanya tikus dan burung sebagai hospes perantara yang merupakan binatang buruan kucing, adanya sejumlah vektor seperti lipas atau lalat yang dapat memindahkan ookista dari tinja kucing ke makanan. Cacing tanah juga berperan untuk memindahkan ookista dari lapisan dalam ke permukaan tanah (Sutanto,2008).



2.4



Faktor resiko Toxoplasma



Kejadian Toksoplasmosis Kronis Pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang penegakan diagnosa toksoplasmosis salah satunya adalah pemeriksaan secara serologis. Dimana metode pemeriksaanya adalah antigen Toxoplasma gondii akan bereaksi dengan antibodi spesifik yang diambil dari serum darah penderita (13,28). Pemeriksaan serologis akan mendeteksi adanya antibodi spesifik yaitu IgG dan IgM toksoplasma dalam serum penderita (4) IgM anti Toksoplasma akan diproduksi oleh tubuh pada minggu pertama setelah terjadinya infeksi hingga terus meningkat nilai titernya hingga mencapai puncaknya pada 1-2 bulan. Kemudian kadar IgM akan menurun setelah 4 bulan pasca infeksi pertama, namun ada sekitar 50% penderita yang kadar titer IgM nya masih terdeteksi selama 6 bulan sampai 1 tahun. Kadar IgM tinggi menunjukkan bahwa seseorang sedang terinfeksi toksoplasma sedangkan kadar IgG tinggi menunjukkan seseorang tersebut pernah terinfeksi Toxoplasma gondii di masa lampau Saat Toxoplasma gondii masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan, makan akan menembus epitel usus dan akan ditelan oleh makrofag atau masuk kedalam limfosit kemudian terdistribusi dan dapat menyerang semua sel, kemudian membelah diri dan menyebabkan lisis. Namun destruksi sel akan berhenti ketika tubuh mulai mengembangkan antibodi Infeksi toksoplasmosis yang terjadi pada ibu hamil ditandai dengan kadar IgM anti toksoplasma yang positif/ reaktif dalam serum darahnya. Keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya abortus, janis lahir mati, atau bayi yang dilahirkan menunjukkan gejala toksoplasma seperti ensefalomyelitus, hidrosefalus atau mikrosefalus. Hal ini terjadi karena penularan secara kongenital dari ibu hamil kepada janinya Manusia dapat terinfeksi toksoplasmosis jika memakan makanan yang tercemar oleh ookista Toxoplasma gondii dari feses kucing yang positif toksoplasmosis, atau bisa juga dengan tidak sengaja menghirup ookista yang mencemari lingkungan



1.



Jenis Kelamin Laki-laki berisiko menderita toksoplasmosis lebih tinggi daripada perempuan. Penelitian serupa yang pernah dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan hasil prevalensi toksoplasmosis pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Secara teoritis tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama. Infeksi T. gondii dapat disebabkan faktor perilaku dan lingkungan.



2.



Higiene Kucing dengan Infeksi Toksoplasmosis Kronis Kucing merupakan host definitif dari Toxoplasma gondii, yang artinya di dalam tubuh kucing ini lah parasit Toxoplasma gondii berkembang biak hingga menjadi fase ookista yang dikeluarkan kucing bersama dengan fesesnya. Salah satu bentuk upaya mencegah agar pembiak kucing tidak terinfeksi toksoplasmosis adalah dengan menjaga higiene kucing agar kucing juga terhindar toksoplasmosis. Untuk menjaga agar kucing tidak terinfeksi toksoplasmosis adalah dengan sering memandikan kucing, memperhatikan jenis makanan kucing dan memvaksin toksoplasma pada kucing. Dengan cara ini kucing akan memiliki sedikit resiko untuk tertular toksoplasmosis. Cara lain untuk mencegah kucing terinfeksi toksoplasmosis sehingga tidak menularkan pada pembiak adalah dengan memberikan vaksin toksoplasma kepada kucing yang dilakukan secara berkala. Pemberian vaksin ini guna meningkatkan imunitas kucing agar tidak mudah terinfeksi toksoplasmosis.



3.



Sanitasi Kandang dengan Infeksi Toksoplasmosis Kronis Kucing yang terinfeksi toksoplasma mengeluarkan ookista dari fesesnya yang akan mengontaminasi kandangnya, kucing yang dibiarkan berkeliaran di luar kandang bisa saja mengontaminasi air atau tanah disekitar lingkunganya. Ookista Toxoplasma gondii dapat bertahan sampai lebih dari 1 tahun dalam dalam tanah yang lembab dan teduh, sedangkan jika berada pada tempat yang kering dan terkena sinar matahari langsung dapat memperpendek masa hidupnya. Kucing akan berdefekasi di lantai, pasir gumpal atau tempat lain meski sekitar rumah



tidak terdapat tanah, sehingga ookista dalam fesesnya dapat bertahan lama jika tempat tersebut lembab Faktor eksternal yang sangat berperan dalam terjadinya infeksi penyakit yaitu lingkungan. Semakin banyak kucing yang membuang fesesnya ditempat terbuka, maka semakin besar terjadi kemungkinan penularan toksoplasmosis. 4.



FAKTOR LINGKUNGAN Kontaminasi ookista infektif pada lingkungan didukung oleh beberapa faktor seperti sanitasi lingkungan dan banyaknya sumber penular terutama kucing Lingkungan yang terkontaminasi oleh bakteri, jamur atau parasit tentu akan berisiko juga untuk menginfeksi manusia. penyakit yang terjadi melalui foodborne disease ataupun waterborne disease sangat tergantung dengan bagaimana kondisi lingkungan di sekitar, jika sesuai dengan tumbuh kembang bakteri, jamur atau parasit maka akan bertahan dalam kurun waktu tertentu Kucing yang terinfeksi Toxoplasma gondii sangat erat kaitanya dengan sanitasi lingkungan disekitarnya. Kucing yang memiliki sanitasi lingkungan yang buruk atau kotor lebih banyak yang terinfeksi jika dibandingkan dengan kucing yang memiliki sanitasi lingkungan yang Baik. Kandang tempat kucing dipelihara juga harus dipastikan kebersihanya agar tidak menimbulkan risiko terinfeksi toksoplasmosis pada kucing atau pada manusia, karena jika kandang tidak sering dibersihkan maka ookista Toxoplasma gondii yang menempel di kandang berpotensi juga untuk menempel di tubuh kucing dan bisa juga tidak sengaja masuk ke tubuh manusia setelah kontak dengan kucing atau dengan kandang



5.



Higiene Perorangan dengan Infeksi Toksoplasmosis Kronis Higiene perorangan dalam penelitian ini meliputi pemakaian APD saat kontak dengan kucing dan lingkungan kucing, serta kebiasaan mencuci tangan setelah kontak dengan kucing, lingkungan kucing dan sebelum makan. Hampir semua responden tidak menggunakan APD yaitu masker dan sarung tangan namun melakukan cuci tangan baik setelah kontak dengan kucing, lingkungan kucing dan sebelum makan.



Meskipun mereka mencuci tangan, namun cara cuci tangan masih asal atau tidak sesuai dengan prosedur standart menurut WHO. Jadi meskipun mereka mencuci tangan namun bisa saja kurang bersih karena tidak mencakup ke detail sela sela jari tangan. Toxoplasma gondii dapat masuk ke tubuh manusia melalui beberapa cara, yang paling sering terjadi adalah masuk melalui sistem pencernaan atau ingesti. Jika pembiak kucing tidak memiliki higiene personal yang baik, sehingga ketika makan atau minum tanpa sadar ookista Toxoplasma gondii ikut masuk. Bisa karena ookista tersebut mencemari makanan saat proses pengolahan makanan atau karena tangan yang terkontaminasi masuk kedalam mulut saat makan. 2.5



Penularan Toxoplasmosis pada Manusia Jalur Penularan Bermula dari feses kucing yang mengandung Toxoplasma gondii, protozoa ini selanjutnya dapat mengkontaminasi air, tanah, sayuran, maupun manusia secara langsung. Transmisi Toxoplasma gondii ke hewan berdarah panas ataupun ke manusia umumnya melalui tiga cara baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal, transmisi ini dapat terjadi melalui ingesti ookista ketika makan daging yang kurang matang dari hasil peternakan yang telah terinfeksi Toxoplasma gondii. Selain daging, ingesti ookista juga dapat terjadi dari air, tanah, ataupun sayuran yang telah terkontaminasi Toxoplasma gondii. Manusia juga dapat terkena toksoplasmosis melalui transplantasi dari organ yang terinfeksi (Tenter, et al., 2000). Secara vertikal, transmisi ini dapat terjadi dari ibu ke janin selama proses kehamilan. Manurut Harker, et al., 2015, pada beberapa hospes, takizoit bisa juga ditransmisikan dari ibu ke anak melalui Air Susu Ibu (ASI), tetapi langka sekali terjadi kasus transmisi takizoit melalui susu yang tidak terpasteurisasi dan menyebar langsung ke aliran darah



2.6



Pencegahan Penyakit Toxoplasmosis Praktik higiene perorangan yang baik dapat menjadi salah satu upaya pencegahan terjadinya toksoplasmosis. Seperti halnya menggunakan APD ketika bekerja, baik berupa masker ataupun sarung tangan. Parasit dapat menempel pada tangan atau bersembunyi di kuku atau bahkan dapat masuk ke tubuh melalui mulut karena adanya percikan darah dari hewan potong selama bekerja. Menggunakan masker saat kontak langsung dengan kucing serta saat membersihkan kandang kucing dapat mencegah seseorang terinfeksi ookista Toxoplasma gondii yang menempel pada tubuh kucing atau kandang dan masuk kedalam tubuh manusia secara inhalasi melalui udara. Selain menggunakan APD, yaitu sarung tangan dan masker, ternyata mencuci tangan juga merupakan salah satu cara agar terhindar dari infeksi toksoplasmosis. Karena dengan mencuci tangan itu artinya memutus mata rantai kuman atau oparasit yang sudah menempel pada tangan kita. Seperti diketahui bahwa tangan mampu menjadi agen pembawa kuman atau parasit patogen dari orang satu ke orang lain baik secara kontak langsung maupun tidak langsung. Upaya pencegahan paling efektif adalah dengan meningkatkan pemahanan tentang siklus hidup dan penularan Toxoplasma gondii sehingga dapat memutus rantai penularan baik dengan memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta pola makan yang baik dan sehat Upaya untuk mencegah penularan penyakit zoonosis pada manusia meliputi:



a. Mengendalikan zoonosis pada hewan



dengan eradikasi atau eliminasi



hewan yang positif secara serologis dan melalui vaksinasi. b. Memantau kesehatan ternak dan tata laksana peternakan di tingkat peternak. c. Menjaga kebersihan kandang dengan menyemprotkan desinfektan. d. Menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, masker hidung, kacamata pelindung, sepatu boot yang apat didesinfeksi, dan penutup kepala bila mengurus hewan yang sakit. e. Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan sebelum mengolah pangan setelah memegang daging mentah, menangani karkas atau mengurus ternak. f. Memasak dengan benar daging sapi, daging unggas, dan makanan laut serta menghindari mengonsumsi makanan mentah atau daging yang kurang masak. g. Menggunakan sarung tangan bila berkebun, menghindari feses kucing saat menyingkirkan bak pasir yang tidak terpakai. Upaya preventif Tenaga Kesmas Edukasi dan promosi kesehatan untuk toxoplasmosis ditujukan untuk pencegahan primer mencegah terjadinya infeksi dan pencegahan sekunder pada pasien yang terinfeksi namun belum menunjukkan gejala. Edukasi Pasien Edukasi kesehatan untuk menjaga higienitas adalah salah satu cara yang dilakukan untuk pencegahan primer infeksi toksoplasma. Setiap individu baik



yang berisiko maupun tidak sebaiknya dimotivasi untuk melakukan pencegahan infeksi toxoplasmosis berdasarkan rekomendasi dari CDC, yaitu sebagai berikut: a. Daging / unggas harus dimasak hingga matang b. Buah dan sayuran harus dikupas atau dicuci bersih sebelum dimakan c. Talenan, piring, alat masak terkait, dan tangan harus selalu dicuci dengan air hangat dan sabun setelah kontak dengan daging mentah, unggas, makanan laut, atau buah-buahan atau sayuran yang tidak dicuci d. Wanita hamil harus mengenakan sarung tangan saat berkontak dengan tanah atau pasir e. Wanita hamil harus menghindari dari membersihkan kotoran kucing Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Pencegahan primer infeksi T. gondii mencakup: a. Edukasi kesehatan b. Skrining prenatal berupa pemeriksaan serologi pada ibu hamil untuk mengurangi risiko terjadinya transmisi vertikal kepada janin. Selain skrining dilakukan pula penatalaksanaan dengan kombinasi pyrimethamine-sulfonamid dan asam folinik untuk mencegah infeksi dan mengurangi gangguan janin c. Skrining postnatal dilakukan pada bayi baru lahir untuk mendeteksi infeksi sehingga dapat dilakukan inisiasi terapi dini d. Skrining infeksi toksoplasma pada pasien imunokompromais Pencegahan sekunder ditujukan pada pasien imunokompromais yang seropositif terhadap toksoplasma dan berisiko terhadap reaktivasi infeksi. Vaksinasi Pengembangan vaksin untuk toxoplasmosis telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir dan vaksin hidup yang dilemahkan untuk penggunaan pada hewan. Vaksinasi untuk manusia hingga saat ini masih dalam penelitian.



BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan Berdasarkan hasil observasitentang toxoplasma dilingkungan sekitar,hal yang harus dilakukan yaitu perlu untuk selalu menjaga sanitasi kandang, seperti sering membersihkan kandang, kotoran kucing dan membersihkan lantai disekitar kandang agar ookista infektif tidak berkembang biak di sekitar area kandang. Selain itu perlu juga menerapkan higiene perorangan yang baik, dengan cara selalu mengenakan APD dan mencuci tangan setelah kontak dengan kucing dan lingkungan kucing sebagai upaya untuk pencegahan terhadap infeksi toksoplasmosis



3.2



Saran 1. Bagi Masyarakat Diharapakan masyarakat agar meningkatkan tindakan yang dapat mencegah terjadinya infeksi terhadap toksoplasmosis dengan berperilaku hidup bersih dan sehat, terutama dapat menjaga kebersihan lingkungan serta menghindari kebiasaan kontak dengan kucing, mencuci sayur dan buah yang akan dikonsumsi, mengolah daging hingga matang dan mencuci tangan dengan air dan sabun setelah kontak dengan tanah. 2. Bagi Instansi Kesehatan/Petugas Kesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan pembuatan program yang terkait dengan upaya pencegahan toksoplasmosis di Daerah setempat untuk mengurangi angka penyebaran Toxoplasmosis



DAFTAR PUSTAKA Aditama, N., Nurjazuli, dan R. A. Dina. (2016). Determinan Lingkungan dan Perilaku Berhubungan dengan Terjadinya Penyakit Infeksi Toksoplasmosis di Wilayah Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 4[5]: 67-76. Chahaya, I. (2010). Epidemiologi Toxoplasma gondii. Sumatera Utara: Digited by USU



Digital



Library.



Tersedia



di



http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-indra%20c4.pdf Soedarto. Masalah Titer IgG dan IgM dalam Menentukan Diagnosis Toksoplasmosis.



J



Ilm



Kedokt



Wijaya



Kusuma.



2017;6(2):1–



5.https://journal.uwks.ac.id/index.php/jikw/article/ viewFile/58/pdf_2 Rachmawati I. Personal Hygiene and Toxoplasmosis Occurences in “Bungkul Cat Lovers” Cat Owners Community in Surabaya: An Association Study. Kesehat Lingkungan. 2019;11(2):116. Andriyani R, Megasari K. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Toksoplasma pada Ibu Hamil di RSUD Arifin Achmad. J Kesehat Andalas. 2015;4(2):485–489. http://jurnal.fk.unand. ac.id



LAMPIRAN