Makalah Udang Vaname Kel. 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BUDIDAYA RAMAH LINGKUNGAN DAN CBIB PADA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei



Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Kesehatan Ikan Disusun Oleh : Akuakultur / Kelompok 4 Ine Triana Nuradh Ajeng Dyah Aprilia Fikry Ingdrya Ghazaly Iqbal Luthfidianto Aisyah Nuryanti Raihan Achmad Yusuf Juli A Sinaga Naufal Muhammad Rizhmi Putra Charles P Harefa Rd. Gumilar S. Utama Regan Hanifelian Yusa Thufailah M. Rida Oktapiani



230110170020 230110170022 230110170026 230110170038 230110170056 230110170064 230110170081 230110170088 230110170095 230110170124 230110170145 230110170160 230110170174



UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN JATINANGOR 2019



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah pengelolaan kesehatan ikan ini. Proses penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih sebanyakbanyaknya kepada pihak yang telah terlibat dalam penyusunan laporan ini. Semoga bantuan, kebaikan dan dukungan yang telah diberikan kepada penyusun selama penyelesaian laporan ini mendapat balasan yang tiada terkira dari Tuhan Yang Maha Esa. Laporan ini telah kami usahakan untuk disusun secara sistematis dan tertata dengan yang mana isi makalah di jelaskan secara lebih rinci dengan menggunakan kalimat yang sederhana serta dilengkapi dengan berbagai gambar agar mudah dimengerti dan dipahami. Kami menyadari bahwa ini masih banyak kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna. Akhir kata, penyusun berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat memberi pengetahuan yang luas mengenai mata kuliah pengelolaan kesehatan ikan.



Jatinangor, November 2019



Kelompok 4



i



DAFTAR ISI



BAB



Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................ i DAFTAR ISI .............................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iii DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv



I



II



PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang ..................................................................................... 1



1.2



Rumusan Masalah ................................................................................ 3



1.3



Tujuan .................................................................................................. 3



1.4



Manfaat ................................................................................................. 3



TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Pengertian Budidaya Ramah Lingkungan ............................................ 4



2.2



Pengertian CBIB ................................................................................... 5



2.3



Prinsip CBIB......................................................................................... 6



2.4



Biologi Udang Vaname ........................................................................ 7



2.5



Habitat Udang Vaname ........................................................................ 9



2.6



Sistem Budidaya Udang Vaname Ramah Lingkungan ........................ 9



2.7



Penerapan CBIB Pada Udang Vaname .............................................. 11



2.8



Permasalah CBIB Pada Udang Vaname ............................................. 16



2.9



Jurnal CBIB ........................................................................................ 18



2.10 Jurnal Budidaya Ramah Lingkungan.................................................. 26 III



PENUTUP ................................................................................................ 32 3.1



Kesimpulan ......................................................................................... 32



3.2



Saran ................................................................................................... 32



DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 33



ii



DAFTAR GAMBAR



No.



Judul



Halaman



Gambar 1. Morfologi Udang Vannamei ........................................................ 8 Gambar 2. Analisis Sensitivitas Penurunan Nilai FCR ............................... 29 Gambar 3. Analisis Sensitivitas Subsistusi Sumber Energi Listrike ........... 30



iii



DAFTAR TABEL



No.



Judul



Halaman



Tabel 1. Penerapan cara budidaya ikan yang baik (CBIB) .......................... 21 Tabel 2. Keberadaan penyuluhan (komunikasi dan sosialisasi) .................. 23 Tabel 3. Teknologi budidaya udang vaname ............................................... 24 Tabel 4. Iventaris Bahan dan Energi serta Output Pembesaran Vaname .... 28 Tabel 5. Hasil Perhitungan LCIA 1 ton Udang Vaname dengan Teknologi Bioflok ......................................................................................................... 28



iv



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Komoditas perikanan air tawar yang saat ini banyak menghasilkan devisa



bagi negara, dengan meningkatnya ekspor berbagai jenis ikan, baik ikan konsumsi maupun non konsumsi (ikan hias). Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia maka kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik cendrung meningkat, maka permintaan ikan sebagai bahan pangan yang bergizi tinggi dan rendah kolesterol terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk mencapai target produksi perikanan sesuai dengan yang diharapkan, maka berbagai permasalahan yang menghambat upaya peningkatan produksi harus dapat diatasi dengan baik, adapun berbagai permasalahan tersebut antara lain kegagalan produksi akibat serangan wabah penyakit ikan yang bersifat patogenik baik dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus. Penyakit pada ikan merupakan salah satu masalah dalam usaha budidaya maupun usaha ekspor impor yang sering dijumpai (Anonymous, 1986/1987). Penyakit bukan saja menyerang manusia tetapi juga menyerang hewan ternak dan tanaman, demikian juga halnya dengan ikan yang hidup di air juga tidak luput dari serangan penyakit baik yang disebabkan oleh parasit, jamur, virus maupun yang disebabkan oleh semacam zat kimia yang berupa pencemaran sehingga organ tubuh ikan mengalami kerusakan dan terjadilah suatu penyakit (Anonymous, 1987). Adanya penyakit ini erat hubungannya dengan lingkungan dimana ikan itu berada. Untuk itu dalam pencegahan dan pengobatan penyakit selain dilakukan pengendalian pada lingkungan juga perlu diketahui hal– hal yang bersangkutan dengan timbulnya penyakit ikan itu sendiri (Anonymous, 1986/1987). Dalam memperbaiki produk perikanan yang dikonsumsi sesuai dengan



persyaratan



diharapkan aman untuk



dan yang dibutuhkan pasar sebagai



konsekuensi dari kebutuhan pasar global, produk perikanan budidaya harus mempunyai daya saing, baik dalam mutu produk maupun efisiensi dalam produksi.



1



2



Hal tersebut akan berpengaruh positif dalam upaya meningkatkan ekspor dan menekan impor serta pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya dapat meningkatkan devisa dan pendapatan masyarakat. Peningkatan mutu produk perikanan budidaya lebih diarahkan untuk memberikan jaminan keamanan pangan (food safety) mulai bahan baku hingga produk akhir hasil budidaya yang bebas dari bahan cemaran seperti sesuai persyaratan pasar. Cara budidaya Ikan Yang Baik (CBIB) adalah penerapan cara memelihara dan atau membersarkan ikan serta mamanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol sehingga memberikan jaminan pangan dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan obat ikan dan bahan kimia serta bahan biologi. Dalam menerapkan CBIB, pembudidaya perlu memahami ketentuan yang dipersyaratkan sehingga dapat juga melakukan pengawasan internal terhadap pelaksanaan usaha budidaya dengan menggunakan checklist CBIB. Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi (high economic value) serta permintaan pasar tinggi (high demand product). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi udang di dalam negeri pada tahun 2013 dapat menembus hingga lebih dari 600.000 ton, sehingga dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak terkait guna merealisasikan target tersebut. Tahun 2013, capaian produksi udang nasional diproyeksikan sebesar 608.000 ton (KKP, 2013). Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) berasal dari perairan Amerika Latin dan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Sampai saat ini komoditas udang vannamei sudah menyebar luas di kalangan masyarakat Indonesia dan telah berhasil dikembangkan oleh para pembudidaya udang (Petambak). Hal ini didukung oleh program kerja pemerintah yang terkait dengan didirikannya hatchery (panti benih) udang di berbagai daerah untuk memenuhi permintaan pasar. Udang vannamei adalah jenis udang yang pada awal kemunculannya di Indonesia dikenal sebagai udang yang dapat dibudidayakan dengan tingkat ketahanan yang tinggi terhadap serangan hama penyakit (KKP, 2011). Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan udang alternatif selain udang windu (Penaeus monodon) yang dapat dibudidayakan secara intensif.



3



Udang vannamei memiliki keunggulan yaitu dapat tumbuh secepat udang windu (3 g/minggu), dapat dibudidayakan pada kisaran salinitas yang lebar (0,5-45 ppt), kebutuhan protein yang lebih rendah (20-35%) dibanding udang windu dan udang stylirostris, mampu mengkonversi pakan dengan lebih baik (FCR 1,2-1,6) serta dapat ditebar dengan kepadatan tinggi hingga lebih dari 150 ekor/m2 (Briggs et al., 2004). Namun sejak tahun 2008, udang vannamei juga terkena serangan hama penyakit yang menyebabkan jatuhnya produksi udang secara nasional. Sentra lokasi budidaya udang vannamei di Indonesia terdapat di Provinsi Lampung, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Selatan (KKP, 2011). 1.2



Rumusan Masalah



1. Bagaimana cara budidaya yang ramah lingkungan? 2. Bagaimana cara budidaya ikan yang baik? 3. Bagaimana cara budidaya udang yang ramahd lingkungan dan budidaya udang yang baik? 1.3



Tujuan



1.



Untuk mengetahui budidaya yang ramah lingkungan,



2.



Untuk mengetahui Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB),.



3.



Untuk mengetahui budidaya udang yang ramah lingkungan dan CBIB pada udang.



1.4



Manfaat Menambah wawasan tetang Budidaya Ramah Lingkungan Dan CBIB Pada



Udang Vaname Litopenaeus Vannamei dan mampu menerapkanan teori secara langsung pada budidaya Udang Vaname yang telah didapat dari makalah Pengelolaan Kesehatan Ikan ini.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Pengertian Budidaya Ramah Lingkungan Budidaya adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di



lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (Effendi 2004). Budidaya ramah lingkungan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperkecil atau meminimalkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam praktik budidaya. Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh pembudidaya ikan atau udang untuk meminimalisir limbah sisa pakan atau mengolahnya sehingga tercipta kegiatan budidaya yang ramah lingkungan. Beberapa teknologi budidaya ikan air tawar yang harus mendapat perhatian untuk menjamin keberlanjutan pembudidaya menurut (Syamsunarno & Sunarno 2016) adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.



Pengembangan pakan local Penggunaan probiotik Sistem akuaponik Budidaya ikan secara terintegrasi Sistem budidaya yang ramah lingkungan pada umumnya yaitu budidaya



secara intensif, dalam hal ini contohnya adalah tambak udang. Pembukaan tambak baru dengan hamparan yang cukup luas, seringkali kurang memperhatikan keberadaan jalur hijau, akibatnya populasi pohon bakau sangat menurun, bahkan di beberapa tempat dibabat habis. Menurut dr. Supono, M. Si., Ketua Mayarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Lampung, budidaya udang ramah lingkungan adalah budidaya udang yang berkelanjutan, sehingga bisnis udang tetap terjaga dan secara ekologi tidak menyebabkan kerusakan spesies tertentu, tidak merusak hutan mangrove, tidak mencemari lingkungan dan memiliki instalasi pengolahan limbah. Hanny (2017) menyatakan bahwa tambak intensif yang ramah lingkungan harus terdiri atas : 1. 2. 3.



Saluran Pengairan. Petak tandon perlakuan air masuk. Petak tandon air siap pakai.



4



5



4. 5. 6. 7.



Petak pemeliharaan dengan sistem pembuangan sedimen limbah. Saluran pengendapan limbah. Saluran pengurangan nutrient terlarut. Petak pengolahan limbah.



2.2



Pengertian CBIB



2.1



Pengertian Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) Cara budidaya ikan yang baik (CBIB) adalah cara memelihara dan atau



membesarkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol sehingga memberikan jaminan keamanan pangan dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan, obat ikan, dan bahan kimia, serta bahan biologis (Kep. Men KKP 2007). Ditetapkannya keputusan tersebut yaitu untuk mengatur kegiatan pembudidayaan ikan bagi pembudidaya agar menerapkan cara budidaya ikan yang baik. Tujuan ditetapkannya keputusan ini yaitu untuk menjamin keamanan pangan hasil pembudidayaan ikan. Ruang lingkup keputusan tersebut diantaranya keamanan pangan pada usaha pembesaran ikan, penggunaan bahan budidaya dan keamanan pangan pada saat panen. Masing-masing ruang lingkup tersebut memiliki beberapa parameter dalam penerapannya (Nugroho et al 2016). Selaras dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) merupakan sebuah konsep bagaimana memelihara ikan, agar ikan yang kita pelihara nantinya memiliki kualitas yang baik dan meningkatkan daya saing produk, yaitu bebas kontaminasi bahan kimia maupun biologi dan aman untuk dikonsumsi. Disamping itu konsep CBIB juga menolong kita agar dalam proses pemeliharaan ikan menjadi lebih efektif, efisien, memperkecil resiko kegagalan, meningkatkan kepercayaan pelangggan, menjamin kesempatan eksport dan ramah lingkungan (Ditjen Budidaya 2016). Dalam menerapkan CBIB, pembudidaya perlu memahami ketentuan yang dipersyaratkan sehingga dapat juga melakukan pengawasan internal terhadap pelaksanaan usaha budidaya dengan menggunakan checklist CBIB. Dokumen yang harus dimiliki dan diterapkan oleh suatu unit usaha budidaya dalam menerapkan CBIB adalah :



6



1. SPO (Standar Prosedur Operasional), yang merupakan prosedur yang harus dipedomani dalam melakukan kegiatan usaha budidaya. 2. Catatan / rekaman sebagai bukti tertulis bahwa kegiatan usaha budidaya yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur SPO. Untuk menjamin bahwa penerapan CBIB telah memenuhi persyaratan, maka perlu dilakukan Sertifikasi terhadap unit usaha budidaya yang bersangkutan. Ruang lingkp CBIB dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB), meliputi: 1. Aspek kelayakan teknis meliputi kelayakan lokasi dan sumber air, kelayakan fasilitas, proses produksi dan penerapan biosecurity. Lokasi harus bebas banjir dan bebas cemaran. 2. Aspek manajemen produksi meliputi struktur organisasi dan manajemen serta pengolahan data untuk dokumentasi dan rekaman. 3. Aspek keamanan pangan meliputi pencegahan tercemarnya udang hasil budidaya dan memenuhi persyaratan sanitasi. 4. Aspek lingkungan yang merupakan sebuah jaminan bahwa kegiatan budidaya/pembenihan udang tidak mencemari lingkungan sekitar. 2.3



Prinsip CBIB Ditjen Budidaya (2016) menjelaskan bahwa prinsip dari CBIB adalah



bagaimana memelihara ikan yang memiliki kualitas baik, meningkatkan daya saing produk, dan bebas kontaminasi bahan kimia maupun biologi sehingga aman untuk dikonsumsi. Disamping itu CBIB mendorong pembudidaya menjadi lebih efektif, efisien, memperkecil resiko kegagalan, meningkatkan kepercayaan pelangggan, menjamin kesempatan ekspor serta ramah lingkungan dalam pemeliharaan ikan.Penerapan CBIB dapat menjamin keamanan pangan hasil pembudidayaan ikan dengan ruang lingkup yang dicakup antara lain keamanan pangan pada usaha pembesaran ikan, penggunaan bahan budidaya dan keamanan pangan pada saat panen (Nugroho dkk. 2016).



7



2.4 2.3.1



Biologi Udang Vaname Klasifikasi Udang Vaname Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei



(Litopenaeus vannamei) sebagai berikut : Kingdom Sub kingdom Filum Sub filum Kelas Sub kelas Super ordo Ordo Sub ordo Infra ordo Super famili Famili Genus Spesies 2.3.2



: Animalia : Metazoa : Artrhopoda : Crustacea : Malascostraca : Eumalacostraca : Eucarida : Decapoda : Dendrobrachiata : Penaeidea : Penaeioidea : Penaeidae : Litopenaeus : Litopenaeus vannamei



Morfologi Udang Vaname Haliman dan Adijaya (2005), tubuh udang vanamei dibentuk oleh dua



cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Vaname memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting) kepala udang vannamei terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan tiga pasang maxillipied dan lima pasang kaki berjalan (periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Maxillipied sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Endopodite kaki berjalan menempel pada chepalothorax yang dihubungkan oleh coxa. Bentuk periopoda beruas-ruas yang berujung di bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki ke-1, ke-2, dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4 dan ke-5). Di antara coxa dan dactylus, terdapat ruang berturutturut disebut basis, ischium, merus, carpus, dan cropus. Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies penaeid dalam taksonomi (Haliman dan Adijaya 2005)



8



Gambar 1. Morfologi udang vannamei (Suri 2017)



2.3.3



Pertumbuhan Udang Vaname Secara harfiah, pertumbuhan



merupakan perubahan yang dapat



diketahuidan ditentukan berdasarkan sejumlah ukuran dan kuantitasnya. Proses yang terjadipada pertumbuhan adalah proses yang irreversible (tidak dapat kembali ke bentuk semula). Akan tetapi, pada beberapa kasus ada yang bersifat reversible karena pertumbuhan terjadi pengurangan ukuran dan jumlah sel akibat kerusakan sel atau dediferensiasi (Ferdinand dan Ariebowo 2007). Udang merupakan organisme hidup yang mengalami pertumbuhan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan udang adalah makanan. Udang hanya dapat meretensi protein pakan sekitar 16,3-40,87% (Avnimelech 1999; Hari et al. 2004) dan sisanya dibuang dalam bentuk produk ekskresi, residu pakan dan feses. Selain faktor makanan, menurut Halimandan dan Adijaya (2005) kualitas air tambak yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan udang vaname secara optimal. Oleh karena itu, kualitas air tambak perlu diperiksa dan dikontrol secara seksama. Parameter kualitas air diantaranya, suhu, pH, salinitas, dan kadar gas pencemar. Suhu optimal untuk pertumbuhan udang vaname adalah berkisar antara 26-32°C. Jika suhu lebih dari angka optimum, maka metabolisme udang akan berlangsung cepat dan kebutuhan oksigen akan meningkat. Kadar oksigen



9



dalam tambak mengalami titik jenuh pada kadar yang berkisar antara 7-8 ppm. Namun udang dapat tumbuh baik pada kadar oksigen minimum berkisar antara 4-6 ppm (Suyanto



dan



Mudjiman 2001). Pada



kisaran



suhu yang



optimal, konsumsi oksigen cukup tinggi sehingga nafsu makan udang tinggi dan pada suhu dibawah 20ºC, nafsu makan udang menurun (Wardoyo 1997). 2.5



Habitat Udang Vaname Udang vanammei adalah jenis udang laut yang habitat aslinya di daerah dasar



dengan kedalaman 72 meter. Udang vannamei dapat ditemukan di perairan atau lautan Pasifik mulai dari Mexico, Amerika Tengah dan Selatan. Habitat udang vannamei berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari tingkatantingkatan dalam daur hidupnya. Umumnya udang vannamei bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang vannamei adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir (Haliman dan Adijaya 2006). Menurut Haliman dan Adijaya (2006), bahwa induk udang vannamei ditemukan diperairan lepas pantai dengan kedalaman berkisar antara 70-72 meter (235 kaki). Udang ini menyukai daerah yang dasar perairannya berlumpur. Sifat hidup dari udang vannamei adalah catadromous atau dua lingkungan, dimana udang dewasa akan memijah di laut terbuka. Setelah menetas, larva dan yuwana udang vannamei akan bermigrasi kedaerah pesisir pantai atau mangrove yang biasa disebut daerah estuarine tempat nurseri groundnya, dan setelah dewasa akan bermigrasi kembali ke laut untuk melakukan kegiatan pemijahan seperti pematangan gonad (maturasi) dan perkawinan (Wyban dan Sweeney 1991). 2.6



Sistem Budidaya Udang Vaname Ramah Lingkungan Komoditas udang telah lama menjadi salah satu andalan ekspor bagi



Indonesia dari sektor kelautan dan perikanan. Salah satu system budidaya udang vaname ramah lingkungan yaitu dengan system Microbubble. Microbubble. Secara prinsip sama dengan aerasi, namun teknologi ini mampu menghasilkan udara yang berukuran lebih mikro sehingga ketersediaan oksigen terlarut dalam air lebih stabil dan tahan lama. Micro Bubble Generator (MBG)



10



adalah suatu alat yang berfungsi untuk menghasilkan gelembung udara di dalam air dengan ukuran diameter kecil serta untuk mengoptimalkan tingkat dan jumlah transfer oksigen. (Rosariawari, Wahjudijanto, & Rachmanto, 2013). Ukuran gelembung yang sangat kecil menyebabkan luas transfer oksigen yang sangat besar dan kecepatan naiknya gelembung ke permukaan kolam yang jauh lebih rendah daripada aerator gelembung makro.(Shalindry, Rochmadi, & Budhijanto, 2015).Sistem MBG secara kontinyu dapat mencampur dan mengefisiensikan reaksi dengan cepat untuk mencapai peningkatan kinerja dalam sistem mikrofluida. Adanya rekayasa teknologi akuakultur yang ramah lingkungan dan berkjelanjutan



yaitu



pengembangan



teknologi



microbubble



dengan



integrasi Recirculating Aquaculture System (RAS) untuk budidaya udang vaname. teknologi RAS pada berbagai jenis ikan telah banyak dilakukan oleh Norwegia selama kurun waktu 20-30 tahun ini. Beberapa jenis ikan yang dibudidayakan adalah Salmon (Salmo salar), Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss), Sidat (Anguilla anguilla), Pike Perch (Stizostedion lucioperca), Arctic Char (Salvelinus alpinus), Sturgeon (order Acipenseriformes), Nila (Oreochromis niloticus), dan Lobster Homarus gammarus (Dalsgaard, Lund, Thorarinsdottir, Drengstig, Arvonen, & Pedersen, 2013). Penggunaan teknologi RAS dimaksudkan untuk mengontrol beberapa parameter kualitas air agar memenuhi syarat kualitas air untuk budidaya, Resirkulasi pada sistem budidaya merupakan suatu cara/teknologi untuk memanfaatkan media budidaya (air) yang telah digunakan dalam sistem produksi untuk digunakan kembali layaknya air yang baru. Dengan menggunakan berbagai treatment dan filter baik itu mekanis dan/atau biologis dalam wadah terkontrol, air sisa/air buangan/air limbah budidaya yang seharusnya dibuang dapat dimanfaatkan kembali. Hal ini tentunya akan sangat menghemat waktu, biaya dan juga air yang digunakan untuk proses pergantian air. Dalam media budidaya, pakan yang tidak termakan dan sisa feses akan terakumulasi di perairan dalam bentuk amoniak. Jumlah akumulasi amoniak yang besar di dalam perairan ini tentunya berbahaya untuk biota yang hidup di dalamnya dan harus segera dihilangkan dengan cara rutin melakukan pergantian air. Namun jika dilihat dari kacamata



11



lingkungan, hal ini tentunya merupakan salah satu bentuk pemborosan sumber daya air. Teknologi ini dapat dikembangkan dengan kepadatan ≥ 1000 ekor/m3 (UltraIntensif), sehingga produktivitas udang yang dihasilkan sangat tinggi. Sebelum adanya invensi teknologi tersebut, budidaya udang vaname tertinggi dicapai pada budidaya supra intensif dengan kepadatan 400 ekor/m3 . Microbubble dengan integrasi RAS ini memiliki beragam kelebihan, diantaranya yaitu tanpa penggantian air, tidak ada air limbah perikanan yang dibuang ke lingkungan, serta bisa diaplikasikan di tengah perkotaan yang jauh dari sumber air laut, karena pengelolaan media air budidaya dilakukan secara berkelanjutan. Kelebihan lainnya, lanjut Sjarief, adalah tidak memerlukan proses penyifonan, yaitu pembuangan lumpur limbah sisa pakan dan kotoran udang. Limbah padatan pada sistem ini



akan tertangkap di filter fisik, yang



selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk pupuk tanaman. Teknologi ini dapat diaplikasikan pada skala rumah tangga hingga industri sehingga pembudidaya kecil dapat diberdayakan. (kkp.go.id). 2.7



Penerapan CBIB Pada Udang Vaname Penerapan CBIB pada Udang Vanamei oleh (Tim Perikanan WWF-



Indonesia, et al., 2014). Udang vanamei awalnya diangga tahan terhadap serangan penyakit. Namun dalam perkembangannya, udang vanamei juga terserang WSSV (White Spot Syndrome Virus), TSV (Taura Syndrome Virus), IMNV (Infectious Myo Necrosis Virus), Vibrio, dan penyakit terbaru yaitu EMS (Early Mortality Syndrome). Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan dan pengendalian dengan penerapan budidaya ramah lingkungan. Adapun aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan pembudidayaan antara lain : 1. Pemilihan Lokasi  Dekat dari sumber air  Tidak melakukan pengambilan air tanah untuk pengairan  Terdapat jalur hijau untuk penetralisir pencemaran  Tekstur tanah berpasir  Kandungan pyrit diatasi dengan reklamasi  Mudahnya akses transportasi



12



2. Desain, Tata Letak, dan IPAL  Ketinggian Pematang 2,5 dengan Lebar 1,5 – 2 m.  Ukuran luasan petak (muka air) umumnya 0,3 - 0,5 ha diupayakan terlalu besar untuk mempermudah pengawasan  Terdapat inlet dan outlet secara terpisah  Sistem tersebut adalah tandon inlet dan tandon IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk memonitoring kualitas air yang masuk dan keluar 3. Persiapan Lahan  Perbaikan Konstruksi tambak o Kondisi pematang harus kuat dan tidak bocor o Meninggikan tanggul apabila terjadi pasang o Perbaikan pintu air apabila terdapat kerusakan pada konstruksi sistem inlet dan outlet serta penggantian filter yang rusak o Kemiringan dasar diarahkan ke pintu outlet. o Dasar tambak di desain konikal (Central Drain) o Lakukan pemeriksaan berkala pada central drain  Pengeringan tambak o Dilakukan sampai tanah dasar pecah-pecah (kandungan air 20%) o Warna cerah dan tidak berbau o Endapan lumpur hitam didasar tambak di buang  Perbaikan pH lahan tambak o Pengukuran pH tanah pada beberapa titik dengan pH soil tester o Pengapuran dilakukan agar pH minimal 6 o Untuk perbaikan ph Tanah dilakukan dengan penggunaan kapur CaOH apabila kurang dari 6 pH nya dan CaCO3 apabila pH lebih dari 6  Pemupukan o Tambak dengan dasar berpasir sebaiknya menggunakan pupuk organic o Pemupukan dengan pupuk nitrat (N) dan fostat (P) dilakukan secara langsung ke tanah dasar tambak o Jika air tambak berkadar garam rendah (