Makalah Ulumul Hadits Kel 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengertian Sanad, Matan, Periwayat, Mukharrij, dan Sighat AlIsnad Makalah Ini Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadits Dosen Pengampu : Saepudin, M.Ag



Disusun oleh Kelompok 2 : Sri yani



Susilawati



Siti Rina Nurmila



Syafinah Dwi Cahya



Suci Restiani



Syaidatul Fitriah



Sukma Nawang Sari



Syifa Maulida Az-Zahra



Susan Silviana



Tri Astuti



Susanti



PRODI ILMU AL- QUR’AN DAN TAFSIR SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NURUL IMAN PARUNG –BOGOR 1443 H/2021



1



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmatNya, shalawat dan salam kami sampaikan juga kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul, “Pengertian Sanad, Matan, Periwayat, Mukharrij, dan Shighat Al-Isnad”, hasil kerja kelompok kami ini dengan tujuan untuk memenuhi tugas dari dosen kami di STAI NURUL IMAN. Kami telah menerima materi dan mempelajarinya, walau tidak bertatap muka (pembelajaran jarak jauh),Insyaallah kami bisa memahaminya dan kami juga menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari penyusunan kata-kata ataupun dari isi materi. Dan kami sangat berharap diberi kritik dan saran dari Bapak Dosen ataupun dari teman-teman sekalian. Berakhirnya hanyalah kepada Allah SWT. kita kembalikan semua hanya kepada-Nya kesempurnaan Hanyalah milik Allah SWT semata. Selain kami sekelompok mengerjakan makalah ini bersama, kami tidak lepas dari ketentuan untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.



2



DAFTAR ISI



HALAMAN SAMPUL.................................................. KATA PENGANTAR................................................... DAFTAR ISI................................................................. ABSTRAK..................................................................... 1.1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………. B. Rumusan Masalah…………………………… C. Tujuan…………………………………………… 1.2. PEMBAHASAN 1. Pengertian Sanad.................................................. 2. Pengertian Matan.................................................... 3. Pengertian Periwayat.......................................... 4. Pengertian Mukharrij......................................... 5. Pengertian Shighat Al- Isnad....................... 1.3. PENUTUPAN A. Kesimpulan dan Saran........................................... DAFTAR PUSAKA.................................................



3



PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah Bagi kaum Muslimin, hadits diyakini sebagai sumber hukum pokok setelah Al-Qur'an. Ia adalah salah satu sumber tasyri' penting dalam Islam. Urgensinya semakin nyata melalui fungsi-fungsi yang dijalankannya sebagai penjelas dan penafsir Al-Qur'an, bahkan juga sebagai penetap hukum yang independen sebagaimana Al-Qur'an sendiri. Ini terkait dengan tugas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang terkandung di dalamnya. Berdasar hal ini umat Islam meyakini bahwa Al-Qur'an dan hadits merupakan sumber hukum Islam yang tidak bisa dipisahkan dalam kepentingan istidlal dan dipandang sebagai sumber pokok yang satu, yaitu nash. Keduanya saling menopang secara sempurna dalam menjelaskan syari'ah. Dalam konteks ini Imam Syatibi berkata: "Di dalam istinbath hukum, tidak seyogyanya hanya membatasi dengan memakai dalil Al-Qur'an saja, tanpa memperhatikan penjabaran (syarah) dan penjelasan (bayan), yaitu alHadits. Sebab di dalam Al-Qur'an terdapat banyak hal-hal yang masih global seperti keterangan tentang shalat, zakat, haji, puasa dan lain sebagainya, sehingga tidak ada jalan lain kecuali menengok keterangan hadits." B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari sanad? 2. Apa pengertian dari matan? 3. Apa pengertian dari perawi? 4. Apa pengertian dari mukharrij? 5. Apa pengertian dari shighat al-isnad? C. Tujuan 1. 2. 3. 4. 5.



Untuk memahami apa itu sanad Untuk memahami apa itu matan Untuk memahami apa itu perawi Untuk memahami apa itu mukharrij Untuk memahami apa itu shighat al-isnad



4



PEMBAHASAN 1. Sanad a. Pengertian Sanad ● Sanad Secara Bahasa Sanad berarti al-mu’tamad yaitu ‫المعتمد‬yang diperpegangi (yang kuat)/yang bisa dijadikan pegangan” Atau dapat juga diartikan ‫اارتفع من االرض‬QQ‫ م‬yaitu “sesuatu yang terangkat (tinggi) dari tanah”. ● Secara Terminologi َ ‫ه َُو‬ ُ ‫ط ِر ْي‬ ‫وْ ل ْال َمتَنَ ِمن‬Qُ‫رُّ َوا ِة الَّ ِذينَ نَقَل‬Q‫لَةُ ال‬Q‫ أيْ ِس ْل ِس‬،‫ق ْال َم ْت ِن‬ َ ‫َر ِه األ َّو ِل‬ ِ ‫َمصْ د‬ Sanad adalah jalannya matan, yaitu silsilah para perawi yang memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama. ● Sanad Menurut Al-Tahanawi



ُ Q‫ الطَّ ِري‬: ‫َو ال َّسنَ ُد‬ ْ‫ أي‬،‫لَةُ إلَى ْال َم ْت ِن‬Q‫ص‬ ِ ْ‫ق ْال ُمو‬ ٌ‫أَ ْس َما ُء ر َُواتِ ِه ُم َرتَّبَة‬ Dan sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada matan hadis, yaitu nama-nama para perawinya secara berurutan. ● Sanad Menurut Penulis Sanad adalah jalan yang menghubungkan kepada matan hadis (isi hadis), yaitu urutan mata rantai dari nama-nama perawinya hingga sampai ke rasulullah SAW.1 b. Contoh Sanad



1 Nawir Yuslem, Ulumul Hadits, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1997), hal. 148-149. 5



،ُ‫ ع َْن قَتَا َده‬،َ‫ َح َّدثَنَا أبُو َع َوانَة‬، ُّ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ُعبَ ْي ِد ْال ُغيَ ِري‬ ‫ةَ ع َِن النَّبِ ِّي‬QQ‫ ع َْن عَائِ َش‬،‫ ِام‬QQ‫ ْع ِد ْبنِ ِه َش‬QQ‫ ع َْن َس‬،‫ع َْن ُز َرا َرةَ ب ِْن ْأفَى‬ ‫ا‬QQ‫ ُّد ْنيَا َو َم‬Q ‫ ٌر ِم ْن ال‬Q‫ َر ْک َعتَا ْالفَجْ ِر خَ ْي‬: ‫صلَّى هّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َ ‫فِ ْيهَا‬ Hadis tersebut terdapat pada kitab Shahih Muslim no 725. yang mana isinya kurang lebih bebunyi “Dua rakaat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya”. Dari contoh hadis diatas dapat disimpulkan bahwa sanad adalah urutan silsilah para periwayatnya. dapat dilihat pada kata yang bergaris bawah, yaitu : sanad pertama adalah Muhammad bin 'Nguba’it, yang mana beliau mendapatkan hadis tersebut dari Abu ‘Awanah, dan Abu ‘Awanah mendapatkan hadis tersebut dari Qotadah, dan Qotadah mendapatkan hadis tersebut dari Zuroroh bin Aufa, dan Zuroroh bin Aufa mendapatkan hadis tersebut dari Sa’ad bin Hisyam, yang mana Sa’ad bin Hisyam mendapatkan hadis tersebut dari Aisyah. Dari contoh di atas juga dapat di katakan, sanad adalah jalan yang menghubungkan matan, karena sebelum seseorang menuju ke suatu hadis maka pembaca pasti akan bertemu dengan sanadnya terlebih dahulu baru ke matannya, maka dari itu sanad disebut dengan jalannya matan. Sanad adalah jalannya matan istilah ini dapat dilihat pada ayat yang berwarna abu abu.



c. Istilah-Istilah yang Erat dalam Hubungan Sanad 1. Isnad Isnad secara Etimologi berarti menyandarkan sesuatu kepada yang lain. Sedangkan menurut istilah, isnad berarti :



‫ث ُم ْسنَدًا‬ ِ ‫يق ْال َم ْت ِن بِ ِر َوايَ ِة ْال َح ِد ْي‬ ِ ‫َر ْف ُع ْال َح ِد ْي‬ ِ ‫ أي بَيَانُ طَ ِر‬،‫ث إلَى قَائِلِه‬



mengangkat hadist kepada yang mengatakannya (sumbernya), yaitu menjelaskan jalan matan dengan meriwayatkan.hadist secara musnad. 2. Musnad Musnad adalah bentuk isim maf’ul dari kata kerja asnada, yang berarti sesuatu yang disandarkan kepada yang lain. Sedangkan secara terminologi musnad mengandung 3 pengertian, dan dibawah ini akan saya sebutkan salah satunya saja untuk pengertiannya, yaitu :



6



ُ ‫ ِدي‬QQQ‫اَ ْل َح‬ ‫نَ ُدهُ ِم ْن‬QQQ‫ َل َس‬QQQ‫ص‬ َ َّ‫ْث الَّ ِذي ات‬ ُ‫اوي ِه إلى ُم ْنتَهَاه‬ ِ ‫َر‬



Hadis yang bersambung sanadnya dari perawinya sampai kepada akhir sanad-nya. 3. Musnid Musnid adalah isim fa’il dari asnada-yusnidu, yang berarti “orang yang menyandarkan sesuatu kepada yang lainnya”. Sedangkan pengertian menurut istilah ilmu hadist adalah:



َ ‫ ِدي‬Q‫رْ ِوي ْال َح‬QQَ‫ه َُو َمن ي‬ ‫ ِه أَ ْم‬Qِ‫ َدهُ ِع ْل ٌم ب‬Q‫انَ ِع ْن‬QQ‫ َوا ٌء أَگ‬Q‫نَ ِد ِه َس‬Q‫ْث بِ َس‬ ‫ْس لَهُ إاَّل ُم َج َّر ُد ال ِّر َوايَ ِة‬ َ ‫لَي‬



Musnid adalah setiap perawi hadist yang meriwayatkan hadist dengan menyebutkan sanadnya, apakah ia mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut atau tidak mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut, tetapi hanya sekadar meriwayatkan saja.2 d. Kriteria Sanad yang Dapat di Terima (Maqbul) 1. sanadnya bersambung. Artinya sanad yang terdapat dalam suatu hadist tersebut, sanadnya harus bersambung hingga ke Rasulullah SAW. sehingga hadis tersebut dapat dikatakan sahih. 2. Perawi bersifat adil artinya adalah rawi yang menjalankan segala kewajiban, menepati segala yang diperintahkan, menjaga hal-hal yang dilarang, menjauhi halhal yang keji oleh syara’, bersungguh-sungguh dalam menjalankan taqwa serta kewajiban dan menjaga ucapan yang dapat merusak agama dan muru’ah. 3. Perawi bersifat dhabith Artinya para perawi hadis tersebut harus kuat hafalannya, agar ketika ditanya tidak berubah riwayatnya di masa yang akan mendatang. Dhabith dibagi menjadi 2 yaitu : a.Dhabith shadr, yaitu seorang perawi yang benar-benar hafal hadis yang di dengarnya di dalam dadanya, dan mampu mengungkapkannya kapan saja. b.Dhabith kitab, yaitu seorang perawi yang menjaga hadis yang di dengarnya dalam bentu tulisan. 4. Hadisnya tidak syadz 2 Nawir Yuslem, Ulumul Hadits, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1997), hal. 152-155.



7



Artinya seseorang yang terpercaya meriwayatkan suatu hadis yang menyendiri, sedangkan orang lain tidak meriwayatkan yang berlawanan dengannya.3 5.Tidak terdapat padanya ‘illat Illat adalah cacat yang tersembunyi, atau bisa di artikan suatu sifat yang nyata, yang terang tidak tergesa-gesa, yang dijadikan pergantungan suatu hukum yang ada munasabah antaranya dengan hukum itu.4



e. Fungsi Sanad Sanad berfungsi untuk mengetahui derajat kesahihan suatu hadis. Apabila terdapat cacat dalam sanadnya baik itu karena kefasikannya, lemahnya hafalan, tertuduh dusta atau selainnya maka hadis tersebut tidak dapat mencapai derajat sahih.5 2. Matan a. Pengertian Matan ● Matan secara bahasa : ‫الرض من ورتفح صاب ما‬ Sesuatu yang keras dan tinggi (perangkat) dari bumi (tanah). Secara terminologis, matan berarti: ‫م لكال ا من لسنذ ليج ا ينتجهي ما‬ Suatu yang berarti padanya (terletak sesudah ) sanad, yaitu berupa perkataan . Atau dapat juga diartikan sebagai :‫ا هو‬Q‫ذ ا ط الف‬QQ‫تي يت لح‬QQ‫و ال‬Q‫ نيه مفا بحا م تف‬yaitu lafaz hadist yang memuat berbagi pengertian. Penamaan sepertu itu barang kali didasarkan pada alasan bahwa bagian itulah yang tampak dan yang menjadi sasaran utama hadits. Jadi penamaan itu diambil dari pengertian etimologisnya. Adapun yang disebut matan dalam ilmu hadits adalah, ‫ا من‬Q‫ال ا م‬Q‫لم ذ سن ال ا كر ذ ي لذ ا يس لحذ ا نفس فهو م لك‬ ‫لسنذ ا ليه ا نتخي ا ما‬ Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi Muhammad SAW. Dengan kata lain, matan adalah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya, matan hadist yang bersangkutan adalah ‫ي م ا و‬ ‫ابيات لكل ما ء ال ا نما ا‬ ‫ليخ ا خر حل م لي ا تخ فخنحن يتكخما ه ا م لي ا و ا يصيخا نيا ذ لي ا تخ ن ه خذ نت منكا و ذ نوي ءما‬ Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu hanyalah tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang hanya memperoleh (sesuai) apa yang ia niatkan. 3 terdapat pada journal-uin-alauddin 4 terdapat pada ejournal.Radenintan 5 https://www.nasehatquran.com/2019/08/pengertian-sanad-matan-dan-rawi.html



8



Barang siapa yang hijrahnya menuju ( keridaan) Allah dan rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya itu karena dunia yang ingin di raihnya atau karena seorang wanita yang akan di kawinnya makah hijrahnya itu ke arah apa yang ia tuju.6 3. Periwayat a. Pengertian Periwayat Kata rawi atau al-rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadis (naqil al-hadits).7 Rawi adalah orang yang merukyatkan atau memindahkan hadis.8 Rawi (‫ )الراوي‬artinya orang yang menceritakan atau meriwayatkan. Setiap orang yang menceritakan hadits yang ada didalam sanad hadits tersebut dinamakan sebagai rawi. Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang hampir sama. Sanad-sanad hadis pada tiaptiap thabaqoh atau tingkatannya juga disebut rawi, jika yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadis. Begitu juga setiap rawi pada tiap-tiap thabaqoh-nya merupakan sanad bagi thabaqoh berikutnya. Akan tetapi, yang membedakan antara dua istilah diatas, jika dilihat lebih lanjut, adalah dalam dua hal, yaitu: pertama, dalam hal pembukuan hadis. Orang yang menerima hadishadis, kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin, disebut dengan rawi. Dengan demikian, rawi dapat disebut mudawwin (orang yang membukukan hadis dan menghimpun hadis). Adapun orang yang menerima hadis dan hanya menyampaikannya kepada orang lain tanpa membukukannya, disebut sanad hadis. Berkaitan dengan ini, dapat dikatakan bahwa setiap sanad adalah rawi pada tiap-tiap thabaqoh-nya, tetapi tidak semua rawi disebut sanad sebab ada rawi yang membukukan hadits. Kedua, dalam penyebutan silsilah hadits untuk sanad yang disebut sanad pertama adalah orang yang langsung 6 Muhammad Agus Sholahuddin,Ulumul Hadis, hal. 28-29 7 Alfiyah, dkk, Studi Ilmu Hadits, hal. 58 8 Alfiyah, dkk, Studi Ilmu Hadits, hal. 59



9



menyampaikan hadits tersebut kepada penerimanya, sedangkan para rawi yang disebut rawi pertama adalah para sahabat Rasulullah SAW. Dengan demikian, penyebutan silsilah antara kedua istilah ini merupakan sebaliknya. Artinya, rawi pertama adalah sanad terakhir, dan sanad pertama adalah rawi terakhir.9 4. Mukhrij a. Pengertian Mukhrij Kata Mukharrij merupakan isim fa'il (bentuk pelaku) dari kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan; menampakkan, mengartikan, dan menarik. Maksud Mukharrij adalah seseorang yang menyebutkan hadits dalam kitabnya disertai sanadnya. Dr. Al-Muhdi menyebutkan : ‫َار‬ ِ ‫فَ ْال ُم َخرِّ ُج هُ َوا َذا ِك ُر ال ِّر َوايَ ِة َك ْالبُخ‬ Mukharrij adalah penyebut periwayatan seperti Bukhari. Misalnya jika Mukharrijnya Al-Bukhari, berarti hadits itu dituturkan oleh al-Bukhari dalam kitabnya dengan sanad-nya. Oleh karena itu biasanya pada akhir periwayatan suatu hadist 10 disebutkan ْ‫َاري‬ ِ ‫( أَ ْخ ُر ُج ْالبُخ‬ditakhrijkan oleh Bukhari) dan seterusnya.



Makna harfiah kata mukharrij yang berasal dari kata kharraja adalah orang yang mengeluarkan. Makna tersebut juga bisa didatangkan dari kata akhraja dengan isim fa’ilnya mukhrij. Menurut para ahli hadits, yang dimaksud dengan mukharrij adalah orang yang berperan dalam pengumpulan hadits. Siapapun dapat disebut sebagai mukharrij ketika ia menginformasikan sebuah hadits baik dalam bentuk lisan maupun tulisan dengan menyertakan sanadnya secara lengkap sebagai bukti yang dapat dipertanggung jawabkan tentang kesejarahan transmisi hadits. Yang pasti, mukharrij merupakan perawi terakhir (orang yang terakhir kali menginformasikan) dalam silsilah mata rantai sanad. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa apa yang dimaksud dengan mukharrij 9 Abdul hakim bin Amir abdat, Pengantar Ilmu Mushthalahul Hadits, hal. 189 10 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hal. 114



10



atau mukhrij adalah orang-orang yang telah berhasil menyusun kitab berupa kumpulan hadits dengan menyebutkan para perawi hadits dan bertanggung jawab atas hadits.kesejarahan transmisi hadits serta namanya tertulis sebagai perawi terakhir dalam mata rantai sanad. Seperti al-Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, dsb. Dalam contoh hadits di atas al-Bukhari adalah seorang mukharrij / mukhrij / rawi bagi sebuah hadist. Kesimpulannya Mukharrij adalah periwayat hadis yang menginventarisir riwayat-riwayatnya dalam satu kitab, sedangkan perawi hadis sekedar meriwayatkan saja tanpa membukukan riwayatnya.11



b. Pengertian takhrij ● Takhrij (‫ )تخريج‬menurut bahasa ialah: ُ ‫إجْ تِ َما‬ ‫َضا َّدي ِْن فِي شي ٍء وا ِح ٍد‬ َ ‫ع أ ْم َر ْي ِن ُمت‬ “Berkumpulnya dua hal yang bertentangan dalam suatu masalah.”12 Selain itu, takhrij secara bahasa juga memiliki arti yang berbagai, dan ْ (mengeluarkan), ‫( التَّ ْد ِريْب‬melatih atau yang populer diantaranya adalah: ‫تِ ْنبَاط‬Q‫اإلس‬ pembiasaan), dan ‫رجيح‬ ِ َّ‫( الت‬menghadap). Secara terminologi, takhrij berarti: ،‫نَ َد ٍة‬Q‫ب ُم ْس‬ ٍ ُ‫ب أو ُكت‬ ٍ ‫ا‬QQَ‫ ُز َّو ٍة إلى ِكت‬Q‫نَ َد ٍة َواَل َم ْع‬Q‫ ُر ُم ْس‬Q‫ت ُم َعلَّقَةً َغ ْي‬ َ ‫ث الَّتي تُ ْذ َك ُر في ال ُم‬ ِ ‫صنَّفَا‬ ِ ‫ع َْز ُو اأْل َ َحا ِد ْي‬ ْ ‫ار على ال َع‬ ‫ز ِو‬Q َ ِ‫ و إ َّما بِاإل ْقت‬،‫ل‬Q ِ َ‫ا من ْال ِعل‬QQ‫ان ما فيه‬ ِ َ‫إ َّما َم َع ْالگاَل ِم َعلَيها تَصْ ِحيحًا و َر َّدا و قَبُواًل و بَي‬ ِ Q‫ص‬ ‫إلى اأْل ُصُو ِل‬ Mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadits-hadits yang terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadits-hadits tersebut dari segi shahih atau dha'if , ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang



11 12 Nawir Yuslem, Ulumul Hadits, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1997), hal. 392



11



kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekadar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumber) nya.13 Dan beberapa pengertian lain dari segi istilah, diantaranya adalah: a)



Menyampaikan hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan semua perawi dalam mata rantai sanad hadits itu beserta metode periwayatan masing-masingnya.



b) Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya (baik matan maupun mata rantai sanadnya), serta menerangkan kualitas hadits yang bersangkutan Akan tetapi, bila dihubungkan dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, takhrij bisa berarti penelusuran / pencarian sebuah hadits pada berbagai kitab koleksi hadits–sebagai sumber aslinya, yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan mata rantai sanadnya.14 c. Aspek-aspek Utama Takhrijul Hadits Pada mulanya, menurut Al-Thahhan, Ilmu Takhij al-Hadits tidak dibutuhkan oleh para Ulama dan peneliti hadits, karena pengetahuan mereka tentang sumber hadits ketika itu sangat luas dan baik. Hubungan mereka dengan sumber hadits juga kuat sekali, sehingga apabila mereka hendak membuktikan keshahih-an sebuah hadits, mereka dapat menjelaskan sumber. hadits tersebut dalam berbagai kitab hadits, yang metode dan cara-cara penulisan kitab-kitab hadits tersebut mereka ketahui. Dengan kemampuanyang mereka miliki, mereka dengan mudah dapat menggunakan dan mencari sumber dalam rangka men-takhrij hadits. Dan bahkan apabila di hadapan seorang ulama dibacakan sebuah hadits tanpa menyebutkan sumber aslinya, ulama tersebut dengan mudah dapat menjelaskan dari mana sumber aslinya.15 Setelah berjalan beberapa periode tertentu, dan setelah berkembangnya karya-karya ulama dalam bidang Fiqh, Tafsir, dan Sejarah, yang memuat hadits13 Nawir Yuslem, Ulumul Hadits, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1997), hal. 393 14 Muhammad Ma'shum Zein, Ilmu Memahami Hadits, hal. 222-223 15 Nawir Yuslem, Ulumul Hadits, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1997), hal. 395 12



hadits Nabi SAW yang kadang-kadang tidak menyebutkan sumbernya, maka ulama hadits terdorong untuk melakukan takhrij terhadap karya-karya tersebut. Mereka menjelaskan dan menunjukkan sumber asli dari hadits-hadits yang ada, menjelaskan metodenya dan menetapkan kualitas hadits sesuai dengan statusnya.16 Adapun aspek-aspek utama yang menyebabkan kegiatan penelitian hadits (takhrijul hadits) adalah sebagai berikut: a) Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadits yang akan diteliti Hal ini dilakukan demi mengetahui kualitas dan status hadits yang akan diteliti. Tanpa mengetahui secara benar sanad dan matan hadits yang sesuai dengan sumber pengambilannya, seorang peneliti (mukharrij) tidak akan bisa melakukan penelitian dengan baik dan cermat. b) Untuk mengetahui dan mencatat seluruh periwayatan hadits yang akan diteliti. Untuk memperoleh kepastian atas dha'if atau shahihnya sebuah hadits, seorang mukharrij harus mengetahui seluruh mata periwayatan hadits yang sedang diteliti, sehhingga penelitian (takhrij) tersebut dapat dilaksanakan secara baik dan benar. c) Mengetahui ada tidaknya syahid dan muttabi' Mengingat sebuah hadits bisa naik derajatnya jika ditemukan adanya syahid dan muttabi', semua hadits yang redaksinya bervariasi harus dikumpulkan, karena bisa jadi salah satunya merupakan syahid dan muttabi' bagi hadits yang sedang diteliti. [Syahid yang memiliki sanad kuat, dapat memperkuat sanad hadits yang sedang diteliti, begitu juga muttabi' yang memiliki sanad kuat, hadits yang sedang diteliti dapat ditingkatkan kekuatannya oleh muttabi'] (Ilmu Memahami Hadits, KH. M. Ma's him Zein, M.A., hal 224) d. Tujuan dan Manfaat Takhrijul hadits Menurut Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah: "menunjukkan sumber Hadis dan menerangkan ditolak atau diterimanya 16Nawir Yuslem, Ulumul Hadits, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1997), hal. 395-396 13



Hadis tersebut." Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu: (1) untuk mengetahui sumber dari suatu Hadis, dan (2) mengetahui kualitas dari suatu Hadis, apakah dapat diterima (shahih atau hasan) atau ditolak (dha'if). Sedangkan manfaat takhrij banyak sekali, 'Abd al-Mahdi menyimpulkannya sebanyak dua puluh manfaat, diantaranya yaitu: 1. memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits beserta ulama yang meriwayatkannya, 2. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahui apakah Munqathi', Mu'dhal atau lainnya, 3. Memperjelas perawi hadits yang samar, karena dengan adanya takhrij dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap, 4. Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat, 5. Dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu sanad.



5. Sighat Al-Isnad a. Pengertian Sighat Al-Isnad Sighat yang artinya ialah macam/bentuk. Maksudnya disini yaitu sebuah 'lafadz' (Lafadz yang ada di dalam sanad yang di gunakan oleh rawi-rawi waktu menyampaikan hadist/riwayat). Sedangkan al-Isnad atau di artikan sama dengan sanad,dari suatu proses penggunaan bentuk maf'ul seperti kata "Khalq" yang artinya makhluk. Menurut At-Thibi,seperti yang dikutip Al-Qasimi kata al-Isnad dan sanad ini mempunyai arti yang sama atau makna yang berdekatan. Kata alIsnad berarti menyandarkan,mengasalkan (mengembalikan ke asal) & mengangkat. Maksudnya ialah menyandarkan hadist kepada orang yang mengangkatnya (raf'u al-hadist qa'ilih atau azwu al-hadist ila qa'ilih). Menurut



14



ilmu hadist, al-isnad(sanad) yaitu jalan matan hadist (silsilah) para rawi yang menukilkan matan hadist dari sumbernya yang pertama. b. Martabat-martabat pada Shighat Al-Isnad 1) Saya / kami telah mendengar Digunakan apabila si rawi mendengarkan langsung lafadz syaikh-nya. Diwaktu syaikhnya membaca, merencana, atau menyebut riwayatnya. Oleh karena “mendengar’’ itu sifatnya lebih tinggi dari yang lain, maka lafadz–lafadz itu dimasukan dalam martabat “pertama”. Lafadz yang ada padanya “saya” atau “ku”, derajatnya lebih daripada yang ada “kami”. 2) (ia) telah mengkhabarkan kepadaku / saya telah baca padanya Dipakai untuk hal yang sebaliknya dari yang pertama, yaitu: rawi (tilmidz) membaca, sedang syaikh-nya mendengarkan. Dua lafadz ini dimasukan kedalam martabat kedua karena lafadz “mengkhabarkan” lebih umum daripada “menceritakan”. “Mengkhabar” itu boleh dengan omongan, tulisan, dan beleh juga dengan isyarat, sedang “menceritakan” terbatas dalam omongan saja. Susunan “saya telah membaca padanya’’ itu, derajatnya di bawah daripada kalau syaikh-nya baca, didengarkan oleh rawi, karena pada “mendengarkan” itu lebih banyak perhatian. 3) (ia) telah mengkhabarkan kepada kami / dibaca padanya sedang saya mendengarkan / kami telah membaca padanya Dimasukan dalam martabat ketiga karena shighat-shighat itu dipakai dalam hal murid. Murid membaca, sedang syaikh mendengarkan juga, tetapi beramai- ramai, sedangkan beramai-ramai derajatnya dibawah dari sendirian. 4) (ia) telah memberi tahu kepadaku / kepada kami Artinya semua sama, yaitu “memberitahu”. Lafadz ini dimasukan dalam martabat keempat, karena shighat demikian oleh orang-orang dahulu dipakai dengan makna “mengkhabarkan”. Tetapi oleh muta’akhirin digunakan buat ijazah,jadi masih gelap. 5) (ia) telah serahkan kepadaku



15



Terpakai dalam ijazah yang paling tinggi, yaitu satu cara meriwayatkan hadits sebagaimana yang akan datang, sedang ijazah ini menurut istilah derajatnya dibawah “mendengar” dan “membaca”. Oleh karena itulah ia dimasukan kedalam martabat kelima yaitu dibawah derajat pada bagian nomor 4. 6) (ia) telah ucapan kepadaku Terpakai dalam ijazah. Ijazah ada beberapa macam sebagaimana yang saya akan terangkan; kalau seorang syaikh berkata umpamanya: “Aku beri izin engkau meriwayatkan hadits-hadits Bukhari”, maka omongan ini dinamakan ijazah mutlak, sedang ijazah mutlak derajatnya dibawah “munawalah” (akan datang keterangan). 7) (ia) telah menulis kepadaku Dipakai untuk ijazah dan dinamakan ijazah dengan tulisan. 8) Dari, daripada / esungguhnya, bahwasannya / saya dapati dalam kitabku / (ia) telah meriwayatkan / (ia) telah berkata Semua meragu-ragukan, tidak tetap menunjukan bahwa si rawi mendengar sendiri dari syaikh-nya, atau terima sendiri dari syaikhnya. Dengan perkataan lain bahwa sighat-sighat itu tidak tetap menunjukkan kepada bersambungnya sanad.



● Kalau seorang ahli hadits berkata: “Isma’il dari omongan ini bisa diartikan menjadi dua macam :



Ahmad”, maka



1). Isma’il mendengar (terima) sendiri dari ahmad. 2). Isma’il mendengar (terima) dari orang lain yang mendengar (terima)sendiri dari Ahmad. ● Kalau seorang rawi berkata: “Sesungguhnya sufwan berkata, bahwa Ali berkata”, maka dari susunan ini, bisa diartikan sebagai berikut: 1). Si rawi dengar sendiri Sufyan berkata dan Sufyan dengar sendiri Ali berkata. 2). Si rawi dengar dari orang lain yang dengar sendiri dari Sufyan dan Sufyan ini pula dengar dari orang lain yang dengar sendiri dari Ali. ● Kalau seorang tilmidz berkata: “Amar telah meriwayatkan (berkata atau menyebut)”, ini bisa menunjukan: 1). Si tilmidz bertemu (dengar, terima) dari Amar; dan bisa juga dipandang. 16



2). Si tilmidz bertemu (dengar, terima) dari orang lain yang dengar sendiri dari ‘Amar. ● Kalau seorang imam berkata: “Telah sampai khabar kepadaku, bahwa Ibnu Umar”, ini boleh diartikan dua macam: 1). Imam itu dapat khabar sendiri dari Ibnu Umar. 2). Imam itu dapat khabar dengar pakai perantaraan rawi lain yang bertemu dengar Ibnu Umar. ● Bilamana seorang rawi berkata: “Aku dapati beberapa hadits dengan tulisan si fulan” (atau yang semakna dengannya), maka ucapan ini terpakai: 1). Jika si rawi bertemu dengan penulisnya (atau ada mendengar hadits dari padanya). 2). Jika si rawi belum pernah bertemu dengan si penulis (atau belum pernah mendengar hadits dari padanya). 3). Jika si rawi dapati beberapa hadits dalam kitab-kitab pengarang-pengarang yang terkenal. Kata-kata singkatan yang ada dalam “tambahan” itu,sudah cukup terang begitu juga contoh-contoh bagi shighat-shighat sanad yang diunjukkan itu semua dan sebagiannya bisa kita dapati dengan mudah dalam kitab-kitab hadits.



C. Kesimpulan Dalam pasal ini, termuat beberapa hal yang berhubungan dengan urusan sanad, yakni jalan menyandarkan hadits atau riwayat. Shighat-shighat isnad artinya: macam, bentuk, maksud disini, lafadz-lafadz. Shighat isnad ialah lafadz-lafadz yang ada dalam sanad yang digunakan oleh rawi-rawi yang menyampaikan hadits atau riwayat. Karena dengan adanya al-isnad, akan memudahkan kita memperoleh pengetahuan dalam mempelajari shighat-shighat al-isnad yang berkenaan tetang orang-orang yang menyampaikan hadits atau riwayat, yang digunakan oleh para rawi-rawi yang mempunyai cara-cara dalam penyampain hadits atau riwayat.



17



PENUTUP A. Kesimpulan Secara struktur, hadits terdiri atas tiga komponen, yakni sanad atau isnad (rantai penutur), matan (redaksi hadits), dan mukharrij (rawi). Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Matan adalah redaksi/isi dari hadist. Mukhrij atau mukharrij: orang yang berperan dalam pengumpulan hadits. Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena hadits yang diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadits, dapat diketahui hadits yang dapat diterima atau ditolak dan hadits yang shahih atau tidak shahih untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam. B. Saran Tiada gading yang tak retak dan tiada sungai yang tak bermuara, tidak ada di dunia ini yang sempurna kecuali Allah SWT. Karena itu, jika ada kekurangan dan kesalahan yang kami dalam menyusun makalah kiranya dengan segala kekurang dan kerendahan hati , kami memohon



18



maaf, Kritik dan saran sangat penyusun harapkan untuk mencapai kesempurnaan.



DAFTAR PUSTAKA



DR.nawir Yuslem, M.A, buku ulumul hadist, ciputat :Departemen agama RI di Jakarta, 1997. journal-uin-alauddin ejournal.Radenintan makalah bab II Sanad Hadis halaman 16-18 https://www.nasehatquran.com/2019/08/pengertian-sanad-matan-dan-rawi.html Drs.M.Agus Solahudin, M.Ag. & Agus Suyadi, LC. m.Ag. hadis.Bandung:Pustaka setia.2008.hal. 99. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits



19



Ulumul



20