MAKALAH Zuhud Wara [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “WARAH, SUHUF, SABAR, DAN TAWAKKAL”



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6 NESTI SEPTIANA ABD AZIZ



SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH(STIT) AL-HADY BOMBANA MULAENO 2022



i



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini, banyak kesulitan yang kami alami terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. Namun berkat bimbingan dan bantuan dari semua pihak akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah yang kami buat ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik serta berdaya guna dimasa yang akan datang. Poleang, 02 Juni 2022



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................................1 B. Rumusan Masalah ..............................................................................................1 C. Tujuan Masalah ................................................................................................. 1 BAB II LANDASAN TEORI A. Zuhud (Al- zuhd) .................................................................................................. B. Sabar (Al Sabr) ..................................................................................................... C. Tawakal ................................................................................................................ BAB III PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari Islam. Kaitannya dengan manusia, aspek ini lebih menekankan pada asepk kerohanian dari pada aspek jasmaninya. Sedangkan kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan pada kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia. sedangkan kaitannya dalam pemahaman keagamaan, ia lebih menekankan padda aspek eksoterik, lebih menekankan pada penafsiran batini ketimbang penafsiran lahiriah. (Kartanegara : 2006 : 2). Ilmu tasawuf  lebih dikenal dengan ilmu yang mendekatkan diri kepada Allah.  Digunakan para sufi untuk menemukan jalan serta mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT. Beberapa pelopor ilmu tasawuf  yang termasyhur ialah Imam besar Al Ghozali, Maulana Jalaludin Ar-Rumi, Ibn Arabi, Al Quraisy dan lain-lain. Pada pembahasan di makalah ini akan menjelaskan tentang Muqomat atau tangga, kedudukan seorang hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik melalui Riyadhah, ibadah, maupun



mujahadah.



Adapun Muqomat yang



akan



dijelaskan



dalam



pembahasan maklah ini diantaranya adalah Taubah, zuhud, Wara’, Kefakiran, Sabar, Tawakkal, dan Kerelaan. Beberapa versi Muqomat  memang banyak, seperti muqomat versi alKalabadi, versi Al Qusyairi, Versi Al Ghazali dan lain-lain. Namun dalam hal ini penulis hanya akan membahasa secara umum apa itu muqomat dan beberapa jalan muqomat yang telah disebutkan di atas. B.     Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari sifat terpuji: taubah, zuhud, wara’,dan ikhlas? 2. Apa saja keutamaan dari taubat? 3. Apa saja Tanda-tanda Zuhud, tingkatan wara’ dan Hakikat Ikhlas?



1



C.    Tujuan Penulisan 1. Mengetahui apa pengertian dari Taubat, Zuhud, Wara’ dan Ikhlas 2. Mengetahui apa saja keutamaan dari Taubat 3. Mengetahui tanda-tanda dari Zuhud 4. Mengetahui tingkatan wara’ dan hakikat ikhlas



2



BAB II PEMBAHASAN A. Wara (Al Wara) Wara’ mengandung pengertian menjaga diri atau sikap hati-hati dari hal yang syubhat dan meninggalkan yang haram. Lawan dari wara' adalah syubhat yang berarti tidak jelas apakah hal tersebut halal atau haram. "Sesungguhnya yang halal itu jelas & yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada yang syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama & kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yang haram" (HR Bukhari & Muslim). Contoh:



Seseorang



meninggalkan



kebiasaan



mendengarkan



&



memainkan musik karena dia tahu bahwa bermusik atau mendengarkan musik itu ada yang mengatakan halal dan ada yang mengatakan haram. Tingkatan Wara’ diantaranya : a. Tingkatn pertama, wara’ al-‘udul (wara’ orang-orang yang memiliki kelayakan moralitas) yaitu setiap hal yang oleh fatwa harus diharamkan diantara hal yang masuk kedalam kategori haram mutlak yang bila dilanggar maka pelanggarannya dinilai melakukan kefasikan dan kemaksiatan. b. Tingkatan kedua, contohnya adalah setiap syubhat yang tidak wajib dijauhi tetapi dianjurkan untuk dijauhi. Sedangkan apa yang wajib untuk dijauhi maka dimasukkan kedalam yang haram. Diantaranya apa yang dibenci untuk dijauhi karena bersikap wra’ darinya merupakan wara’ orang-orang yang was-was. Setiap orang yang tidak mau berburu karena takut jika buruan itu telah lepas dari seseorang yang telah menangkap dan memilikinya. Ini adalah was-was, sedangkan apa yang dianjurkan untuk dijauhi tetapitidak wajib adalah yang disabdakan Nabi saw: “Tinggalkanlah apa yang merugikanmu kepada apa yang tidak merugikanmu.” c. Tingkatan ketiga, wara’ al-Muttaqin. Sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi saw: “Seorang hamba tidak akan mencapai derajat mutaqin sehingga dia meninggalkan apa yang tidak berdosa karena takut terhadap apa yang



3



berdosa.” Umar ra berkata: “Kami dahulu meninggalkan Sembilan per sepuluh barang yang halal karena takut terjerumus kedalam yang haram.” Setiap barang halal yang tidak terlepas dari kekhawatiran maka ia adalah halalyang baik pada tingkat ketiga. Yakni setiap hal yang pelaksanaannya tidak dikhawatirkan membawa kepada kemaksiatan sama sekali. d. Tingkatan keempat, wara’ash-shiddiqin. Halal disisi mereka adalah setiap hal yang dalam sebabsebabnya tidak didahului oleh kemaksiatan, tidak dipergunakan untuk kemaksiatan, dan tidak pula dimaksudkan untuk melampiaskan kebutuhan baik sekarang ataupun dimasa yang akan dating , tetapi dimakan semata-mata karena Allah dan untuk memperkuat ibadah kepada-Nya dan mempertahankan kehidupan karena-Nya. Ini adalah tingkatan orang-orang yang bertauhid (Muwahhidin) yang telah terhindar dari tuntutan nafsu mereka. B. Zuhud (Al- zuhd) Secara harfiah zuhud berarti bertapa di dalam dunia. Sedangkan menurut istilah yaitu bersiapsiap di dalam hatinya untuk mengerjakan ibadah, melakukan kewajiban semampunya dan menyingkir dari dunia yang haram serta menuju kepada Allah baik lahir maupun batin. Makna dan hakikat zuhud banyak



diungkap



kan



pada



Al-Qur’an,



Al



Hadits



dan



ucapan



para ulama. Misalnya surat Al-Hadiid ayat 20-23 berikut ini: "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbanggabangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanamtanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Berlombalombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-



4



Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." Ayat di atas tidak menyebutkan kata zuhud secara langsung, tetapi mengungkapkan tentang makna & hakikat zuhud. Ayat ini menerangkan tentang hakikat dunia yang sementara dan hakikat akhirat yang kekal. Kemudian menganjurkan orang-orang beriman untuk berlomba meraih ampunan dari Allah dan surga-Nya di akhirat. Imam Ahmad menafsirkan tentang sifat zuhud yaitu tidak panjang angan-angan dalam kehidupan dunia. Beliau melanjutkan, orang yang zuhud ialah orang yang bila dia berada di pagi hari dia berkata "Aku khawatir tidak bisa menjumpai waktu sore hari". Maka dia segera memanfaatkan waktunya untuk beramal dan beribadah sebaik-baiknya. Tanda-tanda Zuhud, Ada tiga tanda kezuhudan yang harus ada pada batin seseorang: a.       Pertama, tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena hal yang hilang. Sebagaimana firman Allah: “Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (alHadid:23) b.      Kedua, sama saja disisinya orang yang mencela dan orang yang mencacinya. Yang pertama merupakan tanda zuhud dalam harta sedangkan yang kedua merupakan tanda zuhud dalam kedudukan. c.       Ketiga, hendaknya ia bersama Allah dan hatinya lebih banyak didominasi oleh lezatnya ketaatan, karena hati tidak dapat terbebas sama sekali dari cinta; cinta dunia atau cinta Allah. Kedua cinta ini di dalam hati seperti air dan udara yang ada di dalam gelas. Apabila air dimasukkan kedalam gelas maka udara pun akan keluar. Keduanya tidak dapat bertemu. Setiap orang yang akrab dengan Allah pasti ia akan sibuk dengan-Nya dan tidak akan sibuk dengan selain-Nya. Oleh karena itu dikatakan sebagian mereka, “Kepada apa zuhud itu membawa mereka?” dijawab, “Kepada keakraban



5



dengan Allah.” Sedangkan keakraban dengan dunia dan keakraban dengan Allah tidak akan pernah bertemu. Jadi tanda zuhud adalah tidak adanya perbedaan antara kemiskinan dan kekayaan, kemuliaan dan kehinaan, pujian dan celaan, karena adanya dominasi keakraban dengan Allah. Dari tanda-tanda ini tentu muncul beberapa tanda yang lainnya. C. Sabar (Al Sabr) Secara harfiah, sabar berarti tabah hati. Menurut Zun al-Nun al-Mishry, sabar artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tenang ketika mendapatkan cobaan dan menampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi. Selanjutnya Ibnu Atha mengatakan sabar artinya tetap tabah dalam menghadapi cobaan dengan sikap yang baik. Dan pendapat lain mengatakan sabar berarti menghilangkan rasa mendapatkan cobaan tanpa menunjukkan rasa kesal. Ibnu Usman al-Hairi mengatakan, sabar adalah orang yang mampu memasung dirinya atas segala seuatu yng kurang menyenangkan. Di kalangan para sufi, sabar diartikan sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, dalam menjauhi segala larangan-Nya pada diri kita. Sabar dalam menunggu datangnya pertolongan Tuhan. Sabar dalam menjalani cobaan dan tidak menunggu-nunggu datangnya pertolongan. Menurut Ali bin Abi Thalib bahwa sabar itu adalah bagian dari iman sebagaimana kepala yang kedudukannya lebih tinggi dari jasad. Hal ini menunjukkan bahwa sabar sangat memegang peranan penting dalam kehidupan Manusia. (Nata:2011:200). Dalam pandangan sufi, musuh terberat bagi orang-orang beriman ialah dorongan hawa nafsunya sendiri, yang setiap saat dapat menggoyahkan iman. Kesabaran merupakan kunci keberhasilan dalam meraih karunia Allah yang lebih besar, mendekatkan diri kepada-Nya, mendapatkan cinta-Nya, mengenalNya secara mendalam melalui hati sanubari, bahkan merasa bersatu denganNya, karena tanpa kesabaran keberhasilan tidak mungkin dicapai. Bahri (2005:67-68) menuliskan hadits Nabi yang berbunyi, “seorang hamba Allah tidak akan memperoleh suatu kebaikan, sementara harta kekayaan tidak 6



lenyap dan badannya tidak pernah sakit, sebab jika Allah mencintai seorang hamba, Ia akan mengujinya dengan berbagai cobaan. Oleh karena itu, jika Allah mengujimu, maka bersabarlah.” (HR. Al-Tirmidzi). D. Tawakal Tawakal secara etimologi artinya bersandar atau mempercayakan diri. Dalam etimologi tasawuf, tawakal biasa diartikan sebagai sikap bersandar dan mempercayakan



diri



kepada



Allah. (Al



Ghozali:



2014:332)



Tawakal



merupakan gambaran keteguhan hati dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah. Dalam hal ini, Al-Ghazali mengaitkan tawakkal dengan tauhid, dengan penekanan bahwa tauhid berfungsi sebagai landasan tawakkal. Menurut Yusuf Al-Qardhawi, tawakkal bukan pada kedalamannya namun pada kulit luarnya. Hal tersebut disebabkan pembicaraan tentang kedalaman makna tawakkal ada pada pengalaman pribadi masing-masing sufi. Al-Qardhawi



mendefinisikan



tawakkal



dari



makna



dasarnya,



yaitu



menyerahkan dengan sepenuhnya. Dengan demikian, seseorang yang telah menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, tidak akan ada keraguan dan kemasygulan tentang apapun yang menjadi keputusan-Nya. Menurut Al-Ghazali tawakkal terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut. a. Tawakkal atau menyerahkan diri kepada Allah, ibarat seseorang menyerahkan perkataanya kepada pengacara yang sepenuhnya dipercayakan menanganinya dan menenangkannya. b. Tawakkal atau menyerahkan diri kepada Allah, ibarat bayi menyerahkan diri kepada ibunya. c. Derajat tawakkal tertinggi, yaitu tawakkal atau menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, ibarat jenazah di tengah petugas yang memandikannya.



7



BAB III PENUTUP Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa maqomat ialah tingkatan atau stasiun dari maqom-maqom yang ditempuh para sufi. Maqom ialah tingkatan seorang



hamba



dihadapan-Nya,



dalam



hal



ibadah



dan



latihan-



latihan (riyadhah) jiwa yang dilakukannya. Dikalangan para sufi urutan maqom berbeda-beda. Sebagian merumuskan maqom dengan sederhana, sebagian ada yang mendetail untuk merumuskannya. Misalnya,  Al-Kalabdzi



dalam



bukunya At-Ta’aruf  li



Mazhab



At-



Tasawuf menjadikan toba sebagai kuci ketaantan, kemudian zuhud, sabar, faqr, tawadhu’, khauf, takwa, ikhlas, syukur, tawakkal, rida, yakin, uns, qarb, dan mahabbah. Lain lagi dengan Al-Qusyairi, dalam bukunya yang berjudul ArRisalah Al-Qusyairiyah. Bahwa ia memberikan urutan maqom sebagai berikut: tobat, mujahadah, khalwat, uzlah, takwa, wara’, zuhud, khauf, raja’, qanaah, tawakkal, syukur, sabar, muroqobah, rida, ihklas, dzikir, faqr, mahabbah, dan syauq. Sedangkan apa yang dirumuskan oleh Al Ghozali lebih sedikitlagi. Ia merumuskan maqom seperti berikut: tobat, sabar, syukur, khauf, dan raja’ tawakkal, mahabbah, ridha ikhlas, muhasabah, dan muroqobah. sementara itu, Asy-Skuhrawardi dalam bukunya Al Awarif Al Ma’arif merumuskan maqam, sebagai berikut: tobat wara’, zuhud, sabar, faqr, syukur, khauf, tawakkal, dan ridha. Pada hakikatnya sama, berbagai macam maqom yang ditempuh oleh para sufi memang berbeda, namun satu tujuannya ialah untuk menjadikan satu raganya disisi Allah SWT. Mendekatkan diri serta menikmati ketentraman bersama Allah.



8