Maqam Zuhud Wara'. [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “MAQAM ZUHUD WARA’” Dosen Pengampu: Dr. H. Farkhan, M.Ag.



Disusun oleh: Kelompok 8 -



Nabila Inayatul Maula A



212131056



-



Luthfi Reza Yudhistira



212131058



-



Radityo Suryo Negoro



212131059



-



Nandya Ayu Wulandari



212131100



JURUSAN HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA TAHUN 2021



KATA PENGANTAR



Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirrabilalamin Segala Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Maqam zuhud wara” ini dengan sebaik-baik nya. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Akhlak Tasawuf. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang kaidah hidup yang islami sesuai aturan agama seperti masalah maqam zuhud wara bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada BP.H Farkhan,M.Ag selaku dosen pengampu Mata kuliahAkhlak Tasawuf. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.



Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh



Surakarta, september 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR................................................................................................................i DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1 A. LATAR BELAKANG......................................................................................................1 B. RUMUSAN MASALAH..................................................................................................1 C. TUJUAN PENULISAN....................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3 1. Pengertian Zuhud dan Wara’.............................................................................................3 2. Karakteristik Zuhud dan Wara’.........................................................................................5 3. Tingkatan Zuhud dan Wara’..............................................................................................5 4. Fadhilah Zuhud dan Wara’................................................................................................7 BAB III PENUTUP....................................................................................................................9 A. Kesimpulan.......................................................................................................................9 B. Saran.................................................................................................................................9 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10



ii



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tasawuf merupakan cara menyucikan diri,meningkatkan akhlak dan membangun kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai kehidupan abadi.Unsur utama Tasawuf adalah penyucian diri dan tujuan akhirnya adalah kebahagiaan dan keselamatan.Tasawuf merupakan visi langsung terhadap sesuatu,bukan dalil.Para sufi mengatakan hal itu sesuai dengan pengalaman mereka masing-masing.Apalagi pengalaman tasawuf



ini juga merupakan



karunia dari tuhan setelah seseorang menempuh penyucian rohani itu melalui latihan fisikpsikis yang berat.1 Dalam ajaran tasawuf, seorang yang ingin mencapai ma’rifat pada Allah harus melalui tangga atau station, yang dalam istilah tasawuf dikenal dengan maqamat. Zuhud dan wara dalam ajaran tasawuf merupakan salah satu dari tangga (maqamat). Banyak station yang harus dilalui antara lain seperti tobat, wara, zuhud, fakir, sabar, syukur, tawakkal dan ridho. 2 Terkait pengertian apa itu zuhud dan wara’ akan kami jelaskan dalam penulisan makalah ini secara detail, makalah ini bertujuan untuk membahas terkait pengertian zuhud dan wara’ agar kita dapat lebih banyak mempelajari tentang maqamat zuhud dan wara’.



B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dirumuskan adalah : 1. Apa pengertian zuhud dan wara’? 2. Bagaimana karakteristik zuhud dan wara’? 3. Apa saja tingkatan zuhud dan wara’? 4. Apa saja fadhilah zuhud dan wara’?



Rizal Apriliano. ” Makalah Maqam Zuhud Wara’ & Faqr”. https://www.academia.edu/8953894/Makalah_Maqam_Wara_Zuhud_and_Faqr. Diakses pada 30 September 2021, pukul 08:06 2 M.Hafiun. Juni 2017.’’Zuhud Dalam Ajaran Tasawuf”. JurnalBimbinganKonselingdanDakwah Islam.Vol. 14, No. 1 28 September 2021 1



1



C. TUJUAN PENULISAN Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah : 1.



Untuk mengetahui dengan jelas pengertian tasawuf maqam zuhud dan wara’



2.



Untuk mengetahui bagaimana karakteristik maqam zuhud dan wara’



3.



Untuk mengetahui apa saja tingkatan dalam maqam zuhud dan wara’



4.



Untuk mengetahui fadhilah yang dapat diambil dari maqam zuhud dan wara’



2



BAB II PEMBAHASAN



1. Pengertian Zuhud dan Wara’ A. Zuhud Zuhud secara etimologi berasal dari bahasa arab ‫ زهدا‬- ‫ زهد – يزهد‬yang berarti tidak menyukai sesuatu.3 Orang yang bersifat zuhud dinamakan ‫ زهيد‬atau ‫اد‬Q‫ زه‬. Sedangkan secara terminologi banyak para ulama’ mendefinisikan zuhud antara lain : 1. Sayyid Al-Junaidi, zuhud adalah menganggap dan memandang kecil terhadap dunia. 2. Abu Sulaiman Ad-Daraini, zuhud adalah meninggalkan perbuatan yang menyibukkan diri dari mengingat allah. 3. Syekh Abdul Aziz, zuhud adalah tiada ketergantungan hati terhadap harta dunia. Orang yang zuhud bukan berarti tidak perlu mencari dan mempunyai harta benda sama sekali. Mereka wajib mencari dan mempunyai harta dunia yang halal menurut kebutuhan hidup mereka secukupnya. Jika harta benda mereka lebih dan melimpah ruah, maka hati mereka pun tidak bergantung kepada harta benda tersebut; dan menganggap bahwa harta benda itu hanya titipan atau pinjaman dari allah kepada mereka yang sewaktu-waktu di kembalikan atau diambil olehnya.4 Menurut Sufyan Ibnu Unyainah, zuhud terdiri dari tiga huruf yaitu zay, ha’, dan dal yang mempunyai maksud dan makna tersendiri; 1)zay yaitu tarku az-zinah (meninggalkan kemewahan), 2)ha’ yaitu tarku al-hawa (meninggalkan hawa nafsu), dan 3)dal yaitu tarku ad-dunya (meninggalkan dunia).5



Prof. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: HidaKaryaAgung, 1990. Hal.158. Sayyid Abu Bakar Al-Makki, Kifayatul Atqiya’, Semarang: Toha Putra. Hal.21 5 Sayyid Abu Bakar Al-Makki,.... ibid… 3



4



3



Dalam kitab Nashaihul ‘Ibad, juga dijelaskan bahwa zuhud terdiri dari tiga huruf yaitu zay, ha’, dan dal; 1) zay menunjukkan zadun li al-ma’ad yang artinya bekal menuju akhirat yakni takwa kepada allah swt; 2) ha’ menunjukkan hidayatu ad-din yang artinya petunjuk menuju agama yakni bimbingan agar berada pada jalan agama islam; 3) dal menunjukkan dawam ‘ala ath-tha’at yang artinya konsisten dalam melakukan ketaatan yakni senantiasa berada dalam keadaan taat kepada Allah dan menjauhi segala larangannya.6



B. Wara’ Wara’ atau yang lebih dikenal dengan sebutan wira’i berasal dari bahasa arab ‫رع‬Q‫اورع ي‬Q‫ ورع‬yang berarti menjauhi dari perbuatan haram dan syubhat.7 Sedangkan menurut istilah adalah kesanggupan diri untuk meninggalkan dan menjauhi semua perkara yang haram dan sesuatu yang tidak jelas halal haramnya (syubhat).8 Rasulullah SAW pernah berwasiat kepada sahabat Ali bahwa “Tidaklah mempunyai iman yang sempurnaseorang yang tidak wira’i, dan lebih baik (mati) di dalam bumi dari pada hidup tetapi tidak mempunyai keimanan di hatinya”.9 Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Menurut asy-Syibly, wara’ artinya menjauhi segala sesuatu selain Allah. Menurut Abu Sulaiman adDarany, wara’ merupakan permulaan zuhud. Wara’ itu ada dua sisi: Wara’ zhahir dan wara’ batin. Wara’ zhahir adalah tidak bertindak kecuali karena Allah semata, sedangkan wara’ batin adalah tidak memasukkan hal-hal selain ke dalam hati. Siapa yang tidak melihat detail wara’ tidak akan bisa melihat besarnya anugerah. Sufyan ats-Tsaury berkata, “Aku tidak melihat sesuatu yang lebih mudah daripada wara’, yaitu jika ada sesuatu yang meragukan di dalam jiwamu, maka tinggalkanlah. Dan dalam pengertian sufi, wara’ adalah meninggalkan segala yang 236 PAI ( Modul Kuliah Pendidikan Agama Islam ) didalamnya terdapat keraguan antara halal dan haram (syubhat). Sikap menjauhi diri dari yang syubhat ini sejalan dengan hadis nabi, yang artinya “barang siapa yang dirinya terbebas dari syubhat, maka sesungguhnya ia telah terbebas dari yang haram. Hadits tersebut menunjukan bahwa syubhat lebih dekat pada yang haram.



6



Ahmad Sunarto, Terjemah Nashaihul ‘Ibad li Syekh Muhammad Nawawi Ibnu Umar Al-Jawi, Surabaya: Al-Hidayah, 1416 H. Hal.45. 7 Prof. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta:HidaKaryaAgung, 1990. Hal.497. 8 Ahmad Sunarto, TerjemahNashaihul ‘Ibad…Hal.32. 9 K. Asrari, Al-BayanulMushaffa fi WashiatilMusthafa, Semarang: Toha Putra, 1382H,Hal.91-93.



4



2. Karakteristik Zuhud dan Wara’ A. Karakteristik Zuhud a. Tidak merasa suka ketika mempunyai harta dan tidak pula merasa susah ketika tidak mempunyai harta. b. Merasa sama antara dipuji atau dicela. c. Merasa senang hati (keledzatan) di dalam beribadah kepada Allah.10



B. Karakteristik Wara Menurut Al-Faqih, karakteristik wara’ ada 10 yaitu:11 1.



Menjaga lidah dari mengumpat (ghibah).



2.



Menjauhi dari berprasangka buruk (su’u adz-dzon)



3.



Menjauhi untuk tidak menghina orang lain (sukhriyah)



4.



Memejamkan penglihatan dari perkara yang haram.



5.



Berbicara benar (tidak berbohong).



6.



Mengetahui bahwa segala nikmat itu dari allah (supaya tidak ujub).



7.



Menginfaqkan harta benda di dalam jalan allah



8.



Tidak sombong.



9.



Melaksanakan sholat lima waktu dengan kontinyu.



10.



Konsisten dalam melaksanakan jama’ah dan ibadah sunah.



3. Tingkatan Zuhud dan Wara’ A. Tingkatan Zuhud Sebenarnya zuhud adalah suatu kedudukan yang paling utama dan tingkatan yang tinggi setelah taqwa kepada allah, karena menyebabkan rasa cinta kepada Allah. Dalam kitab Ihya’ dijelaskan beberapa tingkatan-tingkatan zuhud, yaitu antara lain: 1. Tingkatan rendah, yaitu orang yang memaksakan diri menjauhi dunia. Ia rela memerangi nafsunya dalam usaha meninggalkan dunia, sekalipun ia- sangat menyukainya. Semoga saja hal itu berlangsung terus, sehingga pelakunya mencapai tingkat zuhud yang sesungguhnya.



Al-Imam Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ UlumiAd-dinJuz 4, At-Tauzi’:Darul Fikr, Hal.252. 11 K. Asrari, Al-BayanulMushaffa fi WashiatilMusthafa, Semarang: Toha Putra, 1382H,Hal.92-96. 10



5



2. Tingkatan sedang, yaitu orang yang menjauhi dunia dengan suka rela, karena ia menganggapnya kecil, meski sebenarnya ia masih menginginkannya. Tingkatan ini seperti orang yang meninggalkan uang satu dirham demi memperoleh dua dirham. Hal ini tidak memberatkannya, akan tetapi masih memperhatikan apa yang ditinggalkannya itu dan juga masih melihat di seputar keadaan dirinya. Zuhud seperti ini mengandung beberapa kelemahan (kekurangan).12 3. Tingkatan Tinggi, yaitu orang yang menjauhi dunia dengan sukarela dan tidak merasakan sikap zuhudnya. Karena, ia tidak menganggap bahwa ia meninggalkan sesuatu. Menurutnya dunia tidak berarti apa-apa baginya. Seperti orang yang meninggalkan seonggok tanah liat demi mengambil sebutir permata. Tapi ia tidak menganggap permata itu sebagai ganti. Betapapun indah dan mahalnya dunia dibandingkan dengan akhirat tidak ada artinya sama sekali.



B. Tingkatan Wara’ Wara’ memiliki tingkatan-tingkatan sebagaimana maqam-maqam lain dalam tahapan dunia tasawuf. Al Ghazali membagi wara’ menjadi empat tingkatan, yakni: 1. Tingkatan orang yang meninggalkan segala perkara yang diharamkan oleh Allah 2. Tingkatan orang yang meninggalkan segala perkara yang subhat (yang tidak jelas halal haramnya) Rosulullah SAW mengatakan yang artinya: “Tinggalkanlah yang meragukanmu dan (beralihlah) kepada apa yang tidak meragukanmu” (HR Turmudzi no 2518) 3. Tingkatan orang yang menghindarkan diri dari yang halal karena takut sesuatu yang halal itu bercampur dengan haram 4. Tingkatan orang yang menghindarkan diri dari yang halal karena takut berakibat pada kemaksiatan (Mujib, 2005: 314). Sedang menurut Ibnu Qayyim tingkatan wara’ ada tiga, yakni: 1. Tingkatan orang yang menjauhi perbuatan yang buruk agar dapat menjaga diri, memperbanyak amal, dan memelihara iman. Menjaga diri berarti memelihara dari perbuatan buruk menurut ukuran Allah dan manusia mukmin pada umumnya. banyak kebaikan berarti menyibukan diri untuk selalu berbuat baik agar tidak sempat lagi untuk berbuat buruk bahkan berusaha menyempurnakan kebaikannya. Imam Al-Ghazali, Penerjemah: ‘Abdul RosyadSiddiq, RingkasanIhya’ ‘Ulumuddin, Jakarta Timur: Akbar Media EkaSarana, 2008, Hal.576. 12



6



Memelihara iman berarti menjaga keutuhan komponen iman (meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan) . 2.Tingkatan orang yang memelihara ketentuan-ketentuan yang diperbolehkan, mengekalkan ketakwaan, menghindari kehinaan dan melampaui batas, hal ini dilakukan agar seseorang tidak disibukkan dengan perbuatan mubah yang menjadi sekat antara yang halal dan haram. 3. Tingkatan orang yang menghindari perceraian dan perpisahan dari Allah SWT (Mujib, 2005:314)



4. Fadhilah Zuhud dan Wara’ A. Zuhud 1. Allah akan menyatukan perkaranya, menjaga harta bendanya, menjadikan kekayaanya di dalam hatinya, dan dunia pun datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Allah ta’ala berfirman:“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya. Dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia akan Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan di dunia, namun tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat kelak.” 13 2. Mempunyai banyak hikmah, bijaksana, lapang dada, dan dicintai oleh Allah. 3. Hatinya akan selalu diterangi cahaya keimanan oleh Allah dan akan dimasukkan ke dalam surganya.14



B. Wara’ Adapun manfaat wara’ sebagai berikut : 1. Terhindar dari adzab Allah, pikiran menjadi tenang dan hati menjadi tentram. 2. Menahan diri dari hal yang dilarang. 3. Tidak menggunakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. 4. Mendatangkan cinta Allah karena Allah mencintai orang-orang yang wara’. 5. Membuat doa dikabulkan, karena manusia jika mensucikan makanan, minuman dan bersikap wara’, lalu mengangkat kedua tangan nya untuk berdoa, maka doa nya akan segera dikabulkan. 6. Mendapatkan keridhaan Allah dan bertambahnya kebaikan. 7. Terdapat perbedaan tingkatan manusia didalam surga sesuai dengan perbedaan As-Syuuraa: 20 Imam Al-Ghazali, Penerjemah: ‘Abdul RosyadSiddiq, RingkasanIhya’ ‘Ulumuddin, Jakarta Timur: Akbar Media EkaSarana, 2008, Hal.379-380. 13 14



7



tingkatan wara’ mereka.15



BAB III PENUTUP 15



http://faisalchoir.blogspot.co.id/2012/08/7-faedah-tentang-wara.htm.



8



A. Kesimpulan Berdasarkanmakalahdiatas, penulisdapatmenyimpulkanbeberapahalyaitu: 1) Orang yang zuhud bukan berarti tidak perlu mencari dan mempunyai harta benda sama sekali. Mereka wajib mencari dan mempunyai harta dunia yang halal menurut kebutuhan hidup mereka secukupnya. 2) Menurut Sufyan Ibnu Unyainah, zuhud terdiri dari tiga huruf yaitu zay, ha’, dan dal yang mempunyai maksud dan makna tersendiri; 1)zay yaitu tarku az-zinah (meninggalkan kemewahan), 2)ha’ yaitu tarku al-hawa (meninggalkan hawa nafsu), dan 3)dal yaitu tarku ad-dunya (meninggalkan dunia) 3) Dalam istilah wara’ adalah menjahui perkara yang syubhat karna takut terjatuh dalam perkara yang haram, menurut Ibrahim bin Adham wara’ adalah meninggalkan perkara yang syubhat. 4) ZuhudmemilikitingkatantingkatanyaitutingkatanRendah , SedangdanTinggi 5) WaramemilikitingkatantingkatanmenurutAl Ghazali membagi wara’ menjadi empat



tingkatan,



sedangkanmenurutIbnu



Qayyim



tingkatan



wara’



ada



yang



sudah



di



tigatingkatan 6) ZuhuddanWaramempunyaimanfaatmasingmasingseperti tuliskanpenulis di atas.



B. Saran Sebagai umat islam sangat penting bagi kita untuk mempelajari ilmu tasawuf



yang



merupakan unsur penting dalam kehidupan umat islam. Dalam ajaran tasawuf, seorang yang ingin mencapai ma’rifat pada Allah harus melalui tangga atau station, yang dalam istilah tasawuf dikenal dengan maqamat. Maka dari itu kita harus mempelajari dan mengamalkan maqamat yang ada dalam ilmu tasawuf antara lain seperti tobat, wara, zuhud, fakir, sabar, syukur, tawakkal dan ridho untuk mencapai pada kedekatan Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah tersebut penulis meminta kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.



DAFTAR PUSTAKA



9



Al-Ghazali, A.-I. H. (500 H). Ihya' Ulum Ad-din juz 4. At-Tauzi:Darul Fikr. Al-Makki, S. A. (2004). Kifayatul Atqiya. Semarang: Toha Putra. Apriliano, R. (2021). Makalah Maqam Wara' Zuhud & Faqr. Dipetik September 30, 2021, dari Acamedia Edu: https://www.academia.edu/8953894/Makalah_Maqam_Wara_Zuhud_and_Faqr Choir, F. (2012, Agustus 7). Faedah Tentang Wara'. Dipetik September 28, 2021, dari http://faisalchoir.blogspot.co.id/2012/08/7-faedah-tentang-wara.htm Clayton, R. F. (2018, Juni 19). Makalah zuhud & wara'.docx. Dipetik September 28, 2021, dari PDFCOFFEE.COM: https://pdfcoffee.com/makalah-zuhud-amp-wara39docxpdf-free.html Imam Al-Ghazali, P. A. (2008). Ringkasan Ihya 'Ulumuddin. Jakarta Timur: Akbar Media Eka Sarana. K.Asrari. (1382 H). Al-Bayanul Mushaffa fi Washiatil Musthafa. Semarang: Toha Putra. M.Hafiun. (2017, Juni). Zuhud Dalam Ajaran Tasawuf. Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam, 14, 1. Sunarto, A. (1416 H). Terjemah Nashaihul Ibadli Syekh Muhammad Nawawi Ibnu Umar AlJawi. Surabaya: Al-Hidayah. Sunarto, A. (1416 H). Terjemah Nashaihul 'Ibadli Syekh Muhammad Nawawi Ibnu Umar AlJawi. Surabaya: Al-Hidayah. Yunus, P. H. (1990). Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hida Karya Agung.



10