Makalahku Asuhan Intranatal Berdasarkan Evidence Based [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ASUHAN INTRANATAL BERDASARKAN EVIDENCE BASED”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Asuhan Kebidanan di STIKes MEGA REZKY MAKASSAR. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.



Makassar, Desember 2016



Penulis



1



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR....................................................................................................... DAFTAR ISI..................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG........................................................................................... BAB II PEMBAHASAN A. DUKUNGAN PERSALINAN BERDASARKAN EVIDENCE BASED MIDWIFERY....................................................................................................... B. PERUBAHAN FISIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS SELAMA PERSALINAN................................................................................................... C. POSISI DAN GERAKAN YANG AMAN DAN NYAMAN SELAMA PERSALINAN................................................................................................... D. PEMENUHAN NUTRISI DAN HIDRASI DALAM PERSALINAN.............. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN.................................................................................................. B. SARAN............................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN



2



A. Latar Belakang Angka kematian ibu dan bayi merupakan tolak ukur dalam menilai derajat kesehatan suatu bangsa. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut SDKI terdapat sebanyak 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2013). Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi, dan eklampsia (Saifuddin, 2009). Selain itu faktor penting lainnya yang berpengaruh terhadap kematian ibu melahirkan antara lain pemberdayaan perempuan yang tidak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia salah satunya juga dikarenakan kurangnya perhatian dari laki – laki terhadap ibu hamil dan melahirkan (Depkes RI, 2007). Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat mengendalikan asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.



3



Persalinan merupakan masa yang cukup berat bagi ibu, dimana proses melahirkan layaknya sebuah pertaruhan hidup dan mati seorang ibu, terutama pada ibu primipara, dimana mereka belum memiliki pengalaman melahirkan. Rasa cemas dapat timbul akibat kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya dan bayinya (Bobak, Jensen & Lowdermilk, 2004). Dukungan sosial sangatlah penting diberikan kepada ibu dalam proses persalinan. Dukungan yang diberikan dapat dilakukan oleh suami, keluarga, teman dekat, atau tenaga profesional kesehatan. Salah satu prinsip asuhan sayang ibu yaitu mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi (Depkes RI, 2004). Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan mengkampanyekan program “Suami Siaga” pada tahun 1999 – 2000 dalam rangka meningkatkan peran suami dalam program “Making Pregnancy Safer”. Tujuan dari program ini untuk meningkatkan pengetahuan, keterlibatan, dan partisipasi suami terhadap pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2001). Dukungan yang terus menerus dari seorang pendamping persalinan kepada ibu selama proses persalinan dan melahirkan dapat mempermudah proses persalinan dan melahirkan, memberikan rasa nyaman, semangat, membesarkan hati ibu dan meningkatkan rasa percaya diri ibu, serta mengurangi kebutuhan tindakan medis (Nakita, 2004). Di negara berkembang, beberapa RS besar terlalu dipadati oleh persalinan resiko rendah sehingga dukungan personal dan privasi tidak dapat diberikan. Di Indonesia, tidak semua RS mengizinkan suami atau anggota keluarga lainnya menemani ibu di ruang bersalin. Hampir seluruh persalinan berlangsung tanpa didamping oleh suami atau



4



anggota keluarga lainnya. Pendamping persalinan hanya dapat dihadirkan jika ibu bersalin di beberapa RS swasta, rumah dokter praktik swasta atau bidan praktik swasta. Banyak penelitian yang mendukung kehadiran orang kedua saat persalinan berlangsung. Penelitian oleh Hodnett, 1994 ; Simpkin, 1992 ; Hofmeyr, Nikodem & Wolmann, 1991; Hemminki, Virta & Koponen, 1990 yang dikutip dari Depkes tahun 2001 menunjukkan bahwa ibu merasakan kehadiran orang kedua sebagai pendamping dalam persalinan akan memberikan kenyamanan pada saat persalinan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kehadiran seorang pendamping pada saat persalinan dapat menimbulkan efek positif terhadap hasil persalinan, dapat menurunkan rasa sakit, persalinan berlangsung lebih singkat dan menurunkan persalinan dengan operasi termasuk bedah caesar (Astuti, 2006). Penelitian lain tentang pendamping atau kehadiran orang kedua dalam proses persalinan, yaitu oleh Dr. Roberto Sosa (2001) yang dikutip dari Musbikin dalam bukunya yang berjudul Panduan Bagi Ibu Hamil dan Melahirkan menemukan bahwa para ibu yang didampingi seorang sahabat atau keluarga dekat (khususnya suami) selama proses persalinan berlangsung, memiliki resiko lebih kecil mengalami komplikasi yang memerlukan tindakan medis daripada mereka yang tanpa pendampingan. Ibu – ibu dengan pendamping dalam menjalani persalinan, berlangsung lebih cepat dan lebih mudah. Dalam penelitian tersebut, ditemukan pula bahwa kehadiran suami atau kerabat dekat akan membawa ketenangan dan menjauhkan sang ibu dari stress dan kecemasan yang dapat mempersulit proses kelahiran dan persalinan, kehadiran suami akan membawa pengaruh positif secara



5



psikologis, dan berdampak positif pula pada kesiapan ibu secara fisik (Musbikin, 2005)



BAB II PEMBAHASAN



6



A. Dukungan Persalinan Berdasarkan Evidence Based Midwifery (EBM) 1. Definisi Dukungan persalinan adalah asuhan yang sifatnya mendukung yaitu asuhan yang bersifat aktif dan ikut serta dalam kegiatan selama persalinan merupakan suatu standar pelayanan kebidanan, dimana ibu dibebaskan untuk memilih pendamping persalinan sesuai keinginannya, misalnya suami, keluarga atau teman yang mengerti tentang dirinya. 2. Macam – macam Dukungan Persalinan a. Dukungan fisik Dukungan fisik adalah dukungan langsung berupa pertolongan langsung yang diberikan oleh keluarga atau suami kepada ibu bersalin. b. Dukungan emosional Dukungan emosional adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun ungkapan empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa dicintai dan diperhatikan oleh suami, yang pada akhirnya dapat berpengaruh kepada keberhasilan. Persalinan adalah saat menegangkan dan menggugah emosi bagi ibu dan keluarga. Persalinan menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu, karena itu pastikan bahwa setiap ibu mendapatkan asuhan sayang ibu selama persalinan dan kelahiran. Asuhan ibu yang dimaksud berupa dukungan emosional dari suami dan anggota keluarga lain untuk berada di samping ibu selama proses persalinan dan kelahiran. Suami dianjurkan untuk melakukan peran aktif dalam mendukung ibu dan mengidentifikasi langkah – langkah yang mungkin untuk kenyamanan ibu. Hargai keinginan ibu untuk menghadirkan teman atau saudara untuk



7



menemaninya (Depkes RI, 2002). Dukungan suami dalam proses persalinan akan memberi efek pada sistem limbic ibu yaitu dalam hal emosi, emosi ibu yang tenang akan menyebabkan sel – sel neuronnya mensekresi hormon oksitosin yang reaksinya akan menyebabkan kontraktilitas uterus pada akhir kehamilan untuk mengeluarkan bayi (Guyton, 1997). 3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Peran Pendamping Persalinan Menurut Hamilton (1995) faktor – faktor yang mempengaruhi peran pendamping persalinan antara lain : a. Sosial ekonomi Keadaan sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi proses pendampingan suami ketika istri melahirkan, suami yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang mapan akan lebih cenderung memperhatikan dan mendampingi istrinya pada saat melahirkan, hal ini berbeda dengan suami yang mempunyai status sosial ekonomi yang kurang mampu, suami lebih cenderung untuk kurang memperhatikan istri pada saat bersalin, suami lebih sibuk untuk mencari biaya persiapan persalinan bagi istrinya.



b. Budaya Keadaan budaya mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri melahirkan, ada beberapa budaya dan sistem religi yang tidak memperbolehkan suami melihat istri melahirkan karena bertentangan dengan nilai budaya dan sistem religi yang dianut oleh individu.



8



c. Lingkungan Keadaan lingkungan mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri melahirkan, individu yang berada pada lingkungan pedesaan, kebiasaannya suami tidak mau untuk mendampingi istri pada saat persalinan, suami merasa takut dan tidak tega melihat istrinya melahirkan. d. Pengetahuan Pengetahuan individu akan mempengaruhi pelaksanaan pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan, suami yang mempunyai pengetahuan yang baik akan berusaha semaksimal mungkin memberikan dukungan pendampingan pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan dukungan pendampingan akan memberikan motivasi yang besar kepada istri pada saat melahirkan, begitu pula sebaliknya suami yang mempunyai pengetahuan yang kurang, biasanya tidak mendampingi pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan ketidaktahuan akan manfaat pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan e. Umur Suami yang mempunyai usia yang muda, biasanya tidak mendampingi pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan suami merasa takut dan tidak tega melihat istrinya melahirkan. Kategori umur suami dalam pendampingan persalinan < 20 tahun dikategorikan dalam usia muda, diatas 20 tahun atau kurang dari 35 tahun dapat dikategorikan dalam usia dewasa dan suami yang memiliki usia > 35 tahun dikategorikan dalam usia matang/ tua yang akan mempengaruhi pelaksanaan pendampingan suami



9



terhadap istri pada saat melahirkan, suami yang mempunyai usia matang (dewasa) akan berusaha semaksimal mungkin memberikan dukungan pendampingan pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan kematangan usia untuk berusaha mengerti tentang psikologis istri pada saat persalinan. f. Pendidikan Pendidikan juga dapat dikatakan sebagai proses pendewasaan pribadi. Pendidikan kesehatan merupakan proses yang mencakup dimensi dan kegiatan intelektual, psikologi dan social yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam pengambilan keputusan secara sadar dan yang mempengaruhi kesejahteraan diri, keluarga, masyarakat. Individu yang berpendidikan akan mempunyai pengetahuan tentang pentinganya pendampingan pada saat persalinan dan mereka cenderung melakukan pendampingan pada saat persalinan, sebaliknya individu yang tidak berpendidikan pengetahuannya akan kurang dan mereka cenderung tidak melakukan pendampingan saat persalinan.



4. Bentuk Dukungan Persalinan a. Dukungan Bidan 1) Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan memperlakukannya dengan baik. 2) Menjelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya. 3) Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau khawatir. 4) Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.



10



5) 6) 7) 8) 9)



Mengatur posisi yang nyaman bagi ibu Memenuhi asupan cairan dan nutrisi ibu Keleluasaan untuk mobilisasi, termasuk ke kamar kecil Penerapan prinsip pencegahan infeksi yang sesuai Pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai



kelahiran bayinya. 10) Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan. 11) Penjelasan mengenai proses/ kemajuan/ prosedur yang akan dilakukan 12) Mengajarkan memperhatikan



suami dan



dan



anggota



mendukung



keluarga ibu



mengenai



cara



selama persalinan dan



kelahiran bayinya seperti : a) Mengucapkan kata – kata yang membesarkan hati dan memuji ibu. b) Membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi. c) Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut. d) Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain. e) Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman. b. Dukungan Keluarga Salah satu yang dapat mempengaruhi psikis ibu adalah dukungan dari suami atau keluarga. Dukungan minimal berupa sentuhan dan kata –kata pujian yang membuat nyaman serta memberi penguatan pada saat proses menuju persalinan berlangsung hasilnya akan mengurangi durasi kelahiran. 1)



Pendampingan Pendamping merupakan keberadaan seseorang yang mendampingi atau



terlibat langsung sebagai pemandu persalinan, dimana yang terpenting adalah dukungan yang diberikan pendamping persalinan selama kehamilan, persalinan, dan nifas, agar proses persalinan yang dilaluinya berjalan dengan lancar dan memberi kenyamanan bagi ibu bersalin (Sherly, 2009).



11



Menurut Lutfiatus Sholihah (2004) selama masa kehamilan, suami juga sudah harus diajak menyiapkan diri menyambut kedatangan sikecil, karena tidak semua suami siap mental untuk menunggui istrinya yang sedang kesakitan. Pendampingan persalinan yang tepat harus memahami peran apa yang dilakukan dalam proses persalinan nanti. Peran suami yang ideal diharapkan dapat menjadi pendamping secara aktif dalam proses persalinan. Harapan terhadap peran suami ini tidak terjadi pada semua suami, tergantung dari tingkat kesiapan suami menghadapi proses kelahiran secara langsung. Ada tiga jenis peran yang dapat dilakukan oleh suami selama proses persalinan yaitu peran sebagai pelatih, teman satu tim, dan peran sebagai saksi (Bobak, Lowdermilk dan Perry, 2004). Peran sebagai pelatih diperlihatkan suami secara aktif dalam membantu proses persalinan istri, pada saat kontraksi hingga selesai persalinan. Ibu menunjukkan keinginan yang kuat agar ayah terlibat secara fisik dalam proses persalinan (Smith, 1999; Kainz dan Eliasson, 2010). Peran sebagai pelatih ditunjukkan dengan keinginan yang kuat dari suami untuk mengendalikan diri dan ikut mengontrol proses persalinan. Beberapa dukungan yang diberikan suami dalam perannya sebagai pelatih antara lain memberikan bantuan teknik pernafasan yang efektif dan memberikan pijatan di daerah punggung. Suami juga memiliki inisiatif untuk lebih peka dalam merespon nyeri yang dialami oleh ibu, dalam hal ini ikut membantu memantau atau mengontrol peningkatan nyeri. Selain itu suami juga dapat memberikan dorongan spiritual dengan ikut berdoa. Hasil penelitian Kainz & Eliasson 2010 terhadap 67 ibu primipara di Swedia menunjukkan bahwa peran aktif suami yaitu membantu bidan untuk



12



memantau peningkatan rasa nyeri, mengontrol adanya pengurangan nyeri, dan mengontrol kontraksi. Selain peran tersebut, para suami juga memberikan bantuan untuk menjadi advokat ketika ibu ingin berkomunikasi dengan bidan selama proses persalinan. Pada persalinan tahap satu dan tahap dua, sering kali fokus bidan ditujukan kepada bayi, sehingga ibu merasa kesulitan untuk berbicara dengan bidan. Dalam kondisi ini, kehadiran suami akan sangat membantu jika suami peka dengan apa yang ingin dikatakan istrinya dan berusaha menyampaikannya kepada bidan. Tingkatan peran yang kedua adalah peran sebagai teman satu tim, ditunjukkan dengan tindakan suami yang membantu memenuhi permintaan ibu selama proses persalinan dan melahirkan. Dalam peran ini suami akan berespon terhadap permintaan ibu untuk mendapat dukungan fisik, dukungan emosi, atau keduanya (Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Peran suami sebagai teman satu tim biasanya sebagai pembantu dan pendamping ibu, dan biasanya suami dingatkan atau diberitahukan tentang perannya oleh bidan. Smith (1999) dan Kainz Eliasson (2010) menjelaskan bentuk dukungan fisik yang dapat diberikan yaitu dukungan secara umum seperti memberi posisi yang nyaman, memberikan minum, menemani ibu ketika pergi ke kamar kecil, memegang tangan dan kaki, atau menyeka keringat yang ada di dahi ibu, dan membantu ibu dalam pemilihan posisi yang nyaman saat persalinan. Bentuk dukungan fisik yang menggunakan sentuhan, menunjukkan ekspresi psikologis dan emosional suami yaitu rasa peduli, empati, dan simpati terhadap kondisi ibu yang sedang merasakan nyeri hebat dalam proses persalinan (Smith, 1999).



13



Sementara itu, dukungan emosional yang dapat diberikan oleh suami antara lain membantu menenangkan ibu dengan kata – kata yang memberikan penguatan (reinforcement) positif seperti memberi dorongan semangat mengedan saat kontraksi serta memberikan pujian atas kemampuan ibu saat mengedan. Ibu dapat merasakan ketenangan dan mendapat kekuatan yang hebat ketika suaminya menggenggam tangannya (Kainz & Eliasson, 2010). Pengaruh psikologis inilah yang menjadi salah satu nilai lebih yang mampu diberikan oleh suami kepada istrinya. Oleh karena itu, kehadiran suami dalam proses persalinan perlu diberikan penghargaan yang tinggi dan perlu mendapat dukungan dari bidan yang menolong persalinan. Suami yang hanya berperan sebagai saksi menunjukkan keterlibatan yang kurang dibandingkan peran sebagai pelatih atau teman satu tim. Dalam berperan sebagai saksi, suami hanya memberi dukungan emosi dan moral saja (Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Biasanya suami tetap memperhatikan kondisi ibu bersalin, tetapi sering kali suami hanya menunggu istri di luar ruang persalinan, dan melakukan aktivitas lain seperti tertidur, menonton tv, atau meninggalkan ruangan dalam waktu yang agak lama. Perilaku ini ditunjukkan suami karena mereka yakin tidak banyak yang dapat mereka lakukan, sehinga menyerahkan sepenuhnya pada penolong persalinan. Alasan suami memilih peran hanya sebagai saksi karena kurangnya kepercayaan diri atau memang kehadirannya kurang diinginkan oleh istri. Ketiga peran suami dalam proses persalinan dapat diidentifikasi dari keinginan dan pengetahuan suami tentang peran utamanya sebagai pendamping



14



persalinan. Sikap suami untuk menjadi pendamping persalinan dapat ditunjukkan dengan tindakannya dalam antisipasi persalinan. Suami dapat mempersiapkan sendiri sebelum hari persalinan, seperti mempersiapkan segala kebutuhan selama mendampingi istri di rumah sakit atau tempat bersalin. Suami dapat meminta informasi atau mengajukan pertanyaan kepada dokter, bidan, atau perawat untuk mengatahui apa yang dapat diterima, dipertimbangkan atau ditolak. 2)



Manfaat Pendampingan Bagi suami yang siap mental mendampingi istrinya selama proses



persalinan dapat memberikan manfaat seperti : a) Ikut bertanggung jawab mempersiapkan kekuatan mental istri dalam menghadapi persalinan b) Memberi rasa tenang dan penguat psikis pada istri Suami adalah orang terdekat yang dapat memberikan rasa aman dan tenang yang diharapkan istri selama proses persalinan. Ditengah kondisi yang tidak nyaman, istri memerlukan pegangan, dukungan dan semangat untuk mengurangi kecemasan dan ketakutannya. c) Selalu ada bila dibutuhkan Dengan berada di samping istri, suami siap membantu apa saja yang dibutuhkan istri. d) Kedekatan emosi suami – istri bertambah Suami akan melihat sendiri perjuangan hidup dan mati sang istri saat melahirkan anak sehingga membuatnya semakin sayang kepada istrinya. e) Menumbuhkan naluri kebapakan f) Suami akan lebih menghargai istri Melihat pengorbanan istri saat persalinan suami akan dapat lebih menghargai istrinya dan menjaga perilakunya. Karena dia akan mengingat bagaimana besarnya pengorbanan istrinya. g) Membantu keberhasilan IMD



15



IMD merupakan Inisiasi Menyusui Dini yang akan digalakkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. IMD akan tercapai dengan adanya dukungan dari suami terhadap istrinya. h) Pemenuhan nutisi Nutrisi ibu saat melahirkan akan terpenuhi karena tugas pendamping adalah memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan tubuh ibu yaitu dengan cara pemberian makan dan minum saat kontraksi rahim ibu mulai melemah. i) Membantu mengurangi rasa nyeri saat persalinan Dengan adanya pendamping maka akan memberikan rasa nyaman dan aman bagi ibu yang sedang mengalami persalinan karena adanya dukungan dari orang yang paling di sayang sehingga mampu mengurangi rasa sakit dan nyeri yang dialami. j) Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan mengalami waktu persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih baik. 5. Faktor Penghambat Peran Pendamping Bila suami tidak bersedia mendampingi saat proses persalinan, ibu sebaiknya jangan berkecil hati, mungkin suami tidak tega melihat istrinya kesakitan, jadi jangan paksa suami karena hal ini berakibat fatal. Kehadiran suami tanpa tekanan dari luar, pada proses persalinan akan sangat penting dalam membantu istri terutama jika suami tahu banyak tentang proses melahirkan. Para suami sering mengeluh betapa tertekannya mereka karena sama sekali tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk menolong istrinya. (Lutfiatus Sholilah, 2004).Situasi atau kondisi dimana suami tidak bisa mendampingi selama proses persalinan seperti: a.



Suami tidak siap mental



16



Umumnya suami tidak tega, lekas panik, saat melihat istrinya kesakitan atau tidak tahan bila harus melihat darah yang keluar saat persalinan. Tipe suami seperti ini bukanlah orang yang tepat menjadi pendamping diruang bersalin. Faktor penyebab ketakutan dan kecemasan suami terhadap proses persalinan menurut Martin, 2008; Sapkota, Kobayashi & Takase, 2010) diantaranya : 1) 2) 3) 4) b.



Takut dengan ancaman kematian istri dan bayinya Cemas dengan proses persalinan yang penuh tekanan Kurang keyakinan dan percaya diri menjadi pendamping persalinan Kurangnya dukungan sosial



Tidak diizinkan pihak RS



Beberapa RS tidak mengizinkan kehadiran pendamping selain petugas medis bagi ibu yang menjalani proses persalinan, baik normal maupun caesar. Beberapa alasan yang diajukan adalah kehadiran pendamping dapat mengganggu konsentrasi etugas medis yang telah membantu proses persalinan, tempat yang tidak luas dan kesterilan ruang operasi menjadi berkurang dengan hadirnya orang luar. c.



Suami sedang dinas



Apabila suami sedang dinas ketempat yang jauh sehingga tidak memungkinkan untuk pulang untuk menemani istri bersalin tentu istri harus memahami kondisi ini. Walaupun tidak ada suami masih ada anggota keluarga lain seperti ibu yang dapat menemani. Momen persalinan pun dapat di filmkan dalam kamera video, sehingga saat kembali dari dinas suami dapat melihat kelahiran buah hatinya.



B. Perubahan Fisiologis dan Psikologis Selama Persalinan A. Perubahan Fisiologis



17



1) Sifat kontraksi otot rahim Setelah kontraksi, otot rahim tidak berelaksasi kembali seperti keadaan sebelum kontraksi, tetapi menjadi sedikit lebih pendek walaupun tonusnya seperti sebelum kontraksi, yang disebut retraksi. Dengan retraksi, ukuran rongga rahim akan mengecil dan janin secara perlahan akan berangsur didorong kebawah dan tidak naik lagi keatas setelah his hilang. Retraksi ini mengakibatkan SAR makin tebal dengan majunya persalinan terutama setelah bayi lahir. Kontraksi tidak sama kuatnya, tetapi paling kuat di daerah fundus uteri dan berangsur berkurang ke bawah dan paling lemah pada segmen bawah rahim. Sebagian dari isi rahim yang keluar dari SAR diterima oleh SBR sehingga SAR makin mengecil, sedangkan SBR makin teregang dan makin tipis, dan isi rahim pindah ke SBR sedikit demi sedikit. 2) Perubahan bentuk rahim Adanya kontraksi mengakibatkan sumbu panjang rahim bertambah panjang, sedangkan ukuran melintang maupun ukuran muka belakang berkurang. Pengaruh bentuk rahim yaitu ukuran melintang berkurang, rahim bertambah panjang. Hal ini merupakan salah satu sebab dari pembukaan serviks. 3) Ligamentum rotundum Mengandung otot-otot polos dan jika uterus berkontraksi, otot-otot ini ikut berkontraksi sehingga ligamentum rotundum menjadi pendek. 4) Perubahan pada serviks Agar janin dapat keluar dari rahim, maka perlu terjadi pembukaan dari serviks. Pembukaan serviks biasanya didahului oleh pendataran dari serviks.



18



Pendataran dari serviks. Pemendekan dari canalis, yang semula berupa saluran yang panjangnya 1-2 cm menjadi satu lubang dengan pinggir yang tipis. Pembukaan dari serviks. Pembesaran dari ostium externum yang pada awalnya hanya berupa suatu lubang dengan diameter beberapa milimeter menjadi lubang yang berdiameter kira-kira 10 cm, sehingga dapat dilalui janin. Faktor – faktor yang menyebabkan pembukaan serviks : a) Otot-otot serviks menarik pada pinggir ostium b) Waktu kontraksi semen bawah rahim dan serviks teregang oleh isi rahim terutama oleh air ketuban dan ini menyebabkan tarikan pada serviks c) Waktu kontraksi, bagian dari selaput yang terdapat di atas canalis cervicalis ialah yang disebut ketuban 5) Perubahan pada vagina dan dasar panggul Pada kala I. Ketuban ikut meregangkan bagian atas vagina. Setelah ketuban pecah, segala perubahan terutama pada dasar panggul ditimbulkan oleh bagian depan anak. Oleh bagian depan yang maju tersebut, dasar panggul teregang menjadi saluran dengan dinding-dinding yang tipis. Pada saat kepala sampai di vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas. Dari luar, peregangan oleh bagian depan tampak pada perineum yang menonjol dan menjadi tipis, sedangkan anus menjadi terbuka. B. Perubahan Psikologis Lancar atau tidaknya proses persalinan banyak bergantung pada kondisi biologis, khususnya kondisi wanita yang bersangkutan. Namun, perlu juga untuk diketahui bahwa hampir tidak ada tingkah laku manusia



19



(yang diasadari) dan proses biologisnya yang tidak dipengaruhi oleh proses psikis. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa membesarnya janin dalam kandungan mengakibatkan ibu bersangkutan mudah lelah, badan tidak nyaman, tidak nyenyak tidur, sering kesulitan dalam bernapas, dan beban jasmaniah lainnya saat menjalani proses kehamilannya. Pada ibu bersalin trjadi beberapa perubahan psikologis diantaranya : 1) Rasa cemas pada bayinya yang akan lahir 2) Kesakitan saat kontraksi dan nyeri 3) Ketakutan saat melihat darah Rasa takut dan cemas yang dialami ibu akan berpengaruh pada lamanya persalinan, his kurang baik, dan pembukaan yang kurang lancar. Menurut Pitchard, dkk. perasaan takut dan cemas merupakan faktor utama yang menyebabkan rasa sakit dalam persalinan dan berpengaruh terhadap kontraksi rahim dan dilatasi serviks sehingga persalinannya lama. Apabila perasaan takut dan cemas yang dialami ibu berlebihan, maka akan berujung pada stres. Beberapa hal yang dapat memengaruhi psikologi ibu meliputi : 1) Melibatkan psikologi ibu, emosi, dan persiapan intelektual 2) Pengalaman bayi sebelumnya 3) Kebiasaan adat 4) Hubungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu Sikap negatif yang mungkin muncul pada ibu menjelang proses persalinan adalah sebagai berikut : 1) Persalinan sebagai ancaman terhadap keamanan 2) Persalinan sebagai ancaman terhadap self-image 3) Medikasi persalinan 4) Nyeri persalinan dan kelahiran Oleh karena banyak sekali perubahan yang dialami ibu bersalin, maka penlong persalinan seperti bidan dituntut untuk melakukan asuhan sayang



20



ibu. Pada asuhan sayang ibu, penolong persalinan harus memberikan dukungan psikologis dengan cara meyakinkan ibu bahwa persalinan merupakan proses yang normal, dan yakinkan bahwa ibu dapat melaluinya. Penolong persalinan dapat mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa ibu mendapat perhatian lebih dan diberi dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi oleh suami dan keluarga. C. Posisi dan Gerakan yang Aman dan Nyaman Selama Persalinan 1.



Posisi Berbaring Miring Posisi ini mengharuskan ibu berbaring kekiri atau kekanan. Salah satu kaki



diangkat, sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Posisi yang akrab disebut posisi lateral ini, umumnya dilakukan bila posisi kepala bayi belum tepat. Normalnya, posisi ubun – ubun bayi berada didepan jalan lahir. Posisi kepala bayi dikatakan tidak normal jika posisi ubun – ubunnya berada dibelakang atau disamping. Dalam kondisi tersebut biasanya dokter akan mengarahkan ibu untuk mengambil posisi miring. Kearah mana posisi ibu tergantung pada dimana letak ubun – ubun bayi. Jika berada dikiri, maka ibu dianjurkan mengambil posisi miring kekiri sehingga bayi diharapkan bisa memutar. Demikian pula sebaliknya. Keuntungan dari posisi ini adalah



21



a. Peredaran darah balik ibu bisa berjalan lancar. Pengiriman oksigen dalam darah dari ibu kejanin melalui plasenta juga tidak terganggu. b. Kontraksi uterus akan lebih efektif c. Memudahkan bidan dalam memberikan pertolongan persalinan d. Karena tidak terlalu menekan, proses pembukaan akan berlangsung secara perlahan – lahan sehingga persalinan berlangsung lebih nyaman. Kerugiannya : a. Memerlukan bantuan untuk memegangi paha kanan ibu. 2. Jongkok Posisi ini sudah dikenal sebagai posisi bersalin yang alami. Keuntungannya : a. Memperluas rongga panggul, diameter transversa bertambah 1 cm dan diameter antero posterior bertambah 2cm. b. Proses persalinan lebih mudah c. Posisi ini menggunakan gaya gravitasi untuk membantu turunnya bayi d. Mengurangi trauma pada perineum Kekurangannya : Berpeluang kepala bayi cedera. Soalnya tubuh bayi yang berada dijalan lahir bisa meluncur sedemikian cepat. Untuk menghindari cedera, biasanya ibu berjongkok diatas bantalan empuk yang berguna menahan kepala bayi. 3. Merangkak Pada posisi ini Ibu merebahkan badan dengan posisi merangkak, kedua tangan menyanggah tubuh, kedua kaki ditekuk dan dibuka. Keuntungannya : a. Posisi merangkak seringkali merupakan posisi yang paling baik bagi ibu yang mengalami nyeri punggung saat persalinan. b. Dapat mengurangi rasa sakit c. Mengurangi keluhan haemorid



22



4. Semi duduk Posisi ini merupakan posisi yang paling umum diterapkan di RS / RSB disegenap penjuru tanah air. Pada posisi ini. Pasien duduk dengan punggung bersandar bantal, kaki ditekuk dan paha dibuka kearah samping.Posisi ini cukup membuat ibu nyaman. Keuntungannya : Memudahkan melahirkan kepala bayi. Kekurangannya : Titik berat pada tulang sakrum sehingga tulang koksigis akan terdorong kedepan yang akan menyebabkan rongga menjadi lebih sempit 5. Duduk Pada posisi ini duduklah diatas tempat tidur disangga beberapa bantal atau bersandarlah pada tubuh suami. Kedua kaki ibu ditekuk dan dibuka, tangan ibu memegang lutut, tangan suami membantu memegang perut ibu. Keuntungannya : a. Posisi ini memanfaatkan gaya gravitasi untuk membantu turunnya bayi. b. Memberi kesempatan untuk istirahat diantara dua kontraksi. c. Memudahkan melahirkan kepala bayi Posisi Persalinan Kala I – Posisi Meneran Kala II Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa disadari dan terus berlangsung/progresif. Bidan dapat membantu ibu agar tetap tenang dan rileks, maka bidan sebaiknya tidak mengatur posisi meneran ibu. Bidan harus



23



memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi meneran dan menjelaskan alternatif-alternatif posisi meneran bila posisi yang dipilih ibu tidak efektif. Bidan harus memahami posisi-posisi melahirkan, bertujuan untuk menjaga agar proses kelahiran bayi dapat berjalan senormal mungkin, menghindari intervensi–> meningkatkan persalinan normal (semakin normal proses kelahiran, semakin aman kelahiran bayi itu sendiri). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan posisi melahirkan : 1.



Klien/ibu bebas memilih –> dapat meningkatkan kepuasan, menimbulkan perasaan sejahtera secara emosional, dan ibu dapat mengendalikan persalinannya secara alamiah.



2.



Peran bidan adalah membantu/memfasilitasi ibu agar merasa nyaman.



3.



Secara umum, pilihan posisi melahirkan secara alami/naluri ‘bukan posisi berbaring’.



4.



Sejarah –> posisi berbaring diciptakan agar penolong lebih nyaman dalam bekerja. Sedangkan posisi tegak, merupakan cara yang umum digunakan dari sejarah penciptaan manusia sampai abad ke-18.



Macam-macam posisi meneran diantaranya :



24



1.



Duduk atau setengah duduk –> posisi ini memudahkan bidan dalam membantu kelahiran kepala janin dan memperhatikan keadaan perineum.



2.



Merangkak –> posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada punggung, mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada perineum berkurang.



3.



Jongkok atau berdiri à posisi jongkok atau berdiri memudahkan penurunan kepala janin, memperluas panggul sebesar 28% lebih besar pada pintu bawah panggul, dan memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko memperbesar terjadinya laserasi (perlukaan) jalan lahir.



4.



Berbaring miring –> posisi berbaring miring dapat mengurangi penekanan pada vena cava inverior, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia janin karena suply oksigen tidak terganggu, dapat memberi suasana rileks bagi ibu yang mengalami kecapekan, dan dapat mencegah terjadinya robekan jalan lahir.



5.



Hindari posisi telentang (dorsal recumbent) –> posisi ini dapat mengakibatkan : hipotensi (beresiko terjadinya syok dan berkurangnya suplai oksigen dalam sirkulasi uteroplacenter, sehingga mengakibatkan hipoksia bagi janin), rasa nyeri yang bertambah, kemajuan persalinan bertambah lama, ibu mangalami gangguan untuk bernafas, buang air kecil terganggu, mobilisasi ibu kurang bebas, ibu kurang semangat, dan dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.



25



Berdasarkan posisi meneran di atas, maka secara umum posisi melahirkan dibagi menjadi 2, yaitu posisi tegak lurus dan posisi berbaring. Secara anatomi, posisi tegak lurus (berdiri, jongkok, duduk) merupakan posisi yang paling sesuai untuk melahirkan, kerena sumbu panggul dan posisi janin berada pada arah gravitasi. Adapun keuntungan dari posisi tegak lurus adalah : a. Kekuatan daya tarik –> meningkatkan efektivitas kontraksi dan tekanan pada leher rahim, dan mengurangi lamanya proses persalinan. Pada Kala 1 Kontraksi –> dengan berdiri, uterus terangkat berdiri pada sumbu aksis pintu masuk panggul dan kepala mendorong cerviks, sehingga intensitas kontraksi meningkat. Pada posisi tegak tidak ada hambatan dari gerakan uterus. Sedangkan pada posisi berbaring –> otot uterus lebih banyak bekerja dan proses persalinan berlangsung lebih lama. Pada Kala 2 Posisi tegak lurus mengakibatkan kepala menekan dengan kekuatan yang lebih besar, sehingga keinginan untuk mendorong lebih kuat dan mempersingkat kala 2. Posisi tegak lurus dengan berjongkok, mengakibatkan lebih banyak ruang di sekitar otot dasar panggul untuk menarik syaraf penerima dasar panggul yang ditekan, sehingga kadar oksitosin meningkat.



26



Posisi tegak lurus pada kala 2 dapat mendorong janin sesuai dengan anatomi dasar panggul, sehingga mengurangi hambatan dalam meneran. Sedangkan pada posisi berbaring, leher rahim menekuk ke atas, sehingga meningkatkan hambatan dalam meneran. b. Meningkatkan dimensi panggul Perubahan hormone kehamilan –> menjadikan struktur panggul dinamis/fleksibel Pergantian posisi –> meningkatkan derajat mobilitas panggul Posisi jongkok –> sudut arkus pubis melebar, mengakibatkan pintu atas panggul sedikit melebar, sehingga memudahkan rotasi kepala janin. Sendi sakroiliaka –> meningkatkan fleksibilitas sacrum (bergerak ke belakang) Pintu bawah panggul menjadi lentur maksimum Pada posisi tegak, sacrum bergerak ke dapan, mangakibatkan tulang ekor tertarik ke belakang Sedangkan pada posisi berbaring, tulang ekor tidak bergerak ke belakang tetapi ke depan (tekanan yang berlawanan). c. Gambaran jantung janin abnormal lebih sedikit dengan kecilnya tekanan pada pembuluh vena cava inferior Pada posisi berbaring, berat uterus/ cairan amnion/ janin mengakibatkan adanya tekanan pada vena cava inferior, dan dapat menurunkan tekanan darah ibu. Serta perbaikan aliran darah berkurang setelah adanya kontraksi.



27



Pada posisi tegak, aliran darah tidak terganggu, sehingga aliran oksigen ke janin lebih baik. d. Kesejahteraan secara psikologis Pada posisi berbaring –> ibu/klien menjadi lebih pasif dan menjadi kurang kooperatif, ibu lebih banyak mengeluarkan tenaga pada posisi ini. Pada posisi tegak –> ibu/klien secara fisik menjadi lebih aktif, meneran lebih alami, menjadi lebih fleksibel untuk segera dilakukan ‘bounding’ (setelah bayi lahir dapat langsung dilihat, dipegang ibu, dan disusui). Adapun kerugian dari persalinan dengan posisi tegak adalah : 1. Meningkatkan kehilangan darah Gaya gravitasi mengakibatkan keluarnya darah sekaligus dari jalan lahir setelah kelahiran janin, dan kontraksi meningkat sehingga placenta segera lahir. Meningkatkan terjadinya odema vulva à dapat dicegah dengan mengganti-ganti posisi. 2. Meningkatkan terjadinya perlukaan/laserasi pada jalan lahir Odema vulva –> dapat dicegah dengan mengganti posisi (darah mengalir ke bagian tubuh yang lebih rendah). Luka kecil pada labia meningkat, tetapi luka akan cepat sembuh. Berat janin mendorong ke arah simfisis, mengakibatkan tekanan pada perineum meningkat, sehingga resiko rupture perineum meningkat.



28



29



Beberapa factor yang perlu diperhatikan dalam memilih posisi persalinan : -



Keamanan



Posisi persalinan yang baik idealnya tidak menimbulkan cedera. Kalaupun ada factor penyulit yang memungkinkan cedera pada ibu maupun bayinya, paling tidak peluang tersebut diminimalkan. Cedera yang umumnya terjadi pada ibu antara lain robeknya rahim, perdarahan hebat dan robekan jalan lahir. Sedangkan trauma pada bayi diantaranya trauma kepala, patah kaki atau patah tangan.



30



-



Kenyamanan



Tak bisa dipungkiri, persalinan adalah kerja keras dan perjuangan bagi ibu maupun tim medis yang menanganinya. Itulah sebabnya si ibu berhak mendapat pelayanan terbaik, termasuk tempat bersalin yang nyaman. Tempat tidur dan segala keperluannya haruslah memenuhi standar higienis guna meminimalkan risiko bayi maupun ibu terkena infeksi. -



Bantuan Medis



Apapun posisi persalinan yang dipilih, prosesnya haruslah dibantu oleh tim medis yang ahli dan terlatih. Dokter, bidan, maupun dokter anak serta para suster yang membantu harus benar – benar memehami tugasnya memimpin dan mendampingi ibu menjalani proses persalinan. Dengan demikian risiko terjadinya cedera bisa diminimalkan. Pengaturan memerlukan



posisi bantal



melibatkan di



bawah



juga



penempatan



kepalanya,hal



ini



bantal,wanita dapat



bersalin



meningkatkan



relaksasi,mengurangi tekanan otot dan mengeliminasi titik-titik takanan.bebera[pa hal di bawah ini juga dapat mengurangi rasa nyeri pada ibu,diantaranya adalah ; - Anjurkan ibu untuk mencoba posisi posisi yang nyaman bagi dirinya - Ibu boleh berjalan,berdiri,duduk atau jongkok,berbaring miring atau merangkak. a.



Jangan menempatkan ibu pada posisi terlentang→supine hypotensi sindrome Relaksasi dan latihan pernapasan



Bernapas dalam dengan cara releks sewaktu ada his dengan cara meminta ibu untuk menarik napas panjang,tahan napas sebentar kemudian dilepaskan dengan cara meniup sewaktru ada his, tetapi hal tersebut sudah tidak dianjurkan lagi



31



sekarng ibu diajurkan untuk bernafas seperti biasa dan meneran pad saat ibu merasakan dorongan. b.



Usapan di punggung / abdominal



Jika ibu suka,lakukan pijatan / masase dipunggung atau mengusap perut dengan lembut Hal ini dapat memberikan dukungan dan kenyamanan pada ibu bersalin sehingga akan mengurangi rasa sakit c.



Pengosongan kandung kemih



Sarankan ibu untuk sesering mungkin untuk berkemih.Kandung kemih yang kosong akan menyebabkan nyeri pada bagian abdominal juga menyebabkan sulit turunnya bagian terendah dari janin Metode pengendalian nyeri persalinan dengan farmakologis  



Penggunaan sedativa misalnya golongan barbiturate. Opioids misalnya morphin.



D. Pemenuhan Nutrisi dan Hidrasi dalam Persalinan 1. Cairan dan Makanan Sayangnya, kebijakan nothing by month/NPO (Tidak memberikan apa pun per oral) saat persalinan,dilaksanakan secara rutin banyak dirumah sakit. Praktik ini dicanangkan pada tahun 1946 saat dijelaskan bahwa aspirasi isi asam lambung merupakan penyebab moriditas dan mortalitas ibu. Walaupun resiko aspirasi telah menurun drastis sejak tahun 1940-an,keharusan berpuasa



32



bagi ibu bersalin merupakan praktik yang terus berlangsung dibanyak rumah sakit saat ini. Pertimbangkan hal-hal berikut ini. 



Aspirasi saat anastesi umum pada pelahiran operatif secara langsung







terkait dengan intubasi yang sulit, terlepas dari asupan oral pasien. Para ahli anastesi sepakat bahwa manajemen anastesi dibawah standar



 



merupakan penyebab utama aspirasi paru Status NPO menyebabkan peningkatan keasaman lambung. Anastesia regional memiliki pengaruh yang kecil terhadap waktu pengosongan lambung dan sangat menurunkan resiko pneumonia







aspirasi. Anastesia regional tepat digunakan pada sebagian besar pelahiran







sesaria darurat. Pemberian cairan intravena (IV) rutin dapat menyebabkan kelebihan cairan,hiperglikemia pada janin, dan hipoglikemia pada bayi baru lahir,







serta dapat mengubah kadar natrium plasma Hidrasi dan kebutuhan energi pada ibu bersalin sama seperti kebutuhan seorang atlet yang sedang berkompetensi. Kekurangan makanan dan cairan dapat secara langsung mempengaruhi kemajuan persalinan dan







hasilnya. Pada tahun 1999, American Society of anesthesiologists merevisi rekomendasi mereka mengenai asupan oral pada persalinan. Cairan bening yang direkomendasikan meliputi air putih, jus tanpa daging buah, minuman berkarbonasi, teh dan kopi encer, gelatin bercita rasa, es buah, es loli dan kaldu. Mereka merekomendasikan pembatasan berdasarkan kasus demi kasus pada ibu yang mungkin mengalami peningkatan resiko aspirasi.



33



Ibu harus diberi tahu mengenai resiko aspirasi yang kecil tetapi serius terkait dengan asupan oral saat persalinan. Harus dijelaskan bahwa resiko aspirasi disebabkan anastesia dan bahwa jika persalinan menyimpang dari normal, ibu mungkin diminta menahan diri untuk tidak menerima asupan oral lebih lanjut. Akan sangat baik jika menu harian Ibu di trimester akhir kehamilan, diselingi makanan ringan setiap 1 jam sekali untuk menambah energi. Ibu tetap di perbolehkan makan dan minum karenan berdasarkan EBM diperoleh kesimpulan bahwa : a. Pada saat bersalin ibu mebutuhkan energy yang besar, oleh karena itu jika ibu tidak makan dan minum untuk beberapa waktu atau ibu yang mengalami kekurangan gizi dalam proses persalinan akan cepat mengalami kelelahan fisiologis, dehidrasi dan ketosis yang dapat menyebabkan gawat janin. b. Ibu bersalin kecil kemungkinan menjalani anastesi umum, jadi tidak ada alasan untuk melarang makan dan minum. c. Efek mengurangi/mencegah makan dan minum mengakibatkan pembentukkan glukosa intravena yang telah dibuktikan dapat berakibat negative terhadap janin dan bayi baru lahir oleh karena itu ibu bersalin tetap boleh makan dan minum. Ha ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Larence 1982, Tamow-mordi Starw dkk 1981, Ruter Spence dkk 1980, Lucas 1980 2. Makanan Penambah Eneregi Menurut jurnal bertajuk "Restricting oral fluid and food intake during labor" yang dirilis oleh Cochrane Database of Systematic Reviews. Berikut



34



adalah daftar makanan yang mampu menambah energi Ibu dengan optimal, antara lain:        



Roti Kentang Pasta Buah kering Pisang Sereal Sup Yoghurt dengan kadar lemak rendah.



Berikut adalah makanan yang perlu Ibu hindari saat menjelang persalinan, antara lain:  Buah yang asam seperti jeruk atau anggur  Makanan yang terlalu manis 3. Minuman Penambah Energi Selain makanan yang mengandung kadar energi tinggi, saat menjelang melahirkan Ibu juga membutuhkan minuman yang mampu menambah energi. Pada masa ini Ibu juga akan cepat merasa haus, karena fase-fase melahirkan akan membuat Ibu mengeluarkan banyak cairan. Pastikan Ibu cukup mengonsumsi cairan, agar Ibu tidak. Ibu bisa mengonsumsi jus buah seperti apel atau mangga yang segar atau meminum secangkir teh herbal dengan madu juga bisa membuat Ibu tenang dan mengembalikan energi yang hilang. Hindari minuman bersoda, jus jeruk, atau anggur karena mengandung asam yang akan dapat menggangu kesehatan Ibu. Konsultasikan pada dokter makanan atau minuman apa yang aman untuk Ibu konsumsi. Apa yang Ibu



35



konsumsi juga akan menjadi asupan bagi janin di dalam kandungan Ibu. Berikan nutrisi optimal untuk kesehatan dan perkembangan janin.



BAB III PENUTUP



A. KESIMPULAN Dukungan persalinan adalah asuhan yang sifatnya mendukung yaitu asuhan yang bersifat aktif dan ikut serta dalam kegiatan selama persalinan merupakan suatu standar pelayanan kebidanan, dimana ibu dibebaskan untuk memilih pendamping persalinan sesuai keinginannya, misalnya suami, keluarga atau teman yang mengerti tentang dirinya.



36



Perubahan Fisiologis a. b. c. d. e.



Sifat kontraksi otot rahim Perubahan bentuk rahim Ligamentum rotundum Perubahan pada serviks Perubahan pada vagina dan dasar panggul



Perubahan Psikologis Lancar atau tidaknya proses persalinan banyak bergantung pada kondisi biologis, khususnya kondisi wanita yang bersangkutan. Namun, perlu juga untuk diketahui bahwa hampir tidak ada tingkah laku manusia (yang diasadari) dan proses biologisnya yang tidak dipengaruhi oleh proses psikis. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa membesarnya janin dalam kandungan mengakibatkan ibu bersangkutan mudah lelah, badan tidak nyaman, tidak nyenyak tidur, sering kesulitan dalam bernapas, dan beban jasmaniah lainnya saat menjalani proses kehamilannya. Bidan harus memahami posisi-posisi melahirkan, bertujuan untuk menjaga agar proses kelahiran bayi dapat berjalan senormal mungkin, menghindari intervensi–> meningkatkan persalinan normal (semakin normal proses kelahiran, semakin aman kelahiran bayi itu sendiri). Apa yang Ibu konsumsi juga akan menjadi asupan bagi janin di dalam kandungan Ibu. Berikan nutrisi optimal untuk kesehatan dan perkembangan janin. B. SARAN Bagi pembaca semoga makalah ini dapat dijadikan sumber referensi dan tambahan pengetahuan. Bagi penulis untuk meningkatkan kualitas dalam penulisan makalah



37



DAFTAR PUSTAKA Pusdiknakes. 2003. Asuhan Intrapartum. Jakarta. Hlm: 18-21 Sulistyawati, Ari. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba Medika. Hlm: 41-61 Priyanto A,. (2009). Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika. Sumarah, dkk. (2008). Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin). Yogyakarta: Fitramaya. Varney H, dkk. (2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1. Jakarta: EGC. Wijayanti, Irfana Tri. -. Standar Asuhan Kebidanan Persalinan. Pati: BUP. Wulandari, Diah (2009). Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Kebidanan. Jogjakarta: Mitra Cendikia Offiset. Yanti. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Pustaka rihama. Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan Indonesia. Bobak, I, M., Lowdwermilk. D. L, & Perry, S. E. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. (Maria A. Wijayanti & Peter I. Anugerah, Alih Bahasa). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. (buku asli diterbitkan tahun 2003).



38



Departemen Kesehatan RI. (2004). Asuhan Persalinan Normal. Edisi baru dengan resusitasi. Jakarta : Departemen Kesehatan RI Departemen Kesehatan RI. (2001). Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) Di Indonesia 2001 – 2010. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Saifuddin, A. B, dkk. (2007). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Ricci, S., & Kyle, T. (2009). Maternity & Pediatric Nursing. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins Sholihah, Lutfiatus, 2004. Persiapan dan Strategi Menghadapi Persalinan Sehat dan Alamiah. Jakarta : Diva Press. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta. JNPK-KR. 2008. Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR Depkes RI, Jakarta. Mean. 2003. Video Pembelajaran : Proses Kelahiran dan Kekuatan Alami Melalui Pelepasan Hormone dan Posisi Melahirkan, Disampaikan pada seminar Frisian Flag-IBI di Jakarta. Simkin, Ancheta. 2005. Buku Saku Persalinan. EGC, Jakarta. Sumarah, Widyastuti, Wiyati. 2008. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin). Fitramaya, Yogyakarta. Pendidikan Bidan. Jakarta, EGC; 1998 : 160. Cunningham F. Gary dkk, Obstetri Williams,Edisi 21, Jakarta, EGC; 2006, Hal 108 – 109.



39