Manajamen Tenggelam Dalam Laut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN KEDARURATAN MANAJAMEN PASIEN TENGGELAM DI LAUT



DISUSUN OLEH AJI BAYU UTOMO



P1337420517049 PRODI DIII KEPERAWATAN MAGELANG POLTEKKES KEMENKES SEMARANG 2019



PENDAHULUAN Menurut ILCOR (Internasional Liaison Committee on Resuscitation) tenggelam didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan gangguan pernafasan primer akibat submersi/imersi pada media cair. Submersi merupakan keadaan dimana seluruh tubuh, termasuk sistem pernafasan, berada dalam air atau cairan. Sedangkan imersi adalah keadaan dimana terdapat air/ cairan pada sistem konduksi pernafasan yang menghambat udara masuk. Akibat dua keadaan ini, pernafasan korban terhenti, dan banyak air yang tertelan. Setelah itu terjadi laringospasme. Henti nafas atau laringospasme yang berlanjut dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Tanpa penyelamatan lebih lanjut, korban dapat mengalami bradikardi dan akhirnya henti jantung sebagai akibat dari hipoksia. Di Indonesia, kita tidak banyak mendengar berita tentang anak yang mengalami kecelakaan di kolam renang sesuai dengan keadaan sosial ekonomi negara kita. Tetapi, mengingat keadaan Indonesia yang dikelilingi air, baik lautan, danau, maupun sungai, tidak mustahil jika banyak terjadi kecelakaan dalam air seperti hanyut dan terbenam yang belum diberitahukan dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya. Kejadian hampir tenggelam, 40% terjadi pada sebagian besar anak-anak laki-laki untuk semua kelompok usia dan umumnya terjadi karena kurang atau tidak adanya pengawasan orangtua. Beberapa faktor lainnya yang menyebabkan kejadian hampir tenggelam pada anak adalah tidak ada pengalaman/ketidakmampuan berenang, bernapas terlalu dalam sebelum tenggelam, penderita epilepsi, pengguna obat-obatan dan alkohol, serta kecelakaan perahu mesin dan perahu dayung. Dalam hal ini, maka pertolongan kegawatdaruratan dengan pasien tenggelam harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk menghindari terjadinya kolaps pada alveolus, lobus atas



atau unit paru yang lebih besar. Penatalaksanaan tindakan kegawatdaruratan ini tentunya harus dilakukan secara benar dengan tujuan untuk mencegah kondisi korban lebih buruk, mempertahankan hidup serta untuk peningkatan pemulihan.



DEFINISI TENGGELAM Tenggelam dapat diartikan sebagai kematian akibat pembenaman di dalam air. Konsep asli mekanisme kematian akibat tenggelam adalah asfiksia, ditandai dengan masuknya air ke dalam saluran pernapasan. Penelitian pada akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1950-an menyebutkan bahwa kematian akibat tenggelam disebabkan oleh gangguan elektrolit atau aritmia jantung, yang dihasilkan oleh sejumlah besar air yang masuk ke sirkulasi melalui paru-paru. Sekarang, konsep dasar tersebut benar, dan fisiologi kematian yang terpenting pada kasus tenggelam adalah asfiksia.1 Diagnosis kematian akibat tenggelam kadang-kadang sulit ditegakkan, bila tidak dijumpai tanda yang khas baik pada pemeriksaan luar atau dalam. Pada mayat yang ditemukan tenggelam dalam air, perlu pula diingat bahwa mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk ke dalam air.2 Beberapa istilah drowning 1.



Wet drowning. Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam.



2.



Dry drowning. Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan, akibat spasme laring. Paru-paru tidak menunjukkan bentuk yang bengkak (udem). Tetapi, terjadi hipoksia otak yang fatal akibat spasme laring. Dry drowning terjadi 10-15% dari semua kasus tenggelam. Teori mengatakan bahwa sejumlah kecil air yang masuk ke



laring atau trakea akan mengakibatkan spasme laring yang tiba-tiba yang dimediasi oleh refleks vagal.1,2 3.



Secondary drowning/near drowning. Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi.



4.



Immersion syndrome. Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.



FISIOLOGI TENGGELAM Ketika manusia masuk ke dalam air, reaksi dasar mereka adalah mempertahankan jalan napas mereka. Ini berlanjut sampai titik balik dicapai, yaitu pada saat seseorang akan menarik napas kembali. Titik balik ini terjadi karena tingginya kadar CO2 dalam darah dibandingkan dengan kadar O2. Ketika mencapai titik balik, korban tenggelam akan kemasukan sejumlah air, dan sebagian akan tertelan dan akan ditemukan di dalam lambung. Selama interval ini, korban mungkin muntah dan mengaspirasi sejumlah isi lambung. Setelah proses respirasi tidak mampu mengompensasi, terjadilah hipoksia otak yang bersifat ireversibel dan merupakan penyebab kematian.1



Gambar 1. Mekanisme hipoksia otak pada kasus tenggelam (dikutip dari kepustakaan 3)



Mekanisme kematian pada korban tenggelam: 1.



Asfiksia akibat spasme laring



2.



Asfiksia karena gagging dan chocking



3.



Refleks vagal



4.



Fibrilasi ventrikel (dalam air tawar)



5.



Edema pulmoner (dalam air asin)



GEJALA KLINIS Gambaran klinik korban tenggelam sangat bervariasi berhubungan dengan lamanya tenggelam. Conn dan Barker mengembangkan suatu klasifikasi yang dianggap bermanfaat untuk pedoman



penilaian dan pengobatan pasien tenggelam. Klasifikasi ini berdasarkan status neurologis dan sangat berguna bila digunakan dalam 10 menit pertama.3 Tabel 1. Gambaran Klinik Mennurut Conn dan Barker Kategori A (Awake)



Kategori B (Blunted)



Kategori C (Comatase)



- Sadar (GCS 15)



- Stupor (fungsi



- Koma (desfungsi batang



sianosis, apnoe



kortek memburuk) otak)



beberapa menit



- Respons terhadap - Respons abnormal



dilakukan pertolongan rangsangan.



terhadap rangsangan



kembali bernapas



- Distress



nyeri.



spontan



pernapasan,



- Pernapasan sentral



- Hipotermi ringan



sianosis,



abnormal (disfungsi



- Perubahan radiologis tachypone,



batang otak)



ringan pada dada



perubahan



- Hipotermi



- Laboratorium



auskultasi dada.



- Laboratorium AGDA



AGDA: asidosis



- Perubahan



abnormal



metabolik,



radiologis dada



Pembagian:



hipoksemia, pH < 7,1 - Laboratorium



- C1 (dekortikasi): fleksi



AGDA: asidosis



bila dirangsang nyeri,



metabolik,



pernapasancheyne-stokes.



hipercarbia,



- C2 (deserebrasi):



hipoksemia.



ekstensi terhadap rangsangan nyeri, hiperventilasi central (GCS 4) - C3 (flaccid): tidak ada respons terhadap nyeri, apnoe, atau gagal napas (GCS 3)



- C4 (deceased): flaccid, apnoe, sirkulasi tidak teraba. Tabel 1. Gambaran Klinik Menurut Conn dan Barker (dikutip dari kepustakaan 3)



Pada hipoksia berat (G3, C4) mengalami kegagalan organ multisistem dan gambaran laboratorium yang abnormal seperti gangguan kardiovaskuler (shock, dysritmia), gangguan metabolik (Bic-Nat, Kalium, Glukosa, Calcium), Diseminated Intravaskuler Coagulation, gagal ginjal, dan gangguan gastrointestinal (perdarahan, pengelupasan mukosa).



TENGGELAM DALAM AIR ASIN Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru yang akan meninbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar Magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam.2



PENATALAKSANAAN Prinsip pertolongan di air : 1) Raih ( dengan atau tanpa alat ). 2) Lempar ( alat apung ). 3) Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ). 4) Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).



Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu: 1. Bantuan Hidup Dasar Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang mengalami penurunan kesadaran. Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah mengamankan diri penyelamat lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus terjun dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan. Cedera servikal biasanya jarang pada korban tenggelam, namun imobilisasi servikal perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat. 2. Penilaian pernapasan Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to mask, dan mouth to neck stoma. Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas bantuan untuk mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban pada pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10 – 15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama