Manajemen Portofolio (Fix) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MANAJEMEN PORTOPOLIO Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pasar Modal dan Manajemen Keuangan Dosen Pengampu: Bapak Dr. H. Islahuzzaman, S.E., M.Si., Ak., CA.



Oleh: Derri Benarli



1617202001 – (1)



Iin Safariah



1617202005 – (5)



Fatimah N Iskandar



161720 – ()



Alek Junianto



1617204011 – (23)



SEKOLAH PASCASARJANA MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS WIDYATAMA BANDUNG 2018



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI............................................................................................................i BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 1.1. LATAR BELAKANG...................................................................................1 1.2. IDENTIFIKASI MASALAH........................................................................2 1.3. TUJUAN MASALAH..................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4 2.1. PENGERTIAN PORTOFOLIO....................................................................4 2.1.1. Manajemen Portofolio



4



2.2. INVESTOR INSTITUSIONAL VS INVESTOR INDIVIDU......................7 2.3. SIKAP INVESTOR TERHADAP RESIKO..............................................10 2.4. FORMULASI KEBIJAKAN INVESTASI.................................................15 2.5. IMPLEMENTASI STRATEGI INVESTASI..............................................17 2.6. MONITORING DAN PENYESUAIAN PORTOFOLIO...........................20 2.7. EVALUASI PORTOFOLIO........................................................................21 2.8. RISK ADJUSTED PERFORMANCE........................................................22 BAB III PEMBAHASAN KASUS......................................................................41 BAB III KESIMPULAN......................................................................................44 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................45



i



BAB I PENDAHULUAN 1.1



LATAR BELAKANG Manajemen portofolio melibatkan serangkaian keputusan dan tindakan yang harus



dilakukan oleh setiap investor baik itu investor individu ataupun lembaga. Portofolio harus dikelola, apapun metode pendekatan yang digunakan oleh investor, baik pendekatan sacara aktif maupun pasif dalam hal memilih dan menyimpan asset keuangan mereka. Seperti yang kita lihat ketika kita memeriksa teori portofolio, hubungan di antara berbagai alternatif investasi yang dipegang sebagai portofolio harus dipertimbangkan jika investor ingin memiliki portofolio yang optimal dan mencapai tujuan investasinya. Manajemen portofolio dapat dianggap sebagai suatu proses, mempunyai proses yang jelas didalam pikiran itu sangat penting, agar memungkinkan investor untuk melanjutkan secara teratur investasinya. Dalam bab ini, kami akan menguraikan proses bagaimana manajemen portofolio itu dilakukan, membuatnya jelas bahwa aliran logis dan teratur memang ada. Proses ini dapat diterapkan oleh setiap investor dan manajer investasi. Setiap detail akan mempunyai perbedaan dari klien ke klien, tetapi proses yang dijalankan akan tetap sama. Setelah dibahas secara terorganisir dan sistematis garis besar "proses investasi: mengevaluasi kinerja portofolio. Pertanyaan yang harus dijawab adalah: Apakah pengembalian portofolio, dikurangi semua biaya, cukup untuk mengkompensasi proses investasi? Satu masalah penting yang tersisa adalah "Berapa bobot risiko yang diambil? Setiap investor harus peduli dengan masalah ini karena afiten, tujuan investasi adalah untuk meningkatkan, atau setidaknya melindungi, kekayaan finansial. Mengevaluasi kinerja portofolio adalah penting terlepas dari apakah seorang investor individu mengelola dana sendiri atau berinvestasi secara tidak langsung melalui perusahaan investasi. Investasi langsung dapat memakan waktu dan memiliki biaya peluang tinggi. Jika hasilnya tidak memadai, mengapa melakukannya (kecuali investor hanya menikmatinya)? Di sisi lain, jika manajer portofolio profesional (seperti manajer reksadana) dipekerjakan, perlu untuk mengetahui seberapa baik kinerja mereka. Jika manajer A secara konsisten mengungguli manajer B, hal lain dianggap sama, investor akan lebih menyukai manajer A. Alternatifnya,



Manajemen Portofolio –



1



jika baik A maupun B tidak melebihi dana indeks, hal lain dianggap sama, investor mungkin tidak menyukai keduanya. Poin yang jelas adalah bahwa kinerja harus dievaluasi sebelum keputusan cerdas dapat dibuat portofolio yang ada. Evaluasi portofolio telah berubah secara signifikan dari waktu ke waktu. Sebelum pertengahan 1960-an, evaluasi bukanlah masalah besar, bahkan untuk perusahaan investasi, tetapi dalam lingkungan pengelolaan uang yang sangat kompetitif saat ini. Selain manajer uang ini, trust, akun discretionary, dan dana abadi memiliki portofolio yang harus dievaluasi. Teknik-teknik evaluasi telah menjadi lebih canggih, dan tuntutan oleh pelanggan portofolio semakin intens. Penerimaan luas teori portofolio modern telah mengubah hasil pabrik harus dideteksi sehingga perubahan dapat dilakukan. Dalam bab ini, mendiskusikan evaluasi kinerja portofolio, dengan memahami isuisu kritis yang terlibat dan keseluruhan kerangka kerja di mana evaluasi harus dilakukan. Kami juga meninjau langkah-langkah yang diketahui dari port komposit komposit portofolio kinerja dan masalah yang terkait. 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan manajemen portofolio ? 2. Apa yang dimaksud dengan investor individu vs investor institusional ? 3. Bagaimana sikap investor terhadap risiiko ? 4. Bagaimana kebijakan, implementasi strategi investasi ? 5. Bagaimana monitoring dan penyesuaian portofolio ? 6. Apa yang dimaksud dengan return nominal vs return riil, return geometrik dan aritmetik, tertimbang berdasarkan uang ? 7. Bagaimana cara perhitungan Rasio Treynor, Sharpe, Jensen, Appraisal ? 1.3 TUJUAN MASALAH 1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pasar Modal. 2. Untuk mengetahui apa yang dimaskud dengan manajemen portofolio. 3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan investor individu vs investor institusional. 4. Untuk mengetahui bagaimana sikap investor terhadap resiko 5. Untuk mengetahui kebijakan, implementasi strategi investasi, monitoring dan penyesuaian portofolio, return nominal vs return riil, return geometrik dan aritmetik,



Manajemen Portofolio –



2



tertimbang berdasarkan uang, perhitungan Rasio Treynor, Sharpe, Jensen dan Appraisal.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



Manajemen Portofolio –



3



2.1 PENGERTIAN MANAJEMEN PORTOFOLIO 2.1.1 MANAJEMEN PORTOFOLIO Manajemen portofolio merupakan suatu proses bagaimana dana yang dipercayakan kepada manajer investasi, dikelola. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan secara aktif maupun pasif, menggunakan prosedur yang eksplisit maupun implisit, relative terkontrol atau tidak terkontrol. Nampaknya arah perkembangannya adalah bahwa operasi manajemen portofolio menjadi semakin terkontrol, sesuai dengan pendapat bahwa pasar modal secara relative dapat dikatakan efisien. Meskipun demikian, setiap pengelolaan investasi dapat dilakukan dengan style yang berbeda-beda, demikian juga pendekatan yang dipergunakan. Teori portofolio (portfolio theory) menyatakan bahwa risiko dan pengembalian keduanya harus dipertimbangkan dengan asumsi tersedia kerangka formal untuk mengukur keduanya dalam pembentukkan portofolio. Dalam bentuk dasarnya, teori portofolio dimulai dengan asumsi bahwa tingkat pengembalian atas efek dimasa depan dapat diestimasi dan kemudian menentukan risiko dengan variasi distribusi pengembalian. Dengan asumsi tertentu, teori portofolio menghasilkan hubungan linear antara risiko dan pengembalian. Teori portofolio adalah pendekatan investasi yang diprakarsai oleh Harry M. Makowitz (1927) seorang ekonom lulusan Universitas Chicago yang telah memperoleh Nobel Prize di bidang ekonomi pada tahun 1990. Teori portofolio berkaitan dengan estimasi investor tehadap ekspektasi risiko dan return, yang diukur secara statistik untuk membuat portofolio investasinya. Markowitz menjabarkan cara mengkombinasikan aset ke dalam diversifikasi portofolio yang efisien. Dalam portofolio ini, risiko dapat dikurangi dengan menambah jumlah jenis aset ke dalam portofolio dan tingkat expected return dapat naik jika investasinya terdapat perbedaan pergerakan harga dari aset-aset yang dikombinasi tersebut (“Harry Max Markowitz”) Pada prakteknya para pemodal pada sekuritas sering melakukan diversifikasi dalam investasinya dengan mengkombinasikan berbagai sekuritas, dengan kata lain mereka membentuk portofolio. Menurut Husnan (2003:45), portofolio berarti sekumpulan investasi. Tahap ini menyangkut identifikasi sekuritas-sekuritas mana yang akan dipilih dan berapa proporsi dana



Manajemen Portofolio –



4



yang akan ditanamkan pada masing-masing sekuritas tersebut. Pemilihan banyak sekuritas (pemodal melakukan diversifikasi) dimaksudkan untuk mengurangi risiko yang ditanggung. Pemilihan sekuritas ini dipengaruhi antara lain oleh preferensi risiko, pola kebutuhan kas, status pajak, dan sebagainya. Dalam kenyataannya kita akan sulit membentuk portofolio yang terdiri dari semua kesempatan investasi, karena itu biasanya dipergunakan suatu wakil (proxy) yang terdiri dari sejumlah besar saham atau indeks pasar. Contohnya di Bursa Efek Jakarta yang menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau Indeks LQ45. Dalam pembentukan portofolio, investor berusaha memaksimalkan pengembalian yang diharapkan dari investasi dengan tingkat resiko tertentu yang dapat diterima. Portofolio yang dapat mencapai tujuan diatas disebut dengan portofolio efisien. Untuk membentuk portofolio yang efisien, perlu dibuat beberapa asumsi mengenai perilaku investor dalam membuat keputusan investasi. Asumsi yang wajar adalah investor cenderung menghindari resiko (risk averse). Investor penghindar resiko adalah investor yang jika dihadapkan pada dua investasi dengan pengembalian diharapkan yang sama dan resiko berbeda, maka ia akan memilih investasi dengan tingkat resiko yang lebih rendah. Jika investor memiliki beberapa pilihan portofolio yang efisien, maka portofolio yang paling optimal akan dipilihnya. Aktiva beresiko merupakan aktiva dimana pengembalian yang akan diterima di masa depan bersifat tidak pasti. Sebagai contoh, seorang investor membeli saham GM saat ini dan bermaksud memegang saham tersebut 1 tahun. Pada saat dilakukan pembelian saham, investor tidak mengetahui besar pengembalian yang akan diterimanya. Pengembalian yang diterima akan bergantung pada harga saham GM satu tahun mendatang dan pendapatan diperoleh investor selama 1 tahun, maka dapat disimpulkan saham merupakan aktiva berisiko. Bahkan sekuritas yang diterbitkan oleh pemerintah (obligasi) merupakan aktiva beresiko. Contoh, obligasi yang jatuh tempo 30 tahun, investor tidak mengetahui besarnya pengembalian yang diterimanya jika obligasi ini hanya disimpan 1 tahun. Hal ini terjadi karena perubahan suku bunga akan mempengaruhi pengembalian investasi pada obligasi tersebut selama satu tahun. Aktiva bebas resiko adalah aktiva yang pengembalian masa depannya dapat diketahui dengan pasti. Aktiva bebas resiko umumnya merupakan kewajiban jangka pendek dari pemerintah. Sebagai contoh, jika investor membeli sekuritas pemerintah dengan jangka waktu jatuh tempo 1 tahun dan berniat untuk menyimpan sekuritas tersebut hingga saat jatuh temponya, maka besar pengembalian satu tahun mendatang akan diketahui dengan pasti.



Manajemen Portofolio –



5



Manajemen portofolio jika dipahami meliputi serangkaian keputusan dan tindakan yang dibuat oleh setiap investor baik individu maupun institusi. Portofolio harus dikelola oleh investor entah menggunakan pendekatan manajemen aktif dan pasif dalam menyeleksi dan memiliki aset-aset financial, Manajer/Inverstor yang menggunakan pendekatan manajemen pasif berarti akan memegang berbagai sekuritas untuk jangka waktu yang relatif lama dan jarang melakukan perubahan. Sikap mereka merefleksikan berlakunya efisiensi pasar modal. Dengan kata lain, keputusan penganut manajemen pasif konsisten dengan penerimaan taksiran konsensus terhadap risiko dan tingkat keuntungan. Manajer/Investor yang menggunakan gaya manajemen aktif percaya bahwa terdapat sekuritas-sekuritas yang salah harganya (mispriced) dari waktu ke waktu. Mereka bertindak seolah-olah tidak percaya bahwa pasar modal efisien. Dengan kata lain, mereka mempunyai prediksi yang berbeda dengan consensus forecast tentang risiko dan keuntungan. Apabila seorang manajer/Investor lebih optimis terhadap suatu sekuritas maka ia akan memegang sekuritas tersebut lebih besar dari proporsi normal, sedangkan apabila ia merasa lebih pesimis, maka sekuritas tersebut akan dimiliki dalam proporsi yang lebih rendah dari normalnya. Arah perkembangannya adalah operasi manajemen portofolio menjadi makin terkontrol, sesuai dengan pendapat bahwa pasar modal secara relative dapat dikatakan efisien. Meskipun demikian, setiap pengelolaan investasi dapat dilakukan dengan style yang berbeda-beda, demikian juga pendekatan yang dipergunakan. Oleh karena itu, manajemen portofolio dapat diartikan sebagai proses, yaitu proses: 1. Pengidentifikasian tujuan, hambatan, dan kemauan oleh masing-masing investor. Hal tersebut mengarah pada pernyataan kebijakan secara eksplisit yang digunakan sebagai panduan dalam proses memanage uang. 2. Ekspektasi pasar modal terhadap perekonomian, industri dan sektor-sektornya, sekuritas individu yang menjadi pertimbangan dan dikuantifisir 3. Penerapan dan pengembangan strategi. Proses ini meliputi alokasi aset, optimasi portofolio, dan pemilihan sekuritas 4. Pemonitoran faktor-faktor portofolio dan respon yang dibuat ketika terjadi perubahan tujuan investor, hambatan dan atau ekspektasi pasar



Manajemen Portofolio –



6



5. Penyeimbangan portofolio sesuai dengan keperluan dengan cara mengulang alokasi aset, strategi portofolio dan langkah-langkah pemilihan sekuritas 6. Penilaian kinerja portofolio yang diukur dan dievaluasi untuk memastikan pencapaian tujuan investor



2.2 INVESTOR INSTITUSIONAL VS INVESTOR INDIVIDU Pihak-pihak yang melakukan investasi disebut dengan investor. Investor pada umumnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu investor individual (individual investors) dan investor institusional (institutional investors). Investor individual terdiri dari individu-individu yang melakukan aktivitas investasi. Sedangkan investor institusional biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi, lembaga penyimpanan dana, (bank dan lembaga simpanpinjam), lembaga dana pensiun, maupun perusahaan investasi. Perbedaan Investor Individu dengan Investor Konstitusional : 1. Investor Individu 1. Mendefinisikan risiko sebagai kehilangan uang. 2. Bercirikan personal. 3. Tujuan berdasarkan apa yang ingin dicapai oleh individu ketika menginvestasikan asetnya. 4. Lebih bebas dalam berinvestasi. 5. Pajak seringkali menjadi bahan pertimbangan yang sangat penting bagi investor individu. 2. Investor Institusional 1. Lebih menggunakan pendekatan kuantitatif dan umumnya mendefinisikan risiko dalam bentuk penyimpangan atau standar deviasi. 2. Mempertimbangkan karakter investasi yaitu mana yang bisa memberikan keuntungan lebih dalam portofolio yang dikelola oleh investasi. 3. Tujuannya lebih terinci sesuai dengan total paket aset dan kewajibannya. 4. Menjadi subjek terkait dengan berbagai hukum dan aturan. 5. Bukan pertimbangan utama terutama ketika berinvestasi di dana pensiun. Implikasi proses manajemen portofolio terhadap:



Manajemen Portofolio –



7



a. Investor individu: Perbedaan profil keuangan dari masing-masing individu dan terkadang dipengaruhi oleh kebijakan atau faktor-faktor unik tergantung dari individunya, maka dampaknya terhadap pilihan investasi disebut dengan self imposed constraints. b. Investor institusi: Sehubungan dengan meningkatnya kompleksitas pengelolaan risiko institusi, maka penentuan kebijakan menjadi hal yang penting. Karena dengan menentukan kebijakan yang tepat maka akan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, tingkat toleransi terhadap risiko, hambatan yang muncul ketika berinvestasi dan bagaimana pilihan portofolio yang dilakukan. Di negara-negara maju investor institusional banyak menggunakan pendekatan institusional dalam melakukan aktivitas investasinya. sedangkan calon investor individual bisa mengambil garis besarnya agar bisa lebih selektif dan mengetahui apa sebenarnya yang harus diketahui. Pendekatan institusional terdiri dari tiga tahap yaitu: a. Penetapan Kriteria Dalam menetapkan kriteria, calon investor mencari faktor-faktor penting yang menentukan hal-hal yang diinginkan dalam berinvestasi. Hal-hal tersebut bukan hanya performa return tetapi dapat mencakup proses investasi, pengambilan resiko, pelayanan terhadap investor, management fee, dan lain-lain. Menetapkan kriteria dimulai dengan menggali masalah fundamental bagi calon investor yang meliputi jenis asset class (saham, pendapatan tetap, pasar uang, dll), gaya investasi (saham blue chip, obligasi swasta, obligasi pemerintah, saham perusahaan kecil/menengah, internasional, dll), dan manajemen investasi aktif (aktif dalam memilih saham/obligasi) vs. pasif (index fundz). Jenis asset class sangat menentukan return dan resiko yang akan didapatkan. Beberapa riset di Amerika menyebutkan bahwa 90%-95% return yang diperoleh ditentukan oleh jenis asset class di mana investor berinvestasi. Jika investor memilih asset class pendapatan tetap maka hasil maksimum investasi jangan diharapkan bisa menyamai hasil maksimum investasi di saham. Namun pada saat yang bersamaan, resiko yang dianut juga tidak sebesar resiko saham. Penentuan ini harus sesuai profil resiko investor masing-masing. Gaya investasi (investment style) bermanfaat jika



Manajemen Portofolio –



8



calon investor mencari diversifikasi melalui alokasi aset (asset allocation).



Pada



dasarnya setiap asset class dapat dibagi lagi menjadi beberapa gaya investasi. Di negara-negara maju, diversifikasi alokasi aset adalah lazim, tetapi di Indonesia praktek ini masih terbatas karena kendala jumlah saham yang ada di dalam tiap kategori kapitalisasi (blue chip/kapitalisasi besar, kapitalisasi menengah, dan kapitalisasi kecil), pengetahuan investor individual, dan jenis produk reksa dana yang ditawarkan. Untuk jenis pendapatan tetap, gaya investasi dapat terdiri dari investasi dengan fokus pada obligasi pemerintah, obligasi swasta, atau obligasi internasional/asing. b. Penyaringan (Screening) Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, calon investor kemudian menyeleksi para potensial Manager Investasi (MI). Daftar lengkap seluruh reksa dana di



Indonesia



dan



jenis-jenisnya



dapat



dilihat



di



website



Bapepam



(www.bapepam.go.id/e-monitoring). Untuk lebih mengetahui informasi tentang suatu perusahaan MI, calon investor dapat melakukan riset lebih jauh tentang calon MI tersebut. Berita-berita tentang sebuah perusahaan MI jika dikumpulkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang perusahaan tersebut. Sumber lain yang layak digali adalah pengalaman pihak-pihak lain dalam berinvestasi melalui MI tersebut. Informasi dan pengalaman dari orang dalam juga sangat berguna dalam mengevaluasi MI. Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan, calon investor bisa membandingkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dengan keadaan para MI yang sebenarnya.



c. Seleksi Proses screening menghilangkan sebagian besar MI dan menyisakan beberapa saja yang akan dievaluasi lebih jauh.



Dalam tahap seleksi, calon investor



memfokuskan dalam mendapatkan gambaran menyeluruh apa yang disebut dengan P7 yaitu People, Process, Philosophy, Product, Progress, Price, dan Performance.



Manajemen Portofolio –



9



2.3 SIKAP INVESTOR TERHADAP RESIKO Dalam berinvestasi apapun berbagai risiko yang bisa mempengaruhi tingkat keuntungan atau mengalami kerugian selalu akan menjadi pertimbangan bagi investor. Sebanyak mungkin faktor risiko yang mungkin akan mempengaruhi tingkat keuntungan dalam investasi saham harus selalu dideteksi agar seluruh gerak pasar bisa diantisipasi. Untuk itu penasihat investasi dan investor profesional sekalipun selalu mencari informasi yang relevan dengan kondisi pasar. Di pasar modal, setidaknya risiko yang patut dicermati investor secara umum, antara lain risiko inflasi, risiko tingkat suku bunga, risiko pasar, risiko perusahaan dan risiko politik. Masing-masing risiko tersebut ada kalangan saling kait mengkait, dan berjalan secara dominan. Namun adakalanya sama sekali tidak berhubungan. Dari risiko tersebut yang selalu berhubungan adalah risiko inflasi. Biasanya begitu diketahui inflasi tinggi, akan diikuti dengan kebijakan perubahan tingkat suku bunga. Jika inflasi tinggi, dapat dipastikan nilai uang turun. Turunnya nilai uang, bisa karena jumlah uang yang beredar di masyarakat lebih melimpah. Untuk itu sehingga agar mobilitas uang yang beredar turun, biasanya akan diikuti dengan kenaikan tingkat suku bunga, naiknya tingkat suku bunga dengan sendirinya akan membawa dana-dana kembali sistem perbankan, sehingga pada gilirannya bursa saham akan turun. Berikut beberapa resiko yang mungkin dihadapi: a. Risiko Inflasi Dalam industri finansial khususnya dalam ekonomi berbasis uang, risiko yang cukup mengkhawatirkan adalah ancaman akan penurunan nilai uang. Penggerusan nilai uang ini terlalu banyak faktor yang bisa dijadikan alasan, padahal aspek utamanya adalah menurunnya nilai uang. Contoh paling sederhana soal inflasi ini adalah apabila uang bernominal Rp1.000 yang pada kemarin lusa bisa membeli dua butir telur, tapi hari ini hanya dapat ditukar dengan satu telur. Akibatnya untuk membeli dua butir telur kita harus mengeluarkan kocek Rp1.000 lagi. Kalau itu terjadi berarti sudah terjadi inflasi, turunnya nilai uang. Penurunan nilai uang tersebut juga terjadi tidak saja untuk membeli produk, tapi juga dalam menggunakan jasa. Dalam kondisi saat ini, pemerintah mengatakan akan mempertahankan bahwa target inflasi dipatok pada bilangan lima persen. Itu berarti dalam berinvestasi, investor yang memiliki dana Rp1.000 saat ini harus bisa memperkerjakan uangnya itu



Manajemen Portofolio –



10



dengan minimal penghasilan (return) di atas lima persen, sehingga pada akhir tahun nilai uang tersebut tetap bisa digunakan dan memiliki nilai yang sama pada saat ini. Nilai uang pada masa kini dan masa yang akan datang diharapkan bobot (nilai atau harganya) tetap sama. Artinya kalau saat ini bisa membeli telur satu butir maka tahun depan minimal nilainya tetap sama. Inflasi adalah suatu proses meningkatnya hargaharga secara umum dan terus-menerus. Penyebab inflasi ini bisa berupa naiknya harga barang dan jasa, bisa juga karena turunnya nilai uang yang terjadi secara mekanis. Inflasi yang disebabkan karena naiknya harga barang, juga tidak bergerak sendirian. Bisa jadi karena bahan baku atas produk itu sulit didapat, seperti BBM. Akibat tidak adanya subtitusi dari BBM ini dipastikan kenaikan harga BBM akan menyebabkan naiknya harga barangbarang dan jasa. Hal ini karena ketergantungan yang sangat tinggi atas produk yang bernama BBM ini. Inflasi lainnya adalah karena terlalu banyaknya uang yang beredar, sehingga secara mekanis akan mempengaruhi nilai uang. Untuk inflasi yang disebabkan banyak uang beredar, Bank Sentral bisa melakukan tindakan dengan cara membuat kebijakan meningkatkan suku bunga. Peningkatan sukubunga ini dengan sendirinya akan menarik para pemilik dana untuk kembali memarkir dananya di perbankan. Kendati upaya tersebut harus diikuti oleh kebijakan lain, diantaranya membuat kebijakan guna terciptanya iklim investasi. Bagi pasar modal risiko inflasi ini akan sangat mempengaruhi keputusan investasi. Kalau inflasi tinggi, kita ibaratkan dalam setahun 10 persen, maka boleh jadi harga saham diciptakan oleh pasar itu sebenarnya sudah terdiskon sebesar 10 persen. Kalau harga saham Rp1.000 maka akibat inflasi yang 10 persen itu harga saham tersebut sebenarnya hanya Rp 900. Akan tetapi, kondisi yang sebenarnya terjadi akan bertambah kompleks akibat dampak inflasi. Kalau kita ibaratkan harga BBM mengalami kenaikan dengan begitu biaya produksi perusahaan akan mengalami kenaikan. Belum lagi dampak dari BBM ini akan diikuti dengan melemahnya daya beli, sehingga barang yang diproduksi tidak akan laku terjual. Kalau hal itu yang terjadi maka bisa dipastikan pemutusan hubungan kerja, akibat pengurangan produksi hampir pasti akan dilakukan perusahaan, sehingga pada gilirannya ekspektasi investor saham atas saham perusahaan itu akan menurun.



Manajemen Portofolio –



11



b. Risiko tingkat sukubunga Risiko tingkat suku bunga dapat menjadi bayangan hitam bagi pelaku pasar. Tingkat bunga yang tinggi akan menjadikan perusahaan yang menjual sahamnya di bursa pasti juga akan kedodoran. Apalagi bagi perusahaan yang mendanai sebagian operasionalnya dengan pinjaman kredit. Dari sisi investasi fluktuasi tingkat sukubunga yang gonjang-ganjing akan membuat bingung iklim investasi. Kalau tingkat suku bunga tinggi maka investor akan dengan senang hati untuk menempatkan dananya dalam bentuk deposito. Banyaknya uang yang masuk dalam deposito akan membuat dunia perbankan kebingungan menyalurkan dana pihak ketiga tersebut. Di sisi lain dana tersebut memang harus diputar ke sektor-sektor produktif kalau tidak ingin kinerja bank tersebut ambrol karena harus membayar bunga tinggi. Soal tinggi dan rendahnya tingkat suku bunga, bagi pasar yang penting bahwa tingkat bunga itu stabil tidak gonjang-ganjing dan kebijaksanaannya tidak situasional. c. Risiko Pasar Risiko pasar sering terjadi di pasar modal karena kondisi yang tidak bisa dijelaskan secara ekonomi. Karena ekspektasi seseorang terhadap produk dan jasa tertentu akan berbeda dengan ekspektasi pasar. Dalam konteks perdagangan saham, ketika ekspektasi atas saham secara jangka panjang naik, maka boleh jadi ekspektasi pasar atas saham pada saat pasar bereaksi justru turun. Karenanya bagi investor saham yang perlu dipahami bahwa investasi saham adalah investasi pada saham, sedangkan penciptaan harga saham yang dibuat pasar adalah harga yang terjadi pada saat selama pasar berlangsung. Penyebab ekspektasi pasar berbeda dengan kondisi sebenarnya atas nilai saham, penyebabnya bisa beragam. Yang paling sederhana boleh jadi karena supply dan demand yang tidak seimbang. Ketika supply atas saham berlebih, sementara demand tetap maka dengan sendirinya harga saham akan turun. Di pasar modal Indonesia sering terjadi begitu ada perusahaan yang akan melakukan penawaran umum (IPO) biasanya akan diikuti dengan penurunan indikator perdagangan. Turunnya indikator perdagangan itu lantaran investor menjual saham yang telah menjadi portofolionya untuk kemudian membeli saham yang akan IPO.



Manajemen Portofolio –



12



Perilaku tersebut merupakan contoh yang paling sangat sederhana dari faktor risiko pasar. Tidak sama besarnya posisi supply dan demand ini juga terjadi apabila terjadi investor melakukan perubahan portofolio sebagaimana yang kerap terjadi pada akhir tahun dan awal tahun bursa saham. Untuk mengetahui apakah proses investasi yang dilakukan benar atau tidak, berikut merupakan langkah-langkahnya: a. Pengetahuan tentang pengembalian dan resiko investasi. b. Mengetahui sikap investor terhadap resiko. Setiap investor harus mau menerima resiko investasi yang terkadang di dalam aset riil maupun surat berharga, dan dapat mengidentifikasi kombinasi pengembalian dan resiko yang dapat diterima. Dengan kata lain, sebelum menerima resiko investasi, investor harus berada pada posisi finansial yang logis, dan harus siap menggunakan alasan-alasan yang masuk akal untuk proses pembuatan keputusan. c. Pengetahuan dari setiap tipe surat berharga / aset yang tersedia untuk investasi, termasuk pengembalian yang diharapkan dan resiko yang berhubungan dengan tipe aset / surat berharga tersebut. d. Memilih beberapa surat berharga / aset yang dapat memberi suatu pengembalian dan resiko yang dapat diterima berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dari investor tertentu. Korelasi langsung antara pengembalian dengan resiko, yaitu : semakin tinggi pengembalian, semakin tinggi resiko. Oleh karena itu, investor harus menjaga tingkat resiko dengan pengembalian yang seimbang. Berikut beberapa faktor Risiko dalam Analisis Finansial: a. pengertian risiko sendiri yaitu penyimpangan hasil (return) yang diperoleh dari rencana hasil (return) yang diharapkan. b. Risiko investasi adalah risiko yang dihadapi investor akan kemungkinan tidak tercapainya hasil (keuntungan) yang diharapkan. Hal tersebut dikarenakan factor uncertainty yang besar. c. Sikap investor terhadap risiko yaitu; senang (desire) menghadapi risiko, anti risiko



(



risk



aversion),



dan



acuh



(indifference)



terhadap



risiko.



Manajemen Portofolio –



13



Diperhitungkannya faktor risiko dalam keputusan keuangan, mempengaruhi investor untuk menentukan hasil (required rate of return). d. Risiko tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola agar risiko tersebut dapat diminimalisasi (risiko terkontrol). Dan ada pula risiko yang tidak dapat dikontrol/dikendalikan. Sehingga jenis risiko terbagi ke dalam:  Risiko Individual, yaitu risiko yang berasal dari proyek investasi secara individu tanpa dipengaruhi proyek yang lain.  Risiko perusahaan, yaitu risiko yang diukur tanpa mempertimbangkan penganekaragaman (diversifikasi) atau portofolio yang dilakukan oleh investor.  Risiko pasar atau beta, yaitu risiko investasi ditinjau dari investor yang menanamkan modalnya pada investasi yang juga dilakukan oleh perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain. Besarnya risiko ini tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Alexander, Sharpe dan Bailey (1993: 144-145) membedakan tiga jenis sikap investor terhadap risiko, yaitu: 1. Menghindari risiko (Risk Averse) Investor yang cenderung menghindari investasi yang berisiko dan cenderung memilih investasi yang kurang mengandung risiko. 2. Suka menghadapi risiko (Risk Seeker) Investor yang cenderung memilih investasi yang mengandung risiko. 3. Acuh terhadap risiko (Risk Neutral) Investor yang tidak terlalu peduli pada jenis investasi mana yang akan diambil. Dengan adanya beberapa jenis sikap investor dalam menghadapi risiko, maka pengambilan sebuah keputusan investasi surat berharga yang dilakukan oleh investor akan sangat dipengaruhi oleh sikap yang dimilikinya dalam menghadapi risiko. Apabila seorang investor memiliki sikap menghindari risiko, maka investor tersebut akan memilih investasi yang berisiko rendah. Demikian sebaliknya, apabila seorang investor memiliki sikap suka menghadapi risiko, maka investor tersebut akan memilih investasi yang berisiko tinggi. 2.4



FORMULASI



KEBIJAKAN



INVESTASI



(TUJUAN,



KENDALA,



DAN



PREFERENSI)



Manajemen Portofolio –



14



Tujuan investasi tidak bisa dikatakan untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Investor harus menyadari ada kemungkinan mengalami rugi. Sedangkan tujuan portofolio berfokus pada pertukaran risiko imbal hasil antara return ekspektasi yang diinginkan investor dan berapa banyak risiko yang bersedia ditanggung investor. Kendala ini berkaitan dengan adanya hubungan positif antara risiko dengan keuntungan investasi. Jadi, tujuan investasi harus dinyatakan baik dalam keuntungan maupun risiko. Bagaimana memformulasikan kebijakan investasi baik bagi investor individu maupun institusi dengan pendekatan sebagai berikut: 1. Tujuan Menentukan tujuan utama dari portofolio dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian dan toleransi terhadap risiko. Kebijakan investasi mengandung pernyataan mengenai return yang telah disesuaikan dengan inflasi. Inflasi merupakan sebuah masalah bagi investor, karena nominal uang pada masa sekarang berbeda dengan nominal uang di masa yang akan datang. Oleh karena itu, investor selalu berusaha mendapatkan return yang lebih tinggi dari pada tingkat inflasi. Saham, tidak selalu menjadi perlindungan terhadap inflasi, karena nilai saham dapat berubah naik atau turun sewaktu-waktu. Masing-masing investor juga memiliki kebutuhan dan keadaan yang unik, bersifat pribadi dan berbeda-beda tiap investor, hal ini dapat menyebabkan pembatasan seorang investor untuk melakukan investasi aset pada kelas tertentu.



2. Mengidentifikasi hambatan dan pilihan (Kendala dan Preferensi)



Manajemen Portofolio –



15



Detail dari hambatan dan pilihan yang ada tergantung pada portofolio yang hendak diambil karena terkait dengan jaminan, diuraikan sebagai berikut:  Likuiditas  Kebutuhan likuiditas terkait dengan aset yang bisa dijual tanpa perubahan yang drastis dalam penetapan harganya. Biasanya setara kas (sekuritas pasar uang) memiliki likuiditas tinggi dan biasanya mudah dijual dengan harga mendekati face value. Banyak saham yang memiliki likuiditas bagus tapi ketika dijual baru akan menunjukkan seberapa besar penilaian pasar. Investor dalam melakukan investasi kadang terbentur dengan kebutuhan liquiditasnya. Dia dapat memerlukan uang sewaktu-waktu. Oleh karena itu, investor sebaiknya mengetahui kebutuhan kas dia di masa yang akan datang, sehingga tidak menghambat investasi yang telah dilakukan. 



Jangka waktu  Investor perlu mempertimbangkan berapa lama ia akan berinvestasi karena terkait dengan kebijakan yang akan diambil dan perencanaan yang akan







dilakukan. Hukum dan Peraturan  Investor akan berhubungan dengan hukum dan aturan







yang berlaku di negara tertentu. Pajak  Perlu mempertimbangkan pajak karena akan berdampak pada program investasi yang akan dilakukan terutama untuk investor institusi. Tingkat pajak atas pendapatan berbeda dengan tingkat pajak atas keuntungan atas penjualan aset. Investor mempunyai preferensi untuk melakukan investasi untuk mendapatkan keringanan pajak dari keuntungan penjualan aset. Pendapatan bekerja memiliki tingkat pajak yang lebih tinggi. Tetapi, program-program pensiun biasanya memberikan perlindungan tersendiri atas pajak (pengurangan pendapatan). Investor mempertimbangkan hal ini dalam membuat keputusan investasi, apakah melakukan investasi dalam instrumen investasi (portofolio) atau melakukan investasi jangka panjang dalam bentuk dana pensiun.







Pilihan unik dan ruang lingkup  Ada hal-hal tertentu yang akan dihadapi oleh investor ketika melakukan pilihan tertentu dan berinvestasi dengan menggunakan kategori aset atau aset spesifik.



2.5 IMPLEMENTASI STRATEGI INVESTASI (ALOKASI ASET DAN OPTIMISASI PORTOFOLIO)



Manajemen Portofolio –



16



Proses pembentukan portofolio dapat diilustrasikan sebagai berikut: 1. Tentukan saham atau efek mana yang tersedia untuk pembentukan portofolio. 2. Manfaatkan prosedur yang optimal dalam memilih sekuritas dan tentukan bobot portofolio dengan saham yang dipilih. a. Asumsi Tingkat Pengembalian Investor memiliki asumsi atas tingkat pengembalian yang dapat diterima. Argumen mengenai mean-reversion saham menyatakan bahwa harga saham yang tinggi atau rendah hanya bersifat sementara, pada akhirnya harga saham akan cenderung kembali ke tengah (rata-rata). Selain itu, return saham mengandung risiko yang harus diperhitungkan. Tidak ada yang jaminan bahwa return yang diharapkan investor akan didapatkan dengan mudah. Hal ini menyebabkan investor berusaha mendapatkan return yang lebih tinggi dengan melakukan optimisasi portofolio. b. Membentuk Portofolio Investor menggunakan kebijakan investasi dan ekspektasi pasar modal untuk memilih portofolio atau aset. Pada pemilihan portofolio dan aset, investor harus menentukan sahamsaham mana saja yang sesuai untuk dimasukkan ke dalam portofolionya. Investor juga menggunakan prosedur optimisasi untuk memilih saham dari saham-saham yang sesuai dan menentukan berat (proporsi) saham pada portofolionya. Model Markowitz adalah model formal dari investasi yang dilakukan oleh investor. c. Alokasi Aset  Alokasi Aset Proses untuk membagi dana ke dua portofolio yang terdiri dari kelompok aset yang berbeda (yaitu portofolio yang terdiri dari saham dan portofolio yang terdiri dari obligasi) disebut alokasi aset. Dalam tahap ini ditaksir tingkat keuntungan dan deviasi standar untuk portofolio yang optimal, baik portofolio yang terdiri dari saham maupun yang terdiri dari obligasi, dan koefisien korelasi antar portofolio tersebut. Dengan demikian dapat ditentukan berbagai portofolio yang terdiri dari kombinasi kedua portofolio tersebut. dengan memperhatikan preferensi risiko pemodal, dipilihlah portofolio yang terdiri dari kombinasi portofolio saham dan portofolio obligasi. Proses alokasi aset terdiri atas tahapan:



Manajemen Portofolio –



17



1. Menetapkan kelompok aset yang akan dimasukkan ke dalam portofolio. Biasanya dipertimbangkan sebagai berikut:  Instrument pasar uang  Sekuritas pendapatan tetap  Saham  Real estate  Logam mulia 2. Mendefinisikan ekspektasi pasar modal Meliputi pemanfaatan data historis maupun analisis ekonomi makro untuk menentukan ekspektasi tentang return realistis hasil masa depan selama periode memegang aset yang dimasukkan dalam portofolio. 3. Mencari frontier portofolio yang efisien. Meliputi penentuan portofolio yang akan mencapai return ekspektasi maksimum untuk setiap tingkat risiko. 4. Menentukan bauran yang optimal Terdiri atas pemilihan portofolio efisien yang terbaik untuk memenuhi tujuan risiko dan return dengan mempertimbangkan batasan yang dihadapi. Manajemen mungkin memilih alokasi antara portofolio saham dengan portofolio obligasi relative tidak berubah dari waktu ke waktu. Tetapi komposisi saham dan obligasi pada masing-masing portofolio yang dirubah dari waktu ke waktu. Sebaliknya dapat juga dilakukan bahwa komposisi sekuritas individual pada masing-masing portofolio relative tidak berubah, tetapi alokasi antar portofolio yang dirubah. Misalnya pada saat kondisi pasar diperkirakan akan membaik, diputuskan untuk mengalokasikan dana yang lebih besar pada portofolio saham dan sebaliknya. Dengan demikian masalah timing dipertimbangkan dalam pemilihan portofolio. Alokasi aset berhubungan dengan keputusan untuk menentukan berat (proporsi) bagi kas, obligasi, atau saham yang akan dimiliki oleh investor. Keputusan ini sangat penting karena perbedaan alokasi atas aset akan menyebabkan perbedaan performa dari portofolio itu sendiri. Ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan investor. Faktor-faktor itu antara lain return yang disyaratkan, toleransi risiko dan umur dari investor itu sendiri. Investor yang lebih muda cenderung bersifat risk taker. Sebaliknya, investor yang lebih tua cenderung bersifat risk averse. Perbedaan faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi alokasi aset investasi.



Manajemen Portofolio –



18



 Alokasi Strategis Aset Investor perlu melakukan prosedur simulasi yang digunakan untuk menentukan kemungkinan range hasil yang dihubungkan dengan tiap-tiap komposisi aset. Simulasi ini akan memberikan gambaran mengenai keuntungan dan risiko yang mungkin akan diperoleh investor apabila memilih komposisi aset tersebut. Investor juga perlu membentuk strategi alokasi aset untuk jangka panjang.  Alokasi Taktis Aset Perubahan atas komposisi aset yang dilakukan biasanya disebabkan oleh perubahan tingkat pengembalian yang diharapkan investor. Selain itu perubahan komposisi aset ini juga bisa dilakukan oleh investor dengan pendekatan market timing (waktu dimana pasar bergerak). Investor cenderung melakukan antisipasi atas perubahan pasar. Pada saat yang tepat, investor melakukan perubahan atas komposisi asetnya untuk mendapatkan keuntungan atau menjaga nilai asetnya. 2.6 MONITORING DAN PENYESUIAN PORTOFOLIO Aktivitas monitoring dan penyesuaian portofolio dapat dilakukan dengan cara: 1. Memonitor kondisi pasar  Kondisi pasar perlu dimonitor karena situasi pasar sangat dinamis dan berdampak pada harga saham dan pendapatan yang diperoleh. 2. Perubahan kondisi investor, Keadaan investor dapat berubah karena beberapa alasan, meliputi: o o o o o o



Perubahan kekayaan Perubahan jangka waktu investasi Perubahan syarat tingkat likuiditas Perubahan ruang lingkup pajak Perubahan hukum dan aturan yang berlaku Perubahan kebutuhan khusus dan kondisi investor.



3. Penyesuaian Portofolio Komposisi portfolio tidak dimaksudkan untuk tetap sama. Yang paling penting diketahui adalah kapan harus melakukan penyeimbangan kembali (rebalancing). Biaya Rebalancing mencakup:



Manajemen Portofolio –



19



1. Komisi broker 2. Dampak dari perdagangan yang mungkin mempengaruhi harga pasar 3. Aspek waktu dalam memutuskan untuk bertransaksi Biaya untuk tidak melakukan rebalancing adalah berada dalam posisi yang tidak menguntungkan Investor melakukan pemonitoran digunakan untuk melakukan penyesuaian terhadap portofolionya. Dengan berjalannya waktu, pengelola investasi mungkin perlu melakukan revisi terhadap portofolionya. Suatu saham akan masuk ke portofolio saham mengganti saham yang sudah ada dalam portofolio karena pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut misalnya karena saham baru tersebut merupakan perusahaan yang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang amat pesat, sedangkan saham yang diganti adalah dari perusahaan yang menunjukkan kinerja yang kurang baik. Hal yang sama mungkin juga dilakukan untuk obligasi. Masalah yang dihadapi dalam penggantian sekuritas portofolio tersebut adalah biaya transaksi, dan kemungkinan mencari pembeli atau penjual sekuritas yang ingin diganti. Apabila nilai sekuritas yang akan diganti cukup besar, maka biaya transaksi juga akan cukup besar. Disamping itu bagaimana dampaknya terhadap harga sekuritas yang akan dijual dalam jumlah yang cukup besar. Apakah tidak menimbulkan tekanan harga sehingga akan memperbesar biaya penggantian sekuritas. Dengan demikian salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memutuskan apakah pergantian memang diperlukan ataukah tidak dengan melakukan analisis biaya dan keuntungan. Apabila biaya (yang terdiri dari biaya transaksi, penurunan harga sekuritas yang akan dijual, dan kenaikan harga sekuritas yang akan dibeli) masih lebih kecil dari keuntungan yang diharapkan, penggantian tersebut dapat dilakukan. Apabila yang sebaliknya, revisi portofolio mungkin perlu ditunda dulu. 2.7 EVALUASI PORTOFOLIO Ada dua hal penting yang menjadi syarat dalam menilai performa dari seorang manajer investasi, yaitu:



Manajemen Portofolio –



20



a. Kemampuan dalam memperoleh tingkat pengembalian di atas rata-rata untuk suatu tingkat risiko tertentu. b. Kemampuna dalam mendiversifikasi portofolio sehingga menghilangkan semua risiko non sistematik. Tahap akhir proses investasi adalah penilaian kinerja portofolio. Dua variable diatas yaitu tingkat keuntungan dan risiko merupakan variable relevan yang digunakan dalam penilaian kinerja portofolio. Tujuan penilaian kinerja portofolio adalah mengetahui dan menganalisis apakah portofolio yang dibentuk telah dapat meningkatkan kemungkinan tercapainya tujuan investasi dan dapat diketahui portofolio mana yang memiliki kinerja lebih baik. Dalam tahap evaluasi, pemodal melakukan penilaian terhadap kinerja (performance) portofolio, baik dalam aspek tingkat keuntungan yang diperoleh maupun risiko yang ditanggung. Menurut Husnan (2003:45), tidaklah benar jika portofolio yang memberikan keuntungan yang lebih tinggi mesti lebih baik dari portofolio lainnya. Menurut John (2005:53), kerja besar dikerahkan untuk pembentukan portofolio. Teori portofolio (portfolio theory) menyatakan bahwa risiko dan pengembalian keduanya harus dipertimbangkan dengan asumsi tersedia kerangka formal untuk mengukur keduanya dalam pembentukkan portofolio. Dalam bentuk dasarnya, teori portofolio dimulai dengan asumsi bahwa tingkat pengembalian atas efek di masa depan dapat diestimasi dan kemudian menentukan risiko dengan variasi distribusi pengembalian. Dengan asumsi tertentu, teori portofolio menghasilkan hubungan linear antara risiko dan pengembalian. Teori portofolio mengasumsikan bahwa investor yang rasional menolak untuk meningkatkan risiko tanpa disertai peningkatan pengembalian yang diharapkan. Hubungan antara risiko yang diterima dan pengembalian yang diharapkan merupakan dasar bagi keputusan pinjaman dan investasi modern. Makin besar risiko atas investasi atau pinjaman, makin besar tingkat pengembalian yang diinginkan untuk menutup risiko tersebut. 2.8 RISK ADJUSTED PERFORMANCE Untuk melihat kinerja sebuah portofolio kita tidak hanya dapat melihat tingkat return yang dihasilkan oleh portofolio tersebut, tetapi kita juga harus memeperhatikan faktor-faktor lain seperti tingkat portofolio tersebut. Dengan berdasarkan pada teori pasar modal, beberapa



Manajemen Portofolio –



21



ukuran kinerja portofolio sudah memasukan faktor return dan risiko didalam perhitungannya. Beberapa ukuran kinerja portofolio yang sudah memasukan faktor risiko adalah a. b. c. d.



Sharpe’s Measure (S) Treynor’s Measure (T) Jensen’s Measure () Information Ratio (IR) atau Rasio Penilaian (Appraisal Ratio) a. Indeks Sharpe Indeks Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe dan sering juga disebut dengan



Reward-to-variability ratio. Indeks Sharpe mendasarkan perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital market line) , yaitu dengan cara membagi premi risiko portofolio dengan standar deviasinya. Dengan demikian, indeks Sharpe akan dapat dipakai untuk mengukur premi risiko untuk setiap unit risiko pada portofolio tersebut. Untuk menghitung indeks Sharpe, kita dapat menggunakan persamaan berikut:



Dimana: Ŝp =indeks Sharpe portofolio P



= rata-rata return portofolio P selama periode pengamatan = rata-rata tingkat return bebas Risiko selama periode pengamatan



σ TR = Stabdar deviasi return portofolio p selama periode pengamatan Premi Risiko portofoliom RP – Rf, merupakan kompensasi untuk memikul Risiko. Sedangkan deviasi standar return portofolio adalah pengukur Risiko. Standar deviasi adalah return merupakan pengukur total Risiko untuk suatu sekuritas atau portofolio. Dengan demikian, indeks Sharpe merupakan rasio kompensasi terhadap total risiko.



Manajemen Portofolio –



22



Indeks Sharpe dapat digunakan untuk membuat peringkat dari beberapa portofolio beradasarkan kinerjanya. Semakin tinggi indeks Sharpe suatu portofolio dibanding portofolio lainnya, maka semakin baik kinerja portofolio tersebut. Sebagai ilustrasi indeks Sharpe, berikut akan digunakan contoh kinerja 4 jenis portofolio (A, B, C, dan D) selama periode tahun 2002 -2006. Data mengenai return dan risiko ke 4 portofolio tersebut seperti terlihat pada tabel berikut ini:



Portofolio



Rata-Rata Return



Standar Deviasi



Beta



(%)



(%)



A



10



15



0.50



B



12.3



9.50



1.50



C



12.5



13.75



0.75



D



15



11.50



0.60



Pasar



13



12



RF



8



Dengan menggunakan informasi pada tabel diatas, kita dapat menentukan peringkat kerja ke empat portofolio tersebut beradasarkan indeks Sharpe menggunakan rumus:



Seperti yang terlihat pada tabel berikut ini: Portofolio



Indeks Sharpe



D



0.61



Manajemen Portofolio –



23



B



0.47



C



0.33



A



0.13



Pasar



0.42



Pada tabel diatas terlihat bahwa dua jenis portofolio yaitu portofolio B dan C mempunyai indeks Sharpe yang lebih besar dari pada indeks Sharpe pasar pada periode tersebut yang hanya sebesar 0.42. sedangkan untuk portofolio B dan C yang mempunyai return yang hampir sama yaitu 12.3 % dan 12.5% ternyata mempunyai kinerja yang berbeda. Hal ini dikarenakan kedua portofolio tersebut mempunyai standar deviasi yang jauh berbeda yaitu 9.50% dan 13.75%. Data tersebut menunjukan bahwa portofolio C relatif lebih berisiko dibanding dengan portofolio B, karena dengan rata-rata return yang hampir sama dengan B, ternyata C mempunyai risiko (dilihat dari standar deviasi) yang lebih besar. Cara lain untuk melihat perbandingan kinerja antara sejumlah portofolio adalah dengan menempatkan masing masing indeks Sharpe portofolio kedalam titik titik dalam grafik garis pasar modal yaitu sebagai berikut:



Gambar kinerja portofolio menurut indeks Sharpe (A=A, B=B, C=C dan D=D) Dari gambar diatas terlihat bahwa nilai indeks Sharpe besarnya sama dengan slope garis yang menghubungkan titik return bebas Risiko (RF) dengan posisi portofolio yang sedang dievaluasi (tanda panah). Semakin besar slope (semakin tegak) garis maka semakin baik kinerja portofolio tersebut seperti terlihat pada tabel sebelumnnya. Bahwa dua portofolio



Manajemen Portofolio –



24



yaitu C dan A mempunyai indeks sharpe yang lebih kecil dibanding pasar, sehingga kedua portofolio tersebut berada dibawah garis pasar modal. Ketiga portofolio lainnya berada diatas garis pasar modal dengan portofolio D(D) sebagai portofolio dengan kinerjanya paling baik. b. Indeks Treynor Indeks Treynor merupakan ukuran kinerja portofolio yang dikembangkan oleh Jack Treynor dan indeks ini sering disebut juga dengan reward to volatility ratio. Sama halnya seperti indeks Sharpe, pada Indeks Treynor kinerja portofolio dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya risiko dari portofolio tersebut. Perbedannya dengan indeks Sharpe adalah penggunaan garis pasar sekuritas (security market line) sebagai patok duga, dan bukan garis pasar modal seperti pada indeks Sharpe. Asumsi yang digunakan oleh Treynor adalah bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang dianggap relevan adalah risiko sistematis (diukur dengan beta). Cara mengukur Indeks Treynor pada dasarnya sama dengan cara menghitung indeks Sharpe, hanya saja risiko yang diukur dengan standar deviasi pada indeks Sharpe diganti dengan beta portofolio. Dengan demikian, Indeks Treynor suatu portofolio dalam periode tertentu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan seperti berikut



Keterangan T



: Treynor ratio



Ri



: Rata- rata tingkat pengembalian portofolio i



Rf



: Rata –rata atas bunga investasi bebas risiko



βi



: Beta portofolio



Ri – Rf



: Premi risiko potofolio i



Manajemen Portofolio –



25



Seperti halnya indeks Sharpe, indek Treynor juga merupakan suatu rasio kompensasi terhadap Risiko. Tetapi dalam Indeks Treynor risiko diukur tidak dengan total risiko melainkan hanya Risiko sistematis.



Sebagai contoh, pada tabel Portofolio



Rata-Rata Return



Standar Defiasi



Beta



(%)



(%)



A



10



15



0.50



B



12.3



9.50



1.50



C



12.5



13.75



0.75



D



15



11.50



0.60



Pasar



13



12



RF



8



Maka kita dapat membuat peringkat kinerja ke empat portofolio tersebut berdasarkan Indeks Treynor sebagai berikut: Kinerja Keempat Portofolio Berdasarkan Indeks Treynor Portofolio



Indeks Sharpe



D



11.67



C



6.00



A



4.00



Manajemen Portofolio –



26



B



2.87



Pasar



5



Dengan membandingkan tabel sebelumnya dengan tabel diatas, kita dapat melihat adanya perbedaana antara peringkat kinerja portofolio dengan menggunakan indeks Sharpe dengan menggunakan Indeks Treynor. Hal ini disebabkan oleh besarnya standar deviasi dan Beta portofolio yang berbeda. Pada tabel diatas terlihat bahwa dua portofolio yang mempunyai Indeks Treynor yang lebih besar dari indeks pasar adalah portofolio D dan C. Jika digambarkan maka kedua portofolio tersebut akan berada diatas garis pasar sekuritas, seperti pada gambar:



Maka Indeks Treynor besarnya sama dengan slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan tingkat return bebas Risiko. Sesuai dengan tabel sebelumnya, portofolio yang mempunyai Indeks Treynor yang lebih kecil dari Indeks Treynor pasar akan terletak dibawah garis pasar sekuritas, dan hal ini menunjukan bahwa kinerja portofolio tersebut berada dibawah kinerja pasar. Sebaliknya portofolio yang berada diatas garis pasar sekuritas mempunyai kinerja diatas kinerja pasar. Semakin besar slope garis atau semakin besar Indeks Treynor yang dimiliki sebuah portofolio, berarti kinerja portofolio tersebut akan menjadi relative lebih baik dibanding portofolio yang mempunyai indeks Treynor yang lebih kecil.



Manajemen Portofolio –



27



Penjelasan diatas menunjukan bahwa Indeks Sharpe dan Indeks Treynor akan memberikan informasi peringkat kinerja portofolio yang berbeda. Kemudian timbul satu pertanyaan, indeks manakah yang sebaiknya dipakai, pilihan indeks mana yang akan dipakai tergantung dari persepsi investor terhadap tingkat diversifikasi dari portofolio tersebut. Karena dalam Indeks Sharpe, risiko yang dianggap relevan adalah Risiko total (penjumlahan Risiko sistematis dan Risiko tidak sistematis), sedangkan pada indeks Treynor hanya menggunakan risiko sistematis (beta) saja, maka jika suatu portofolio dianggap telah terdiversifikasi dengan baik, berarti return portofolio tersebut hampir semuanya dipengaruhi oleh return pasar. Untuk portofolio tesebut tentu saja lebih tepat jika kita menggunakan indeks Treynor. sebaliknya jika return suatu portofolio hanya sebagian kecil saja yang dipengaruhi return pasar, tentu saja lebih tepat jika digunakan indeks Sharpe sebagai alat ukur untuk mengevaluasi kinerja portofolio tersebut. Untuk mengetahui seberapa besar suatu portofolio terdiversifikasi, maka kita perlu melakukan analisi regresi antara return portofolio dan return pasar. Dari hasil regresi tesebut akan didapatkan besarnya nilai kuadrat dari koefisien korelasi yang sering disebut dengan koefisien determinan (R2). Nilai R2 dapat digunakan untuk menunjukan tingkat diversifikasi dari suatu portofolio, karena R2 menunjukan persentase dari varian return portofolio (variablel dependent) yang dipengaruhi oleh return pasar (variable independent). Semakin terdiversifikasi suatu portofolio maka nilai R2 portofolio tersebut semakin mendekati 1,0. Nilai R2 sebesar 1 menunjukan bahwa return portofolio tersebut sepenuhnya dapat dijelasakan oleh return pasar. Contoh: Selama peroide 3 tahun terakhir, rata-rata return pertahun pada suatu portofolio adalah 25% dan Beta portofolio adalah 1,2. Pada periode yang sama rata-rata return aset bebas Risiko adalah 10%. berapakah Indeks Trynor untuk portofolio ini selama periode 3 tahun tesebut? Jawaban:



Manajemen Portofolio –



28



Mengikuti formulanya, Indeks Treynor dihitung (Indeks Trynor = (0.25 – 0.10) / 1.2 = 0.125). ini menunjukan bahwa Indeks Treynor untuk kompensasi return portofolio terhadap beta portofolio adalah 0.125.



c. Indeks Jensen Indeks Jensen merupakan Indeks yang menunjukan perbedaan antara tingkat return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar modal. Persamaan untuk Indeks Jensen ini adalah:



Indeks Jensen adalah kelebihan return diatas atau dibawah garis pasar sekuritas (security market line) Indeks Jensen secara mudahnya dapat diinterpretasikan sebagai pengukur berapa banyak portofolio “mengalahkan” pasar. Indeks yang bernilai positif berarti portofolio memberikan return lebih besar dari return harapannya (berada diatas garis pasar sekuritas). Sehingga merupakan hal yang bagus karena portofolio mempunya retur yang relatif tinggi untuk tingkat Risiko sistematisnya. Demikian juga sebaliknya, indeks yang bernilai negatif menunjukan bahwa portofolio mempunyai return yang relatif rendah untuk tingkat Risiko sistematisnya. Persamaan Indeks Jensen dangan Indeks Treynor adalah bahwa kedua indeks ukuran kinerja portofolio tesebut menggunakan garis pasar sekuritas sebagai dasar untuk membuat



Manajemen Portofolio –



29



persamaan. Sedangkan perbedaanya adalah bahwa indeks Treynor sama dengan slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan return bebas Risiko, sedangkan Indeks Jensen merupakan selisih antara return portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara khusus (hanya mengikuti return pasar).



Tanda panah pada gambar tersebut menunjukan besarnya Indeks Jensen untuk portofolio D disamping itu, Indeks Jensen juga menunjukan besarnya perbedaan return antara portofolio dengan retur portofolio yang tidak dikelola dengan cara khusus (hanya mengikuti return pasar) dengan tingkat Risiko yang sama.



Persamaan diatas memeperlihatkan bahwa Indeks Jensen merupakan selisih return abnormal portofolio P selama 1 periode dengan premi Risiko portofolio yang seharusnya diterima dengan menggunakan tingkat risiko sistematis tertentu dan model CAPM .oleh



Manajemen Portofolio –



30



karena itu nilai Indeks Jensen dapat saja lebih besar (positif) lebih kecil (negatif) atau sama (0), tetapi dalam penggunaan Indeks Jensen untuk mengevaluasi kinerja portofolio kita perlu melakukan pengujian apakah perbedaan kedua return tesebut signifikan. Dapat saja suatu portofolio mempunyai Indeks Jensen tertentu, tetapi setelah dilakukan pengujian ternyata angka tersebut tidak signifikan. Ketiga ukuran kinerja portofolio diatas tidak terlepas dari kemungkinan terjandinya kesalahan dalam pengukuran. Bahwa ketiga ukuran tersebut menggunakan dasar CAPM. Model CAPM merupakan model keseimbangan yang menggunkan asumsi-asumsi yang sangat sulit kita temukan dalam kondisi nyata, sehingga penggunaan model CAPM dapat menyebabkan adanya bias dalam pengukuran kinerja portofolio tersebut. Seperti contoh: rata-rata retun per tahun pada suatu portofolio adalah 25% dan Beta portofolio adalah 1,2. Pada periode yang sama juga, rata-rata retun aset bebas Risiko adalah 10%. Sedangkan rata-rata return pasar adalah 15%. Maka Indeks Jensen portofolio ini selama periode 3 tahun mengikuti formulanya, Indeks Jensen dihitung sebagai berikut : Indek Jensen = 0.25 – [0.10 + 1.2 (0.15 - 0.10)] = 0.09 Ini menunjukan bahwa portofolio mempunyai return yang lebih besar dari harapannya sebesar 0.09 atau 9%. d. Rasio Appraisal atau Information Ratio (IR) Rasio appraisal yaitu membagi alfa portofolio dengan risiko sistematik-sistematik portofolio. Rasio appraisal mengukur return abnormal per unit risiko yang secara prinsip dapat dihilangkan dengan memegang portofolio indeks pasar. 



Risk-Adjusted Return Dalam berinvestasi, tidak memberikan perhatian khusus pada risiko adalah tidak bijak.



Dalam keadaan pasar sedang bullish, risiko sangat sering dinomorduakan. Risiko sering mulai kembali diingat ketika pasar bearish. Mestinya, dalam segala kondisi, investor tidak melupakan risiko. Risiko adalah kemungkinan terjadinya kerugian atau return negatif dari suatu investasi. Dalam statistika, ukuran risiko adalah standar deviasi, dinotasikan s (dibaca: sigma) yang



Manajemen Portofolio –



31



dihitung dari gejolak turun-naiknya atau volatilitas harga. Semakin besar goyangan harga, semakin besar volatilitas, semakin besar debaran jantung investor sehingga semakin besar risiko. Risiko yang mengukur berapa banyak investasi yang kembali dalam kaitannya dengan jumlah risiko yang diambil. Sering digunakan untuk membandingkan berbagai jenis investasi yang melibatkan tingkat risiko yang berbeda. Risk-adjusted return akan menempatkan dua investasi yang berbeda pada nilai yang sama (dengan menghilangkan perbedaan risiko) dan memberitahu anda investasi yang menghasilkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan risiko yang diperlukan Karena ada dua ukuran risiko yaitu total risiko dan risiko sistematis, maka kita mengenal dua ukuran utama risk-adjusted return. William Sharpe (1966) memperkenalkan rasio Sharpe yaitu excess return per satuan total risiko (s) atau (return portofolio - bunga bebas risiko) / s, untuk mengukur kinerja reksa dana saat itu. Sebelum itu, Jack Treynor (1965) sudah menggunakan rasio Treynor yaitu excess return per satuan risiko sistematis (b) atau (return portofolio - bunga bebas risiko) / b, untuk tujuan yang sama. Ukuran risk-adjusted return mana yang lebih baik? Jones dalam bukunya Investment (2007) mengatakan kalau rasio Sharpe sebaiknya digunakan jika portofolio investor seluruhnya (atau sebagian besar) dalam sekuritas. Untuk investor yang portofolionya terdiri dari banyak aset sehingga sekuritas hanya sebagian kecil saja, rasio Treynor yang lebih tepat. Berdasarkan risk-adjusted return, portofolio/reksa dana yang berkinerja terbaik bukanlah portofolio yang memberikan return nominal terbesar. Portofolio/reksa dana terbaik adalah yang mampu memberikan premi risiko per unit terbesar atau yang mempunyai rasio Sharpe dan atau rasio Treynor tertinggi. Karena ada dua ukuran risiko yaitu total risiko dan risiko sistematis, maka kita mengenal dua ukuran utama risk adjusted return. William Sharpe (1966) memperkenalkan rasio Sharpe yaitu excess return per satuan total risiko () atau (return portofolio – bunga bebas risiko)/, untuk mengukur kinerja reksa dana saat itu. Sebelum itu, Jack Treynor (1965) sudah menggunakan rasio Treynor yaitu excess return per satuan risiko sistematis () atau (return portofolio – bunga bebas risiko)/, untuk tujuan yang sama.



Manajemen Portofolio –



32



Jika bunga bebas risiko dalam persamaan Sharpe diganti dengan target return dari investor, kita mendapatkan risk adjusted return dari A.D Roy (1952) yaitu rasio safety first. Rasio safety first adalah (return portofolio – target return) / . Rasio safety first yang positif sudah lumayan karena berarti target return terpenuhi.







Return Nominal Vs Return Riil Return investasi yang positif tetapi lebih kecil daripada inflasi periodik akan



mengakibatkan total kekayaan investor bertambah secara nominal, tetapi berkurang secara riil. Ilustrasinya, seorang investor yang hanya mendapatkan return sebesar 10% dalam satu tahun saat tingkat inflasi tahunan mencapai 12% akan mengalami penurunan kekayaan riil sebesar 2% (10% - 12%); walaupun jumlah uangnya secara nominal meningkat sebesar 10%, katakan dari Rp100 juta menjadi Rp110 juta. Maksudnya adalah daya beli dari uang Rp110 juta ini adalah 2% lebih rendah dari pada daya beli Rp100 juta setahun sebelumnya. Secara umum, return riil adalah return nominal dikurangi tingkat inflasi. Agar daya beli tidak berkurang, return nominal sebuah investasi harus melebihi tingkat inflasi. Menghitung return untuk periode satu tahun tanpa setoran tambahan atau pengambilan uang relatif mudah, karena kita cukup mengurangi investasi akhir dengan investasi awal dan hasilnya dibagi dengan investasi awal. Penghitungan return menjadi tidak sederhana lagi untuk investasi lebih dari satu periode, jika ada penambahan atau pengambilan uang selama periode investasi, atau jika risiko diperhitungkan. 



Return Nominal Ekonomi modern memperoleh efisien mereka melalui penggunaan uang. Media



pertukaran yang diterima secara umum. Bukannya memperdagangkan jagung untuk mendapatkan stereo yang akan diberikan satu tahun mendatang, seperti pada ekonomi barter, penduduk ekonomi modern dapat menjual jagungnya untuk memperoleh uang dan kemudian memperdagangkan uang “sekarang” untuk uang “masa depan” dengan menginvestasikannya. Kemudian uang “masa depan” tersebut dapat digunakan untuk membeli stereo. Tingkat bunga yang digunakan penduduk memperdagangkan uang “sekarang” untuk mendapatkan uang



Manajemen Portofolio –



33



“masa depan” tergantung pada investasi yang dilakukan dan disebut return nominal (juga disebut tingkat bunga nominal). 



Return Riil



Pada periode harga berubah-ubah, return nominal investasi mungkin suatu indikasi yang jelek dari return riil (tingkat bunga riil) yang memperoleh investor. Hal ini sebagian disebabkan oleh tambahan dollar yang diterima dari investasi mungkin diperlukan untuk menutup penurunan daya beli yang disebabkan oleh inflasi yang terjadi pada periode investasi. Akibatnya, penyesuaian return nominal diperlukan untuk menyingkirkan dampak inflasi untuk menentukan return riil. Inflasi sering digunakan untuk tujuan ini. Contoh: Return sebesar 17% yang diterima setahun dari sebuah surat berharga jika disesuaikan dengan tingkat inflasi sebesar 5 % untuk tahun yang sama, akan memberikan return riil sebesar: TR(ia) = (1+0.17 )



- 1



(1+0.05) = 0.11429 atau 11.429% Return nominal adalah return yang hanya mengukur perubahan nilai uang tetapi tidak mempertimbangkan tingkat daya beli dari nilai uang tersebut. Return = Capital Gain (Loss) + Yield



Ket: R = return Pt = nilai investasi sekarang Pt-1 = nilai investasi periode lalu



Return rill adalah return yang disesuaikan dengan tingkat inflasi.



Manajemen Portofolio –



34



Ket: RIA = return disesuaikan dengan tingkat inflasi R = return normal IF = tingkat inflasi Return investasi yang positif tetapi lebih kecil dari pada besaran inflasi periodik akan mengakibatkan total kekayaan investor bertambah secara nominal tetapi berkurang secara riil. Secara umum, return riil adalah return nominal dikurangi tingkat inflasi. Agar daya beli tidak berkurang, return nominal dari sebuah investasi harus melebihi tingkat inflasi. Menghitung return nominal untuk periode tunggal seperti satu semester atau satu tahun relatif mudah karena kita cukup mengurangi investasi akhir dengan investasi awal dan hasilnya dibagi dengan investasi awal. Penghitungan return nominal menjadi tidak sederhana lagi untuk investasi lebih dari satu periode dan menjadi lebih rumit lagi jika selama periode itu ada penambahan atau pengambilan uang. Untuk multi periode dan jumlah dana disetor yang berubah-ubah, sedikitnya ada tiga konsep return yang perlu diketahui seorang investor yaitu: 1. return berdasarkan waktu – aritmetik, 2. return berdasarkan waktu – geometrik, dan 3. return berdasarkan uang. 



Return Aritmetik Dan Return Geometrik Terdapat dua konsep/ukuran pengembalian nominal berdasarkan waktu, yaitu



pengembalian aritmetik dan pengembalian geometrik. Pada umumnya, pengembalian aritmetik digunakan untuk periode tunggal atau untuk data cross section, sedangkan pengembalian geometrik digunakan untuk beberapa periode atau untuk data time series. Return aritmetik lebih tepat digunakan untuk prediksi ke depan, sedangkan untuk kinerja masa lalu, perhitungan return geometrik akan lebih tepat. Perhitungan return aritmetik dan geometrik ini adalah sama dengan perhitungan ratarata aritmetik (arithmetic mean) dan rata-rata geometrik (geometric mean) dalam statistik. Untuk menghitung tingkat pengembalian aritmetik atau geometrik suatu investasi atsu suatu



Manajemen Portofolio –



35



portofolio, terlebih dahulu dihitung tingkat pengembalian untuk tiap-tiap periode (r1, r2, …, rn). Berikut merupakan rumusan perhitungan tersebut: r1 + r2 + … + rn N



rA =



rG = ⁿ√(1+r1) (1+r2)…(1+rn) - 1 keterangan: rA



= pengembalian aritmetik



rG



= pengembalian geometrik



r1



= pengembalian (return) periode 1



r2



= pengembalian (return) periode 2



rn



= pengembalian (return) periode n



n = jumlah periode Contoh: Harga dari suatu saham pada periode ke-0 (periode awal) adalah Rp.500,- Pada periode selanjutnya (periode ke-1), harga saham meningkat menjadi Rp.600,- dan turun di periode ke2 menjadi Rp.550,Return pada masing-masing periode adalah sebagai berikut: r1



= (Rp.660 – Rp.500) / Rp.500 = 0.20 = 20%



r2



= (Rp.550 – Rp.600) / Rp.600 = - 0.083 = - 8.33%



Return yang dihitung berdasarkan rata-rata aritmetik adalah sebagai berikut: rA =



(0.2-0.083) 2



= 0.05833 atau 5.833%



Sedangkan return jika dihitung berdasarkan rata-rata geometrik adalah sebagai berikut: rG = √ (1+0.2) (1+0.083) – 1



Manajemen Portofolio –



36



= 0.04883 atau 4.883% Jika dihitung dengan metode rata-rata arimatika, pertumbuhan harga saham ini adalah sebesar 5.833%. Jika return ini benar, maka untuk periode ke-2, harga saham ini seharusnya menjadi Rp.560.03. Padahal yang sebenarnya, harga saham ini di akhir periode ke-2 adalah sebesar Rp.550,-. Dengan demikian perhitungan dengan metode aritmatika ini kurang tepat. Jika dihitung dengan metode rata-rata geometrik, pertumbuhan harga saham ini adalah sebesar 4.883%. Dengan menggunakan tingkat pertumbuhan ini harga saham di akhir periode ke-2 adalah sebesar Rp.550,-, sesuai dengan nilai yang sebenarnya. Jadi metode rata-rata geometrik lebih tepat digunakan untuk situasi yang melibatkan pertumbuhan, sedangkan metode rata-rata arimatika lebih tepat digunakan untuk menghitung rata-rata untuk satu periode yang sama dari banyak return tanpa melibatkan pertumbuhan. 



Return Tertimbang Berdasarkan Uang Konsep return tertimbang berdasarkan uang diaplikasikan pada saat dana yang



diinvestasikan berubah-ubah karena adanya penambahan atau pengembalian uang. Dalam mencari tingkat pengembalian berdasarkan uang, besar penerimaan atau pengeluaran uang dalam setiap periode sangat penting dan diperhitungkan. Contoh: Seorang investor pada tahun 2004 membeli sebuah obligasi senilai Rp. 200.000.000,- Setahun kemudian, 2005, dia membeli kembali obligasi yang sama seharga Rp.225,000,000,- Pada tahun 2005 tersebut, atas kepemilikan obligasi yang pertama, investor tersebut menerima bunga sebesar Rp.5,000,000,- sedangkan pada tahun 2006, karena memiliki dua obligasi, ia menerima bunga Rp.10,000,000,Jika pada tahun 2006 investor tersebut menjual obligasinya pada harga masing-masing Rp 235.000.000, berapa tingkat pengembalian berdasarkan uang diperolehnya? PV (pengeluaran)



=



200,000,000 + 225,000,000 =



PV (penerimaan) 5,000,000 + 10,000,000 + 470,000,000 1+r



r



=



1 + r (1 + r)²



9.39%



Manajemen Portofolio –



37



Dalam mencari return berdasarkan uang secara akurat, besar penerimaan atau pengeluaran uang dalam setiap periode diperhitungkan. Ekuivalen dengan IRR (Internal Rate of Return) yang digunakan pada beberapa perhitungan keuangan. IRR mengukur return aktual yang didapatkan pada nilai-nilai portofolio awal dan pada kontribusi netto yang dibuat selama periode tersebut. Return yang lebih unggul di antara ke tiga return adalah tergantung tujuannya. Return aritmetik karena kurang akurat untuk mengukur kinerja beberapa periode, sebaiknya digunakan untuk proyeksi ke depan. Demikian juga dengan hitungan kasar return berdasarkan uang yang tidak akurat, sebaiknya digunakan hanya jika kita ingin praktis dan cepat. Untuk tujuan mengukur kinerja portofolio investasi, pilihannya tinggal return geometrik dan return berdasarkan uang secara akurat. Literatur keuangan dan investasi mengatakan kalau kedua ukuran ini dapat digunakan untuk kondisi yang berbeda. Jika investasi dilakukan oleh seorang investor pribadi yang mempunyai wewenang menentukan kapan menambah atau mengurangi besar investasinya, return yang digunakan mestinya adalah return berdasarkan uang. Berbeda dengan investor individu, untuk investasi yang dilakukan manajer investasi atau manajer keuangan, menurut Jones dalam bukunya Investments (2007), return yang digunakan untuk mengukur kinerjanya harusnya return geometrik. Ini dikarenakan keputusan mengenai jumlah investasi yang ditanamkan adalah bukan dalam kendalinya tetapi di tangan para nasabahnya melalui aksi subscription dan redemption atau tergantung anggaran perusahaan untuk kasus manajer keuangan. Bukan manajer investasi atau manajer keuangan yang menentukan besaran Rp 100 juta di tahun 2005 dan Rp 1 miliar di tahun 2006 sehingga tidak fair membobotkan jumlah uang ini untuk mengukur kinerja returnnya. Kelemahan dari return riil, return aritmetik, return geometrik dan return tertimbang berdasarkan uang adalah semuanya belum memperhitungkan risiko padahal risiko dan return adalah dua sisi dari koin mata uang yang sama. Jika risiko dipertimbangkan, kita akan memperoleh risk-adjusted return.  Beta2 Untuk identifikasi kinerja portofolio yang superior, Jensen menggunakan ukuran alpha yaitu selisih antara return portofolio dengan required return berdasarkan risiko sistematis



Manajemen Portofolio –



38



() yang dikandungnya. Treynor-Mazuy dan Henriksson-Merton kemudian memodifikasi model alpha Jensen untuk mencari tahu sumber return superior itu. Apakah superioritas itu berasal dari kemampuan pemilihan saham () atau kemampuan antisipasi pasar (2). Nilai beta2 mencerminkan kemampuan market timing dari manajer investasi reksa dana bersangkutan sedangkan nilai alpha mencerminkan kemampuan pemilihan saham manajer investasi dalam membentuk portofolio reksa dana yang dimaksud. Semakin besar nilai beta2 dan alpha suatu reksa dana maka semakin baik reksa dana tersebut Dalam menentukan beta, kita dapat menggunakan sebuah judgement, di samping itu kita bisa menggunakan beta historis untuk menghitung beta waktu lalu yang dipergunakan sebagai taksiran beta di masa yang akan datang. Beta historis memberikan informasi yang berguna tentang beta di masa yang akan datang karena itu seringkali para analis menggunakan



beta



historis



sebelum



mereka



menggunakan



judgement



untuk



memperkirakan beta. Rumus Estimating Beta : Ri = αi + βi Ŕm + ei Persamaan ini merupakan persamaan regresi sederhana. Beta menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi tersebut. Alpha menunjukkan intercept dengan sumbu Ri. Makin besar beta, makin curam kemiringan garis tersebut dan sebaliknya. Beta sekuritas individual cenderung mempunyai koefisien determinasi (yaitu bentuk kwadrat dari koefisien korelasi) yang lebih rendah dari beta portofolio. Koefisien determinasi menunjukkan proporsi perubahan nilai Ri yang bisa dijelaskan oleh Rm. Dengan menghitung koefisien beta yang mencerminkan tingkat risiko masing-masing saham yang diamati, dan tingkat return saham, maka kita dapat menentukan excess return to beta (ERB) yang mencerminkan tingkat keuntungan yag sangat mungkin dapat dicapai. Untuk mendapatkan kandidat portofolio kuat, kita tinggal membandingkan ERB dengan Cut off Rate untuk menghasilkan saham-saham yang memiliki tingkat return yang tinggi dan risiko yang minimal yang dapat mengeliminir risiko tidak sistematis. jika suatu jenis saham angka Excess Return to Beta (ERB)-nya lebih besar dari angka batas C (cut of rate) maka saham tersebut masuk sebagai kandidat portofolio.



Manajemen Portofolio –



39



 Ukuran M2 Ukuran M2 merupakan ukuran mengenai kinerja yang disesuaikan dengan risiko dimana return yang disesuaikan untuk volatilitas yang memungkinkan perbandingan return di antara portofolio-portofolio. Keunggulannya adalah hasil-hasilnya dinyatakan dalam bentuk decimal atau persentase, yang segera dapat dipahami. BAB III PEMBAHASAN KASUS KASUS: “INTERPRETASI EVALUASI KINERJA REKSA DANA DI INDONESIA” Definisi Menurut UU Pasar Modal, Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi. Dalam literatur investasi lainnya, reksa dana adalah kumpulan dari instrumen investasi yang membentuk satu portfolio. Oleh karena itu, pengukuran kinerja reksa dana dikenal juga dengan istilah Evaluation of Portfolio Performance. Metode evaluasi kinerja portfolio secara khusus hanya mengukur risk and return dari portfolio investasi reksa dana yang bersangkutan. Dibawah ini adalah table perhitungan yang menggunakan Indeks Reksa Dana Saham dari PT Infovesta Equity Fund Index yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa penyediaan informasi, riset dan konsultasi yang berkaitan dengan investasi pasar modal dan Corporate Finance. yang dibandingkan dengan IHSG sebagai indicator pasar dengan menggunakan data saham 2006 – 2011. Hasil perhitungan beserta dengan interpretasinya adalah sebagai berikut:



Manajemen Portofolio –



40



Berikut kami mencoba menginterpretasikan data diatas 1.



Rata-rata return tahunan geometrik adalah rata-rata return dari kedua indikator di atas selama 5 tahun setelah memperhitungkan faktor bunga berbunga. Pengukuran return dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata return geometrik. Hasil di atas menunjukkan bahwa secara rata-rata, IHSG memiliki kinerja yang lebih baik dari Indeks Reksa Dana Saham.



2.



Standar deviasi (risiko), dalam definisi statistik adalah simpangan baku dari rata-rata. Dalam definisi keuangan, standar deviasi merupakan suatu angka yang mencerminkan total risiko dari suatu portfolio investasi. Yang dimaksud dengan total risiko adalah risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Semakin besar angka tersebut semakin besar pula risiko yang berarti semakin besar fluktuasi harga suatu reksa dana.



3.



Beta dalam definisi keuangan, adalah risiko sistematis dari suatu portfolio investasi. Meski hanya mewakili sebagian dari risiko reksa dana, indikator ini lebih investor friendly karena lebih mudah diterjemahkan. Misalnya Indeks Reksa Dana Saham memiliki beta 1.0483. Maka ketika IHSG bergerak naik 1%, maka indeks tersebut diperkirakan akan naik sebesar 1.0483%, demikian juga sebaliknya. Jika suatu reksa dana memiliki beta lebih kecil dari satu maka pengaruh fluktuasi IHSG terhadap reksa dana tersebut juga semakin kecil. Secara umum, interpretasinya sama dengan total risiko.



Manajemen Portofolio –



41



4.



Risk Free Rate yang dipergunakan adalah SBI 9 bulan terakhir. Penggunaan ini bersifat opsional, ada pula yang menggunakan Yield Obligasi 5 atau 10 tahun sebagai indicator Risk Free.



5.



Risk Adjusted Return (RAR) sebesar 0.6287 pada IHSG dapat diinterpretasikan: atas 1 % risiko yang investor tanggung, maka IHSG memberikan return 0.6287%. Semakin besar RAR, maka semakin baik kinerja suatu reksa dana karena memberikan return yang tinggi atas risiko yang ditanggungnya



6.



Sharpe Ratio sebesar 0.2324 dapat diinterpretasikan: atas 1% risiko yang ditanggung, maka rata-rata reksa dana saham memberikan excess return sebesar 0.2324%. Yang dimaksud dengan excess return adalah selisih return reksa dana dengan Risk Free. Dasar pemikirannya, selain return positif, return reksa dana juga seharusnya di atas tingkat return instrument bebas risiko. Interpretasi baik buruknya Sharpe Ratio sama dengan RAR.



7.



Treynor Ratio sebesar 0.065 dapat diinterpretasikan: atas 1% risiko sistematis yang ditanggung, reksa dana memberikan excess return sebesar 0.065%. Selanjutnya baik buruknya interpretasi sama dengan Sharpe Ratio dan RAR, perbedaan hanya pada risiko yang digunakan.



8.



Expected Return sebesar 17.84% pada Indeks Reksa Dana Saham menunjukkan bahwa dengan risiko sistematis (beta) sebesar 1.0483, Risk Free Rate sebesar 6.39%, Return market (IHSG) sebesar 17.31%, maka sepantasnya, rata-rata reksa dana saham memberikan return 17.84% Actual return adalah rata-rata return yang sebenarnya selama 5 tahun terakhir sebesar 13.20%



9.



Information Ratio adalah rasio yang mengukur konsistensi dari reksa dana untuk menghasilkan return yang berbeda dari benchmark yang menjadi acuan. Semakin besar Information Ratio menunjukkan bahwa reksa dana tersebut mampu secara stabil mengalahkan benchmark.



Manajemen Portofolio –



42



BAB IV KESIMPULAN Manajemen portofolio melibatkan serangkaian keputusan dan tindakan yang harus dilakukan oleh setiap investor baik individu atau lembaga. Portofolio harus dikelola apakah investor mengikuti pendekatan pasif atau pendekatan aktif untuk memilih dan memegang aset keuangan mereka. Dalam kenyataannya kita akan sulit membentuk portofolio yang terdiri dari semua kesempatan investasi, karena itu biasanya dipergunakan suatu wakil (proxy) yang terdiri dari sejumlah besar saham atau indeks pasar. Dengan berdasarkan pada teori pasar modal, beberapa ukuran kinerja portofolio sedah memasukan faktor return dan risiko didalam perhitungannya. Beberapa ukuran kinerja portofolio yang sudah memasukan faktor risiko adalah a. b. c. d.



Sharpe’s Measure (S) Treynor’s Measure (T) Jensen’s Measure () Information Ratio (IR) atau Rasio Penilaian (Appraisal Ratio)



Manajemen Portofolio –



43



DAFTAR PUSTAKA Agus Zainul Arifin. Modul 14 Evaluasi Kinerja Reksa Dana. Pengembangan Bahan AjarUMB. Budi Frensidy. 2007. Menghitung Risk Adjusted Return. Tabloid Minggu Bisnis Indonesia 2 September 2007. . 2007. Alternatif Pengukuran Return dan Manfaatnya. Manajemen dan Usahawan Indonesia Oktober 2007. Charles, P. Jones, Invesment: Analysist and Management, Ninth edition, New York: John Wliley&Sons Inc.,2004 Isna Yuningsih dan Rizky Yudaruddin, Pengaruh Model Tiga Faktor terhadap Return Jogiyanto, (2012), Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Ketujuh, Penerbit BPFE, Yogyakarta. Samsul Mohammad, 2006, “Pasar Modal dan Manajemen Portofolio”, Erlangga, Jakarta. Sunariyah, (1999), Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kelima, Penerbit UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Shiddiq N. Rahardjo. Portofolio Management & Evaluation. Universitas Diponegoro. http://repository.univpancasila.ac.id/index.php? option=com_docman&task=doc_download&gid=1214&Itemid=9.



Manajemen Portofolio –



44



Manajemen Portofolio –



45