Manajemen Risiko Pada Bank Century [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Pesatnya perkembangan lingkungan eksternal dan internal perbankan juga menyebabkan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan. Oleh karena itu agar mampu beradaptasi dalam lingkungan bisnis perbankan, Bank dituntut untuk menerapkan manajemen risiko. Situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat yang diikuti dengan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan sehingga meningkatkan kebutuhan praktek tata kelola Bank yang sehat (good corporate governance) dan penerapan manajemen risiko yang meliputi pengawasan aktif pengurus Bank, kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, sistem informasi, dan pengendalian risiko, serta sistem pengendalian intern. Sebelum krisis moneter (7 Juli 1997), hampir seluruh bank swasta dikendalikan oleh pemiliknya merangkap pengurus komisaris/direksi. Bankbank milik negara pun dikendalikan oleh oknum pejabat. Manajemen risiko kurang dikembangkan. Pemilik bank leluasa meminjamkan dana ke kelompok usahanya sendiri/kolega sehingga menghancurkan pondasi industri perbankan nasional. BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) lagi-lagi disalahgunakan konglomerat. Salah satu aspek penting dalam Good Corporate Governance adalah perlu diterapkannya manajemen risiko terlebih dalam dunia perbankan. Bank sebagai lembaga keuangan memegang aspek krusial dalam mendukung perekonomian nasional sehingga perlu suatu pengaturan yang sistematis dan menyeluruh dalam menyikapi berbagai risiko perbankan yang muncul dan yang akan



1



muncul setiap saat. Untuk menentukan berhasil atau tidaknya penerapan manajemen risiko dalam suatu bank, mutlak diperlukan peranan secara aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi sebaga pengawas dan penyelenggara pelaksanaan pengelolaan Bank tersebut. Manajemen risiko dapat meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada pengelola Bank mengenai kemungkinan kerugian Bank di masa datang, meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan atas ketersediaan informasi, digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja Bank, digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada instrumen atau kegiatan usaha Bank yang relatif kompleks serta menciptakan infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing Bank. Bagi otoritas pengawasan Bank, penerapan



manajemen



risiko



akan



mempermudah



penilaian



terhadap



kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank yang dapat mempengaruhi permodalan Bank dan sebagai salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan Bank. Manajemen risiko dimulai dengan adanya kesadaran Manajemen menyadari bahwa risiko pasti ada di dalam suatu perusahaan, oleh karena itu risiko tersebut harus dapat dikendalikan. Tidak mungkin dalam menjalankan kinerjanya suatu perusahaan tidak menemui risiko, karena risiko erat kaitannya dengan keberhasilan juga kegagalan. Disinilah perlu kesadaran dari pihak manajemen suatu perusahaan untuk dapat mengenali, memantau dan mengendalikan risiko tersebut. Esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha Bank tetap dapat terkendali



(manageable)



pada



batas/limit



yang



dapat



diterima



serta



menguntungkan Bank. Namun demikian mengingat perbedaan kondisi pasar dan struktur, ukuran serta kompleksitas usaha Bank, maka tidak terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh Bank sehingga setiap



2



Bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada Bank. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank. Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, maka pada tahap awal Bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru Bank, termasuk risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan afiliasi lainnya. Manajemen Risiko merupakan gabungan dua kata yang cukup mengemuka dan banyak dibahas setelah terjadi berbagai kejadian yang tidak terantisipasi sehingga menimbulkan kerugian. Dalam beberapa tahun terakhir, manajemen risiko menjadi headline utama baik dalam media masa, diskusi, praktik, pelatihan, maupun riset di bidang keuangan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Bahkan perbankan diharuskan memberi kesempatan bagi para stafnya untuk menempuh pendidikan dan sertifikasi manajemen risiko menurut levelnya masing-masing. Hal ini secara konkret menunjukkan pentingnya manajemen risiko dalam kegiatan usaha. Risiko merupakan kerugian akibat kejadian yang tidak dikehendaki muncul. Dikalangan umum, risiko memiliki konotasi negatif, sesuatu yang tidak disukai sehingga perlu dihindari. Namun, dalam situasi tertentu risiko justru memberikan gambaran bahwa disitu ada kemungkinan memperoleh keuntungan. Risiko berkonotasi negatif disebabkan oleh hal-hal yang sulit atau bahkan tidak dapat diprediksi terjadinya. Misalnya gempa, kebakaran, tsunami, puting-beliung, dan lain sebagainya. Risiko ini disebut risiko murni dimana dalam risiko ini terdapat kerugian dan tidak ada kemungkinan memperoleh



3



keuntungan. Risiko lainnya adalah risiko spekulatif, yaitu kondisi dimana kemungkinan terdapat kerugian dan juga terdapat keuntungan. Manajemen Risiko dapat diartikan sebagai suatu seni dan ilmu yang memiliki kemampuan untuk mengelola risiko. Dibidang pendidikan sekarang ini manajemen risiko telah berkembang sesuai dengan kompleksitas pemahaman menjadi Enterprise Risk Manajemen (ERM). ERM merupakan suatu pendekatan pengelolaan risiko terintegrasi. Dikatakan terintegrasi karena bilamana sebuah risiko tidak dikelola dengan baik akan memunculkan risiko lain yang justru dampaknya lebih besar. Seperti halnya Kasus di Bank Century (BC), begitu banyak risiko yang terjadi diantaranya yaitu risiko sistemik, risiko kredit macet, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko reputasi. Pasti masyarakat saat ini sudah mengetahui apa yang terjadi terhadap bank century, namun dibalik berita itu semua, kami merasa bahwa bank century menjadi bangkrut karna terjadi kesalahan didalam memanajemen resiko institusi perbankan mereka, belum lagi ada bantuan dari dalam bank century sendiri untuk menggembosi bank century sendiri setelah terjadi fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) ataupun bail out / dana pinjaman. Secara global bank century adalah contoh nyata terjadinya ketidak patuhan terhadap hukum perbankan yang berlaku, khususnya hukum manajemen resiko dan manajemen perbankan pada umumnya, sehingga mudah sekali terjadi kehancuran sedikit demi sedikit, secara jujur manajemen bank century adalah salah satu contoh dimana ketidak patuhan terhadap hukum perbankan dari manajemen resiko dan manajemen perbankan akan berujung pada kebangkrutan dan kehancuran yang nyata. Dulunya Bank Century bernama PT Bank CIC Internasional Tbk (Bank CIC) yang pertama kali didirikan pada Mei 1989. Mulai beroperasi sebagai Bank Umum pada tahun 1990 dan kemudian meningkatkan statusnya sebagai Bank Devisa pada tahun 1993. Bank secara resmi menjadi Bank Publik pada 25



4



Juni 1997 pada saat melakukan Penawaran Offering (IPO) dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Dalam rangka memperkuat



struktur



permodalan,



selanjutnya



Bank



telah



melakukan



penawaran Umum Terbatas atau Rights Issue I, II, III, IV dan V pada Maret 1999, Juli 2000, Maret 2003, Juni 2003 dan Juni 2007. Melalui Rapat Umum pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada tanggal 22 Oktober 2004, Bank memperoleh persetujuan dari pemegang saham untuk melakukan penggabungan usaha (merger), melalui peleburan PT Bank Danpac Tbk (Bank Danpac), PT Bank Pikko Tbk (Bank Pikko) untuk bergabung ke dalam Bank CIC, serta berubah nama menjadi PT Bank Century Tbk. Penggabungan usaha ini telah mendapat persetujuan Bank Indonesia melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 6/87/KEP.GBI/2004 tanggal 6 Desember 2004. Selanjutnya Bank Indonesia juga telah memberikan persetujuan perubahan penggunaan izin usaha dari PT Bank CIC Internasional Tbk (Bank CIC) menjadi PT bank Century Tbk (Century Bank) melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 6/92/KEP.GBI/2004 tanggal 28 Desember 2004. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penyusun merumuskan permasalahan dalam makalah adalah bagaimana penyebab dilikuiditas bank century berdasarkan materi manajemen likuiditas ? 1.3. Tujuan Makalah Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memahami penyebab dilikuiditas bank century berdasarkan materi manajemen likuiditas.



5



BAB II KASUS RILL PADA PERBANKAN UMUM TENTANG LIKUIDITAS Kasus Bank Century yang kini berubah nama menjadi Bank Mutiara terus bergulir kencang padahal awalnya tampak biasa saja. Namun, kini kasus itu menggelinding memasuki ranah politik segera setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bank Century. Setelah setahun bailout LPS masuk ke Bank Century, hasil audit BPK akhirnya membongkar adanya ‘pat-gulipat’ dalam pengelolaannya. Kasus ini diharapkan bisa terbongkar dengan transparan demi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Gagal mengikuti kliring pada tanggal 13 November 2008 menjadi awal dari terbongkarnya berbagai penipuan di Bank Century. Walau obat penawar sudah dikucurkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui dana talangan (bailout), namun hingga setahun berselang, bank ini belum juga sembuh. Uang nasabah tetap tidak kembali, uang negara malah ikut raib Gagal kliring itu sendiri karena Bank Century kekurangan dana di Bank Indonesia (BI) sebagai syarat mengikuti kliring. Sementara penyebab awal persoalan keuangan di bank ini menurut hasil pemeriksaan, adalah adanya surat berharga valuta asing (valas) bank ini yang bermasalah. Surat berharga yang dibeli pada 2003 yang seluruhnya (sekitar US$203,4 juta) diterbitkan oleh bank asing itu tergolong macet karena tidak memiliki rating. Diketahuilah bahwa dana cadangan bank ini di BI sudah di bawah saldo minimal. Di samping itu, selama ini bank ini ternyata melakukan penjualan reksadana walau tidak mempunyai izin. Bahkan, salah satu reksadana itu merupakan reksadana ‘bodong’. Alias, dibuat tanpa seizin Badan Pengawas Penanaman Modal (Bapepam). Reksadana tersebut dijual dengan nama Investasi Dana Tetap Terproteksi dan dikeluarkan oleh PT. Antaboga Delta Sekuritas. Sekitar Rp 1 triliun - 1,5 triliun uang nasabah terkena masalah seputar produk yang dikabarkan sudah dijual sejak tahun



6



2001 itu. Uang itu diberitakan mengalir ke rekening Robert Tantular sebagai pemilik bank dan rekannya di Antaboga. Modus kasus yang boleh disebut pembobolan secara sistematis ini adalah dengan cara mengiming-imingi para nasabah dengan bunga tinggi di atas bunga deposito yang berlaku saat itu. Nasabah yang percaya, akhirnya memindahkan dananya dari Bank Century ke rekening Antaboga yang ada di Century juga. Setelah dana masuk ke rekening Antaboga, uang itu kemudian ditarik oleh Robert. Selain melalui cara itu, pembobolan dengan modus pinjaman juga dilakukan Robert. Yaitu, beberapa kredit dikucurkan manajemen lama ke berbagai nama yang ternyata ujungnya ke Robert juga. Kasus bailout berawal dari masalah kesulitan likuiditas dan modal Bank Century. Untuk mengatasi masalah keuangan itu, pada tanggal 15 Oktober 2008, bank central sebenarnya telah memerintahkan tiga pemegang saham mayoritas bank ini, yakni Robert Tantular, Rafat Ali Rizfi, dan Hesyam Al Waraq menandatangani letter of commitment yang isinya memuat janji ketiganya untuk membayar surat berharga yang jatuh tempo dan menambah modal bank. Selain itu, mereka juga berjanji mencari investor baru untuk menyelesaikan permasalahan bank paling lambat 31 Maret 2009. Namun, mereka tidak menepati janjinya sehingga Bank Century tidak bisa memenuhi kewajibannya pada nasabah. Melihat kenyataan demikian, BI akhirnya memberikan fasilitas pendanaan jangka pendek pada bank ini sebesar Rp502 miliar pada 14 November 2008. Seiring dengan itu, BI juga kembali memerintahkan Robert, Hesyam dan Rafat menepati komitmennya yang dituangkan kemudian dalam letter of commitment pada 16 November 2008. Surat itu antara lain berisi komitmen untuk memindahkan surat berharga Bank Century ke bank kustodian di Indonesia, mengembalikan hasil pembayaran surat berharga yang jatuh tempo dan tidak akan menjaminkan surat berharga ke pihak lain. Tapi, letter of commitment ini juga tidak ditepati. BI pun kembali mengucurkan fasilitas pendanaan jangka pendek sebesar Rp187 miliar pada 18 November 2008.



7



Lantaran kondisi Bank Century makin memburuk, pada 21 November 2008 penanganan bank itu pun akhirnya diserahkan pada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pada saat itu juga, LPS menyuntikkan dana Rp2,77 triliun agar kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Century 10 persen. Kemudian pada 5 Desember 2008, LPS kembali menyuntikkan dana Rp2,20 triliun untuk memenuhi tingkat kesehatan bank. Ketiga, pada 3 Februari 2009 LPS memberi lagi dana sebesar Rp1,15 triliun. Dan keempat, pada 21 Juli 2009 LPS kembali menyuntikkan dana sebesar Rp630 miliar. Jadi, total LPS telah menyuntikkan dana Rp6,7 triliun kepada Bank



Century



setelah



pengelolaan



bank



tersebut



diambil



alih.



Alasan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Menkeu, BI, dan LPS melakukan penyertaan modal sementara di bank ini melalui LPS, selain mengganti manajemen bank, karena BI menilai kondisi yang dialami Bank Century saat itu bisa berdampak sistemik yang bisa menimbulkan penyebaran masalah ke bank lainnya. DPR meminta BPK melakukan audit investigasi atas penyertaan modal pemerintah melalui LPS ke Bank Century yang membengkak menjadi Rp6,7 triliun. Mulai dari proses merger tiga bank menjadi Bank Century, tidak tegasnya BI terhadap pelanggaran Bank Century selama tahun 2005-2008, hingga pengucuran dana bailout. Sesuai hasil audit BPK yang diserahkan ke DPR tertanggal 23 Nov 2009 menunjukkan adanya paling tidak lima bagian dugaan pelanggaran di dalam kasus Bank Century yang dilakukan oleh pemilik lama, BI, hingga KKSK. Selain itu munculnya risiko sistemik dari sisi fiskal akibat kebijakan pengetatan fiskal atau perlambatan pengeluaran atau belanja pemerintah yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Langkah kebijakan inilah yang justru telah menciptakan risiko sistemik pada perbankan nasional. Bank Century adalah kasus kriminal individu dari bank kecil yang pengaruhnya tidak akan signifikan terhadap industri perbankan. Semestinya yang dilakukan Bank Indonesia dan KSSK adalah menutup dan meyakinkan publik bahwa



8



kasus Bank Century murni kasus kriminal dan tidak terkait dengan krisis global maupun kondisi makroekonomi dan perbankan nasional. Pemerintah melalui Bank Indonesia dan Departemen Keuangan berpendapat bahwa penyelamatan Bank Century melalui suntikan dana tersebut sudah tepat dengan alasan untuk menghindari risiko sistemik yang mungkin timbul dari ditutupnya Bank tersebut sehingga dikhawatirkan terulangnya kembali krisis keuangan seperti tahun 1998 lalu. Atas keputusan ini, banyak pihak menilai bahwa keputusan menyelamatkan Bank Century tidak tepat. Selain menggunakan uang Negara yang merupakan uang rakyat, alasan mengenai kemungkinan terjadinya risiko sistemik kurang bisa dipertanggungjawabkan. Menurut pihak yang tidak setuju dengan penyelamatan Bank ini, ditutupnya Bank ini tidak akan mengganggu kestabilan sistem perbankan Negara kita karena secara market share Bank Century hanya mempunyai mencakup 0,1 % jumlah nasabah perbankan di Indonesia. Selain itu asset Bank Century hanya berjumlah 0,3 % dari total asset perbankan Indonesia. Penutupan Bank Century diperkirakan akan mengakibatkan kepanikan pada nasabahnya. Kepanikan ini mendorong nasabah-nasabah lain akan berbondongbondong menarik uangnya pada banyak bank terutama Bank-bank kecil sekelas Century dan memindahkan ke bank-bank yang lebih besar. Penarikan besar-besaran ini mengakibatkan bank-bank yang pada awalnya sehat menjadi ikut bermasalah dan mengalami masalah likuiditas, disini terjadi risiko likuiditas. Sebagai akibatnya bankbank ini akan berusaha mencari pendanaan dengan meminjam dana dari Bank-bank besar melalui pinjaman antar bank. Dalam hal ini bank-bank besar cenderung lebih berhati-hati dalam mengucurkan dananya sehingga bank-bank kecil semakin terdesak karena kesulitan memperoleh likuiditas. Dalam keadaan seperti inilah banyak bank akan berjatuhan. Sistem perbankan akan mengalami rush dan mengakibatkan naiknya suku bunga pinjaman secara tajam. Selain itu akan banyak terjadi kredit macet sehingga nasabah akan mengalami kerugian dan sektor industri juga akan terkena dampaknya. Sebagai akibatnya, bank-bank besarpun akan terkena dampaknya dan terjadilah kelumpuhan



9



sistem perbankan. Akibat lebih jauh adalah merosotnya kredibilitas sistem perbankan nasional sehingga akan terjadi capital outflows secara besar-besaran. Hal ini akan berpengaruh terhadap investasi nasional, country risk dan sistem ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Selain terjadinya risiko likuiditas, kredit macet dan risiko sistemik, Bank Century juga tersengat risiko reputasi. Namun sebelumnya, simak dulu penerapan manajemen risiko di perbankan nasional. Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 5/8/PB1/2003 tanggal 13 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Ini merupakan simbol sejarah anyar dalam perbankan nasional dengan berbasis manajemen risiko. PBI ini bertujuan untuk mengantisipasi risiko sejalan dengan pesatnya perkembangan bisnis perbankan dan perubahan lingkungan bisnis. Namun, pada PBI Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, bank umum konvensional wajib menerapkan manajemen risiko untuk seluruh jenis risiko sejak 1 luli 2010. Dengan bahasa manajemen risiko, setiap produk, jasa, dan aktivitas bisnis perbankan wajib berbasis manajemen risiko. Terkait dengan kasus Bank Century, risiko yang layak diamati dengan cermat adalah risiko reputasi. Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku kepentingan (stakeholders) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap suatu bank. Risiko tersebut muncul antara lain karena adanya pemberitaan dan atau rumor mengenai bank yang bersifat negatif serta strategi komunikasi bank yang kurang efektif. Kalau pembeberan kasus Bank Century ini berlangsung lama tanpa memperhatikan kehati-hatian, maka sangat mungkin Bank Mutiara akan kian menderita risiko reputasi. Karena kian lama berarti akan kian lama pula warta negatif akan menusuk Bank ini.



10



Riset EIU menunjukkan bahwa risiko reputasi memiliki ancaman paling tinggi (52%). Ini disusul risiko regulasi (masalah mencuat gara-gara ketentuan 41%), SDM (lemahnya keterampilan, isu suksesi, kaburnya pegawai unggul 41%), jaringan IT (gagal sistem 35%), pasar (turunnya nilai aset di pasar 32%), kredit (kredit macet 29%), negara (geger di kawasan tertentu 22%), finansial (sulit mencari dana 21%), terorisme (19%), nilai tukar (18%), bencana alam (18%), politik (heboh pergantian pemerintahan 18%) dan kriminal dan keamanan (15%). Bagaimana menekan risiko reputasi Bank Mutiara? 1.



Pansus. Sepak terjang Pansus sangat memengaruhi laju risiko reputasi. Adalah sangat berisiko ketika niat untuk mengupas kasus Bank Century kian tinggi tanpa memedulikan kehati-hatian sama sekali. Dengan bahasa lebih bening, hal ini sekaligus menegaskan bahwa hukum adalah panglima dalam setiap langkah. Selain itu, kasus ini pun menjadi pelajaran yag sangat mahal dan berharga bagi perbankan nasional untuk tidak ditiru.



2.



Risiko finansial. Ingar-bingar tuntutan agar wakil presiden dan menteri keuangan untuk menonaktifkan diri sungguh bisa memicu risiko finansial. Selama ini, figur mereka dianggap sebagai matahari kembar yang bersinar dalam dunia finansial nasional. Dalam bahasa finansial, mereka dipercaya pasar.



3.



Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU (PSK). Sudah sepatutnya, pemerintah segera mengajukan kembali RUU [PSK kepada DPR untuk dibahas. UU IPSK bakal menjadi payung hukum untuk membendung banjir risiko dalam sistem keuangan mengingat jalan di depan kian terjal.



11



BAB III ANALISIS KASUS BERDASARKAN MATERI MANAJEMEN LIKUIDITAS Dalam kaitannya dengan ketentuan likuiditas wajib minimum, bank century tidak dapat mengelola bank dalam menghimpun dana diwajibkan memelihara sejumlah likuiditas tertentu dari total DPK yang dihimpun oleh bank dalam periode tertentu. Jumlah likuiditas wajib minimum tidak ditempatkan dalam rekening giro bank yang bersangkutan pada bank sentral. Gagal kliring itu sendiri karena Bank Century kekurangan dana di Bank Indonesia (BI) sebagai syarat mengikuti kliring. Penyebabnya adalah adanya surat berharga valuta asing (valas) bank ini yang bermasalah. Surat berharga yang dibeli pada 2003 yang seluruhnya (sekitar US$203,4 juta) diterbitkan oleh bank asing itu tergolong macet karena tidak memiliki rating. Bank century tidak melaporkan GWM kepada BI. Bank Century Memperjual belikan produk investasi ilegal. Alasannya adalah investasi dipasarkan Antaboga Century Bank tidak terdaftar di Bapepam LK. Dan benar manajemen Bank Century tahu bahwa produk adalah ilegal. Kasus ini dapat mempengaruhi bank lain, di mana orang tidak percaya bahwa mereka lebih terhadap sistem perbankan nasional. Kasus Bank Century, sehingga bisa menyakiti bank di Indonesia, bahkan dunia. Diketahuilah bahwa dana cadangan bank ini di BI sudah di bawah saldo minimal. Di samping itu, selama ini bank ini ternyata melakukan penjualan reksadana walau tidak mempunyai izin. Bahkan, salah satu reksadana itu merupakan reksadana ‘bodong’. Alias, dibuat tanpa seizin Badan Pengawas Penanaman Modal (Bapepam). Reksadana tersebut dijual dengan nama Investasi Dana Tetap Terproteksi dan dikeluarkan oleh PT. Antaboga Delta Sekuritas. Sekitar Rp 1 triliun - 1,5 triliun uang nasabah terkena masalah seputar produk yang dikabarkan sudah dijual sejak tahun 2001 itu. Uang itu diberitakan mengalir ke rekening Robert Tantular sebagai pemilik bank dan rekannya di Antaboga.



12



Kasus Bank Century mencerminkan lemahnya pengawasan Bank Indonesia (BI) sebagai Bank sentral terhadap bank umum. Bank – Bank umumnya hendaknya mendapat pengawasan ketat dari Bank Central. Masalah yang terjadi pada Bank Century merupakan pengelolaan risiko yang tidak terintegrasi. Apabila manajerial Bank Century benar-benar menerapkan GCG (Good Corporate Governance), seharusnya rush tidak muncul. Namun yang terjadi justru sikap pasrah atau pembiaran terhadap risiko. Hal yang lebih buruk lagi adalah penemuan kasus penipuan bank terhadap klien adalah investasi fiktif penjualan kepada nasabah bank. Penemuan kasus ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan nasabah ke bank. Jadi, jika dikaitkan dengan etika bisnis, kasus Bank Century adalah contoh pelanggaran terhadap perlindungan konsumen untuk produk. Oleh karena itu, jangan sampai upaya mengupas kasus Bank Century justru melahirkan potensi risiko lainnya, yakni merusak ketahanan pasar finansial termasuk iklim investasi. Dengan bahasa terang benderang, keringnya banjir investasi ke Indonesia bisa menyurutkan pasokan dollar AS yang kemudian membuat rupiah loyo. Padahal, selama ini Indonesia merupakan surga investasi internasional. Masalah yang terjadi di Bank Century merupakan masalah internal yang dilakukan oleh pihak manajemen bank yang berhubungan dengan klien mereka : 1.



Penyimpangan dan untuk peminjam $ 2,8 milyar (Rp 1,4 triliun Bank Century pelanggan dan pelanggan delta Antaboga Securities Indonesia adalahRp 1,4 Triliiun).



2.



Penjualan produk-produk investasifiktif Antaboga Delta Securities Indonesia. Jika produk tidak perlu mendaftar BI dan Bappepam LK.



13



Kedua Point tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Nasabah Bank Century dan Uang para nasabah pun yang ada di Bank Century tidak bisa dicairkan dan tidak ada uang tidak dibayar oleh pelanggan. Setelah tanggal 13 November 2008, Pelanggan Bank Century tidak dapat melakukan transaksi dalam bentuk devisa, kliring dan tidak dapat mentransfer juga tidak bisa karena Bank Century tidak mampu untuk melakukannya. Bank hanya dapat mentransfer uang ketabungan. Jadi uang itu tidak bisa keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua pelanggan Bank Century. Nasabah bank yang merasa dikhianati dan dirugikan karena banyak menyimpan uang di bank century, tapi sekarang bank tersebut tidak bisa dilikuidasi. Pelanggan mengasumsikan bahwa Bank Century Memperjual belikan produk investasi ilegal. Alasannya adalah investasi dipasarkan Antaboga Century Bank tidak terdaftar di Bapepam LK. Dan benar manajemen Bank Century tahu bahwa produk adalah ilegal. Kasus ini dapat mempengaruhi bank lain, di mana orang tidak percaya bahwa mereka lebih terhadap sistem perbankan nasional. Kasus Bank Century, sehingga bisa menyakiti bank di Indonesia, bahkan dunia. Berdasarkan kasus Bank Century diatas menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia sendiri. Karena menyeret banyak pejabat-pejabat penting. Dan lebih khususnya adalah masalah pergerakan harga saham yang terus mengalami penurunan akibat dari dampak sistemik kasus Bank Century ini. Pemilik Bank Century adalah Robert Tantular, dan ia juga yang melakukan tindak kriminal karena melakukan perampokan terhadap banknya sendiri. Oknum-oknum yang terlibat diantaranya: Ada yang menduga ada oknum Polri (buaya) terlibat ”menjaga” oknum-oknum yang terkait Bank Century karena dianggap ”proyek kelas kakap”. Beberapa pihak juga



14



mengaitkan ini dengan ditangkapnya 2 petinggi KPK, Bibit dan Chandra beberapa waktu lalu tanpa ada bukti yang jelas, demi menghambat pengusutan kasus Century. Banyak yang sekarang sudah menempatkan Sri Mulyanidan Boediono sebagai tersangka. Tapi sebenarnya masih ada 2 kemungkinan: Sri Mulyani dan Boediono adalah bagian dari konspirasi besar semata-mata demi menyelamatkan dana pihak Century dan orang-orang yang terkait Century. Sri Mulyani dan Boediono-lah yang telah menyelamatkan ekonomi Indonesia sehingga saat ini Indonesia tidak terjerumus krisis yang lebih hebat. Yang melakukan tindak penyelewengan hanyalah segelintir orang, Robert Tantular, pemilik Bank Century yang menggondol dana Bank Century, dan beberapa oknum di BI. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam kemelut Bank tersebut diantaranya adalah delapan orang yakni Komisaris Utama Sulaiman AB, Komisaris Poerwanto Kamajadi, Komisaris Rusli Prakasa, Direktur Utama Hermanus Hasan Muslim. Kemudian



Wakil



Direktur



Utama



Hamidy, Direktur



Pemasaran



Lila



K.



Gondokusumo, Direktur Kepatuhan Edward M. Situmorang, dan Pemegang Saham Robert Tantular. 3.1. Beberapa Penyebab bangkrutnya bank Century Kebangkrutan PT Bank Century Tbk tidak mungkin terjadi begitu saja, ada beberapa hal yang menyebabkan kebangkrutan bank century antara lain penyimpangan manajemen dan pengawasan BI yang tidak efektif yang diduga menjadi penyebab utama bank itu akhirnya mengalami kebangkrutan. 1. Penyimpangan Manajemen Modus kejahatan perbankan yang diduga dilakukan manajemen Bank Century adalah penempatan dana yang sembrono di pasar uang (money



15



market). Hal ini terlihat dari penyimpangan yang dilakukan manajemen Bank Century yang memiliki kewajiban surat berharga valas sebesar US$ 210 juta. Kasus itu menunjukkan manajemen Bank Century tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian perbankan. 2. Pengawasan BI yang lemah BI ternyata pernah memberikan kelonggaran aturan kepada Bank Century, yakni dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang macet ke kategori lancar. Hal itu dilakukan agar Bank Century tidak perlu menyisihkan provisi (pencadangan) atas SSB yang macet itu, sehingga tidak menggerus modalnya. Yang harus dipertanyakan sejauhmana keefektifan Direktorat Pengawasan Perbankan BI karena selama ini manajemen Bank Century memberikan laporan harian dan mingguan sehingga kesehatan perbankan pasti terpantau. Di samping itu, Bapepam selaku otoritas pasar modal harusnyajugabertanggungjawabkarena Bank Century merupakan



perusahaan publik. Kasus Bank Century ini



menunjukkan ada praktik-praktik yang menyimpang di bank sentral menyangkut tes kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang tidak akurat.BI juga dinilai gagal dalam menciptakan tata kelola yang baik (good corporate governance dan good governance). Kesehatan merupakan hal yang paling penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan. 3. Kesehatan Bank Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Pengertian tentang



16



kesehatan bank diatas merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya kegiatan tersebut meliputi : 1. Kemampuan menghimpun dana masyarakat dari lembaga lain dan dari modal sendiri 2. Kemampuan mengolah dana 3. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat 4. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal dan pihak lain 5. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku 4. Aturan Kesehatan Perbankan Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. UU tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa : 1. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, solvabilitas & aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 2. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib



17



menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank 3. Bank wajib menyampaikan kepada BI segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh BI 4. Bank atas permintaan BI, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya serta wajib



memberikan



bantuan



yang



diperlukan



dalam



rangka



memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan 5. Bank Indonesia melakukan pemeriksaaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan, BI dapat menugaskan akuntan publikuntuk dan atas nama bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank. 6. Bank wajib menyampaikan kkca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh BI. Neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan BI



BAB IV PENUTUP 4.1. KESIMPULAN



18



Ternyata masalah sesungguhnya dari Bank Century baru muncul ketika dana bail out mulai bergulir dan kejanggalan dalam neraca nya mulai terungkap. Kelemahan manajemen mulai ramai setelah kekacauan reksadana Antaboga Delta sekuritas yang dikeluarkan Bank Century.Dari sini bisa kita simpulkan bahwa sebenarnya bailout untuk Century memang diperlukan namun dibalik itu ternyata banyak fakta bahwa kinerja dan tata kelola Century yang sangat buruk.Sebuah ironi memang, ketika kita terpaksa menolong orang jahat agar tida menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi orang banyak. Namun yang lebih penting adalah bagaimana kita mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa ini. UU PJSK yang mampu melindungi perbankan harus diimbangi dengan pengawasan dan tindakan tegas bag ipelanggar peraturan BI. 4.2. SARAN Dalam menghadapi kasus Bank Century perlunya kerjasama dengan baik antara pemerintah, DPR-RI dan Bank Indonesia. Pemerintah harus bertanggung jawab kepada nasabah Bank Century agar bisa uangnya dicairkan. Harusnya ada transparansi publik dalam menyelesaikan kasus Bank Century sehingga tidak terjadi korupsi. Audit yang dilakukan BPK harus dilakukan dengan tuntas dan dibantu oleh polri, Kejaksaan, Pemerintah Bank Indonesia. Manajer harus memprioritaskan kepentingan konsumen nasabah Bank Century. Karena perusahaan diperlukan untuk memastikan produk yang aman (produk) untuk dijual. Pelanggan (nasabah) harus lebih hati-hati dan kritis seleksi ulang produk yang mereka beli. Bank Indonesia dan Bappepam lebih tegas dalam penanganan dan pemantauan kasus ini. Seharusnya BI, Bappepam dan otoritas tertinggi di bank-bank nasional, tidak saling tuduh menuduh tanggung jawab untuk satu sama lain. Hal-hal yang perlu diketahui Mengenai Pengendalian Resiko Operasional yang Efektif di perbankan



19



Manajemen risiko operasional sangat efektif jika budaya bank mendorong standar tingkah laku etis yang tinggi di semua tingkatan bank. Dewan dan Manajemen senior harus mempromosikan budaya organisasi yang membangun melalui tindakan dan kata-kata harapan integritas untuk semua pegawai dalam melakukan bisnis bank. Prinsip-prinsip yang harus dijalankan supaya suatu organisasi dapat berjalan sesuai dengan prosedur operasional yang berlaku dan meminimasi resiko operasional dan resiko-resiko yang lain adalah seperti yang dijelaskan sebagai berikut: Prinsip 1: Board of director (BOD), sebagai pimpinan tertinggi organisasi harus menyadari aspek utama risiko operasional bank yang harus dikelola, dan harus menyetujui dan mereview secara periodik kerangka manajemen risiko operasional bank. Kerangka harus memberi definisi risiko operasional menyeluruh pada perusahaan dan menentukan standar untuk mengidentifikasi, menilai, memonitor, dan mengendalikan (control/mitigate) risiko operasional. Prinsip 2: Board of directors, sebagai pimpinan tertinggi organisasi harus memastikan bahwa ada audit reguler terhadap kerangka manajemen risiko operasional yang dilakukan oleh tim internal yang independen dan kompeten (yaitu independen dari tim risiko operasional biasanya fungsi internal audit). Bank harus memiliki cakupan internal audit yang memadai untuk verifikasi kebijakan dan prosedur operasi telah diimplementasikan secara efektif. DAFTAR PUSTAKA Masyhud Ali, Manajemen Risiko (Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: (PT RajaGrafindo Persada, 2006) Husein Umar, Manajemen Risiko Bisnis (Pendekatan Finansial dan Non Finansial), (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998)



20



http://bataviase.co.id/detailberita-10540399.html http://www.ukdw.ac.id http://news.okezone.com/BeritaAnda/index.php/ReadStory/2009/11/23/230/278390/k asus-century-bank-dan-keuangan-negara http://bambangsoesatyo.com/content/century-risiko https://docs.google.com/document/d/14HQ8lXgoQnnimfYg_0xmEHaBRuwW2bxhO 7-s4a2-LNo/edit?pli=1



Lagi, BPR Ditutup Karena Fraud



21



Bisnis 17/07/2016 18:48



Karyawan Otoritas Jasa Keuangan. Bisnis Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan kembali melakukan pencabutan izin usaha terhadap bank perkreditan rakyat Mustika Utama Kolaka yang dianggap tidak dapat menjalankan bisnisnya dengan baik. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK Heru Kristiana mengatakan, lagilagi penutupan BPR tersebut dikarenakan fraud yang berasal dari internal BPR tersebut. Menurut Heru, fraud merupakan alasan terbesar penutupan BPR yang dilakukan oleh OJK. "Fraud itu simple-simple sebenarnya. Misalnya ngambiluang kas atau bikin kredit fiktif yang pelakunya ya orang-orang dari pengurus atau pemilik BPR itu sendiri," ujar Heru saat dihubungi Bisnis di Jakarta, Senin (20/6/2016). Penutupan BPR yang berlokasi di Sulawesi Selatan ini berdasarkan eputusan Dewan Komisioner (KDK) Nomor 10/KDK.03/2016 tanggal 20 Juni 2016 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Mustika Utama Kolaka. Sebelum dilakukan pencabutan izin usaha atas PT Bank Perkreditan Rakyat Mustika Utama Kolaka, BPR tersebut telah masuk dalam status dalam pengawasan khusus sejak tanggal 27 November 2015, dan sesuai ketentuan yang berlaku OJK telah



22



memberikan kesempatan selama 180 hari atau terakhir sampai dengan 24 Mei 2016 untuk melakukan upaya penyehatan yang nyata. Heru menambahkan, permodalan yang cenderung masih kecil membuat BPR tidak bisa mencari dan menggaji tenaga kerja yang handal untuk kegiatan operasionalnya. Sarana teknologi informasi yang minim juga membuat operasional BPR menjadi relatif manual. Selain itu banyak BPR yang tidak memiliki jajaran direksi yang lengkap. "Hal-hal seperti itu yang membuat pengawasan internal menjadi kurang dan muncullah kesempatan untuk melakukan fraud. Sejauh ini tidak ada BPR yang mati karena kalah bersaing, yang kebanyakan ada karena fraud" jelas Heru. Posisi keuangan BPR Mustika Utama Kolaka per 17 Juni 2016 yaitu penyaluran kredit sebesar Rp4,48 miiar, dana simpanan sebesar Rp5,74 miliar, penyisihian kerugiaan sebesar minus sebesar Rp1,47 milia, dengan total aset sebesar Rp3,76 miliar. Dalam rangka pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah PT BPR Mustika Utama Kolaka, Lembaga Penjamin Simpanan akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang layak dibayar dan tidak layak dibayar. Rekonsiliasi dan verifikasi dimaksud akan diselesaikan LPS paling lama 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan izin usaha. Sementara itu, dalam rangka likuidasi PT BPR Mustika Utama Kolaka, LPS mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS.



23



Proses likuidasi ini merupakan proses likuidasi ke-6 yg dilakukan LPS pada 2016 ini. Sebelumnya LPS sudah melakukan penanganan klaim simpanan nasabah dan proses likuidasi untuk 5 bank, yaitu PT BPR Kudamas Sentosa (Sidoarjo, 29 April 2016), PT BPRS Al Hidayah (Pasuruan, 25 April 2016), PT BPR Dana Niaga Mandiri (Makassar, 13 April 2016), PT BPR Mitra Bunda Mandiri (Pesisir Selatan, 22 Januari 2016), PT BPR Agra Arthaka Mulya (Gunungkidul, 14 Januari 2016).



24