Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Abdul Muis Adenan Norrahman



UIN ANTASARI BANJARMASIN



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan bahan ajar ini. Bahan ajar ini merupakan bahan Masalah Nilai Awal dan Nilai Batas yang kental dengan nuansa soal penyelesaian persamaan differensial dan bentuk-bentuk penyelesaian persamaan differensial, dan strategi untuk menyelesaikan masalah persamaan differensial dengan bermacam-macam metode yang kebanyakan diberi syarat awal dan batas. Oleh karena itu, di dalam bahan ajar ini di arahkan lebih kepada penyelesaian yang lebih efektif dari persamaan differensial dari berbagai metode yang telah diajarkan yang lalu. Susunan dalam setiap bab bahan ajar ini berisi penjelasan materi yang dilengkapi dengan contoh soal serta proses penyelesaiannya, dan diakhir setiap bab disajikan soal latihan yang akan dikerjakan oleh pembaca. Bagian awal bahan ajar ini membahas tentang definisi masalah nilai awal dan syarat batas, kedua adalah menyelesaikan persamaan differensial dengan deret pangkat, dilanjutkan dengan pembahasan tentang beberapa bentuk deret, dan terakhir adalah metode pemecahan masalah differensial dengan metode transformasi Laplace. Setelah membaca bahan ajar ini secara seksama, diharapkan pembaca tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan semua masalah persamaan differensial yang mana pada bahan ajar ini menganjurkan sebelum itu harus menguasai baik itu integral dan turunan sebagai syarat dasar untuk mempelajari bahan ajar persamaan differensial ini. Bahan ajar ini mudah dipahami karena penjelasannya cukup ringkas dan contoh soal yang disertai dengan proses penyelesaiannya memudahkan pembaca untuk memahaminya. Sebagai hasil karya manusia tentunya tak lepas dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dan menerima dengan senang hati segala kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan bahan ajar ini pada masa yang akan datang. Abdul Muis A. N. 1601251892 i



Banjarmasin, Juni 2019 Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



DAFTAR ISI



1. Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas 1.1 Pendahuluan 1.1.1



Tujuan Instruksional Umum



1



1.1.2



Tujuan Instruksionnal Khusus



1



1.2 Penyajian Teori 1.2.1



Definisi Masalah Nilai Awal Dan Syarat Batas



2



1.2.2



Ulasan Bab



6



2. Solusi Deret Pangkat Pada Persamaan Differensial Linier Orde Dua 2.1 Pendahuluan 2.1.1



Tujuan Instruksional Umum



7



2.1.2



Tujuan Instruksional Khusus



7



2.2 Penyajian Teori 2.2.1



Deret Kuasa Dan Fungsi Analitik



8



2.2.2



Titik Biasa Dan Titik Singular



15



2.2.3



Deret Kuasa Sebagai Penyelesaian di Sekitar Titik Biasa



19



2.2.4



Deret Kuasa Sebagai Penyelesaian di Sekitar Titik Singular yang Reguler



28



2.2.5



Metode Frobenius



46



2.2.6



Ulasan Bab



54



3. Deret Fourier 3.1 Pendahuluan 3.1.1



Tujuan Instruksional Umum



56



3.1.2



Tujuan Instruksioal Khusus



56



3.2 Penyajian Teori 3.2.1



Fungsi Periodik



57



3.2.2



Fungsi Genap Dan Ganjil



61



3.2.3



Definisi Deret Fourier



64



3.2.4



Deret Fourier Jangkauan Setengah



73



3.2.5



Ulasan Bab



78



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



ii



4. Transformasi Laplace 4.1 Pendahuluan 4.1.1



Tujuan Instruksional Umum



79



4.1.2



Tujuan Instruksional Khusus



79



4.2 Penyajian Teori 4.2.1



Definisi Integral Tak Wajar



80



4.2.2



Definisi Transformasi Laplace



86



4.2.3



Rumus-Rumus Transformasi Laplace



89



4.2.4



Sifat-Sifat Transformasi Laplace



91



4.2.5



Transformasi Laplace Invers



95



4.2.6



Metode Penyelesaian Pecahan Parsial Dari Transformasi Laplace



98



4.2.7



Transformasi Laplace Untuk Mencari Solusi Persamaan Differensial



103



4.2.8



Ulasan Bab



109



DAFTAR PUSTAKA



110



iii



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



BAB I Masalah Nilai Awal Dan Syarat Batas



1.1 Pendahuluan Bab pertama ini berisi tentang panduan belajar mandiri untuk membahas materi kuliah yaitu Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas. 1.1.1 Tujuan Instruksional Umum Kegiatan ini bertujuan untuk memahami tentang masalah nilai awal dan syarat batas dari persanaan differensial biasa.



1.1.2 Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari materi berkaitan tentang Masalah Nilai Awal Dan Syarat Batas, diharapkan dapat memahami dan mengetahui: 1. Definisi Masalah Nilai Awal Dan Syarat Batas



1



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



1.2 Penyajian Teori



1.2.1 Definisi Masalah Nilai Awal Dan Syarat Batas



Perhatikan persamaan berikut : y = ex + C, C merupakan konstanta sembarang, berapapun nilainya persamaan y = ex + C tetap merupakan solusi dari persamaan differensial y'' – y = 0. Solusi ini disebut solusi umum dari persamaan differensial, karena mengandung konstanta C berupa nilai khusus, di misalkan 2, 3, -4 atau 0 dan sebagainya, maka akan diperoleh solusi khusus. Nilai khusus yang diberikan pada konstanta sembarang itu bergantung pada persyaratan awal yang diberikan pada fungsi solusi tersebut. Hal ini akan menghasilkan konsep masalah nilai awal. Sehingga memunculkan sebuah definisi masalah nilai awal, yaitu:



Masalah nilai awal untuk persamaan differesial F(x, f(x), f’(x), …, fn(x)) = 0 adalah mencari f(x) yang memenuhi persamaan differensial tersebut dan memenuhi persayaratan berikut: 𝑦(π‘₯0 ) = 𝑦0 𝑦′(π‘₯0 ) = 𝑦′0 . . (π‘›βˆ’1)



𝑦 (π‘›βˆ’1) (π‘₯0 ) = 𝑦0 (π‘›βˆ’1)



Dimana: 𝑦0 , 𝑦′0 , … , 𝑦0



suatu konstanta sembarang.



Masalah nilai awal yaitu suatu persamaan differensial yang memenuhi kondisi awal tertentu atau syarat awal yang diberikan.



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



2



Tunjukkan bahwa y(x) = e-x + 1 adalah solusi dari masalah nilai awal y' + y = 1, di mana y(0) = 2. Solusi: Pertama, ditunjukkan bahwa y(x) solusi dari persamaan differensial y' + y = 1. Persamaan y(x) = e-x + 1 di turunkan terhadap x, diperoleh : y'(x) = - e-x Kemudian substitusikan y(x) dan y'(x) ke persamaan differensial yang diberikan, diperoleh : y' + y = 1 - e-x + e-x + 1 = 1, maka: 1 = 1 Jadi, y(x) adalah solusi persamaan differensial yang diberikan. Kemudian tunjukkan bahwa y(x) adalah solusi dari masalah nilai awalnya. Perhatikan bahwa : y(x) = e-x + 1 y(0) = e-0 + 1 y(0) = 1 + 1, maka: y(0) = 2 Jadi, benar bahwa y(x) = e-x + 1 adalah solusi dari masalah nilai awal y' + y = 1, di mana y(0) = 2.



Tentukan solusi khusus masalah nilai awal dari 𝑦 β€²β€² βˆ’ 10𝑦 β€² + 25𝑦 = 0 dengan y(0) = -1 dan y'(0) = 5. Solusi: Karena akarnya kembar yaitu: r1 = r2 = 5, maka solusi umumnya adalah 𝑦(π‘₯) = 𝐢1 𝑒 5π‘₯ + 𝐢2 π‘₯𝑒 5π‘₯ . Lalu akan disubstitusikan nilai awalnya untuk memperoleh solusi khusus. Jika y(0) = 1, maka: C1 = -1 dan jika y'(0) = 5, maka: C2 = 10. Sehingga diperoleh solusi khusus β€²β€²



β€²



persamaan differensial dari 𝑦 βˆ’ 10𝑦 + 25𝑦 = 0 yaitu adalah 𝑦(π‘₯) = βˆ’π‘’



5π‘₯



5π‘₯



+ 10π‘₯𝑒 .



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



3



Pertanyaan mendasar pada 1.2.1.1 yang harus dipikirkan adalah, apakah solusinya ada, apakah tunggal pada interval di mana terdefinisi dan bagaimana mengontruksi solusinya atau bagaimana menggambarkan grafiknya. Jika persamaan itu linier, maka terdapat formulasi umum dari solusinya. Tambahannya untuk persamaa linier terdapat solusi umum (yang memuat sebuah konstanta atau lebih konstanta sembarang) yang memuat solusi, dan kemungkinan titik-titik diskontinu dari solusi dapat dialokasikan titik-titik doskontinu dari koefisien-koefisien. Akan tetapi, dalam kasus tak linier tidak terdapat formulasi yang bersesuaian. Sehingga lebih sulit untuk menyatakan sifat-sifat umum dari solusinya. Maka pada aturan kali ini, yaitu syarat batas didefinisikan sebagai berikut:



Masalah nilai batas dua tititk untuk persamaan differesial F(x, f(x), f’(x), …, fn(x)) = 0 adalah mencari f(x) yang memenuhi persamaan differensial tersebut dan memenuhi salah satu dari: a) 𝑓(π‘Ž) = 𝐴, 𝑓(𝑏) = 𝐡



Jenis pertama



b) 𝑓′(π‘Ž) = 𝐴, 𝑓′(𝑏) = 𝐡



Jenis kedua



c) 𝑓′(π‘Ž) = 𝐴, 𝑓(𝑏) = 𝐡



Jenis campuran



Tentukan solusi khusus masalah nilai batas berikut jika ada: πœ‹



a) 𝑦" + 𝑦 = π‘₯;



y(0) = 2 dan 𝑦 ( 2 ) = 1



b) 𝑦" + 𝑦 = π‘₯;



y(0) = 2 dan 𝑦(πœ‹) = 1



c) 𝑦" + 𝑦 = π‘₯;



y(0) = 2 dan 𝑦(πœ‹) = πœ‹ βˆ’ 2



Solusi: Untuk mendapatkan solusi umum persamaan differensial dari 𝑦" + 𝑦 = π‘₯ adalah dengan y = yp + yc. Dengan akarnya adalah imaginer, yaitu Β±1, maka solusi umumnya adalah y(x) = ⏟ 𝐴 π‘π‘œπ‘  π‘₯ + 𝐡 𝑠𝑖𝑛 π‘₯ + ⏟ π‘₯. 𝑦𝑐



𝑦𝑝



πœ‹



a) Mempunyai solusi tunggal, yaitu: y(x) = 2 π‘π‘œπ‘  π‘₯ + (1 βˆ’ 2 ) 𝑠𝑖𝑛 π‘₯ + π‘₯ b) Tidak mempunyai solusi c) Tak berhingga banyaknya solusi Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



4



Dalam soal 1-9, periksalah apakah solusi dibawah ini adalah solusi yang bersesuaian. 1. 𝑦" βˆ’ 𝑦 = 0;



y1(t) = et,



2. 𝑦" + 9𝑦 = 0;



y1(x) = sin 3x, y2(x) = cos 3x



3. 𝑦" βˆ’ 5𝑦′ + 6𝑦 = 0;



y1(x) = e2x,



y2(x) = e3x



4. 𝑦" + 𝑦 = 0;



y1(x) = sin x,



y2(x) = cos x



5. 𝑦" βˆ’ 𝑦′ βˆ’ 12𝑦 = 0;



y1(x) = e-3x,



y2(x) = e4x



6. 𝑦" + 2𝑦′ βˆ’ 3𝑦 = 0;



y1(x) = e-3x,



y2(x) = ex



7. 𝑦" + 𝑦 = sec 𝑑



0 < 𝑑 < 2;



y = (cos t) In cos t + t sin t



8. 𝑦 β€²β€²β€²β€² + 4𝑦 β€²β€²β€² + 3𝑦 = 𝑑



y1(t) = t/3,



y2(t) = e-t + t/3



9. 𝑑𝑦 β€² βˆ’ 𝑦 = 𝑑 2 ;



y = 3t + t2



πœ‹



y2(t) = cosh



Dalam soal 10-20, carilah solusi khusus masalah nilai awal berikut. 10. y'' - 4y' = 0,



di mana : y(0) = -1 dan y(πœ‹) = 0



11. y'' + y' = x,



di mana : y'(0) = 0 dan 𝑦 ( 2 ) = 2



12. y'' + y' = 0,



di mana : y'(0) = 0 dan 𝑦 ( 2 ) = 0



13. y'' – 4y' + 13y = 0,



di mana : y(0) = 1 dan y'(0) = 0



14. y'' – 4y' + 7y = 0,



di mana : y(0) = -1 dan y'(0) = 0



15. y'' + y' – 2y = 2x,



di mana : y(0) = 1 dan y'(0) = 2



16. y'' + y' = sin x,



di mana : y(0) = 1 dan y'(0) = 0



17. y'' - 5y' + 6y = 𝑒 π‘₯ (2π‘₯ βˆ’ 3),



di mana : y(0) = 1 dan y'(0) = 3



18. y'' + 16y = 5sin x,



di mana : y(0) = 0 dan y'(0) = 0



19.



𝑑2 𝑦 𝑑π‘₯ 2



+ 4y = 0,



20. 𝑦′′ - y' + y = 0,



πœ‹



πœ‹



πœ‹



di mana : y(0) = 1 dan y'(0) = -1 di mana : y(0) = 1 dan y'(0) = 0



Untuk soal 21-24, carilah solusi khusus masalah nilai batas berikut, jika ada: 21. y'' - 10y' + 25y = 0,



di mana : y(0) = 1 dan y(1) = 0.



22. y'' - 4y' = 0,



di mana : y(0) = -1 dan y(πœ‹) = 0.



23. y'' + y' = x,



di mana : y'(0) = 0 dan 𝑦 ( 2 ) = 2 .



24. y'' + y' = 0,



di mana : y'(0) = 0 dan 𝑦 ( ) = 0



πœ‹



πœ‹



πœ‹ 2



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



5



1.2.2 Ulasan Bab Selesaikan MNB dalam ulasan bab 1-4. 1. 𝑦" + 16𝑦 = 32π‘₯;



dimana 𝑦(0) = 0 dan 𝑦′(πœ‹) = 1



2. 𝑦" + 16𝑦 = 32π‘₯;



dimana 𝑦(0) = 0 dan 𝑦′(πœ‹) = 2πœ‹



3. 𝑦" + 16𝑦 = 32π‘₯;



dimana 𝑦(0) = 0 dan 𝑦′ ( 8 ) = 0



4. 𝑦" + 16𝑦 = 32π‘₯;



dimana 𝑦(0) βˆ’ 𝑦 β€² (0) = 1 dan 𝑦′(πœ‹) = 0



πœ‹



5. Syarat-syarat apa yang harus dipenuhi oleh A dan B agar MNB: 𝑦" + 16𝑦 = 32π‘₯,



0≀π‘₯β‰€πœ‹



𝑦(0) = 𝐴,



𝑦(πœ‹) = 𝐡



Mempunyai tepat satu penyelesaian, tidak mempunyai penyelesaian, mempunyai tak terhingga penyelesaian? 6. Buktikan bahwa MNB: 𝑦" + 16𝑦 = 32π‘₯,



0≀π‘₯β‰€πœ‹



𝑦(0) = 𝐴,



𝑦′(πœ‹) = 𝐡



6



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



BAB II Solusi Deret Pangkat Pada Persamaan Differensial Linier Orde Dua



2.1 Pendahuluan Di sini akan dibicarakan suatu metode untuk menyelesaikan persamaan differensial orde dua dengan koefisien variable dengan menggunakan deret tak terhingga. Cara ini disebut metode penyelesaian dengan deret. Di sini kita pusatkan perhatian kita pada deret sebagai penyelesaian persamaan differensial orde dua dengan koefisien variable. Persamaan differensial linier orde dua sering muncul dalam matematika terapan, terutama dalam proses penyelesaian beberapa persamaan differensial parsial yang kuno dalam fisika matematika.



2.1.1 Tujuan Instruksional Umum Kegiatan ini bertujuan untuk dapat menyelesaikan persamaan differensial orde dua koefisien variable dengan menggunakan deret pangkat.



2.1.2 Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari materi berkaitan tentang Solusi Deret Pangkat Pada Persamaan Differensial Linier Orde Dua, diharapkan dapat memahami dan mengetahui: 1. Deret Kuasa Dan Fungsi Analitik 2. Titik Biasa Dan Titik Singular 3. Deret Kuasa Sebagai Penyelesaian di Sekitar Titik Biasa 4. Deret Kuasa Sebagai Penyelesaian di Sekitar Titik Singular yang Reguler 5. Metode Probenius 7



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



2.2 Penyajian Teori



2.2.1 Deret Kuasa Dan Fungsi Analitik



Suatu deret deengan bentuk: π‘Ž0 + π‘Ž1 (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )2 + β‹― + π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 + β‹― Disebut deret kuasa dalam bentuk kuasa dari (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 ) dan dinyatakan oleh: ∞



βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 … … … … … … … … … … . (1) 𝑛=0



Bilangan-bilangan π‘Ž0 , π‘Ž1 , π‘Ž2 , … , π‘Žπ‘› disebut koefisien dari deret kuasa itu, dan titik x0 disebut pusat dari deret kuasa itu. Kita katakan bahwa persamaan di atas adalah deret kuasa di sekitar titik x0. Kita katakan bahwa suatu deret kuasa (1) konvergen pada sebuah titik tertentu x1, jika ada. Jika limit tidak ada, deret tersebut dikatakan divergen pada titik x1. 𝑁



lim βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛



π‘›β†’βˆž



𝑛=0



Jika diketahui deret (1), maka penting mencari semua titik x yang mengakibatkan deret itu konvergen. Untuk mecari ini, kita hitung jari-jari kekonvergenan dari deret kuasa itu. Istilah ini dinyatakan oleh R dan diberikan oleh rumus: 𝑅=



1 𝑛



lim √|π‘Žπ‘› |



… … … … … … … … … … (2)



π‘›β†’βˆž



atau 𝑅 = lim | π‘›β†’βˆž



π‘Žπ‘› | … … … … . . … . … … … (3) π‘Žπ‘› + 1



asalkan limit dalam (2) dan (3) ada. Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



8



Jika R = 0, deret (1) hanya konvergen pada pusatnya, x = x0. Jika R = +∞, deret (1) konvergen untuk semua x. Akhirnya, jika 0 < π‘₯ ∞ deret konvergen di dalam selang |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅, yaitu untuk: βˆ’π‘… + π‘₯0 < π‘₯𝑅 + π‘₯0 … … … … … . (4) Dapat divergen untuk |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | > 𝑅. Selang (4), atau seluruh garis real jika R = ∞, disebut selang kekonvergenan dari deret (1).



Tentukan selang kekonvergenan dari tiap-tiap deret kuasa berikut: ∞



∞ 𝑛 𝑛



∞ 𝑛 (π‘₯



(π‘Ž) βˆ‘ 𝑛 π‘₯



(𝑏) βˆ‘(βˆ’1)



𝑛→1



𝑛→0



𝑛



βˆ’ 1)



(𝑐) βˆ‘ 𝑛→0



π‘₯𝑛 𝑛!



Solusi: (π‘Ž) Di sini an = nn dan dari rumus (2), 𝑅=



1 𝑛



lim √|π‘Žπ‘› |



π‘›β†’βˆž



1 =0 lim 𝑛



=



π‘›β†’βˆž



Jadi, deret tersebut konvergen hanya untuk x = 0 dan divergen untuk nilai x lainnya.



(𝑏) Di sini an = (-1)n dan dari rumus (2), 𝑅=



1 𝑛



lim √|(βˆ’1)𝑛 |



=



1 =1 lim 1



π‘›β†’βˆž



π‘›β†’βˆž



Jadi, deret (b) konvergen untuk semua x di dakam selang |π‘₯ βˆ’ 1| < 1 yaitu, βˆ’1 < π‘₯ βˆ’ 1 < 1 atau 0 < π‘₯ < 2. Deret itu divergen |π‘₯ βˆ’ 1| > 1, yaitu π‘₯ < 0 atau π‘₯ > 0. Untuk |π‘₯ βˆ’ 1| = 1, yaitu x = 0 atau x = 2, kita dapat melihat langsung bahwa deret itu menjadi: ∞



9



∞



βˆ‘(βˆ’1)𝑛 (Β±1)𝑛 = βˆ‘ (Β±1)𝑛 , 𝑛→0



𝑛→0



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Dan kedua deret itu divergen.



(𝑐) Di sini an =



𝑅 = lim | π‘›β†’βˆž



1 𝑛!



. Akan lebih tepat bila kita gunakan rumus (3). Jadi,



1/𝑛! | = lim (𝑛 + 1) = ∞ . π‘›β†’βˆž 1/(𝑛 + 1)!



Jadi, deret konvergen untuk semua x.



Jika R merupakan jari-jari kekonvergenan dari deret kuasa: 𝑁



βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 𝑛=0



maka untuk setiap x di dalam selang kekonvergenan |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅, jumlah deret itu ada dan menentukan sebuah fungsi, 𝑁



𝑓(π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 ; π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅 … … … … … … … … … … … (5) 𝑛=0



Fungsi f(x) yang ditentukan oleh deret kuasa (5) kontinu dan mempunyai turunan dari semua orde. Selanjutnya, turunan 𝑓 β€² (π‘₯), 𝑓"(π‘₯), … dari fungsi f(x) dapat dicari dengan menurunkan deret (5) suku demi suku. Jadi, ∞



𝑓



β€² (π‘₯)



= βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )π‘›βˆ’1 𝑛=1 ∞



𝑓



β€² (π‘₯)



= βˆ‘(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )π‘›βˆ’2 𝑛=2



dan seterusnya. Akhirnya, deret-deret untuk 𝑓 β€² (π‘₯), 𝑓"(π‘₯), … mempunyai jari-jari kekonvergenan R yang sama dengan jari-jari kekonvergenan deret (5) yang semula. Dalam proses pencarian deret kuasa persamaan differensial, sebagai tambahan dari pengambilan turunan deret kuasa, kita dapat menambahkan, mengurangkan, mengalikan, dan Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



10



menyamakan dua atau lebih deret kuasa. Operasi ini dilakukan dalam cara yang mirip dengan operasi polinom. Batasan tambahan untuk deret kuasa adalah bahwa semua operasi itu dilakukan di dalam selang kekonvergenan yang berlaku untuk semua deret. Sebagai contoh, ∞



∞



(π‘Ž) βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0



)𝑛



∞



+ βˆ‘ 𝑏𝑛 (π‘₯ βˆ’ π‘₯0



𝑛=0



)𝑛



= βˆ‘(π‘Žπ‘› + 𝑏𝑛 )(π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛



𝑛=0



∞



𝑛=0



∞



(𝑏) βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0



)𝑛



∞



βˆ’ βˆ‘ 𝑏𝑛 (π‘₯ βˆ’ π‘₯0



𝑛=0



)𝑛



= βˆ‘(π‘Žπ‘› βˆ’ 𝑏𝑛 )(π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛



𝑛=0



𝑛=0



∞



(𝑐) π‘Ž(π‘₯ βˆ’ π‘₯0



)π‘˜



∞



βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0



)𝑛



= βˆ‘ π‘Žπ‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )π‘˜+𝑛



𝑛=0



𝑛=0



∞



∞



(𝑑) βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0



)𝑛



= βˆ‘ 𝑏𝑛 (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛



𝑛=0



𝑛=0



Untuk semua x di dalam selang |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅, maka: π‘Žπ‘› = 𝑏𝑛 untuk n = 0, 1, 2, … Selanjutnya adalah kita dapat merubah indeks dari suatu deret tanpa merubah jumlah deret tersebut, misalnya: ∞



βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 𝑛=0



Lalu ketika kita akan merubah indeks n ke setiap bilangan k, maka: ∞



βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 𝑛=0



∞



)𝑛



= βˆ‘ π‘Žπ‘›+π‘˜ (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛+π‘˜ … … … … … … … … … … (6) 𝑛=π‘˜



Yang berlaku untuk setiap bilangan k. Cara termudah untuk membuktikan (6) adalah menuliskan kedua deret itu suku demi suku.



11



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Suatu fungsi f dikatakan analitik pada titik x0, jika fungsi ini dapat ditulis sebagai suatu deret kuasa: ∞



𝑓(π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘ π‘’π‘Žπ‘‘π‘’ π‘—π‘Žπ‘Ÿπ‘– βˆ’ π‘—π‘Žπ‘Ÿπ‘– π‘˜π‘’π‘˜π‘œπ‘›π‘£π‘’π‘Ÿπ‘”π‘’π‘›π‘Žπ‘› π‘π‘œπ‘ π‘–π‘‘π‘–π‘“ … … … … . . . (7) 𝑛=0



Di dalam selang kekonvergenannya, deret kuasa (7) dapat diturunkan suku demi suku. Dengan menghitung 𝑓(π‘₯), 𝑓 β€² (π‘₯), 𝑓"(π‘₯), … pada titik x0 kita peroleh: 𝑓(π‘₯0 ) = π‘Ž0 , 𝑓 β€² (π‘₯0 ) = π‘Ž1 , 𝑓 " (π‘₯0 ) = 2π‘Ž2 , …dan secara umum 𝑓 (𝑛) (π‘₯0 ) = 𝑛! π‘Žπ‘› untuk n = 0, 1, 2, 3, … . Jadi, 𝑓 (𝑛) (π‘₯0 ) π‘Žπ‘› = 𝑛! Dan deret kuasa (7) menjadi uraian deret Taylor, ∞



𝑓(π‘₯) = βˆ‘ 𝑛=0



𝑓 (𝑛) (π‘₯0 ) (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 … … … … … … … … … … … … (8) 𝑛!



Dari fungsi f dan x0. Jadi, suatu fungsi f pada sebuah titik x0, jika uraian fungsi itu menjadi deret Taylor (8) di sekitar titik x0 ada dan mempunyai jari-jari kekonvergenan yang positif.



Fungsi 3x2 – 7x + 6 analitik pada setiap titik, sedangkan fungsi



π‘₯ 2 βˆ’5π‘₯+7 π‘₯(π‘₯ 2 βˆ’9)



analitik pada setiap titik,



kecuali pada titik x = {βˆ’3,0,3}. Juga, fungsi ex, sin x, dan cos x analitik pada setiap titik, seperti pada kita lihat uraian deret Taylor fungsi-fungsi itu.



12



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Tentukan jari-jari kekonvergenan deret kuasa dalam soal 1-6. ∞



1. βˆ‘ 3𝑛 (π‘₯ βˆ’ 1)𝑛 𝑛=0 ∞



2. βˆ‘ 3𝑛 π‘₯ 𝑛 𝑛=0 ∞



3. βˆ‘ 𝑛=0 ∞



4. βˆ‘ 𝑛=0 ∞



5. βˆ‘ 𝑛=0 ∞



6. βˆ‘ 𝑛=0



π‘₯𝑛 𝑛! (π‘₯ + 1)𝑛 𝑛+1 (βˆ’1)𝑛 2𝑛 π‘₯ (2𝑛)! π‘₯𝑛 5.7 … (2𝑛 + 3)



7. Hitung turunan pertama dan kedua dari deret dalam soal 1-6, cari juga jari-jari kekonvergenan deretderet yang dihasilkan. ∞



8. Jika 𝑦(π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 , buktikan bahwa: 𝑛=0 ∞



𝑦" βˆ’ π‘₯𝑦 = 2π‘Ž2 + βˆ‘[𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› βˆ’ π‘Žπ‘›βˆ’3 ]π‘₯ π‘›βˆ’2 𝑛=3 ∞



9. Jika 𝑦(π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 , buktikan bahwa: 𝑛=0 ∞



(1 βˆ’ π‘₯)𝑦" βˆ’ 𝑦′ + π‘₯𝑦 = (2π‘Ž2 βˆ’ π‘Ž1 ) + βˆ‘[(𝑛 + 1)π‘›π‘Žπ‘›+1 βˆ’ 𝑛2 π‘Žπ‘› + π‘Žπ‘›βˆ’2 ]π‘₯ π‘›βˆ’1 𝑛=2



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



13



∞



10. Jika 𝑦(π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1)𝑛 merupakan penyelesaian persamaan differensia𝑙 𝑦 β€² = 3𝑦, 𝑛=0



Buktikan dan carilah penyelesaiannya dari: π‘Žπ‘›+1 =



3 π‘Ž 𝑛+1 𝑛 ∞



11. Cari jari βˆ’ jari kekonvergenan deret βˆ‘ 𝑛=0



𝑛 = 0, 1, 2, …



π‘₯ 2𝑛+1 2𝑛



Buktikan bahwa fungsi-fungsi dalam soal 12-19 adalah fungsi analitik pada titik π‘₯0 yang ditunjukkan dengan menghitung uraian deret Taylor di sekitar titik π‘₯0 dan cari jari-jari kekonvergenan deret tersebut. 12. sin(π‘₯), π‘₯0 = πœ‹ 13. π‘₯ 2 βˆ’ 1, π‘₯0 = βˆ’2 14. cos(π‘₯), π‘₯0 = 0 15. 𝑒 π‘₯ , π‘₯0 = 1 16.



1 ,π‘₯ = 0 1 βˆ’ π‘₯2 0



17.



1 ,π‘₯ = 1 π‘₯+3 0



18.



1 ,π‘₯ = 0 π‘₯+3 0



19.



1 , π‘₯ = βˆ’3 π‘₯ 0



14



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



2.2.2 Titik Biasa Dan Titik Singular



Perhatikan suatu persamaan differensial orde dua dengan koefisien variable dari bentuk: π‘Ž2 (π‘₯)𝑦" + π‘Ž1 (π‘₯)𝑦′ + π‘Ž0 (π‘₯)𝑦 = 0 … … … … … … … … … … … (1) Di dalam bagian berikut, kita akan mencari deret sebagai penyelesaian persamaan differensial (1) dalam kuasa dari (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 ) di mana x0 suatu bilangan riil. Akan kita lihat bahwa bentuk penyelesaian akan sangat tergantung pada macam titik x0 terhadap persamaan differensial tersebut. Sebuah titik x0 dapat merupakan titik biasa atau titik singular, menurut definisi berikut:



Sebuah titik x0 disebut titik biasa dari persamaan differensial (1) jika kedua fungsi, π‘Ž1 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯)



dan



π‘Ž0 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯)



Analitik pada titik x0. Jika paling sedikit satu fungsi dari (2) tidak analitik pada titik x0, maka disebut sebuah titik singular dari persamaan differensial (1).



Sebagian besar persamaan differensial bentuk (1) yang muncul dalam penerapan, mempunyai koefisien-koefisien π‘Ž2 (π‘₯), π‘Ž1 (π‘₯), dan π‘Ž0 (π‘₯), berbentuk polinom. Sesudah menghapuskan factor bersama (sekutu), fungsi rasional π‘Ž1 (π‘₯)/π‘Ž2 (π‘₯) dan π‘Ž0 (π‘₯)/π‘Ž2 (π‘₯) analitik pada setiap titik kecuali pada titik yang menghilangkan penyebut. Titik-titik yang menghilangkan penyebut adalah titik-titik singular dari persamaan differensial itu, dan semua bilangan riil lainnya adalah titik biasa. Dalam hubungan dengan teori mengenai penyelesaian deret adalah penting untuk mengelompokkan titik singular dari suatu persamaan differensial ke dalam dua kategori menurut definisi 2.2.2.2. 15



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Sebuah titik x0 disebut titik singular yang regular dari persamaan differensial (1) jika titik ini adalah sebuah titik singular atau jika paling sedikit satu fungsi dalam (2) tidak analitik pada x0 atau dan kedua fungsi, (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )



π‘Ž1 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯)



dan (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )2



π‘Ž0 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯)



…………………..(3)



Analitik pada titik x0. Jika paling sedikit satu fungsi dalam (3) tidak analitik pada x0, maka x0 disebut titik singular tak regular dari persamaan differensial (1).



Carilah titik-titik biasa, titik-titik singular yang regular, titik-titik singular takreguler dari persamaan differensial berikut: (π‘₯ 4 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" + (2π‘₯ + 1)𝑦′ + π‘₯ 2 (π‘₯ + 1)𝑦 = 0 … … … … … … … … . . (4) Solusi: π‘Ž2 (π‘₯) = π‘₯ 4 βˆ’ π‘₯ 2 ; π‘Ž1 (π‘₯) = 2π‘₯ + 1 ; dan π‘Ž0 (π‘₯) = π‘₯ 2 (π‘₯ + 1) dengan demikian bahwa: ο‚· ο‚·



π‘Ž1 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯) π‘Ž0 (π‘₯) π‘Ž2



=



= (π‘₯)



2π‘₯+1 π‘₯ 4 βˆ’π‘₯ 2 π‘₯2 (π‘₯+1) π‘₯4 βˆ’π‘₯2



= =



2π‘₯+1 π‘₯ 2 (π‘₯+1)(π‘₯βˆ’1) 1 π‘₯βˆ’1



……………..(5)



...……………………..(5)



Dari kedua persamaan di atas terlihat bahwa setiap bilangan riil, kecuali -1, 0, dan 1 adalah titik biasa dari persamaan differensial (π‘₯ 4 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" + (2π‘₯ + 1)𝑦′ + π‘₯ 2 (π‘₯ + 1)𝑦 = 0 . Untuk melihat mana dari titik singular -1, 0, dan 1 yang merupakan titik singular yang regular dan mana yang singular takreguler dari persamaan differensial (π‘₯ 4 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" + (2π‘₯ + 1)𝑦′ + π‘₯ 2 (π‘₯ + 1)𝑦 = 0 , kita perlu memeriksa kedua fungsi dalam (3). Untuk x0 = 0, kedua fungsi dalam (3) menjadi: ο‚·



(π‘₯)



2π‘₯+1 π‘₯ 4 βˆ’π‘₯ 2



=



2π‘₯+1 π‘₯(π‘₯+1)(π‘₯βˆ’1)



dan,



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



16



ο‚·



(π‘₯ 2 )



π‘₯2 (π‘₯+1) π‘₯4 βˆ’π‘₯2



=



π‘₯2 π‘₯βˆ’1



Pernyataan pertama dari (5) tidak analitik pada x = 0, jadi kita simpulkan bahwa titik x0 = 0, adalah sebuah titik singular tak regular untuk persamaan differensial (4). Untuk x0 = 1, kedua fungsi dalam (3) menjadi: 2π‘₯+1



ο‚·



(x – 1)



ο‚·



(x – 1)2



π‘₯ 4 βˆ’π‘₯ 2



=



π‘₯ 2 (π‘₯+1) π‘₯ 4 βˆ’π‘₯ 2



2π‘₯+1 π‘₯ 2 (π‘₯+1)



=x–1



Dan karena kedua fungsi itu analitik pada x = 1, kita simpulkan bahwa titik x0 = 1 adalah sebuah titik singular yang regular untuk persamaan differensial (4). Akhirnya, untuk x0 = -1, kedua fungsi dalam (3) menjadi: 2π‘₯+1



ο‚·



(x + 1)



ο‚·



(x + 1)2



π‘₯ 4 βˆ’π‘₯ 2



=



2π‘₯+1 π‘₯ 2 (π‘₯+1)



(π‘₯+1)2 π‘₯βˆ’1



Dan karena kedua fungsi itu analitik pada x = -1 (penyebut tidak nol pada x = -1), kita simpulkan bahwa titik x0 = -1 adalah sebuah titik singular yang regular untuk persamaan differensial itu.



17



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Tentukan titik-titik singular yang regular, singular takreguler dari persamaan berikut. 1. π‘₯𝑦" βˆ’ (2π‘₯ + 1)𝑦′ + 𝑦 = 0



5. (π‘₯ βˆ’ 1)2 𝑦" βˆ’ (π‘₯ 2 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 𝑦 = 0



2. 𝑦" βˆ’ 2(π‘₯ βˆ’ 1)𝑦′ + 2𝑦 = 0



6. π‘₯ 2 𝑦" βˆ’ (π‘₯ + 2)𝑦 = 0



3. (1 βˆ’ π‘₯)𝑦" βˆ’ 𝑦′ + π‘₯𝑦 = 0



7. (π‘₯ βˆ’ 1)4 𝑦" βˆ’ π‘₯𝑦 = 0



4. 2π‘₯ 2 𝑦" βˆ’ (π‘₯ βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0



8. π‘₯ 3 (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" + (2π‘₯ βˆ’ 3)𝑦′ + π‘₯𝑦 = 0



Jawablah benar atau salah pernyataan soal 9-14 berikut. 9. Titik x0 = -1 merupakan titik singular yang regular untuk persamaan differensial (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" βˆ’ 2π‘₯𝑦′ + 12𝑦 = 0 10. Titik x0 = 0 merupakan titik biasa untuk persamaan differensial π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 2𝑦 = 0 11. Titik x0 = 0 merupakan titik singular untuk persamaan differensial (1 + π‘₯)𝑦" βˆ’ 2𝑦′ + π‘₯𝑦 = 0 12. Titik x0 = 0 merupakan titik singular tak regular untuk persamaan differensial π‘₯ 3 𝑦" βˆ’ (π‘₯ + 1)𝑦 = 0 13. Titik x0 = 3 merupakan titik biasa untuk persamaan differensial (π‘₯ + 3)𝑦" + π‘₯𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0 14. Titik x0 = -3 merupakan titik singular untuk persamaan differensial (π‘₯ + 3)𝑦" + π‘₯𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0



18



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



2.2.3 Deret Kuasa Sebagai Penyelesaian di Sekitar Titik Biasa Dalam bagian ini, kita tunjukkan bagaimana menyelesaikan sembarang persamaan differensial linier orde dua dengan koefisien variable yang berbentuk: π‘Ž2 (π‘₯)𝑦" + π‘Ž1 (π‘₯)𝑦′ + π‘Ž0 (π‘₯)𝑦 = 0 … … … … … … … … … … … (1) Dalam suatu selang di sekitar titik biasa x0. Titik x0 biasanya diatur oleh masalah khusus yang ada, yang mengharuskan kita untuk mencari penyelesaian persamaan differensial (1) yang memenuhi syarat awal berbentuk: 𝑦(π‘₯0 ) = 𝑦0 … … … … … … … … … (2) dan, 𝑦′(π‘₯0 ) = 𝑦1 … … … … … … … … … (3) Kita ingat kembali bahwa jika koefisien-koefisien π‘Ž2 (π‘₯), π‘Ž1 (π‘₯), dan π‘Ž0 (π‘₯) berbentuk polinom-polinom dalam x, maka sebuah titik x0 adalah titik biasa dari persamaan differensial (1) bila π‘Ž2 (π‘₯0 ) β‰  0 . Pada umumnya π‘₯0 adalah titik biasa dari persamaan differensial (1) jika fungsi-fungsi π‘Ž1 (π‘₯)/π‘Ž2 (π‘₯) dan π‘Ž0 (π‘₯)/π‘Ž2 (π‘₯) dapat diuraikan menjadi deret kuasa dalam bentuk: ∞



π‘Ž1 (π‘₯) = βˆ‘ 𝐴𝑛 (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 , π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅1 … … … … … … … … (4) π‘Ž2 (π‘₯) 𝑛=0



dan, ∞



π‘Ž0 (π‘₯) = βˆ‘ 𝐴𝑛 (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 , π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅2 … … … … … … … … (5) π‘Ž2 (π‘₯) 𝑛=0



Dengan jari-jari kekonvergenan 𝑅1 dan 𝑅2 yang positif. Fungsi (4) dan (5) khususnya kontinu di dalam selang |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅, di mana R bilangan terkecil diantara 𝑅1 dan 𝑅2 .



Jika x0 sebuah titik biasa dari persamaan differensial (1), maka penyelesaian umum persamaan differensial itu mempunyai suatu uraian deret kuasa di sekitar x0, ∞



𝑦(π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 … … … … … … … … … … … (6) 𝑛=0



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



19



Dengan jari-jari kekonvergenan yang positif. Secara lebih tepat, jika 𝑅1 dan 𝑅2 jari-jari kekonvergenan deret (4) dan (5), maka jari-jari kekonvergenan deret (6) sekurang-kurangnya sama dengan minimum dari 𝑅1 dan 𝑅2 . Koefisien an untuk n = 2, 3, … dari deret (6) dapat diperoleh dalam a0 dan a1 dengan mensubstitusikan deret (6) langsung ke dalam persamaan differensial (1) dan dengan menyamakan koefisien dari suku yang berpangkat sama. Akhirnya, jika (6) merupakan penyelesaian masalah nilai awal (1) – (3), maka a0 = y0 dan a1 = y1.



Carilah solusi umum persamaan differensial dari: 𝑦" βˆ’ 2(π‘₯ βˆ’ 1)𝑦′ + 2𝑦 = 0………………….(7) di sekitar titik biasa π‘₯0 = 1! Solusi: Menurut Teorema 1, solusi umum persamaan differensial di atas mempunyai uraian deret kuasa di sekitar π‘₯0 = 1. Sehingga: ∞



𝑦(π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1)𝑛 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (8) 𝑛=0



Dengan jari-jari kekonvergenan positif. Untuk mencari batas bawah jari-jari kekonvergenan dari deret (8), kita memerlukan jari-jari kekonvergenan 𝑅1 dan 𝑅2 dari uraian fungsi:



π‘Ž1 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯)



dan



π‘Ž0 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯)



menjadi deret kuasa.. Di sini: π‘Ž2 (π‘₯) = 1, π‘Ž1 (π‘₯) = βˆ’2(π‘₯ βˆ’ 1), dan π‘Ž0 (π‘₯) = 2. Jadi, ο‚· ο‚·



π‘Ž1 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯) π‘Ž0 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯)



= -2(x – 1) dan, =2



Karena itu, 𝑅1 dan 𝑅2 = ∞. Jadi, jari-jari kekonvergenan deret (8) juga sama dengan ∞. Ini berarti, penyelesaian (8) akan konvergen untuk semua x. Koefisien dari deret (8) dapat dicari dengan langsung mensubstitusikan deret itu ke dalam persamaan differensial yang diketahui. Karena (8) merupakan penyelesaian dari persamaan differensial orde dua (7), maka akan memuat dua konstanta



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



20



sembarang. Jelaslah, koefisien π‘Ž0 dan π‘Ž1 akan tetap tak ditentukan, sedang konstanta π‘Ž2 , π‘Ž3 , … akan ditanyakan dalam π‘Ž0 dan π‘Ž1 . Dengan menurunkan (8) suku demi suku akan kita peroleh: ∞



𝑦′(π‘₯) = βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1)π‘›βˆ’1 𝑛=1



dan, ∞



𝑦"(π‘₯) = βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1)π‘›βˆ’2 𝑛=2



Sekarang kita akan substitusikan 𝑦(π‘₯), 𝑦′(π‘₯), dan 𝑦"(π‘₯) ke dalam persamaan differensial (7). Maka akan ditulis sebagai berikut: 𝑦" βˆ’ 2(π‘₯ βˆ’ 1)𝑦′ + 2𝑦 = 0 ∞



∞ π‘›βˆ’2



βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1)



∞ π‘›βˆ’1



βˆ’ 2(π‘₯ βˆ’ 1) βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1)



𝑛=2



+ 2 βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1)𝑛 = 0



𝑛=1



∞



𝑛=0



∞



∞



𝑛



βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 (π‘₯ βˆ’ 1) βˆ’ 2 βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1) + 2 βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1)𝑛 = 0 𝑛=0



𝑛



𝑛=1 ∞



𝑛=0 ∞



∞



𝑛



[2π‘Ž2 + βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 (π‘₯ βˆ’ 1) ] βˆ’ 2 βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1) + [2π‘Ž0 + 2 βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1)𝑛 ] = 0 𝑛=1



𝑛



𝑛=1 ∞



𝑛=1 ∞



𝑛



∞



(2π‘Ž2 + 2π‘Ž0 ) + βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 (π‘₯ βˆ’ 1) βˆ’ 2 βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1) + 2 βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1)𝑛 = 0 𝑛=1



𝑛



𝑛=1



𝑛=1



∞



(2π‘Ž2 + 2π‘Ž0 ) + βˆ‘[(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 βˆ’ 2π‘›π‘Žπ‘› + 2π‘Žπ‘› ] (π‘₯ βˆ’ 1)𝑛 = 0 𝑛=1



Ruas kiri dari persamaan ini merupakan deret kuasa yang identic nol. Jadi, semua koefisien harus nol. Ini berarti, ο‚·



2π‘Ž2 + 2π‘Ž0 = 0 … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … (9)



ο‚·



(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 βˆ’ 2π‘›π‘Žπ‘› + 2π‘Žπ‘› = 0 … … … … … … … … (10) Untuk n = 1, 2, …



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



21



Syarat (10) disebut rumus rekursif sebab ini memungkinkan π‘Žπ‘›+2 untuk dihitung jika π‘Žπ‘› diketahui. Dengan menggunakan persamaan (9) dan rumus rekursif (10), kita dapat menyatakan koefisien-koefisien π‘Ž2 , π‘Ž3 , ……….. dari deret kuasa itu dalam koefisien π‘Ž0 dan π‘Ž1 . Jelaslah dari (9) kita dapatkan: ο‚·



π‘Ž2 = βˆ’π‘Ž0 … … … … … … … … … … … … … … … … (11)



dan dari (10) kita peroleh, ο‚·



π‘Žπ‘›+2 =



2(π‘›βˆ’1)



π‘Ž untuk n = 1, 2, … (𝑛+2)(𝑛+1) 𝑛



………………………….(12)



Dari persamaan (12) kita peroleh: ο‚·



π‘Ž3 = 0,



π‘Ž4 =



ο‚·



π‘Ž5 = 0,



π‘Ž6 =



ο‚·



π‘Ž7 = 0,



π‘Ž8 =



2 4.3 2.3 6.5 2.5 8.7



π‘Ž2 = βˆ’



2 22 π‘Ž0 = βˆ’ π‘Ž0 4.3 4!



π‘Ž4 = βˆ’



22 .3 23 .3 π‘Ž0 = βˆ’ π‘Ž 6.5.4.3 6! 0 22 .5.3



π‘Ž6 = βˆ’ 8.7.6.5.4.3 π‘Ž0 = βˆ’



24 .5.3.1 π‘Ž0 8!



______________________________________________________ Jadi, ο‚·



π‘Ž2𝑛+1 = 0, n = 1, 2, …



Dan, ο‚·



π‘Ž2𝑛 =



2𝑛 .1.3.5…(2π‘›βˆ’3) (2𝑛)!



π‘Ž0 , n = 2, 3, …



Jadi, solusi umum persamaan differensial (7) berbentuk: ο‚·



𝑦(π‘₯) = π‘Ž0 + π‘Ž1 (π‘₯ βˆ’ 1) + π‘Ž2 (π‘₯ βˆ’ 1)2 + π‘Ž4 (π‘₯ βˆ’ 1)4 + π‘Ž6 (π‘₯ βˆ’ 1)6 + β‹―



ο‚·



𝑦(π‘₯) = π‘Ž1 (π‘₯ βˆ’ 1) + π‘Ž0 [1 βˆ’ (π‘₯ βˆ’ 1)2 βˆ’



22 (π‘₯ 4!



βˆ’ 1)4 βˆ’



23 .3 (π‘₯ 6!



βˆ’ 1)6 βˆ’ β‹― ]



Catatan: Seperti yang kita duga, solusi umum itu memuat dua konstan sembarang π‘Ž0 dan π‘Ž1 . Karena itu 22



fungsi-fungsi x – 1 dan 1 βˆ’ (π‘₯ βˆ’ 1)2 βˆ’ 4! (π‘₯ βˆ’ 1)4 βˆ’



23 .3 (π‘₯ 6!



βˆ’ 1)6 βˆ’ β‹― merupakan dua solusi bebas



linier dari persamaan (7).



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



22



Selesaikan persamaan differensial berikut dengan masalah nilai awal: (1 βˆ’ π‘₯)𝑦" βˆ’ 𝑦′ + π‘₯𝑦 = 0 … … … … . . … … (13) 𝑦(0) = 1 … … … … … … … … … … … … … … (14) 𝑦′(0) = 1 … … … … … … . … … … … … … . … (15) Solusi: Karena syarat awal diberikan pada titik 0, kita tarik pada suatu solusi MNA (13)-(15) di sekitar x0 = 0. Satu-satunya titik singular dari persamaan differensial (13) adalah x = 1, dan dengan demikian titik x = 0 adalah titik biasa. Jadi, MNA (13)-(15) mempunyai penyelesaian tunggal dalam bentuk: ∞



𝑦(π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 … … … … … … … … … … (16) 𝑛=0



Jika pada saat ini kita ingin mencari perkiraan bahwa jari-jari kekonvergenan deret kuasa (16), kita harus menghitung jari-jari kekonvergenan uraian deret kuasa dari fungsi-fungsi



π‘Ž1 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯)



dan



π‘Ž0 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯)



.



Perhatikan bahwa: ∞



π‘Ž1 (π‘₯) 1 = = βˆ‘ π‘₯𝑛, π‘Ž2 (π‘₯) 1 βˆ’ π‘₯



|π‘₯| < 1



𝑛=0



dan, ∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



π‘Ž0 (π‘₯) 1 = = π‘₯ βˆ‘ π‘₯ 𝑛 = βˆ‘ π‘₯ 𝑛+1 , π‘Ž2 (π‘₯) 1 βˆ’ π‘₯



|π‘₯| < 1



Jadi, deret (16) konvergen paling sedikit untuk |π‘₯| < 1. Selanjutnya adalah mensubstitusikan (16) langsung ke dalam (13) dan menyamakan koefisiennya, maka diperoleh: 23



(1 βˆ’ π‘₯)𝑦" βˆ’ 𝑦′ + π‘₯𝑦 = 0



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



∞



∞



(1 βˆ’ π‘₯) βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› π‘₯



π‘›βˆ’2



∞



βˆ’ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› π‘₯



𝑛=2



π‘›βˆ’1



+ π‘₯ βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 = 0



𝑛=1



∞



𝑛=0 ∞



∞



𝑛



(1 βˆ’ π‘₯) βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 π‘₯ βˆ’ βˆ‘(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+1 π‘₯ + βˆ‘ π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ 𝑛 = 0 𝑛=0



𝑛



𝑛=0



∞



𝑛=1



∞



∞



𝑛



∞



𝑛



βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 π‘₯ βˆ’ π‘₯ βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 π‘₯ βˆ’ βˆ‘(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+1 π‘₯ + βˆ‘ π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ 𝑛 = 0 𝑛=0



𝑛



𝑛=0



∞



𝑛=0



∞



𝑛=1



∞



𝑛



∞



βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 π‘₯ βˆ’ βˆ‘(𝑛)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ βˆ’ βˆ‘(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+1 π‘₯ + βˆ‘ π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ 𝑛 = 0 𝑛=0



𝑛



𝑛=1



𝑛



𝑛=0



∞



𝑛=1



∞ 𝑛



βˆ‘[(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 π‘₯ βˆ’ (𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+1 π‘₯



𝑛]



+ βˆ‘[π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ 𝑛 βˆ’ (𝑛)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ 𝑛 ] = 0



𝑛=0



𝑛=1



∞



∞ 𝑛



βˆ‘[(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 βˆ’ (𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+1 ] π‘₯ + βˆ‘[π‘Žπ‘›βˆ’1 βˆ’ (𝑛)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 ]π‘₯ 𝑛 = 0 𝑛=0



𝑛=1



∞



∞



βˆ‘[(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 βˆ’ (𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+1 ] + βˆ‘[π‘Žπ‘›βˆ’1 βˆ’ (𝑛)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 ] = 0 𝑛=0



𝑛=1 ∞



∞



(2π‘Ž2 βˆ’ π‘Ž1 ) + βˆ‘[(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 βˆ’ (𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+1 ] + βˆ‘[π‘Žπ‘›βˆ’1 βˆ’ (𝑛)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 ] = 0 𝑛=1



𝑛=1



∞



(2π‘Ž2 βˆ’ π‘Ž1 ) + βˆ‘[(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 βˆ’ (𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+1 + π‘Žπ‘›βˆ’1 βˆ’ (𝑛)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 ] = 0 𝑛=1 ∞



(2π‘Ž2 βˆ’ π‘Ž1 ) + βˆ‘[(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 + π‘Žπ‘›βˆ’1 βˆ’ (𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+1 βˆ’ (𝑛)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 ] = 0 𝑛=1



Sehingga diperoleh: ο‚·



2π‘Ž2 βˆ’ π‘Ž1 = 0, dan



ο‚·



π‘Žπ‘›+1 =



𝑛2 π‘Žπ‘› βˆ’π‘Žπ‘›βˆ’2 (𝑛+1)𝑛



, n = 2, 3, ….



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



24



Dari syarat awal (14) kita peroleh π‘Ž0 = 1, dan dari (15) kita dapatkanπ‘Ž1 = 1. ο‚·



π‘Ž2 =



1 2!



, π‘Ž3 =



1 3!



, …, π‘Žπ‘› =



1 𝑛!



Jadi, solusi MNA (13)-(15) berbentuk: ∞



∞ 𝑛



𝑦(π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ = βˆ‘ 𝑛=0



𝑛=0



1 = 𝑒π‘₯ 𝑛!



Menurut Teorema 1, jari-jari kekonvergenan dari penyelesaian (17) paling kecil sama dengan 1. Tetapi, jari-jari kekonvergenan itu dapat lebih besar. Jelaslah, jari-jari kekonvergenan dari penyelesaian (17) sama dengan ∞. Catatan: Dalam contoh 2.2.3 A dan B kita dapat menghitung semua koefisien an dari solusi deret kuasa itu. Tetapi, ini adalah suatu keistimewaan sebab tidak selalu mungkin seperti itu. Tentu saja, kita selalu mempunyai rumus rekursif yang dapat kita gunakan untuk menghitung koefisien sebanyak mungkin penyelesaian deret kuasa seperti yang kita kehendaki. Pada umumnya, kita hitung koefisien an dari solusi deret kuasa cukup untuk memperoleh suatu β€œhampiran yang baik” pada solusi.



Hitunglah lima koefisien pertama dari penyelesaian: ∞



𝑦(π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 𝑛=0



Dari MNA: 𝑦" βˆ’ 2π‘₯ 2 𝑦′ + 8𝑦 = 0 … … … … … … … … … … (18) 𝑦(0) = 0 … … … … … … . . … … … … … … … … … (19) 𝑦 β€² (0) = 0 … … … … … … … . … … … … … … … … (20) Solusi:



25 ∞



∞



∞



Jika 𝑦(π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 , π‘šπ‘Žπ‘˜π‘Ž: 𝑦′(π‘₯) = βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› π‘₯ π‘›βˆ’1 . Sehingga: 𝑦"(π‘₯) = βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› π‘₯ π‘›βˆ’2 . 𝑛=0



𝑛=1



𝑛=2



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Substitusikan 𝑦(π‘₯), 𝑦′(π‘₯), dan 𝑦"(π‘₯) ke persamaan differensial (18). Sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut: 𝑦" βˆ’ 2π‘₯ 2 𝑦′ + 8𝑦 = 0 ∞



∞



βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› π‘₯



π‘›βˆ’2



∞



2



βˆ’ 2π‘₯ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› π‘₯



𝑛=2



π‘›βˆ’1



+ 8 βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 = 0



𝑛=1



∞



𝑛=0 ∞



∞



𝑛



βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 π‘₯ βˆ’ 2 βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛=0



𝑛+1



+ 8 βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 = 0



𝑛=1



∞



𝑛=0



∞



∞



𝑛



βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 π‘₯ βˆ’ 2 βˆ‘(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ + 8 βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 = 0 𝑛=0



𝑛



𝑛=2



∞



𝑛=0



∞ 𝑛



∞



βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 π‘₯ + 8 βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ βˆ’ 2 βˆ‘(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ 𝑛 = 0 𝑛=0



𝑛



𝑛=0



∞



𝑛=2 ∞



βˆ‘[(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 + 8π‘Žπ‘›



]π‘₯ 𝑛



𝑛=0



βˆ’ 2 βˆ‘(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ 𝑛 = 0 𝑛=2



∞



∞



2π‘Ž2 + 8π‘Ž0 + [6π‘Ž3 + 8π‘Ž1 ]π‘₯ + βˆ‘[(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 + 8π‘Žπ‘› 𝑛=2



]π‘₯ 𝑛



βˆ’ 2 βˆ‘(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ 𝑛 = 0 𝑛=2



∞



2π‘Ž2 + 8π‘Ž0 + [6π‘Ž3 + 8π‘Ž1 ]π‘₯ + βˆ‘[(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 + 8π‘Žπ‘› βˆ’ 2(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 ]π‘₯ 𝑛 = 0 𝑛=2



Sehingga diperoleh: ο‚·



2π‘Ž2 + 8π‘Ž0 = 0 dan 6π‘Ž3 + 8π‘Ž1 = 0



ο‚·



(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘›+2 + 8π‘Žπ‘› βˆ’ 2(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 = 0 untuk n = 2, 3, …



Dengan cara yang sama seperti contoh sebelumnya, maka diperoleh solusi umumnya yaitu: 𝑦(π‘₯) = π‘Ž0 + π‘Ž1 π‘₯ + π‘Ž2 π‘₯ 2 + π‘Ž3 π‘₯ 3 + π‘Ž4 π‘₯ 4 + β‹― 4 1 𝑦(π‘₯) = π‘₯ βˆ’ π‘₯ 3 + π‘₯ 4 + β‹― 3 6



26



Dalam contoh ini, koefisien dapat dihitung, namun bentuk umum koefisien an tidak dapat dirumuskan. Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Selesaikan MNA dalam soal 1-10, dengan menggunakan metode deret kuasa di sekitar titik awal x0. 1. 𝑦" βˆ’ 2𝑦′ + 4𝑦 = 0 2. (1 βˆ’ π‘₯



2 )𝑦"



di sekitar titik π‘₯0 = 0



βˆ’ 2π‘₯𝑦′ + 6𝑦 = 0



di sekitar titik π‘₯0 = 0



3. 𝑦" βˆ’ 2(π‘₯ + 2)𝑦′ + 4𝑦 = 0



di sekitar titik π‘₯0 = βˆ’2



4. (βˆ’π‘₯ 2 + 4π‘₯ βˆ’ 3)𝑦" βˆ’ 2(π‘₯ βˆ’ 2)𝑦′ + 6𝑦 = 0



disekitar titik π‘₯0 = 2



5. (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" βˆ’ π‘₯𝑦′ + 𝑦 = 0



disekitar titik π‘₯0 = 0



6. (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" βˆ’ π‘₯𝑦′ + 4𝑦 = 0



disekitar titik π‘₯0 = 0



7. 𝑦" βˆ’ 2π‘₯𝑦′ + 2𝑦 = 0



disekitar titik π‘₯0 = 0



8. 𝑦" βˆ’ 2(π‘₯ βˆ’ 1)𝑦′ + 2𝑦 = 0



di sekitar titik π‘₯0 = 0



9. (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" βˆ’ 2π‘₯𝑦′ + 2𝑦 = 0



disekitar titik π‘₯0 = 0



10. (π‘₯ 2 + 4π‘₯ + 3)𝑦" + 2(π‘₯ + 2)𝑦′ βˆ’ 2𝑦 = 0



disekitar titik π‘₯0 = βˆ’2



Dalam soal 11-20, hitung empat koefisien pertama dari penyelesaian deret kuasa di sekitar titik awal. 11. 𝑦" βˆ’ 2π‘₯𝑦′ + 2𝑦 = 0



di sekitar titik π‘₯0 = 0



12. 𝑦"(π‘₯ βˆ’ 1) + 𝑦′ + 2𝑦 = 0



di sekitar titik π‘₯0 = 0



13. (π‘₯ 2 + 2)𝑦" βˆ’ 3𝑦′ + (π‘₯ βˆ’ 1)𝑦 = 0



di sekitar titik π‘₯0 = 1



14. π‘₯𝑦" βˆ’ 2(π‘₯ + 1)𝑦′ + 2𝑦 = 0



di sekitar titik π‘₯0 = 3



15. 𝑦"(π‘₯ βˆ’ 1) βˆ’ π‘₯𝑦′ + 𝑦 = 0



di sekitar titik π‘₯0 = 0



16. 𝑦" βˆ’ 2π‘₯𝑦′ + 4𝑦 = 0



di sekitar titik π‘₯0 = 0



17. (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" βˆ’ 2π‘₯𝑦′ + 6𝑦 = 0



disekitar titik π‘₯0 = 0



18. (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" βˆ’ 2π‘₯𝑦′ + 2𝑦 = 0



disekitar titik π‘₯0 = 0



19. 𝑦"(π‘₯ βˆ’ 1) βˆ’ 𝑦′ + 2π‘₯𝑦 = 0



disekitar titik π‘₯0 = 1



20. 𝑦"(π‘₯ βˆ’ 2) βˆ’ π‘₯𝑦′ + 4𝑦 = 0



disekitar titik π‘₯0 = 0



27



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



2.2.4 Deret Kuasa Sebagai Penyelesaian di Sekitar Titik Singular yang Reguler Dalam bagian ini, kita perhatikan bagaimana meyelesaikan sembarang persamaan differensial linier orde dua koefisien variable yang berbentuk: π‘Ž2 (π‘₯)𝑦" + π‘Ž1 (π‘₯)𝑦′ + π‘Ž0 (π‘₯)𝑦 = 0 … … … … … … … … … (1) Dalam selang tanpa titik, di sekitar titik singular yang regular x0. Sebuah selang tanpa titik pusat di sekitar x0 adalah suatu himpunan berbentuk 0 < |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅 untuk suatu bilangan positif R. Himpunan ini terdiri dari selang |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅, tanpa titik pusat x0.



1111111111111111111111111111 Xo-R Xo Xo+R Akan kita ingat kembali, bahwa bila titik x0 merupakan titik singular yang regular dari persamaan differensial tersebut, maka fungsi-fungsi tersebut adalah: (x – x9)



π‘Ž1 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯)



dan (x – x-0)2



π‘Ž0 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯)



Yang mempunyai uraian deret kuasa berbentuk: ∞



π‘Ž1 (π‘₯) (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 ) = βˆ‘ 𝐴𝑛 (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 π‘Ž2 (π‘₯)



π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅1 … … … … … (2)



𝑛=0



dan, ∞



(π‘₯ βˆ’ π‘₯0



)2



π‘Ž1 (π‘₯) = βˆ‘ 𝐡𝑛 (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 π‘Ž2 (π‘₯)



π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅2 … … … … … (3)



𝑛=0



Dengan jari-jaari kekonvergenan 𝑅1 dan 𝑅2 . Karena titik x0 merupakan titik singular dari persamaan differential (1), pada umumnya, penyelesaian persamaan differensial tersebut takterdefinisi pada x0. Tetapi, persamaan differensial (1) mempunyai dua penyelesaian bebas linier dalam selang tanpa titik pusat 0 < |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅, di mana R adalah nilai terkecil 𝑅1 dan 𝑅2 . Masalah kita dalam bagian ini adalah menghitung kedua penyekesaian ini di dekat setiap titik singular. Sebelum kita kemukakan sebuah teorema yang menggambarikan bentuk kedua penyelesaian bebas linier dari persamaan differensial (1) di dekat sebuah titik singular yang regular, kita kemukakan definisi berikut ini.



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



28



Misalkan bahwa x0 sebuah titik singular yang regular dari persamaan differensial (1) dan misalkan bahwa uraian (2) dan (3) berlaku. Maka persamaan kuadrat: πœ†2 + (𝐴0 βˆ’ 1)πœ† + 𝐡0 = 0 disebut persamaan indeks dari (1) pada x0. Teorema 2.2.4: (Penyelesaian di dekat sebuah titik singular yang reguler) Misalkan bahwa x0 sebuah titik singular yang regular dari persamaan differensial (1) dan misalkan bahwa uraian (2) dan (3) berlaku. Misalkan pula πœ†1 dan πœ†2 dua akar dari persamaan indeks: πœ†2 + (𝐴0 βˆ’ 1)πœ† + 𝐡0 = 0 … … … … … … … … … … … (4) Yang ditandai sedemikian sehingga πœ†1 β‰₯ πœ†2 dalam hal kedua akar itu merupakan bilangan riil. Maka salah satu solusi dari persamaan (1) berbentuk: ∞



𝑦1 (π‘₯) = |π‘₯ βˆ’ π‘₯0



| πœ†1



βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 … … … … … … (5) 𝑛=0



Dengan a0 = 1, dan berlaku di dalam selang tanpa pusat 0 < |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅, di mana R = min (𝑅1 , 𝑅2 ). Suatu penyelesaian kedua yang bebas linier y2(x) dari persamaan (1) dalam selang tanpa pusat 0 < |π‘₯ βˆ’ π‘₯0 | < 𝑅, diperoleh sebagai berikut. Kasus 1: Jika πœ†1 βˆ’ πœ†2 β‰  bilangan bulat, maka: ∞



𝑦2 (π‘₯) = |π‘₯ βˆ’ π‘₯0



| πœ†2



βˆ‘ 𝑏𝑛 (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 … … … … … … … … … … … … … (6) 𝑛=0



Dengan b0 = 1. Kasus 2: Jika πœ†1 = πœ†2 , maka: ∞



𝑦2 (π‘₯) = 𝐢𝑦1 (π‘₯) 𝐼𝑛|π‘₯ βˆ’ π‘₯0



| πœ†2



βˆ‘ 𝑏𝑛 (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 … … … … … … … … … (7) 𝑛=0



Kasus 3: Jika πœ†1 = πœ†2 (bilangan bulat positif), maka: ∞



𝑦2 (π‘₯) = 𝐢𝑦1 (π‘₯) 𝐼𝑛|π‘₯ βˆ’ π‘₯0 ||π‘₯ βˆ’ π‘₯0



| πœ†2



βˆ‘ 𝑏𝑛 (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )𝑛 … … … … … … (8) 𝑛=0



Dengan b0 = 1. Konstanta C kadang-kadang sama dengan nol.



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



29



Seperti dalam hal titik biasa, koefisien dari penyelesaian deret di atas dapat diperoleh dengan substitusi langsung penyelesaian itu ke dalam persamaan differensial tersebut dan koefisiennya disamakan. Mula-mula dihitung penyelesaian (5). Deret dari bentuk persamaan (5) disebut Deret Frobenius. Sebuah penyelesaian kedua dapat dihitung dari (6), (7), atau (8) tergantung bagaimana kasusnya nanti. Sebuah penyelesaian kedua dapat dicari dengan menggunakan reduksi orde.



Carilah solusi umum dari persamaan differensial: 2π‘₯ 2 𝑦" + (π‘₯ βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0 … … … … … … … … … (9) di sekitar x0 = 0 Solusi: Di sini π‘Ž2 (π‘₯) = 2π‘₯ 2 , π‘Ž1 (π‘₯) = π‘₯ βˆ’ π‘₯ 2 , dan π‘Ž0 (π‘₯) = βˆ’1. Karena π‘Ž2 (0) = 0, maka titik π‘₯0 = 0 merupakan titik singular dari persamaan differensial yang diberikan. Karena, (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )



π‘Ž1 (π‘₯) π‘₯ βˆ’ π‘₯2 1 π‘₯ =π‘₯ = βˆ’ π‘Ž2 (π‘₯) 2π‘₯ 2 2 2



dan, (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )2



π‘Ž1 (π‘₯) βˆ’1 1 = π‘₯2 2 = βˆ’ π‘Ž2 (π‘₯) 2π‘₯ 2



Merupakan fungsi analitik (dengan jari-jari kekonvergenan sama dengan ∞), titik π‘₯0 = 0 adalah sebuah titik singular yang regular dari persamaan differensial yang diberikan. Di sini 𝐴0 = βˆ’



1 2



,



dan 𝐡0 =



1 , dank arena itu persamaan indeks dari persamaan differensial yang diberikan pada titik singular 2



regular 0 adalah: 1 1 πœ†2 + ( βˆ’ 1) πœ† βˆ’ = 0, yaitu: 2 2 2πœ†2 βˆ’ πœ† βˆ’ 1 = 0 30 Akar-akar persamaan indeks itu adalah -1/2 dan 1, dan kita harus membuat akar-akar itu demikian sehingga πœ†1 β‰₯ πœ†2 , yaitu:



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



πœ†1 = 1 dan πœ†2 = βˆ’



1 2



Menurut teorema 2.2.4, satu penyelesaian dari persamaan differensial (9) berbentuk: ∞



𝑦1 (π‘₯) = π‘₯ βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 … … … … … … … … … … … … … … (10) 𝑛=0



Dengan π‘Ž0 = 1. Karena selisih kedua akar persamaan indeks itu bukan bilangan bulat, maka penyelesaian bebas linier 𝑦2 (π‘₯) berbentuk (Kasus 1). ∞



𝑦2 (π‘₯) =



|π‘₯|βˆ’1/2



βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ 𝑛 … … … … … … … … … … … (11) 𝑛=0



Dengan 𝑏0 = 1 . Karena 𝑅1 = 𝑅2 = ∞ , maka deret kuasa (10) konvergen untuk semua x. Tetapi, penyelesaian (11) tidak terdefinisi pada x = 0. Penyelesaian (11) ini terdefinisi (menurut teorema 2.2.4) di dalam selang tanpa titik pusat 0 < |π‘₯| < ∞ yaitu, untuk π‘₯ < 0 atau π‘₯ > 0. Sekarang akan kita hitung koefisien-koefisien dari penyelesaian (10) dan (11) dengan substitusi langsung ke dalam persamaan differensial (9) dan menyamakan koefisien-koefisien x yang berpangkat sama. Pertama-tama kita hitung koefisien π‘Žπ‘› dari penyelesaian (10). Kita dapatkan: ∞



∞ 𝑛



𝑦(π‘₯) = π‘₯ βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ = βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛+1 , sehingga: 𝑛=0



𝑛=0



∞



∞ 𝑛



𝑦′(π‘₯) = βˆ‘(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯ dan 𝑦"(π‘₯) = βˆ‘ 𝑛(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯ π‘›βˆ’1 𝑛=0



𝑛=0



Substitusikan 𝑦(π‘₯), 𝑦′(π‘₯),dan 𝑦"(π‘₯)ke persamaan (9), sehingga diperoleh: 2π‘₯ 2 𝑦" + (π‘₯ βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0 ∞



∞



∞



2π‘₯ 2 βˆ‘ 𝑛(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯ π‘›βˆ’1 + (π‘₯ βˆ’ π‘₯ 2 ) βˆ‘(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 βˆ’ βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛+1 = 0 𝑛=0



𝑛=0



∞



2 βˆ‘ 𝑛(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛=0



∞ 𝑛+1



∞



+ βˆ‘(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛=0



𝑛=0



𝑛+1



βˆ’ βˆ‘(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛=0



∞ 𝑛+2



βˆ’ βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛+1 = 0 𝑛=0



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



31



∞



∞



∞



𝑛



∞



𝑛



2 βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ + βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ βˆ’ βˆ‘(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘›βˆ’2 π‘₯ βˆ’ βˆ‘ π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ 𝑛 = 0 𝑛=1



𝑛



𝑛=1



𝑛=2



𝑛=1



atau ∞



∞



2 βˆ‘ 𝑛(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯



𝑛+1



∞ 𝑛+1



+ βˆ‘(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯



𝑛=0



𝑛=0



∞



βˆ’ βˆ‘(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘›βˆ’2 π‘₯ βˆ’ βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛+1 = 0 𝑛=2



∞



𝑛=0



∞



∞



[2 βˆ‘ 𝑛(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› + βˆ‘(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› βˆ’ βˆ‘ π‘Žπ‘› ] π‘₯ 𝑛=0



∞ 𝑛



𝑛=0



𝑛+1



βˆ’ βˆ‘(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘›βˆ’2 π‘₯ 𝑛 = 0



𝑛=0



𝑛=2



Atau pula, ∞



∞



2 βˆ‘ 𝑛(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯



𝑛+1



∞ 𝑛+1



+ βˆ‘(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯



𝑛=0



𝑛=0



∞



∞



βˆ’ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯



𝑛+1



𝑛=1



∞



∞



βˆ’ βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛+1 = 0 𝑛=0



∞



[2 βˆ‘ 𝑛(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› + βˆ‘(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› βˆ’ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘›βˆ’1 βˆ’ βˆ‘ π‘Žπ‘› ] π‘₯ 𝑛+1 = 0 𝑛=0



𝑛=0



𝑛=1



∞



𝑛=0



∞



[βˆ‘ 2𝑛(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› + (𝑛 + 1)π‘Žπ‘› βˆ’ π‘Žπ‘› βˆ’ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘›βˆ’1 ] π‘₯ 𝑛+1 = 0 𝑛=0



𝑛=1



∞



∞



βˆ‘ 2𝑛(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› + (𝑛 + 1)π‘Žπ‘› βˆ’ π‘Žπ‘› βˆ’ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘›βˆ’1 = 0 𝑛=1



𝑛=1



Suku π‘Ž0 βˆ’ π‘Ž0 berhubung dengan jumlah suku-suku n = 0. Dengan menyamakan koefisienkoefisien dengan nol, kita peroleh rumus rekursif, yaitu: ∞



∞



βˆ‘ 2𝑛(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› + (𝑛 + 1)π‘Žπ‘› = βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘›βˆ’1 + π‘Žπ‘› 𝑛=1



𝑛=1



Maka: 2𝑛(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› + (𝑛 + 1)π‘Žπ‘› βˆ’ π‘Žπ‘› = π‘›π‘Žπ‘›βˆ’1 32



Sehingga diperoleh: π‘Žπ‘› =



π‘›π‘Žπ‘›βˆ’1 1 = , dimana: n = 1, 2, … 2𝑛(𝑛 + 1) + (𝑛 + 1) βˆ’ 1 2𝑛 + 3 Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Dengan mengambil π‘Žπ‘› untuk n = 1, 2, …, maka diperoleh satu penyelesaian differensial (9) di dekat π‘₯0 = 0 berbentuk: 𝑦1 (π‘₯) = π‘₯ (1 +



π‘₯ π‘₯2 π‘₯𝑛 + + β‹―+ + β‹―) 5 5.7 5.7 … (2𝑛 + 3)



atau ∞



𝑦1 (π‘₯) = π‘₯ [1 + βˆ‘ 𝑛=1



π‘₯𝑛 ] … … … … … … (12) 5.7 … (2𝑛 + 3)



Selanjutnya, kita hitung koefisien 𝑏𝑛 dari penyelesaian (11). Penyelesaian ini terdefinisi di dalam selang tanpa titik pusat 0 < |π‘₯|, yaitu π‘₯ > 0 dan π‘₯ < 0. Mula-mula kita misalkan bahwa π‘₯ > 0. Maka: ∞



𝑦2 (π‘₯) = π‘₯



βˆ’1/2



∞



1



βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ = βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ π‘›βˆ’2 , sehingga: 𝑛



𝑛=0



𝑛=0



∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



3 5 1 1 3 𝑦2 β€²(π‘₯) = βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) 𝑏𝑛 π‘₯ π‘›βˆ’2 dan 𝑦2 "(π‘₯) = βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) (𝑛 βˆ’ ) 𝑏𝑛 π‘₯ π‘›βˆ’2 2 2 2



Substitusikan 𝑦2 (π‘₯), 𝑦2 β€²(π‘₯), dan 𝑦2 "(π‘₯) ke persamaan differensial (9), sehingga: 2π‘₯ 2 𝑦" + (π‘₯ βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0 ∞



∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=0



5 3 1 1 3 1 2π‘₯ βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) (𝑛 βˆ’ ) 𝑏𝑛 π‘₯ π‘›βˆ’2 + (π‘₯ βˆ’ π‘₯ 2 ) βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) 𝑏𝑛 π‘₯ π‘›βˆ’2 βˆ’ βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ π‘›βˆ’2 = 0 2 2 2 2



∞



βˆ‘(2𝑛 βˆ’ 1)(2𝑛 βˆ’ 3)𝑏𝑛 π‘₯



π‘›βˆ’



1 2



𝑛=0



∞



∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=0



1 1 1 1 1 + βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) 𝑏𝑛 π‘₯ π‘›βˆ’2 βˆ’ βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) 𝑏𝑛 π‘₯ 𝑛+2 βˆ’ βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ π‘›βˆ’2 = 0 2 2



∞



∞



∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=1



∞



∞



∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=1



∞



∞



∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=1



1 1 1 3 [βˆ‘(2𝑛 βˆ’ 1)(2𝑛 βˆ’ 3)𝑏𝑛 + βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) 𝑏𝑛 βˆ’ βˆ‘ 𝑏𝑛 ] π‘₯ π‘›βˆ’2 βˆ’ βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) π‘π‘›βˆ’1 π‘₯ π‘›βˆ’2 = 0 2 2



1 1 3 [βˆ‘(2𝑛 βˆ’ 1)(2𝑛 βˆ’ 3)𝑏𝑛 + βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) 𝑏𝑛 βˆ’ βˆ‘ 𝑏𝑛 βˆ’ βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) π‘π‘›βˆ’1 ] π‘₯ π‘›βˆ’2 = 0 2 2



33 1 3 βˆ‘(2𝑛 βˆ’ 1)(2𝑛 βˆ’ 3)𝑏𝑛 + βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) 𝑏𝑛 βˆ’ βˆ‘ 𝑏𝑛 βˆ’ βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) π‘π‘›βˆ’1 = 0 2 2



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



∞



∞



∞



∞



𝑛=1



𝑛=1



𝑛=1



𝑛=1



𝑏0 1 3 [3𝑏0 βˆ’ βˆ’ 𝑏0 ] + βˆ‘(2𝑛 βˆ’ 1)(2𝑛 βˆ’ 3)𝑏𝑛 + βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) 𝑏𝑛 βˆ’ βˆ‘ 𝑏𝑛 βˆ’ βˆ‘ (𝑛 βˆ’ ) π‘π‘›βˆ’1 = 0 2 2 2 ∞



3𝑏0 1 3 [ ] + βˆ‘ [(2𝑛 βˆ’ 1)(2𝑛 βˆ’ 3)𝑏𝑛 + (𝑛 βˆ’ ) 𝑏𝑛 βˆ’ 𝑏𝑛 βˆ’ (𝑛 βˆ’ ) π‘π‘›βˆ’1 ] = 0 2 2 2 𝑛=1



Seperti sebelum ini, suku pertama di ruas kanan sama dengan nol. Dengan menyamakan tiap koefisien deret itu dengan nol, kita peroleh rumus rekursif. 1 3 (2𝑛 βˆ’ 1)(2𝑛 βˆ’ 3)𝑏𝑛 + (𝑛 βˆ’ ) 𝑏𝑛 βˆ’ 𝑏𝑛 βˆ’ (𝑛 βˆ’ ) π‘π‘›βˆ’1 = 0 2 2 1 3 [(2𝑛 βˆ’ 1)(2𝑛 βˆ’ 3) + (𝑛 βˆ’ ) βˆ’ 1] 𝑏𝑛 = (𝑛 βˆ’ ) π‘π‘›βˆ’1 2 2 Jadi, rekursifnya adalah:



𝑏𝑛 =



3 (𝑛 βˆ’ ) π‘π‘›βˆ’1 2 1 (2𝑛 βˆ’ 1)(2𝑛 βˆ’ 3) + (𝑛 βˆ’ ) βˆ’ 1 2



=



1 𝑏 , dimana n = 1, 2, … 2𝑛 π‘›βˆ’1



Dengan mengambil 𝑏𝑛 untuk n = 1, 2, …, maka diperoleh bentuk umumnya adalah: 𝑏𝑛 =



1 2𝑛 . 𝑛!



untuk n = 1, 2, …



Jadi,



𝑦2 (π‘₯) =



𝑛 ∞ ∞ π‘₯ 𝑛 ( ) 1 1 π‘₯2 π‘₯𝑛 π‘₯ + + β‹―+ 𝑛 + β‹― ) = π‘₯ βˆ’2 βˆ‘ 𝑛 = π‘₯ βˆ’2 βˆ‘ 2 2 22 . 2! 2 . 𝑛! 2 . 𝑛! 𝑛!



1 π‘₯ π‘₯ βˆ’2 (1 +



𝑛=0



𝑛=0



atau 1 π‘₯



𝑦2 (π‘₯) = π‘₯ βˆ’2 𝑒 2 … … … … … (13) Sekarang kita harus menghitung penyelesaian (11) bila π‘₯ < 0. Untuk ini, kita gunakan pemetaan x = -t di dalam persamaan differensial (9). Dengan menggunakan aturan rantai dan tanda titik untuk 34



turunan t, kita peroleh: 𝑦′ =



𝑑𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑑 = . = βˆ’π‘¦ 𝑑π‘₯ 𝑑𝑑 𝑑π‘₯



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



dan, 𝑦" =



𝑑 𝑑𝑑 (βˆ’π‘¦) = 𝑦 … … … … … … … … … … … (9β€²) 𝑑𝑑 𝑑π‘₯



Jadi, persamaan (9) menjadi: 2𝑑 2 𝑦 βˆ’ (βˆ’π‘‘ βˆ’ 𝑑 2 )𝑦 βˆ’ 𝑦 = 0 Karena π‘₯ < 0 dalam persamaan (9), kita punya 𝑑 > 0 dalam persamaan (9’). Persamaan indeks dari persamaan (9’) sama dengan persamaan indeks dari persamaan (9). Maka akar-akarnya adalah: πœ†1 = 1 dan πœ†2 = βˆ’



1 2 1



Kita hanya tinggal mencari penyelesaian yang sesuai dengan πœ†2 = βˆ’ karena untuk πœ†1 = 1 kita 2



telah mendapatkan penyelesaiannya. Seperti yang lalu, kita cari suatu penyelesaian berbentuk: βˆ’



𝑦2 (𝑑) = |𝑑|



1 2



∞



βˆ‘ 𝑏𝑛 𝑑 𝑛 𝑛=0



Karena 𝑑 > 0 kita peroleh:



𝑦2 (𝑑) = 𝑑



βˆ’



1 2



∞



βˆ‘ 𝑏𝑛 𝑑 𝑛 𝑛=0



Koefisien-koefisien di atas dihitung dengan substitusi 𝑦2 (𝑑) langsung ke dalam persamaan differensial (9’), sehingga kita peroleh: 1



1



𝑦2 (𝑑) = 𝑑 βˆ’2 𝑒 βˆ’2 𝑑 > 0 Tetapi, 𝑑 = βˆ’π‘₯, jadi: 1 π‘₯



𝑦2 (π‘₯) = (βˆ’π‘₯)βˆ’2 𝑒 2 , π‘₯ < 0 … … … … … … (13β€² ) Dari penggangguan (13) dan (13’), kita lihat bahwa untuk π‘₯ < 0 atau π‘₯ > 0, kita dapatkan: 1 π‘₯



𝑦2 (π‘₯) = |π‘₯|βˆ’2 𝑒 2 … … … … … … … . (14) Jadi, penyelesaian umum persamaan differensial (9) berbentuk: Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



35



∞



𝑦(π‘₯) = 𝑐1 π‘₯ [1 + βˆ‘ 𝑛=1



1 π‘₯ π‘₯𝑛 ] + 𝑐2 |π‘₯|βˆ’2 𝑒 2 5.7 … (2𝑛 + 3)



Dimana 𝑐1 dan 𝑐2 adalah konstanta-konstanta sembarang.



Catatan 2.2.4 A Dapat dibuktikan bahwa jika: ∞ πœ†



𝑦(π‘₯) = π‘₯ βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 … … … … … … … … (15β€² ) 𝑛=0



merupakan penyelesaian dari persamaan (1) untuk π‘₯ > 0, maka: ∞ πœ†



𝑦(π‘₯) = (βˆ’π‘₯) βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 … … … … … … … . (16) 𝑛=0



juga merupakan penyelesaian untuk π‘₯ < 0. Ini diperlihatkan dalam contoh di atas persamaan (13) dan (13’). Dengan menggabungkan (15) dan (16), untuk π‘₯ < 0 kita peroleh: ∞



𝑦(π‘₯) = |π‘₯|πœ† βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 𝑛=0



36



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Carilah solusi umum dari persamaan differensial: (π‘₯ βˆ’ 1)2 𝑦" βˆ’ (π‘₯ 2 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 𝑦 = 0 … … … … … … … … (17) di sekitar x0 = 1 Solusi: Karena perhitungan di sekitar titik nol lebih mudah, kita ambil t = x – 1 dan kita cari penyelesaian umum dari persamaan hasil pemetaan itu di dekat 0. Dari t = x – 1, kita peroleh x = t + 1, 𝑦 β€² = 𝑦̇ dan 𝑦" = π‘¦Μˆ . Jadi, persamaan (17) menjadi: 𝑑 2 π‘¦Μˆ βˆ’ (𝑑 2 + 𝑑)𝑦̇ + 𝑦 = 0 … … … … … … … (18) Titik 𝑑0 = 0 adalah titik singular dari persamaan (18), dan karena: 𝑑



π‘Ž1 (𝑑) βˆ’(𝑑 2 + 𝑑) =𝑑 = βˆ’1 βˆ’ 𝑑 π‘Ž2 (𝑑) 𝑑2 𝑑2



π‘Ž0 (𝑑) 1 = 𝑑 2 2 = 1, π‘Ž2 (𝑑) 𝑑



Maka 𝑑0 = 0 adalah titik singular yang regular. Di sini 𝐴0 = βˆ’1 dan 𝐡0 = 1. Karena itu, persamaan indeks berbentuk: πœ†2 βˆ’ 2πœ† + 1 = 0 dan πœ†1 = πœ†2 = 1. Menurut teorema 2.2.4, satu penyelesaian (17) berbentuk: ∞



𝑦1 (𝑑) = 𝑑 βˆ‘ π‘Žπ‘› 𝑑 𝑛 𝑛=1



Dengan π‘Ž0 = 1 karena πœ†1 βˆ’ πœ†2 = 0, kedua akar persamaan indeks adalah sama, maka penyelesaian kedua yang bebas linier 𝑦2 (𝑑) berbentuk (Kasus 2). ∞



𝑦2 (𝑑) = 𝑦(𝑑)𝐼𝑛 [𝑑] + |𝑑| βˆ‘ 𝑏𝑛 𝑑 𝑛 … … … … … … (19) 𝑛=0



Mula-mula kita hitung koefisien π‘Žπ‘› dari penyelesaian berikut: Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



37



∞



𝑦(𝑑) = 𝑑 βˆ‘ π‘Žπ‘› 𝑑 𝑛 , sehingga: 𝑛=0 ∞



∞



𝑦′(𝑑) = 𝑑 βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› 𝑑



π‘›βˆ’1



dan 𝑦"(𝑑) = 𝑑 βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› 𝑑 π‘›βˆ’2



𝑛=0



𝑛=0



Substitusikan 𝑦(𝑑), 𝑦′(𝑑), dan 𝑦"(𝑑) ke persamaan (18) dan menyamakan koefisiennya, maka: 𝑑 2 π‘¦Μˆ βˆ’ (𝑑 2 + 𝑑)𝑦̇ + 𝑦 = 0 ∞



∞



2



𝑑 . 𝑑 βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› 𝑑



π‘›βˆ’2



βˆ’



(𝑑 2



+ 𝑑)𝑑 βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› 𝑑



𝑛=0 ∞ 𝑛+1



𝑛+2



∞



βˆ’ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› 𝑑



𝑛=0 ∞



𝑛=0



∞



βˆ’ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› 𝑑



𝑛=0 ∞



+ 𝑑 βˆ‘ π‘Žπ‘› 𝑑 𝑛 = 0



𝑛=0



∞



βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› 𝑑



∞ π‘›βˆ’1



𝑛+1



𝑛=0



𝑛=0



∞



∞



[βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› βˆ’ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› + βˆ‘ π‘Žπ‘› ] 𝑑 𝑛=0



𝑛=0



𝑛=0



∞



∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



∞



∞



∞



𝑛+1



βˆ’ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› 𝑑 𝑛+2 = 0 𝑛=0 ∞



[βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› βˆ’ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› + βˆ‘ π‘Žπ‘› ] 𝑑 𝑛=0



+ βˆ‘ π‘Žπ‘› 𝑑 𝑛+1 = 0



𝑛+1



βˆ’ βˆ‘(π‘›βˆ’1)π‘Žπ‘›βˆ’1 𝑑 𝑛+1 = 0 𝑛=1



∞



βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› βˆ’ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› + βˆ‘ π‘Žπ‘› βˆ’ βˆ‘(π‘›βˆ’1)π‘Žπ‘›βˆ’1 = 0 𝑛=0



𝑛=0 ∞



𝑛=0 ∞



𝑛=1 ∞



∞



π‘Ž0 + βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› βˆ’ βˆ‘ π‘›π‘Žπ‘› + βˆ‘ π‘Žπ‘› βˆ’ βˆ‘(π‘›βˆ’1)π‘Žπ‘›βˆ’1 = 0 𝑛=1



𝑛=1



𝑛=1



𝑛=1



∞



π‘Ž0 + [βˆ‘ 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› βˆ’ π‘›π‘Žπ‘› + π‘Žπ‘› βˆ’ (π‘›βˆ’1)π‘Žπ‘›βˆ’1 ] = 0 𝑛=1



Seperti sebelum ini, suku pertama di ruas kanan sama dengan nol. Dengan menyamakan tiap koefisien deret itu dengan nol, kita peroleh rumus rekursif. 𝑛(𝑛 βˆ’ 1)π‘Žπ‘› βˆ’ π‘›π‘Žπ‘› + π‘Žπ‘› = (π‘›βˆ’1)π‘Žπ‘›βˆ’1 [𝑛(𝑛 βˆ’ 1) βˆ’ 𝑛 + 1]π‘Žπ‘› = (π‘›βˆ’1)π‘Žπ‘›βˆ’1



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



38



π‘Žπ‘› =



(π‘›βˆ’1)π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘Žπ‘›βˆ’1 = dimana n = 1, 2, … 𝑛(𝑛 βˆ’ 1) βˆ’ 𝑛 + 1 𝑛 βˆ’ 1



Jadi, dengan mengambil π‘Ž0 = 1, kita dapatkan bahwa: ∞



𝑑 𝑑2 𝑑𝑛 𝑑𝑛 𝑦1 (𝑑) = 𝑑 (1 + + + β‹― + ) = 𝑑 βˆ‘ … … … … … … … … … (20) 1! 2! 𝑛! 𝑛! 𝑛=0



atau 𝑦1 (𝑑) = 𝑑𝑒 𝑑 Selanjutnya, kita hitung koefisien 𝑏𝑛 dari penyelesaian (19). Dengan mensubstitusikan ke dalam (19) kita substitusikan 𝑦1 (𝑑) dari persamaan (20), dan untuk 𝑑 > 0, kita peroleh: ∞



∞



∞



∞



𝑛=0



𝑛=1



𝑛=0



𝑛=1



𝑑𝑛 𝑑 𝑛+1 𝑦2 (𝑑) = 𝑑 (βˆ‘ ) 𝐼𝑛 (𝑑) + 𝑑 βˆ‘ 𝑏𝑛 𝑑 𝑛 = (βˆ‘ ) 𝐼𝑛 (𝑑) + 𝑑 βˆ‘ 𝑏𝑛 𝑑 𝑛+1 𝑛! 𝑛! ∞



∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=1



(𝑛 + 1)𝑑 𝑛 𝑑𝑛 𝑦2 β€²(𝑑) = 𝑑 (βˆ‘ ) 𝐼𝑛 (𝑑) + βˆ‘ + βˆ‘(𝑛 + 1)𝑏𝑛 𝑑 𝑛 𝑛! 𝑛! ∞



∞



∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=1



𝑛=0



𝑛(𝑛 + 1) π‘›βˆ’1 (𝑛 + 1)𝑑 π‘›βˆ’1 𝑛𝑑 π‘›βˆ’1 𝑦2 "(𝑑) = 𝑑 (βˆ‘ 𝑑 ) 𝐼𝑛 (𝑑) + βˆ‘ +βˆ‘ + βˆ‘(𝑛 + 1)𝑛𝑏𝑛 𝑑 π‘›βˆ’1 𝑛! 𝑛! 𝑛! Sehingga: ∞



∞



∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=1



𝑛=0



𝑛(𝑛 + 1) 𝑛+1 (𝑛 + 1)𝑑 π‘›βˆ’1 𝑛𝑑 𝑛+1 (𝑑) 𝑑 𝑦2 = 𝑑 (βˆ‘ 𝑑 ) 𝐼𝑛 +βˆ‘ +βˆ‘ + βˆ‘(𝑛 + 1)𝑛𝑏𝑛 𝑑 𝑛+1 𝑛! 𝑛! 𝑛! 2



∞



∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=0



∞



∞



∞



𝑛=0



𝑛=0



𝑛=0



𝑛(𝑛 + 1) 𝑛+2 𝑑 𝑛+1 βˆ’π‘‘ 𝑦2 = (βˆ‘ βˆ’ 𝑑 ) 𝐼𝑛 (𝑑) + βˆ‘ βˆ’ + βˆ‘ βˆ’(𝑛 + 1)𝑏𝑛 𝑑 𝑛+2 𝑛! 𝑛! 2



(𝑛 + 1) 𝑛+1 𝑑 𝑛+1 βˆ’π‘‘ 𝑦2 = (βˆ‘ βˆ’ 𝑑 ) 𝐼𝑛 (𝑑) + βˆ‘ βˆ’ + βˆ‘ βˆ’(𝑛 + 1)𝑏𝑛 𝑑 𝑛+1 𝑛! 𝑛! 2



∞



∞



1 𝑦2 = (βˆ‘ 𝑑 𝑛+1 ) 𝐼𝑛 (𝑑) + βˆ‘ 𝑏𝑛 𝑑 𝑛+1 𝑛! 𝑛=0



𝑛=0



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



39



Mudah dilihat bahwa koefisien dari In (t) sama dengan nol. (Hal ini terjadi dalam semua contoh mengenai Kasus 2). Juga seperti biasanya, jumlah semua suku yang sesuai dengan n = 0 sama dengan nol. Jadi, dengan menyamakan koefisien-koefisien dengan nol, kita peroleh: 𝑛+1 𝑛 1 1 + βˆ’ βˆ’ + (𝑛 + 1)𝑛𝑏𝑛 βˆ’ π‘›π‘π‘›βˆ’1 βˆ’ (𝑛 + 1)𝑏𝑛 + 𝑏𝑛 = 0 dimana n = 1, 2, … 𝑛! 𝑛! (𝑛 βˆ’ 1)! 𝑛1 Dengan menyederhanakannya, kita peroleh: 𝑛 + 𝑛2 𝑏𝑛 βˆ’ π‘›π‘π‘›βˆ’1 = 0 𝑛! atau 𝑏𝑛 =



1 1 π‘π‘›βˆ’1 βˆ’ , 𝑛 𝑛. 𝑛!



dimana n = 1, 2, …



Jadi, 𝑦2 (𝑑) = 𝑐1 (π‘₯ βˆ’ 1)𝑒 π‘₯βˆ’1 + 𝑐2 [(π‘₯ βˆ’ 1)𝑒 π‘₯βˆ’1 𝐼𝑛 |π‘₯ βˆ’ 1| + (π‘₯ βˆ’ 1) βˆ’



(π‘₯ βˆ’ 1)3 ] 4



40



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Carilah solusi umum dari persamaan differensial: π‘₯ 2 𝑦" βˆ’ (π‘₯ + 2)𝑦 = 0 … … … … … … … … … … (21) di sekitar x0 = 0 Solusi: Di sini π‘Ž2 (π‘₯) = π‘₯ 2 , π‘Ž1 (π‘₯) = 0, dan π‘Ž0 (π‘₯) = βˆ’(π‘₯ + 2) . Titik π‘₯0 = 0 merupakan titik singular dari persamaan differensial (21) karena π‘Ž2 (0) = 0. Karena: (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )



π‘Ž1 (π‘₯) =0 π‘Ž2 (π‘₯)



dan (π‘₯ βˆ’ π‘₯0 )2



π‘Ž0 (π‘₯) βˆ’(π‘₯ + 2) = π‘₯2 = βˆ’2 βˆ’ π‘₯ π‘Ž2 (π‘₯) π‘₯2



Titik π‘₯0 = 0 adalah titik singular yang regular. Persamaan indeks berbentuk (di sini 𝐴0 = 0 dan 𝐡0 = βˆ’2). Maka: πœ†2 βˆ’ πœ† βˆ’ 2 = 0 dan akar-akarnya adalah πœ†1 = 2 dan πœ†2 = βˆ’1. Menurut teorema 2.2.4, satu penyelesaian dari persamaan differensial (21) berbentuk: ∞ 2



𝑦1 (π‘₯) = π‘₯ βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 … … … … … … … … … … (22) 𝑛=0



Dengan π‘Ž0 = 1. Karena πœ†1 βˆ’ πœ†2 = 3, beda kedua akar persamaan indeks itu merupakan bilangan bulat positif, maka penyelesaian kedua yang bebas linier 𝑦2 (π‘₯) berbentuk (Kasus 3). ∞



𝑦2 (π‘₯) = 𝐢𝑦1 (π‘₯)𝐼𝑛 |π‘₯| + π‘₯



βˆ’1



βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ 𝑛 … … … … … … … … (23) 𝑛=0



dengan 𝑏0 = 1 dan C mungkin sama dengan nol. Mula-mula kita hitung koefisien π‘Žπ‘› dari penyelesaian (22). Kita dapatkan: ∞



∞



𝑦1 (π‘₯) = π‘₯ 2 βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 = βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛+2 , sehingga: 𝑛=0



𝑛=0



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



41



∞



∞



𝑦1 β€²(π‘₯) = βˆ‘(𝑛 + 2)π‘Žπ‘› π‘₯



𝑛+1



dan 𝑦1 "(π‘₯) = βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛



𝑛=0



𝑛=0



Substitusikan 𝑦1 (π‘₯), 𝑦1 β€²(π‘₯), dan 𝑦1 "(π‘₯) ke persamaan (21), maka diperoleh: π‘₯ 2 𝑦" βˆ’ (π‘₯ + 2)𝑦 = 0 ∞



∞



2



𝑛



π‘₯ βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯ βˆ’ (π‘₯ + 2) βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛+2 = 0 𝑛=0



𝑛=0



∞



∞



βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› π‘₯



𝑛+2



∞



βˆ’ βˆ‘ π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯



𝑛=0



𝑛+2



βˆ’ 2 βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛+2 = 0



𝑛=1



∞



𝑛=0



∞



∞



[βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› βˆ’ 2 βˆ‘ π‘Žπ‘› ] π‘₯ 𝑛=0



𝑛=0



∞



∞



𝑛+2



βˆ’ βˆ‘ π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘₯ 𝑛+2 = 0 𝑛=1



∞



βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› βˆ’ 2 βˆ‘ π‘Žπ‘› βˆ’ βˆ‘ π‘Žπ‘›βˆ’1 = 0 𝑛=0



𝑛=0



𝑛=1



∞



∞



∞



[2π‘Ž0 βˆ’ 2π‘Ž0 ] + βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› βˆ’ 2 βˆ‘ π‘Žπ‘› βˆ’ βˆ‘ π‘Žπ‘›βˆ’1 = 0 𝑛=1 ∞



𝑛=1



𝑛=1



∞



βˆ‘(𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› = βˆ‘ 2π‘Žπ‘› + π‘Žπ‘›βˆ’1 𝑛=1



𝑛=1



Maka diperoleh rumus rekursifnya adalah: (𝑛 + 2)(𝑛 + 1)π‘Žπ‘› = 2π‘Žπ‘› + π‘Žπ‘›βˆ’1 Sehingga: π‘Žπ‘› =



2π‘Žπ‘› + π‘Žπ‘›βˆ’1 π‘Žπ‘›βˆ’1 = (𝑛 + 2)(𝑛 + 1) 𝑛(𝑛 + 3)



π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ 𝑛 = 1, 2, …



1



Kita ambil π‘Ž0 = 1, maka: π‘Ž1 = 4 dan seterusnya. Karena itu, π‘₯3 π‘₯4 𝑦1 (π‘₯) = π‘₯ + + +β‹― 4 40 2



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



42



Selanjutnya adalah menghitung koefisien 𝑏𝑛 dari penyelesaian (23). Kita lakukan ini untuk π‘₯ > 0 . Dengan mensubstitusikan 𝑦1 (π‘₯) dalam (23), kita peroleh: ∞



𝑦2 (π‘₯) = 𝐢𝑦1 (π‘₯)𝐼𝑛 |π‘₯| + π‘₯



βˆ’1



βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ 𝑛 𝑛=0



Maka: ∞



π‘₯3 π‘₯4 𝑦2 (π‘₯) = 𝐢 (π‘₯ + + + β‹― ) 𝐼𝑛 (π‘₯) + βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ π‘›βˆ’1 4 40 2



𝑛=0



Sehingga: ∞



3π‘₯ 2 π‘₯ 3 3π‘₯ 2 π‘₯ 3 𝑦2 β€²(π‘₯) = 𝐢 (2π‘₯ + + + β‹― ) 𝐼𝑛 (π‘₯) + 𝐢 (2π‘₯ + + + β‹― ) + βˆ‘(𝑛 βˆ’ 1)𝑏𝑛 π‘₯ π‘›βˆ’2 4 10 4 10 𝑛=0



dan, 𝑦2 "(π‘₯) = 𝐢 (2 +



3π‘₯ 3π‘₯ 2 3π‘₯ π‘₯ 2 π‘₯ 3π‘₯ 2 + + β‹― ) 𝐼𝑛 (π‘₯) + 𝐢 (2 + + + β‹― ) + 𝐢 (1 + + + β‹―) 2 10 4 10 2 40 ∞



+ βˆ‘(𝑛 βˆ’ 1)(𝑛 βˆ’ 2)𝑏𝑛 π‘₯ π‘›βˆ’3 𝑛=0



Substitusikan 𝑦2 (π‘₯), 𝑦2 β€²(π‘₯), dan 𝑦2 "(π‘₯) ke persamaan differensial semula. Maka diperoleh rumus rekursifnya adalah: 𝐢 (3π‘₯ 2 +



5π‘₯ 3 + β‹― ) + [(βˆ’π‘0 βˆ’ 2𝑏1 ) + (βˆ’π‘1 βˆ’ 2𝑏2 )π‘₯ βˆ’ 𝑏2 π‘₯ 2 βˆ’ β‹― ] = 0 4



atau (βˆ’π‘0 βˆ’ 2𝑏1 ) + (βˆ’π‘1 βˆ’ 2𝑏2 )π‘₯ + (3𝐢 βˆ’ 𝑏2 )π‘₯ 2 βˆ’ β‹― = 0 Dengan mengambil 𝑏0 = 1 dan menyamakan koefisien-koefisien ini dengan nol dan pada akhirnya didapat penyelesaiannya adalah: 𝑦2 (π‘₯) =



1 π‘₯3 π‘₯4 1 1 1 + β‹― ) 𝐼𝑛 |π‘₯| + ( βˆ’ + π‘₯ + β‹― ) (π‘₯ 2 + + 12 4 40 π‘₯ 2 4



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



43



Soal 2.2.4 Dalam soal 1-11, carilah bentuk dari dua penyelesaian bebas linier di dekat x0 = 0. 1



1. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 9) 𝑦 = 0



7. π‘₯𝑦" + 3𝑦′ + 4π‘₯ 3 𝑦 = 0



2. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + π‘₯ 2 𝑦 = 0



8. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 4)𝑦 = 0



3. π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 𝑦 = 0



9. π‘₯(1 βˆ’ π‘₯)𝑦" + (2 βˆ’ 3π‘₯)𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0



1



𝑦



4. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯(1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ βˆ’ 16 = 0



10. π‘₯ 2 𝑦" + 3π‘₯(1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 𝑦 = 0



5. π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 2𝑦 = 0



11. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 1)𝑦 = 0



6. π‘₯ 2 𝑦" + 4π‘₯(1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 2𝑦 = 0 Dalam soal 12-17, hitung penyelesaian taktrivial, yang bebas dari logaritma, di sekitar x0 = 0 1



1



12. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 9) 𝑦 = 0



15. π‘₯(1 βˆ’ π‘₯)𝑦" + (2 βˆ’ 3π‘₯)𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0



13. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 4)𝑦 = 0



16. π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 𝑦 = 0



14. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + π‘₯ 2 𝑦 = 0



17. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 2)𝑦 = 0



Dalam soal 18 dan 19, cari dua solusi bebas linier di dekat titik x0 = 0. 1 9



18. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ ) 𝑦 = 0



19. π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 𝑦 = 0



Dalam soal 20-28, jawablah benar atau salah. 20. Persamaan indeks dari persamaan differensial: π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 𝑝2 )𝑦 = 0



pada x0 = 0 adalah πœ†2 βˆ’ 𝑝2 = 0



21. Persamaan indeks dari persamaan differensial: π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 3𝑦 = 0 pada x0 = 0 adalah πœ†2 = 0 22. Persamaan differensial: π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 3𝑦 = 0 mempunyai dua solusi bebas linier di dekat x0 = 0 berbentuk: ∞



𝑦1 (π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛=0



∞ 𝑛



π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦2 (π‘₯) = βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ 𝑛 𝑛=0



23. Satu solusi dari persamaan differensial: 1 π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ ) 𝑦 = 0 6



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



44



Di dekat titik x0 = 0 mengandung logaritma. 24. Persamaan indeks dari persamaan differensial: π‘₯ 2 𝑦" βˆ’ (π‘₯ 2 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 𝑦 = 0



pada x0 = 0 adalah πœ†2 βˆ’ 2πœ† + 1 = 0



25. Persamaan indeks dari persamaan differensial: π‘₯ 2 𝑦" βˆ’ (π‘₯ 3 + π‘₯ 2 + π‘₯)𝑦′ + (4π‘₯ + 1)𝑦 = 0 pada x0 = 0 adalah πœ†2 βˆ’ 2πœ† + 1 = 0 26. Persamaan differensial: 1



π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 6) 𝑦 = 0 Mempunyai dua solusi bebas linier di dekat x0 = 1 berbentuk: ∞



βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1)𝑛 𝑛=0



27. Persamaan differensial: 2



π‘₯(1 βˆ’ π‘₯)𝑦" + (3 βˆ’ 3π‘₯) 𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0 mempunyai dua solusi bebas linier di dekat x0 = 1 berbentuk: ∞



∞



𝑦1 (π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯



𝑛



π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦2 (π‘₯) = 𝑦1 (π‘₯)𝐼𝑛|π‘₯| + βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ 𝑛 )



𝑛=0



𝑛=0



28. Persamaan differensial: 2



π‘₯(1 βˆ’ π‘₯)𝑦" + (3 βˆ’ 3π‘₯) 𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0 mempunyai dua solusi bebas linier di dekat x0 = 1 berbentuk: ∞



∞



𝑦1 (π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› (π‘₯ βˆ’ 1)𝑛 π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦2 (π‘₯) = 𝑦1 (π‘₯)𝐼𝑛|π‘₯ βˆ’ 1| + βˆ‘ 𝑏𝑛 (π‘₯ βˆ’ 1)𝑛 𝑛=0



𝑛=0



29. Buktikan bahwa titik x0 = 0 merupakan titik singular yang regular untuk persamaan differensial: π‘₯𝑦" βˆ’ 𝑦′ + 4π‘₯ 3 𝑦 = 0 Dalam hal ini, beda akar-akar persamaan indeks merupakan bilangan bulat. Cari solusi bebas linier dan dalam proses itu C = 0 dalam rumus (8).



45



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



2.2.5 Metode Frobenius



2.2.5.1 Persamaan Bessel Persamaan differensial: π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 𝑝2 ) = 0 … … … … … … … … … … … … (1) Dimana p suatu konstanta, disebut persamaan differensial Bessel orde-p. Penyelesaian persamaan Bessel disebut fungsi Bessel, sangat penting dalam matematika terapan terutama dalam fisika matematika. Sebelum kita pelajari penyelesaian (1), kita tunjukkan secara singkat bagaimana persamaan Bessel muncul dalam penerapan yang khusus. Metode yang penting dari pemisahan variable dalam penyelesaian persamaan differensial juga disebutkan dalam proses itu. Penyebaran suku dalam tabung Jika kita tahu penyebaran suku dalam sebuah tabung, pada saat t = 0, maka dalam fisika dibuktikan bahwa 𝑒 = 𝑒(𝑑, πœƒ, 𝑑) pada titik (π‘Ÿ, πœƒ) pada setiap saat t memenuhi persamaan differensial parsial (dalam koordinat polar): π‘’π‘Ÿπ‘Ÿ +



π‘’π‘Ÿ π‘’πœƒπœƒ 𝑒𝑑 + 2 = … … … … … … … … (2) π‘Ÿ π‘Ÿ π‘˜



Di sini kita andaikan bahwa suhu tidak bergantung dari ketinggian tabung. Besaran k dalam persamaan (2) adalah suatu konstanta yang tergantung pada penghantaran panas dan, pada umumnya, juga bergantung pada bahan pembuat tabung. Sekarang kita gunakan metode pemisahan variable untuk menyelesaiakn persamaan differensial parsial (2). Menurut meyode ini, kita andaikan bahwa persamaan (2) mempunyai sebuah penyelesaian 𝑒 = 𝑒(𝑑, πœƒ, 𝑑) yang merupakan hasilkali dari sebuah fungsi dari r, sebuah fungsi dari πœƒ, dan sebuah fungsi dari t, yaitu: 𝑒(𝑑, πœƒ, 𝑑) = 𝑅(π‘Ÿ)πœƒΜƒ (πœƒ)𝑇(𝑑) … … … … … … … … … (3) Di mana fungsi-fungsi R, πœƒ, dan T yang mau ditentukan. Seperti akan kita lihat di bawah ini, fungsi R akan memenuhi persamaan Bessel (1). Dengan mensubstitusikan (3) ke dalam (2) dan simbol r, πœƒ, dan t dihapuskan, kita peroleh:



46



1 1 1 𝑅θT+ R'ΞΈT+ 2 RQ𝑇 = π‘…πœƒπ‘‡ β€² … … … … … … (4) r r π‘˜ Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Langkah yang penting dalam metode pemisahan variable adalah dimungkinkan menuliskan kembali persamaa (4) demikiansehingga variabelnya terpisah. Jelaslah, kita dapat menulis persamaan (4) sebagai berikut: π‘Ÿ2



𝑅" 𝑅′ π‘Ÿ 2 𝑇 β€² πœƒ +π‘Ÿ βˆ’ = βˆ’ … … … … … … … (5) 𝑅 𝑅 π‘˜π‘‡ πœƒ



Ruas kiri dari persamaan (5) merupakan fungsi yang bebas dari πœƒ, sedang ruas kanan merupakan fungsi hanya dari πœƒ saja. Satu-satunya jalan bahwa hal ini dapat terjadi adalah jika kedua ruas dari persamaan (5) merupakan k konstanta, katakana 𝑝2 . Maka kita peroleh persamaan: πœƒ" + 𝑝2 πœƒ = 0 … … … … … … … … (6) dan π‘Ÿ2



𝑅" 𝑅′ π‘Ÿ 2 𝑇 β€² +π‘Ÿ βˆ’ = 𝑝2 𝑅 𝑅 π‘˜π‘‡



atau 𝑅" 1 𝑅′ 𝑝2 1 𝑇 β€² + βˆ’ = … … … … … … (7) 𝑅 π‘Ÿ 𝑅 π‘Ÿ2 π‘˜ 𝑇 Sekarang ruas kiri dari persamaan (7) merupakan sebuah fungsi hanya dari r saja, sedangkan ruas kanan merupakan fungsi dari t. Jadi, kedua ruas dari persamaan (7) sama dengan konstan. 𝑇" + πœ†2 π‘˜π‘‡ = 0 … … … … … (8) dan π‘Ÿ 2 𝑅" + π‘Ÿπ‘…β€² + (πœ†2 π‘Ÿ 2 βˆ’ 𝑝2 )𝑅 = 0 … … … … … … … (9) Fungsi πœƒΜƒ (πœƒ) dan T(t) dari penyelesaian (3) dapat dengan mudah dicari dengan menyelesaikan persamaan differensial (6) dan (8) yang sederhana. Untuk mencaari fungsi R(r) dari penyelesaian (3), kita harus juga menyelesaikan persamaan (9). Jika kita buat pemetaan π‘₯ = πœ†π‘Ÿ dan kita ambil 𝑦(π‘₯) = 𝑅(π‘Ÿ), kita peroleh: 𝑅=



𝑑𝑅 𝑑π‘₯ . = πœ†π‘¦ β€² π‘‘π‘Žπ‘› 𝑑π‘₯ π‘‘π‘Ÿ



𝑅=



d dx π‘₯2 (Ξ»y') =Ξ»2 y = 2 𝑦" dx dr π‘Ÿ



Dengan mensubstitusikan 𝑅′ dan 𝑅" ke dalam persamaan (9), kita peroleh persamaan Bessel (1).



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



47



Sekarang kita kembali mencari penyelesaian dari persamaan (1) di dekat π‘₯0 = 0. Meskipun p dapat merupakan bilangan kompleks, untuk kemudahannya, kita andaikan bahwa 𝑝 β‰₯ 0. Kita peroleh: π‘Ž2 (π‘₯) = π‘₯ 2 , π‘Ž1 (π‘₯) = π‘₯, π‘Ž0 (π‘₯) = π‘₯ 2 βˆ’ 𝑝2 . Karena π‘Ž2 (0) = 0, titik π‘₯0 = 0 merupakan sebuah titik singular. Tetapi, π‘₯



π‘Ž1 (π‘₯) π‘Ž0 (π‘₯) = 1 π‘‘π‘Žπ‘› π‘₯ 2 = βˆ’π‘2 + π‘₯ 2 … … … … … (10) π‘Ž2 (π‘₯) π‘Ž2 (π‘₯)



Dan dengan demikian π‘₯0 = 0 merupakan sebuah titik singular yang regular dengan persamaan indeks πœ†2 βˆ’ 𝑝2 = 0. Kedua akar persamaan indeks ini adalah πœ†1 = 𝑝 dan πœ†2 = βˆ’π‘. Jadi, satu penyelesaian dari persamaan Bessel berbentuk: ∞



𝑦1 (π‘₯) =



|π‘₯|𝑝



βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛



… … … … … … (11)



𝑛=0



Dari persamaan (10) dan teorema 2.2.4 penyelesaian dari persamaan (1) di dekat 0 benar sah untuk [π‘₯] > 0 , yaitu untuk π‘₯ > 0 dan π‘₯ < 0 . Bentuk penyelesaian kedua yang bebas linier dari persamaan (1), 𝑦2 (π‘₯), tergantung pada nilai πœ†1 βˆ’ πœ†2 = 2𝑝 sesuai Kasus 1, 2, dan 3 dari teorema 2.2.4. Dan pada akhirnya diperoleh penyelesaian (11) adalah sebagai berikut: ∞ 𝑝



𝑦1 (π‘₯) = π‘Ž0 π‘₯ [1 + βˆ‘ 𝑛=1



(βˆ’1)𝑛 π‘₯ 2𝑛 ] … … … . (12) 22𝑛 𝑛! (𝑝 + 1)(𝑝 + 2) … (𝑝 + 𝑛)



Dan deret ini konvergen untuk semua x. Bila 2𝑝 β‰  bilangan bulat, penyelesaian kedua dari persamaan (1) yang bebas linier dapat di dapat jika kita ganti p oleh –p dalam persamaan (12). Jadi, ∞



𝑦2 (π‘₯) = π‘Ž0 π‘₯



βˆ’π‘



[1 + βˆ‘ 𝑛=1



(βˆ’1)𝑛 π‘₯ 2𝑛 ] … … … … (13) 22𝑛 𝑛! (𝑝 + 1)(𝑝 + 2) … (βˆ’π‘ + 𝑛)



Dan deret ini konvergen untuk π‘₯ > 0 atau π‘₯ < 0. Dalam teori mengenai fungsi Bessel konstanta π‘Ž0 dalam penyelesaian (12) diambil sama dengan: π‘Ž0 =



1 π‘Žπ‘ ΙΌ(𝑝



48 + 1)



Di mana ΙΌ adalah fungsi gamma, yaittu fungsi yang didefinisikan oleh integral: Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



∞



ΙΌ(𝑝) = ∫ π‘₯ π‘βˆ’1 𝑒 βˆ’π‘₯ 𝑑π‘₯ … … … … … … … … … (14) 0



Dengan pilihan konstanta π‘Ž0 ini, penyelesaian (12) disebut fungsi Bessel dari jenis pertama orde-p dan dinyatakan oleh Jp(x). Jika kita gunakan identitas: ΙΌ(𝑛 + 𝑝 + 1) = (𝑛 + 𝑝)(𝑛 + 𝑝 βˆ’ 1) … (𝑝 + 2)(𝑝 + 1)ΙΌ(𝑝 + 1) … … … … … (15) Kita peroleh rumus: ∞



𝐽𝑝 (π‘₯) = βˆ‘ 𝑛=0



(βˆ’1)𝑛 π‘₯ 2𝑛+𝑝 ( ) … … … … … … (16) 𝑛! ΙΌ(𝑛 βˆ’ 𝑝 + 1) 2



1 βˆ’π‘ (1 2



Penyelesaian (12) dengan π‘Ž0 = ( )



βˆ’ 𝑝) juga merupakan fungsi Bessel jenis pertama orde-p



dinyatakan oleh π½βˆ’π‘ (π‘₯). Jelaslah, ∞



π½βˆ’π‘ (π‘₯) = βˆ‘ 𝑛=0



(βˆ’1)𝑛 π‘₯ 2π‘›βˆ’π‘ ( ) … … … … … … (17) 𝑛! ΙΌ(𝑛 βˆ’ 𝑝 + 1) 2



Jadi, 𝐽𝑝 (π‘₯) selalu merupakan penyelesaian dari persamaan Bessel (1). Selanjutnya, nila 2p bukan bilangan bulat, fungsi 𝐽𝑝 (π‘₯) dan π½βˆ’π‘ (π‘₯) merupakan penyelesaian yang bebas linier dari persamaan Bessel. Ambil p = 0 atau bila 2p adalah bilangan bulat positif, penyelesaian kedua yang bebas linier dari persamaan Bessel berturut-turut berbentuk: ∞



𝑦2 (π‘₯) = 𝑦1 (π‘₯)𝐼𝑛 |π‘₯| + βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ 𝑛=0



∞ 𝑛



dan 𝑦2 (π‘₯) = 𝐢𝑦1 (π‘₯)𝐼𝑛 |π‘₯| +



|π‘₯|βˆ’π‘



βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ 𝑛 𝑛=0



dan dapat diperoleh dengan substitusi deret-deret yang sesuai langsung ke dalam persamaan differensial itu. Penyelesaian (1) semacam itu dengan pilihan konstanta 𝑏0 yang tepat dikenal sebagai fungsi Bessel jenis kedua.



49



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



2.2.5.2 Persamaan Laguerre Persamaan differensial: π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 𝑝𝑦 = 0 … … … … … … … … (1) Dengan p merupakan konstanta, disebut persamaan Laguerre. Seperti akan kita lihat di bawah, jika konstanta p merupakan bilangan bulat taknegatif, satu dari penyelesaian persamaan differensial (1), di dekat titik π‘₯0 = 0 , berbentuk polinom. Bila dinormalkan secara tepat, penyelesaian-penyelesaian berbentuk polinom disebut polinom Laguerre. Polinom Laguerre sangat berguna dalam mekanika kuantum dari atom hidrogen. Titik π‘₯0 = 0 adalah titik singular yang regular dari persamaan differensial (1) dengan persamaan indeks πœ†2 = 0. Karena πœ†1 = πœ†2 = 0, persamaan differensial tersebut mempunyai penyelesaian berbentuk: ∞



𝑦1 (π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑛 untuk βˆ’ ∞ < π‘₯ < ∞. 𝑛=0



Dengan memilih π‘Ž0 = 1, pembaca dapat membuktikan bahwa: π‘Žπ‘› = (βˆ’1)𝑛



𝑝(𝑝 βˆ’ 1) … (𝑝 βˆ’ 𝑛 + 1) untuk n = 1, 2, … (𝑛!)2



… … … … … (2)



Jadi, satu penyelesaian dari persamaan Laguerre adalah: ∞



𝑦1 (π‘₯) = 1 + βˆ‘(βˆ’1)𝑛 𝑛=1



𝑝(𝑝 βˆ’ 1) … (𝑝 βˆ’ 𝑛 + 1) 𝑛 π‘₯ … … … … … (3) (𝑛!)2



yang konvergen untuk semua x. Dari persamaan (2) kita lihat bahwa jika p merupakan bilangan bulat taknegatif k, koefisien π‘Žπ‘› akan lenyap untuk 𝑛 β‰₯ π‘˜ + 1. Dalam hal ini penyelesaian dari (3) merupakan polinom berderajat k. Polinom ini yang dikalikan oleh k!. Dinyatakan oleh πΏπ‘˜ (π‘₯) dan disebut polinom Laguerre. Sebagai contoh 1, 1, -x, 2 – 4x + x2, dan 6 – 18x + 9x2 – x3 berturut-turut merupakan polinom Laguerre 𝐿0 (π‘₯), 𝐿1 (π‘₯), 𝐿2 (π‘₯) dan 𝐿3 (π‘₯). 50



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



2.2.5.3 Persamaan Hipergeometrik dari Gauss Persamaan differensial: π‘₯(1 βˆ’ π‘₯)𝑦" + [𝑐 βˆ’ (π‘Ž + 𝑏 + 1)π‘₯]𝑦′ βˆ’ π‘Žπ‘π‘¦ = 0 … … … … … … … … (1) Dengan a, b, dan c konstanta-konstanta, disebut persamaan differensial hipergeometrik dari Gauss atau disingkat persamaan hipergeometrik. Persamaan (1) sangat penting dalam teori dan praktik, karena banyak persamaan differensial linier orde dua dapat direduksi ke persamaan ini dank arena banyak fungsi khusus dihubungkan sangat dekat dengan penyelesaian persamaan ini. Kita andaikan bahwa c bukan suatu bilangan bulat. Persamaan indeks dari (1) di dekat titik singular yang regular π‘₯0 = 0 adalah: πœ†2 + (𝑐 βˆ’ 1)πœ† = 0. 0, dan 1 – c adalah akar kedua persamaan indeks itu. Karena c bukan bilangan bulat, selisih kedua akar itu tidak bulat. Jadi, menurut teorema 2.2.4, persamaan (1) mempunyai dua penyelesaian yang bebas linier berbentuk: ∞



∞



𝑦1 (π‘₯) = βˆ‘ π‘Žπ‘› π‘₯



𝑛



π‘‘π‘Žπ‘›



𝑦2 (π‘₯) =



𝑛=0



|π‘₯|1βˆ’π‘



βˆ‘ 𝑏𝑛 π‘₯ 𝑛 𝑛=0



Pembaca dapat membuktikan bahwa: π‘Žπ‘› =



π‘Ž(π‘Ž + 1) … (π‘Ž + 𝑛 βˆ’ 1)𝑏(𝑏 + 1) … (𝑏 + 𝑛 βˆ’ 1) π‘Ž0 untuk n = 1, 2, 3, … 𝑛! 𝑐(𝑐 + 1) … (𝑐 + 𝑛 βˆ’ 1)



… … … … . (2)



Jadi, dengan memilih π‘Ž0 = 1, kita peroleh penyelesaian: 𝑦1 (π‘₯) = 1 +



π‘Žπ‘ π‘Ž(π‘Ž + 1)𝑏(𝑏 + 1) 2 π‘₯+ π‘₯ … , |π‘₯| < 1 … … … … (3) 𝑐 2𝑐(𝑐 + 1)



Penyelesaian berbentuk deret (3) disebut deret hipergeometrik dan dinyatakan oleh F(a, b, c; x). Jadi, ∞



𝐹(π‘Ž, 𝑏, 𝑐; π‘₯) = 1 + βˆ‘ 𝑛=1



π‘Ž(π‘Ž + 1) … (π‘Ž + 𝑛 βˆ’ 1)𝑏(𝑏 + 1) … (𝑏 + 𝑛 βˆ’ 1) π‘₯ 𝑛 … … … … (4) 𝑐(𝑐 + 1) … (𝑐 + 𝑛 βˆ’ 1) 𝑛! 51



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Dan konvergen di dalam selang [π‘₯] < 1. Adalah penting untuk memperhatikan bahwa banyak fungsi dapat diperoleh dari fungsi hipergeometrik untuk berbagai nilai dari konstanta a, b, dan c. Sebagai contoh, 𝐹(π‘Ž, 𝑏, 𝑐; 0) = 1 π‘₯ lim 𝐹 (π‘Ž, 𝑏, 𝑏; ) = 𝑒 π‘₯ π‘Žβ†’βˆž π‘Ž 𝐹(βˆ’π‘Ž, 𝑏𝑏; βˆ’π‘₯) = (1 + π‘₯)π‘Ž 𝐹(π‘˜ + 1, βˆ’π‘˜, 1; π‘₯) merupakan polinom berderajat k untuk k bilangan bulat taknegatif. π‘₯𝐹(1,1,2; βˆ’π‘₯) = 𝐼𝑛(1 + π‘₯)



52



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Soal 2.2.5 Dalam soal 1-4, carilah rumus rekursif untuk koefisien-koefisien dari deret Frobenius sebagai solusi di dekat titik x0 yang diberikan. 1. (π‘₯ βˆ’ 1)2 𝑦" βˆ’ (π‘₯ + 1)𝑦 = 0, di dekat x0 = 1 2. (π‘₯ + 1)2 𝑦" βˆ’ (π‘₯ + 3)𝑦 = 0, di dekat x0 = -1 3. π‘₯ 2 𝑦" βˆ’ (π‘₯ 2 + π‘₯)𝑦′ + 𝑦 = 0, di dekat x0 = 0 4. 2(π‘₯ + 3)2 𝑦" βˆ’ (π‘₯ 2 + 5π‘₯ + 6)𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0, di dekat x0 = -3 5. Buktikan bahwa setiap persamaan differensial yang berbentuk: (π‘₯ βˆ’ 𝐴)(π‘₯ βˆ’ 𝐡)𝑦" + (𝐢π‘₯ + 𝐷)π‘Œβ€² + 𝐸𝑦 = 0, dengan A, B, C, dan D konstanta-konstanta dan A β‰  B dapat dipetakan menjadi persamaan Gauss dengan pemetaan x = A + (B – A)x. 6. Reduksilah persamaan differensial ke persamaan hipergeometrik dari Gauss dengan pemetaan yang ditunjukkan dalam soal 34. 1



(a) (π‘₯ βˆ’ 1)(π‘₯ + 2)𝑦" + (π‘₯ + 2) 𝑦′ + 2𝑦 = 0 1 4



(b) (π‘₯ 2 βˆ’ ) 𝑦" + 2𝑦′ βˆ’ 6𝑦 = 0 7. Selesaikan fungsi Bessel jenis pertama yang berkaitan dengan persamaan Bessel dalam soal berikut. 1 9



(a) π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ ) 𝑦 = 0 (b) π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + π‘₯ 2 𝑦 = 0 (c) π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 4)𝑦 = 0 8. Selesaikan poliom Laguerre yang berkaitan dengan persamaan Laguerre dalam soal berikut. (a) π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 𝑦 = 0 (b) π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 2𝑦 = 0 (c) π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 3𝑦 = 0 9. Selesaikan deret Hipergeometrik yang berkaitan dengan persamaan Gauss dalam soal berikut. 1



(a) π‘₯(1 βˆ’ π‘₯)𝑦" + (2 βˆ’ 3π‘₯) 𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0 3



(b) π‘₯(1 βˆ’ π‘₯)𝑦" + (4 βˆ’ 4π‘₯) 𝑦′ βˆ’ 2𝑦 = 0



53



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



2.2.6 Ulasan Bab Selesaikan MNA dalam ulasan bab 1-4, dengan menggunakan metode deret kuasa di sekitar titik awal yang diberikan. 1. 𝑦" βˆ’ π‘₯𝑦 = 0



dimana 𝑦(0) = βˆ’1 dan 𝑦 β€² (0) = 0



2. (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" βˆ’ π‘₯𝑦′ + 9𝑦 = 0



dimana 𝑦(0) = 0 dan 𝑦 β€² (0) = βˆ’3



3. 𝑦" βˆ’ 2π‘₯𝑦 + 6𝑦 = 0



dimana 𝑦(0) = 0 dan 𝑦 β€² (0) = βˆ’12



4. (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" βˆ’ 2π‘₯𝑦′ + 12𝑦 = 0



dimana 𝑦(0) = 0 dan 𝑦 β€² (0) = βˆ’3



Hitunglah empat koefisien pertama dari penyelesaian deret kuasa persamaan differensial dalam ulasan bab 5-8 di sekitar titik awal. 5. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + π‘₯ 2 𝑦 = 0



dimana 𝑦(1) = 1 dan 𝑦 β€² (1) = 0



6. (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" βˆ’ π‘₯𝑦′ + 𝑦 = 0



dimana 𝑦(βˆ’6) = 4 dan 𝑦 β€² (βˆ’6) = 1



7. (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" + π‘₯𝑦′ + 𝑦 = 0



dimana 𝑦(6) = 4 dan 𝑦 β€² (6) = βˆ’1



8. π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 2𝑦 = 0



dimana 𝑦(2) = 0 dan 𝑦 β€² (2) = 0



Cari bentuk dua penyelesaian yang bebas linier dari persamaan differensial dalam ulasan bab 9-14, di dekat π‘₯0 yang diberikan. Apa yang dapat anda katakan tentang jari-jari kekonvergenan dari penyelesaian itu tanpa menyelesaikan persamaan itu? 9. 𝑦" βˆ’ π‘₯𝑦 = 0; π‘₯0 = 0 1



10. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 4) 𝑦 = 0; π‘₯0 = 0 1 4



11. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ ) 𝑦 = 0; π‘₯0 = 1 12. (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" βˆ’ π‘₯𝑦′ + 16𝑦 = 0; π‘₯0 = 0 13. (1 βˆ’ π‘₯ 2 )𝑦" βˆ’ π‘₯𝑦′ + 16𝑦 = 0; π‘₯0 = βˆ’1 14. π‘₯(3 βˆ’ π‘₯)𝑦" + (1 βˆ’ 3π‘₯)𝑦′ βˆ’ 𝑦 = 0; π‘₯0 = 8 Hitung deret Frobenius sebagai penyelesaian dalam ulasan bab 15-18, di dekat titik π‘₯0 = 0. 15. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 9)𝑦 = 0 1



16. π‘₯ 2 𝑦" + π‘₯𝑦′ + (π‘₯ 2 βˆ’ 4)𝑦 = 0 54



17. π‘₯𝑦" + (1 βˆ’ π‘₯)𝑦′ + 3𝑦 = 0 1



18. π‘₯(1 βˆ’ π‘₯)𝑦" + (3 βˆ’ 2π‘₯) 𝑦′ + 2𝑦 = 0



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



19. Turunkan deret Taylor untuk fungsi cos (x) dengan menyelesaikan MNA, sebagai berikut denngan syarat awal yaitu: 𝑦" + 𝑦 = 0,



𝑦(0) = 1,



𝑦 β€² (0) = 0



Dengan menggunakan metode deret kuasa. 20. Turunkan deret Taylor untuk fungsi e-x dengan menyelesaikan MNA, sebagai berikut denngan syarat awal yaitu: 𝑦" βˆ’ 𝑦 = 0,



𝑦(0) = 1,



𝑦 β€² (0) = βˆ’1



Dengan metode deret kuasa.



55



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



BAB III Deret Fourier



3.1 Pendahuluan Dalam kehidupan, kita jumpai peristiwa fisis saat cuci tangan, terbentuk gelembung adanya gradasi warna. Munculnya akibat inferensi gelombang cahaya. Seperti diketahui, dikenal sifat dualisme cahaya, artinya selain bersifat partikel, memiliki sifat gelombang. Pola inferensi pada permukaan gelembung sabun adalah superposisi gelombang cahaya. Yakni, bergabungnya beberapa gelombang, baik memiliki amplitude sama atau berbeda, dan membentuk resultan gelombang. Deret Fourier dengan prinsip yang sama dengan cara memisahkan sebuah fungsi periodik menjadi sebuah himpunan gelombang sinus dan cosinus. Melalui deret Fourier, kita wakilkan sebuah fungsi sebagai kombinasi linier.



3.1.1 Tujuan Instruksional Umum Kegiatan ini bertujuan untuk memahami tentang Deret Fourier serta dapat menyelesaikan beberapa masalah tentang Deret Fourier dan grafiknya.



3.1.2 Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari materi berkaitan tentang Deret Fourier, diharapkan dapat memahami dan mengetahui: 1. Fungsi Periodik 2. Fungsi Genap Dan Ganjil 3. Definisi Deret Fourier 4. Deret Fourier Jangkauan Setengah 56



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



3.2 Penyajian Teori



3.2.1 Fungsi Periodik



Suatu fungsi f(x) dikatakan fungsi periodik dengan periode T jika untuk setiap x berlaku: f(x + T) = f(x)



Fungsi f(x) = sin x mempunyai periode T = 2πœ‹, 4πœ‹, 6πœ‹, … sebab: Solusi: sin(π‘₯) = sin(π‘₯ + 2πœ‹) = sin(π‘₯ + 4πœ‹) = sin(π‘₯ + 6πœ‹) = β‹― Bilangan T paling kecil dianggap sebagai periode suatu fungsi. Dalam contoh ini, fungsi f(x) = sin (x) mempunyai 2πœ‹. Dan sebagai bukti bahwa: ο‚·



sin(π‘₯) = sin(π‘₯ + 2πœ‹)



ο‚·



sin(π‘₯) = sin(π‘₯) cos(2πœ‹) + cos(π‘₯) sin(2πœ‹)



ο‚·



sin(π‘₯) = sin(π‘₯)



Dan seterusnya, sehingga terbukti bahwa: sin(π‘₯) = sin(π‘₯ + 2πœ‹) = sin(π‘₯ + 4πœ‹) = sin(π‘₯ + 6πœ‹) = β‹―.



Fungsi f(x) = sin (nx), dengan n suatu bilangan bulat positif adalah fungsi periodik dengan periode



2πœ‹ 𝑛



,



sebab: Solusi: 2πœ‹ 2πœ‹ 𝑓 (π‘₯ + ) = sin (𝑛 (π‘₯ + )) = sin(𝑛π‘₯ + 2πœ‹) = sin(𝑛π‘₯) = 𝑓(π‘₯) 𝑛 𝑛



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



57



Ilustrasi untuk n = 2 dapat dilihat pada gambar.



Gambar 3.1: Grafik Fungsi f(x) = sin (2x) dan periodenya. Kita dapat membuat fungsi yang didefinisikan pada suatu interval menjadi fungsi periodik. Artinya, fungsi y = f(x) dengan π‘₯ ∈ [π‘Ž, 𝑏] diperluas menjadi 𝑦 = 𝑓̂(π‘₯) dengan π‘₯ ∈ ℝ, yaitu: 𝑓(π‘₯) 𝑓̂(π‘₯) = { 𝑓(π‘₯ βˆ’ 𝑇)



π‘π‘–π‘™π‘Ž π‘₯ ∈ [π‘Ž, 𝑏] π‘π‘–π‘™π‘Ž π‘₯ βˆ‰ [π‘Ž, 𝑏]



Kita sebut teknik ini dengan periodisasi fungsi.



Fungsi f(x) = cos (nx) dengan n suatu bilangan bulat positif adalah fungsi periodik dengan periode



2πœ‹ 𝑛



,



sebab: Solusi: 𝑓 (π‘₯ +



2πœ‹ 2πœ‹ ) = cos (𝑛 (π‘₯ + )) = cos(𝑛π‘₯ + 2πœ‹) = cos(𝑛π‘₯) = 𝑓(π‘₯) 𝑛 𝑛



Sehingga fungsi periodik adalah T =



2πœ‹ 𝑛



.



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



58



Fungsi f(x) = tan (x) mempunyai periode T = πœ‹, sebab: Solusi: Bilangan T dianggap sebagai periode suatu fungsi. Dalam contoh ini, fungsi f(x) = tan (x) mempunyai πœ‹. Dan sebagai bukti bahwa: ο‚·



tan(π‘₯) = tan(π‘₯ + πœ‹)



ο‚·



tan(π‘₯) =



ο‚·



tan(π‘₯) =



ο‚·



tan(π‘₯) = tan π‘₯



tan(π‘₯)+tan(πœ‹) 1βˆ’tan(π‘₯)tan (πœ‹) tan(π‘₯)+0 1βˆ’tan(π‘₯) (0)



Jadi, terbukti bahwa fungsi tan (x) mempunyai peride T = πœ‹.



Berikut ini adalah contoh fungsi-fungsi periodik dalam bentuk grafik:



Fungsi f(x) dikatakan kontinu pada setiap segmen, bila f(x) hanya kontinu pada interval-interval tertentu dan diskontinu pada titik-titik yang banyaknya berhingga. Harga f(x) di titik-titik diskontinu ditentukan dengan menghitung harga limit fungsi f(x) untuk x mendekati titik diskontinu.



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



59



Tentukan periode dari fungsi berikut. 1.



𝑓(π‘₯) = sin(2π‘₯)



2.



𝑓(π‘₯) = tan(2π‘₯) + π‘π‘œπ‘  2 (π‘₯)



3.



𝑓(π‘₯) = cos(4π‘₯)



4.



𝑓(π‘₯) = tan(βˆ’2π‘₯)



5.



𝑓(π‘₯) = cos(βˆ’2π‘₯)



60



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



3.2.2 Fungsi Genap Dan Ganjil



i. Fungsi ganjil jika 𝑓(βˆ’π‘₯) = βˆ’π‘“(π‘₯) untuk setiap x ∈ ℝ, ii. Fungsi genap jika 𝑓(βˆ’π‘₯) = 𝑓(π‘₯) untuk setiap x ∈ ℝ.



Fungsi f(x) disebut fungsi genap jika 𝑓(βˆ’π‘₯) = 𝑓(π‘₯) untuk setiap x.



Polinomial dalam x yang suku-sukunya adalah x berpangkat genap merupakan fungsi genap. Jika f(x) fungsi genap, maka: π‘Ž



π‘Ž



∫ 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯ = 2 ∫ 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯ βˆ’π‘Ž



0



Fungsi f(x) disebut fungsi ganjil jika 𝑓(βˆ’π‘₯) = βˆ’π‘“(π‘₯) untuk semua x.



61



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Polinomial dalam x yang suku-sukunya adalah x berpanglat ganjil merupakan fungsi ganjil. Jika f(x) fungsi ganjil, maka: π‘Ž



∫ 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯ = 0 βˆ’π‘Ž



Berikut adalah beberapa contoh fungsi genap dan fungsi ganjil. a. Fungsi f(x) = cos (x) merupakan fungsi genap, sebab cos (-x) = cos x. b. Fungsi f(x) = sin (x) merupakan fungsi ganjil, sebab sin (-x) = -sin (x). c. Fungsi f(x) = x3 merupakan fungsi ganjil, sebab (-x)3 = -x3. d. Fungsi f(x) = x2 merupakan fungsi genap, sebab (-x)2 = x2. e. Fungsi f(x) = ex bukan merupakan fungsi genap ataupun ganjil, sebab e-x β‰  ex dan e-x β‰  -ex. Berikut adalah ilusrasi grafis fungsi genap dan fungsi ganjil.



Gambar 3.2.2 A: Periodisasi fungsi f(x) = x2, 𝒙 ∈ [𝟎, 𝟏].



62



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Tentukan apakah fungsi-fungsi berikut ini merupakan fungsi genap, ganjil, atau bukan keduanya. 1. 𝑓(π‘₯) = π‘₯ 4 βˆ’ 2π‘₯ 2 + 5 2. 𝑓(π‘₯) =



π‘₯ 3 βˆ’5π‘₯ π‘₯ 2 +1



3. 𝑓(π‘₯) = √π‘₯ 2 βˆ’ 2π‘₯ βˆ’ 1 4. 𝑓(π‘₯) = π‘₯ 2 βˆ’ 2 5. 𝑓(π‘₯) = π‘₯ 2 βˆ’ 2π‘₯ 6. 𝑓(π‘₯) = 2π‘₯ 4 + 7π‘₯ 3 βˆ’ π‘₯ 2 + 9



63



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



3.2.3 Definisi Deret Fourier Dalam beberapa permasalahan yang berhubungan dengan gelombang, pendekatan dengan deret Fourier yang suku-sukunya memuat sinus dan cosinus sering digunakan. Dengan mengekspansikan ke dalam bentuk deret Fourier. Suatu fungsi periodik bisa dinyatakan sebagai jumlah dari beberapa fungsi harmonis, yaitu fungsi dari sinus dan cosinus (fungsi sinusoidal).



Misalkan fungsi f(x) periodic dengan periode 2L. Jika fungsi ini terdefinisi pada interval (𝑐, 𝑐 + 2𝐿) dengan c suatu konstanta, maka fungsi ini dapat disajikan dalam bentuk deret: ∞



π‘Ž0 π‘›πœ‹π‘₯ π‘›πœ‹π‘₯ + βˆ‘ (π‘Žπ‘› cos ( ) + 𝑏𝑛 sin ( )) 2 𝐿 𝐿 𝑛=1



Dengan koefisien Fourier π‘Žπ‘› dan 𝑏𝑛 adalah: 𝑐+2𝐿



𝑐+2𝐿



1 π‘›πœ‹π‘₯ 1 π‘›πœ‹π‘₯ π‘Žπ‘› = ∫ 𝑓(π‘₯) cos ( ) 𝑑π‘₯ π‘‘π‘Žπ‘› 𝑏𝑛 = ∫ 𝑓(π‘₯) sin ( ) 𝑑π‘₯ 𝐿 𝐿 𝐿 𝐿 𝑐



𝑐



Secara khusus, jika fungsi f didefinisikan pada interval (L, -L), yaitu bersesuaian dengan c = -L, maka koefisien deret Fourier di atas menjadi: 𝐿



𝐿



βˆ’πΏ



βˆ’πΏ



1 π‘›πœ‹π‘₯ 1 π‘›πœ‹π‘₯ π‘Žπ‘› = ∫ 𝑓(π‘₯) cos ( ) 𝑑π‘₯ π‘‘π‘Žπ‘› 𝑏𝑛 = ∫ 𝑓(π‘₯) sin ( ) 𝑑π‘₯ 𝐿 𝐿 𝐿 𝐿



Misalkan 𝑓: [βˆ’πΏ, 𝐿] β†’ ℝ. Jika f genap, maka: 𝐿



2 π‘›πœ‹π‘₯ π‘Žπ‘› = ∫ 𝑓(π‘₯) cos ( ) 𝑑π‘₯ π‘‘π‘Žπ‘› 𝑏𝑛 = 0 𝐿 𝐿 0



Jika f ganjil, maka:



64 𝐿



2 π‘›πœ‹π‘₯ π‘Žπ‘› = 0 π‘‘π‘Žπ‘› 𝑏𝑛 = ∫ 𝑓(π‘₯) sin ( ) 𝑑π‘₯ 𝐿 𝐿 0



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Bukti. Akan dibuktikan untuk kasus f ganjil. Karena f ganjil, maka: f(-x) = -f(x). 𝐿



1 π‘›πœ‹π‘₯ π‘Žπ‘› = ∫ 𝑓(π‘₯) cos ( ) 𝑑π‘₯ 𝐿 𝐿 βˆ’πΏ



0



𝐿



1 π‘›πœ‹π‘₯ π‘›πœ‹π‘₯ π‘Žπ‘› = [ ∫ 𝑓(π‘₯) cos ( ) 𝑑π‘₯ + ∫ 𝑓(π‘₯) cos ( ) 𝑑π‘₯ ] 𝐿 𝐿 𝐿 βˆ’πΏ



0



0



𝐿



1 π‘›πœ‹(βˆ’π‘₯) π‘›πœ‹π‘₯ π‘Žπ‘› = [∫ 𝑓(βˆ’π‘₯) cos ( ) 𝑑(βˆ’π‘₯) + ∫ 𝑓(π‘₯) cos ( ) 𝑑π‘₯ ] 𝐿 𝐿 𝐿 𝐿



0



𝐿



𝐿



1 π‘›πœ‹π‘₯ π‘›πœ‹π‘₯ π‘Žπ‘› = [βˆ’ ∫ 𝑓(π‘₯) cos ( ) 𝑑π‘₯ + ∫ 𝑓(π‘₯) cos ( ) 𝑑π‘₯ ] 𝐿 𝐿 𝐿 0



0



π‘Žπ‘› = 0 Selanjutnya, 𝐿



1 π‘›πœ‹π‘₯ 𝑏𝑛 = ∫ 𝑓(π‘₯) sin ( ) 𝑑π‘₯ 𝐿 𝐿 βˆ’πΏ



0



𝐿



1 π‘›πœ‹π‘₯ π‘›πœ‹π‘₯ 𝑏𝑛 = [ ∫ 𝑓(π‘₯) sin ( ) 𝑑π‘₯ + ∫ 𝑓(π‘₯) sin ( ) 𝑑π‘₯ ] 𝐿 𝐿 𝐿 βˆ’πΏ



0



0



𝐿



1 π‘›πœ‹(βˆ’π‘₯) π‘›πœ‹π‘₯ 𝑏𝑛 = [ ∫ 𝑓(βˆ’π‘₯) sin ( ) 𝑑π‘₯ ] ) 𝑑(βˆ’π‘₯) + ∫ 𝑓(π‘₯) sin ( 𝐿 𝐿 𝐿 βˆ’πΏ 𝐿



0



𝐿



1 π‘›πœ‹π‘₯ π‘›πœ‹π‘₯ 𝑏𝑛 = [∫ 𝑓(π‘₯) sin ( ) 𝑑(βˆ’π‘₯) + ∫ 𝑓(π‘₯) sin ( ) 𝑑π‘₯ ] 𝐿 𝐿 𝐿 0



0



𝐿



2 π‘›πœ‹π‘₯ 𝑏𝑛 = ∫ 𝑓(π‘₯) sin ( ) 𝑑π‘₯ 𝐿 𝐿 βˆ’πΏ



65



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



(Syarat atau Kondisi Dirichlet) 1. 𝑓(π‘₯) terdefinisi dan bernilai tunggal, kecuali pada beberapa titik yang banyaknya berhingga pada interval (-L, L). 2. f(x) periodic dengan perioda 2L. 3. f(x) dan 𝑓′(π‘₯) merupakan fungsi yang kontinu pada setiap segmen pada interval (-L, L).



Maka deret Fourier dengan koefisien Fourier konvergen konvergen ke: (a) f(x), bilamana x adalah suatu titik kekontinuan. (b)



𝑓(π‘₯+0)βˆ’π‘“(π‘₯βˆ’0) 2



bilamana x adalah suatu titik ketakkontinuannya.



Catatan: Syarat 1, 2, dan 3 yang dinyatakan pada f(x) adalah syarat cukup tetapi bukan syarat perlu, dan secara umum dalam prakteknya dipenuhi.



Berikut ini nilai integral yang memuat fungsi sinus dan cosinus yang sering digunakan dalam menentukan koefisien deret Fourier. 𝐿



π‘›πœ‹π‘₯ ∫ sin ( ) 𝑑π‘₯ = 0, 𝐿



βˆ’πΏ 𝐿



𝐿



π‘›πœ‹π‘₯ ∫ cos ( ) 𝑑π‘₯ = 0 𝐿



βˆ’πΏ



𝐿



π‘›πœ‹π‘₯ π‘šπœ‹π‘₯ π‘›πœ‹π‘₯ π‘šπœ‹π‘₯ 0 ∫ cos ( ) cos ( ) 𝑑π‘₯ = ∫ sin ( ) sin ( ) 𝑑π‘₯ = { 𝐿 𝐿 𝐿 𝐿 𝐿



βˆ’πΏ



βˆ’πΏ



π‘π‘–π‘™π‘Ž π‘š β‰  𝑛 π‘π‘–π‘™π‘Ž π‘š = 𝑛



66



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Tentukan deret Fourier untuk fungsi: βˆ’1 𝑓(π‘₯) = { 1



π‘π‘–π‘™π‘Ž βˆ’ 5 < π‘₯ < 0 π‘π‘–π‘™π‘Ž 0 < π‘₯ < 5



Dan diluar interval [βˆ’5,5] dilakukan periodisasi dengan periode = 10. Solusi: Diperhatikan bahwa fungsi ini adalah ganjil dengan 2L = 10, lihat gambar berikut. 1



0



-1 -5



0



5



Gambar 3.2.2: Grafik fungsi f Oleh Karena itu, berdasarkan teorema 3.2.2, diperoleh π‘Žπ‘› = 0 dan, 5



2 π‘›πœ‹π‘₯ 𝑏𝑛 = ∫ 𝑓(π‘₯) sin ( ) 𝑑π‘₯ 5 𝐿 0



5



2 π‘›πœ‹π‘₯ 𝑏𝑛 = ∫ sin ( ) 𝑑π‘₯ 5 5 0



67



2 5 π‘›πœ‹π‘₯ 5 𝑏𝑛 = [βˆ’ cos ( )] 5 π‘›πœ‹ 5 0



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



𝑏𝑛 = βˆ’



2 [cos(π‘›πœ‹) βˆ’ cos(0)] π‘›πœ‹



𝑏𝑛 = βˆ’



2 [cos(π‘›πœ‹) βˆ’ 1] π‘›πœ‹



Jadi, diperoleh deret Fourier untuk fungsi ini adalah: ∞



𝑓(π‘₯) = βˆ‘ βˆ’ 𝑛=1



2 π‘›πœ‹π‘₯ [cos(π‘›πœ‹) βˆ’ 1] sin ( ) π‘›πœ‹ 5



Ekspansikanlah fungsi 𝑓(π‘₯) = π‘₯ 2 pada interval (0,2πœ‹) dalam deret Fourier jika fungsi tersebut diperiodisasi dengan periode 2πœ‹. Solusi: Dengan integral sederhana untuk mencari π‘Ž0 . Sehingga: 2πœ‹



1 1 (2πœ‹)3 8πœ‹ 2 2 π‘Ž0 = ∫ π‘₯ 𝑑π‘₯ = [ ]= πœ‹ πœ‹ 3 3 0



Dalam soal ini kita mempunyai L = πœ‹. Dengan mengambil c = 0, maka dengan menggunakan teknik integral parsial untuk mencari π‘Žπ‘› dan 𝑏𝑛 diperoleh: 2πœ‹



1 1 sin(𝑛π‘₯) βˆ’ cos(𝑛π‘₯) βˆ’ sin(𝑛π‘₯) 2πœ‹ 4 π‘Žπ‘› = ∫ π‘₯ 2 cos(𝑛π‘₯) 𝑑π‘₯ = [π‘₯ 2 ( ) βˆ’ 2π‘₯ ( )] = 2 , )+ 2( 2 3 πœ‹ πœ‹ 𝑛 𝑛 𝑛 0 𝑛



𝑛 β‰  0.



0



dan, 2πœ‹



1 1 βˆ’cos(𝑛π‘₯) βˆ’ sin(𝑛π‘₯) cos(𝑛π‘₯) 2πœ‹ 4πœ‹ 𝑏𝑛 = ∫ π‘₯ 2 sin(𝑛π‘₯) 𝑑π‘₯ = [π‘₯ 2 ( ) βˆ’ 2π‘₯ ( )] =βˆ’ )+ 2( 2 3 πœ‹ πœ‹ 𝑛 𝑛 𝑛 0 𝑛 0



Karena f(x) = x2 kontinu di dalam interval (0,2πœ‹), maka untuk setiap x ∈ (0,2πœ‹) berlaku: ∞



4πœ‹ 2 4 4πœ‹ 4πœ‹ 2 𝑓(π‘₯) = + βˆ‘ ( 2 cos(𝑛π‘₯) βˆ’ sin(𝑛π‘₯)) = + [(4 cos(π‘₯) βˆ’ 4πœ‹ sin(π‘₯) + β‹― ) + β‹― ] 3 𝑛 𝑛 3 𝑛=1



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



68



Diketahui fungsi f(x) sebagai berikut. 0 𝑓(π‘₯) = { 1



βˆ’πœ‹ 0.



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



87



Soal 4.2.2 Dengan menggunakan definisi 4.2.2, tentukan transformasi Laplace fungsi berikut ini. 1. 𝑓(𝑑) = cos(2𝑑)



9. 𝑓(𝑑) =



𝑑 cos(π‘Žπ‘‘) 2π‘Ž 3𝑑



2. 𝑓(𝑑) = 2𝑑 + 1



10. 𝑓(𝑑) = 𝑒



3. 𝑓(𝑑) = (sin(π‘Žπ‘‘) βˆ’ cos(π‘Žπ‘‘))2



11. 𝑓(𝑑) = √4 βˆ’ 𝑑 2



4. 𝑓(𝑑) = 6 sin(2𝑑) βˆ’ cos(4𝑑)



12. 𝑓(𝑑) = βˆšπ‘‘ 2 + 16



5. 𝑓(𝑑) = 𝑑 cos(π‘Žπ‘‘)



13. 𝑓(𝑑) = βˆšπ‘‘ 2 βˆ’ 2



6. 𝑓(𝑑) = 𝑑 sin(π‘Žπ‘‘)



14. 𝑓(𝑑) = (sec(π‘Žπ‘‘) βˆ’ cos(π‘Žπ‘‘))2



7. 𝑓(𝑑) = 𝑑 6



15. 𝑓(𝑑) =



8. 𝑓(𝑑) = 𝑑 sinh(π‘Žπ‘‘)



16. 𝑓(𝑑) = 𝑑 cosh(π‘Žπ‘‘)



𝑑 sin(π‘Žπ‘‘) 2π‘Ž



88



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



4.2.3 Rumus-Rumus Transformasi Laplace



Jika f(t) adalah fungsi yang kontinu secara sebagian-sebagian atau parsial dalam setiap interval 0 ≀ 𝑑 ≀ 𝑁 dan eksponensial berorde 𝛾 untuk 𝑑 > 𝑁, maka transformasi Laplace F(s) ada untuk setiap 𝑠 > 𝛾.



Berdasarkan definisi 4.2.2 dan teorema 4.2.3, dapat ditentukan secara ringkas transformasi Laplace dari beberapa fungsi sederhana yang disajikan dalam table di bawah ini: No.



𝑓(𝑑)



𝐹(𝑠) = β„’{𝑓(𝑑)}



Domain 𝐹(𝑠)



1



𝐢



𝐢 𝑠



𝑠>0



2



𝑑



1 𝑠2



𝑠>0



3



𝑑𝑛



4



𝑒 π‘Žπ‘‘



5



sin(π‘Žπ‘‘)



6



cos(π‘Žπ‘‘)



7



sinh(π‘Žπ‘‘)



8



cosh(π‘Žπ‘‘)



𝑛! 𝑠 𝑛+1 1 π‘ βˆ’π‘Ž



𝑠>0



𝑠>π‘Ž



π‘Ž + π‘Ž2



𝑠>0



𝑠 + π‘Ž2 π‘Ž 𝑠 2 βˆ’ π‘Ž2



𝑠>0



𝑠2 𝑠2



𝑠2



𝑠 βˆ’ π‘Ž2



𝑠 > |π‘Ž| 𝑠 > |π‘Ž|



(Buktikan table transformasi Laplace di atas menggunakan definisi 4.2.2) 89



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Soal 4.2.3 Carilah pemetaan Laplace dari tiap fungsi dalam soal 1-10 1. 5 βˆ’ 8𝑑 3 2. 𝑑 cos(3𝑑) 3. 𝑒 𝑑 cos(3𝑑) 4. 𝑒 3𝑑 cos(2𝑑) βˆ’ 𝑒 𝑑 sinh(5𝑑) 1



5. ∫ 𝑒 𝑑 cos(2𝑑)𝑑𝑑 0 1



6. ∫ cosh(𝑐) cos(𝑑 βˆ’ 𝑐)𝑑𝑑 0 𝑑



7. βˆ’π‘‘ ∫ 𝑒 βˆ’5(π‘‘βˆ’π‘) 𝑑 𝑑𝑑 0



90



Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



4.2.4 Sifat-Sifat Transformasi Laplace Teorema 1 : (Sifat Linier) Jika 𝑓1 (𝑑), 𝑓2 (𝑑), …, 𝑓𝑛 (𝑑) masing-masing mempunyai transformasi Laplace 𝐹1 (𝑠), 𝐹2 (𝑠), …, 𝐹𝑛 (𝑠) dan 𝑐1 , 𝑐2 , …, 𝑐𝑛 adalah konstanta-konstanta sembarang, maka : β„’{𝑐1 𝑓1 (𝑑) + 𝑐2 𝑓2 (𝑑) + 𝑐𝑛 𝑓𝑛 (𝑑)} = 𝑐1 𝐹1 (𝑠) + 𝑐2 𝐹2 (𝑠) +………+ 𝑐𝑛 𝐹𝑛 (𝑠) Contoh : Carilah β„’{4𝑒 5𝑑 + 6𝑑 3 βˆ’ 3 sin 4𝑑 + 2 cos 2𝑑} Penyelesaian : Langkah 1 Sesuai dengan teorema 1 sifat linier yaitu : β„’{𝑐1 𝑓1 (𝑑) + 𝑐2 𝑓2 (𝑑) + 𝑐𝑛 𝑓𝑛 (𝑑)} = 𝑐1 𝐹1 (𝑠) + 𝑐2 𝐹2 (𝑠) +………+ 𝑐𝑛 𝐹𝑛 (𝑠), maka : ο‚·



β„’{4𝑒 5𝑑 + 6𝑑 3 βˆ’ 3 sin 4𝑑 + 2 cos 2𝑑} = 4β„’{𝑒 5𝑑 } + 6β„’{𝑑 3 } - 3β„’{sin 4𝑑} + 2β„’{cos 2𝑑}



Langkah 2 ο‚·



β„’{4𝑒 5𝑑 + 6𝑑 3 βˆ’ 3 sin 4𝑑 + 2 cos 2𝑑} = 4β„’{𝑒 5𝑑 } + 6β„’{𝑑 3 } - 3β„’{sin 4𝑑} + 2β„’{cos 2𝑑}



ο‚·



β„’{4𝑒 5𝑑 + 6𝑑 3 βˆ’ 3 sin 4𝑑 + 2 cos 2𝑑} = 4(π‘ βˆ’5) + 6(𝑠4 ) - 3(𝑠2 +16) + 2(𝑠2 +4)



ο‚·



β„’{4𝑒 5𝑑 + 6𝑑 3 βˆ’ 3 sin 4𝑑 + 2 cos 2𝑑} = π‘ βˆ’5 + 𝑠4 - 𝑠2 +16 + 𝑠2 +4



1



4



3!



36



12



4



4



𝑠



2𝑠



36



12



2𝑠



Jadi, hasil dari β„’{4𝑒 5𝑑 + 6𝑑 3 βˆ’ 3 sin 4𝑑 + 2 cos 2𝑑} adalah π‘ βˆ’5 + 𝑠4 - 𝑠2 +16 + 𝑠2 +4.



Teorema 2 : (Sifat Translasi Pertama) Jika β„’{𝑓(𝑑)} = F(s) maka β„’{𝑒 π‘Žπ‘‘ 𝑓(𝑑)} = F(s – a), untuk s > a. Contoh : Hitunglah β„’{𝑒 βˆ’2𝑑 sinh 4𝑑} ! Penyelesaian : Langkah 1



91



β„’{𝑒 βˆ’2𝑑 sinh 4𝑑} dari sini diperoleh pula bahwa : ο‚·



𝑒 π‘Žπ‘‘ = 𝑒 βˆ’2𝑑 , maka a = -2 dan 𝑓(𝑑) = sinh 4𝑑, maka a = 4 Abdul Muis Adenan Norrahman | Masalah Nilai Awal Dan Nilai Batas



Langkah 2 ο‚·



β„’{𝑒 π‘Žπ‘‘ 𝑓(𝑑)} = F(s – a)



ο‚·



β„’{𝑒 βˆ’2𝑑 sinh 4𝑑} = (π‘ βˆ’(βˆ’2))2 βˆ’(4)2



ο‚·



β„’{𝑒 βˆ’2𝑑 sinh 4𝑑} = (𝑠+2)2 βˆ’16



4



4



4



Jadi, hasil dari β„’{𝑒 βˆ’2𝑑 sinh 4𝑑} adalah (𝑠+2)2 βˆ’16.



Teorema 3 : (Sifat Translasi Kedua) 𝑓(𝑑 βˆ’ π‘Ž) Jika β„’{𝑓(𝑑)} = F(s) dan g(t) = { 0



𝑑>π‘Ž 𝑑 𝑑