MASTER PLAN Kawasan Industri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



BAB 5 MASTER PLAN PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI



5.1 Tujuan Pengembangan Kawasan Tema pengembangan kawasan industri di Morowali didasarkan dari beberapa aspek, antara lain permintaan dan minat pelaku industri, ketersediaan lahan pengembangan di masa depan, serta kemungkinan melakukan diversifikasi dan pengembangan usaha lain yang masih berkaitan dengan bisnis inti dalam hal ini pengembangan industri berbasis Nikel maupun non Nikel. Pengembangan Kawasan Industri Morowali menggunakan skenario pengembangan yaitu: 1. Pengembangan kawasan maufaktur dari produk olahan”Nikel” untuk mendukung industri hulu yang ada di Morowali dan kebutuhan lain di sekitar kawasan industri; 2. Kawasan logistik dengan pengembangan sebagai Dry Port dan Landing Port Destination Logistic Center . Dalam skenario pengembangan Kawasan Industri Morowali sebagai hilirisasi industri nikel dan SDA lainnya, maka menjadikan Kawasan Industri Morowali menjadi kawasan industri berbasis nikel dan aneka industri turunannya dengan asumsi pemanfaatan keunggulan daerah yaitu nikel (Semelter), serta sumber daya alam lain beserta turunannya, menjadikan sebagai : ”Kawasan Industri Morowali yang Berdaya Saing dan Ramah Lingkungan”



Master Plan Kawasan Industri 5-1



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Skenario pengembangan kawasan dititik beratkan pada zona industri terlebih dahulu karena industri merupakan kegiatan investasi yang dapat menghidupkan kawasan ini, terlebih peruntukan lahan telah ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kabupaten Morowali No. 10/2012 tentang RTRW Kabupaten Morowali 2012-2032 dan Perda Provinsi Sulawesi Tengah No 8 tahun 2013 Tentang RTRW Provinsi Sulawesi Tengah.



5.2 Rencana Pengembangan Kegiatan Industri Provinsi Sulawesi Tengah (merupakan salah satu provinsi dengan potensi sumberdaya alam tambang nikel terbesar di Indonesia, lihat Tabel 5.1 di bawah ini. Tabel 5-1 Produksi dan Penyerapan Komoditas Nikel 2009-2011



Komoditas



Unit



2009 Pro- Eks- Domes- Produksi por tik duksi



2010 2011 Eks- Domes- Pro- Eks- Domespor tik duksi por tik



Ni + Co in Matte



Ribu Ton



68



61



0



77



77



0



72



68



0



Bijih Nikel



Juta Ton



6,1



5



0



7,5



6,4



0



32,9



32,6



0



Ferronikel



Ribu Ton



13



14



0



19



18



0



18



18



0



Sumber : Badan Geologi dan Sumber Data ESDM (2010)



Untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih baik dibanding dengan mengekspor bijih nikel dalam keadaan mentah, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 yang mensyaratkan pemrosesan terlebih dahulu mineral yang akan diekspor sebagai antisipasi melonjaknya ekspor bijih nikel sebelum masa berlaku pembatasan ekspor mineral mentah pada tahun 2014 sebagaimana diamanatkan oleh UU No.4 tahun 2009. Di dunia, penggunaan nikel terbanyak adalah untuk keperluan paduan di industri Stainless Steel. Sedangkan di Indonesia saat ini, Nikel baru dimanfaatkan terutama oleh industri pengecoran (foundry) dan industri pelapisan (plating). Perkiraan kasar kebutuhan nikel di Indonesia baru mencapai 9.800 – 12.000 ton per tahun. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan yang sangat besar antara potensi sumber daya bijih nikel yang dimiliki Indonesia dibandingkan dengan produksi turunan nikel (Ferronikel, Nikel Matte, Ni). Di Provinsi Sulawesi Tenggara daerahdaerah yang memiliki cadangan nikel berlimpah adalah (1) Kabupaten Morowali; (2) Kabupaten Kolaka; dan (3) Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.



Master Plan Kawasan Industri 5-2



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Gambar 5.1 Kabupaten Morowali sebagai Daerah Industri Nikel Optimisme pengembangan kawasan industri berbasis nikel di Kabupaten Morowali juga didukung oleh adanya kecenderungan permintaan bahan nikel dari negara luar. Saat ini, negara tujuan ekspor nikel ore dan nikel olahan Indonesia yang paling besar adalah ke beberapa negara di Asia dan negara lainnya di Eropa. Untuk nikel ore, dari total volume ekspor keluar negeri yaitu sekitar 48,5 juta ton, sebagian besarnya diekpor ke China yaitu dengan nilai ekpor sekitar US$ 1,25 milyar, atau sekitar 84,1% dari total nilai perdagangan nikel ore. Selanjutnya diikuti oleh negara Jepang dengan nilai perdagangan yang mencapai US$ 102,3 juta atau sekitar 6,9% dari total nilai perdagangan nikel ore. Nikel ore Indonesia juga diekspor ke beberapa negara di Eropa, diantaranya Ukraina dan Yunani dengan nilai perdagangan masing-masing sekitar 4,1% dan 2,2% dari total nilai perdagangan nikel ore. Untuk produk olahan nikel berupa nikel mattes, Indonesia mengekspor keseluruhan produksinya ke negara Jepang dengan volume total sekitar 91 ribu tons, dengan nilai perdagangan mencapai US$ 981,8 juta; Sedangkan untuk produk olehan nikel yang berupa feronikel, Indonesia sebagian besar mengekpor produksi nikelnya ke negara Belanda dengan total nilai perdagangan sekitar US$ 211 Juta atau sekitar 62,7% dari total nilai perdagangan feronikel. Negara lainnya yang menjadi tujuan ekspor feronikel Indonesia adalah



Master Plan Kawasan Industri 5-3



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah beberapa negara di Asia, yaitu negara Korea Selatan, China, dan Panama dengan nilai perdagangan sebesar US$ 125,6 juta lihat pada Tabel 5.2 di bawah ini. Tabel 5-2 Negara Tujuan Ekspor Nikel Ore dan Nikel Mattes Indonesia dan Nilai Perdagangannya Negara Tujuan 1. China



Nilai Perdagangan (US$) 1.252.775.869



2. Jepang



102.301.614



3. Ukarina



60.948.052



4. Yunani



32.226.603



5. Australia 6. Negara Lainnya Total



27.304.909



Negara Tujuan 1. Jepang



Nilai Perdagangan (US$) 981.838.952



2. Negara Lainnya



Negara Tujuan



1. Belanda 2. Korea Selatan 0 3. China 4. Panama 5. Negara Lainnya



13.527.300 1.489.084.347



Total



981.838.952



Nilai Perdagangan (US$)



211,067,278 103,644,101 11,434,960 10,617,799 0



Total



981.838.952



Sumber : UNComtrade, 2012, diolah



Dari data perdagangan produk nikel olahan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa selama ini Indonesia meengkspor sebagian besar produksi nikel olahannya ke negaranegara di Asia seperti Jepang, Korea Selatan, dan China serta beberapa negara di Eropa seperti Belanda (sebagai negara transit di Eropa Barat) dan Ukraina. Sebenarnya besaran ekspor produk olahan nikel Indonesia tersebut masih cukup kecil apabila dibandingkan dengan kebutuhan nikel olahan pada negara-negara tersebut, mengingat China, Jepang, dan Korea Selatan adalah negara dengan konsumsi nikel olahan terbesar di Dunia. Hal tersebut adalah peluang atau potential demand yang harus dimanfaatkan untuk mengembangkan Industri pengolahan nikel domestik untuk mendapatkan nilai tambah dari produksi nikel dalam negeri. Peta ekspor nikel olahan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.2 dan 5.3 di bawah ini. Melihat kenyataan tersebut di atas, maka dalam rangka pengembangan kawasan industri di Kabupaten Morowali telah dirumuskan dan ditentukan berbagai industri turunan nikel yang dapat memberikan nilai tambah dan multiplier effect bagi ekonomi daerah dan nasional sebagaimana dijelaskan di bawah ini.



Master Plan Kawasan Industri 5-4



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Gambar Gambar 5-2 Peta Sebaran Ekspor Nikel Ore



Gambar 5-1 Peta Sebaran Ekspor Nikel Ore



5.2.1 Rantai Pasok dan Rantai Nilai Nikel Dokumen MP3EI telah mengantarkan bahwa rantai industri yang dikembangkan di Indonesia (termasuk industri nikel di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tenggara), harus mulai dari hulu sampai hilir. Pada Gambar 5.4 di bawah, menyajikan rantai kegiatan industri berbasis pertambangan mulai dari hulu-ke hilir. Dengan demikian diharapkan adanya peningkatan nilai tambah produk nikel (value added) yang tercermin dari produk hasil produksi pada setiap tahapannya.



Master Plan Kawasan Industri 5-5



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Penambangan Penambangan bijih nikel termasuk kegiatan penggerusan, pengeringan dan pemilahan



Peleburan (Hulu) Semi-processed nickel matte atau ferronikel sebagai bahan pengolahan lanjutan



Pengolahan



End User



hasil produk pengolahan yang berupa stainless steel, sheet, tube, dll yang siap diguanakan untuk bahan baku industri barang jadi



hasil produk berupa barang jadi pada komponen elektronik, household, construction dll.



Pemurnian (Hilir) hasil produk nikel kadar tinggi dengan konsentrasi nikel >99% untuk hasil akhir nikel



Sumber : MP3EI, Kemenko Perekonomian, 2011, Diolah



Gambar 5-4 Rantai Produksi dan Rantai Nilai Industri Nikel



Kondisi saat ini yaitu sebagian besar bijih nikel masih diekspor dalam keadaan mentah ke luar negeri, di lain pihak produk feronikel belum digunakan untuk fabrikasi stainless steel didalam negeri, begitu juga dengan produk nikel matte yang belum dilakukan proses pemurnian lebih lanjut untuk menghasilkan logam nikel murni. Dari pernyataan tersebut Dapat diartikan bahwa negara Indonesia kehilangan nilai tambah yang tinggi, apabila mengekspor bijih nikel, tanpa mengolah sampai pada produk yang diperlukan pasar atau sampai produk dengan nilai yang paling tinggi Bijih nikel kadar rendah di bawah 1,5% Ni, sudah mulai dimanfaatkan oleh beberapa negara, seperti mengolahnya melalui jalur hidrometalurgi, yang memungkinkan dapat mengekstrak unsur lainnya seperti kobal, kromium, dan logam lainnya. Dalam penjualan produk kandungan kobal, baik dalam feronikel maupun nikel matte, harga dari kandungan kobal tersebut tidak diperhitungkan, padahal unsur logam tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Pemanfaatan bijih nikel kadar rendah (0,5 – 1,5% Ni), dalam meingkatkan nilai tambah, yaitu diolah dengan proses reduksi dalam tanur putar yang menghasilkan crude feronikel. Produk ini dapat dijadikan sebagai bahan baku peleburan untuk membuat feronikel. Dengan memproses bijih sampai dengan feronikel, dapat dilanjutkan dengan membangun industri Nikel nirkarat, yang selanjutnya menjadi produk yang siap pakai seperti Nikel lapis, stainless steel HRC, stainless steel HRP, stainless steel CRC, pipa gas, kawat, dan lainnya di dalam negeri. Penambahan nilai pada produk nikel dan turunannya hingga ke produk jadi dapat dilihat pada Gambar 5.5 di bawah ini.



Master Plan Kawasan Industri 5-6



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Gambar 5.5 Rantai Industri Produk Nikel dan turunannya Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa peningkatan tertinggi mencapai sekitar 6.000 kali untuk produk bar, rod, dan profile of nickel alloyed. Produk tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri, dimana sampai dengan saat ini, kebutuhan dari produk-produk tersebut masih diimpor dari luar negeri. Untuk KI Morowali direncanakan akan dikembangkan produksi nikel dengan kapasitas 60.000 ton/tahun dan industri ikutannya, sebagaimana terlihat pada Gambar 5.6 dan tabel 5.3.



Gambar 5-6 Rencana Kapasitas Produksi Nikel di KI Morowali



Master Plan Kawasan Industri 5-7



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Tabel 5.3 Recana Pengembangan Produksi Nikel di KI Morowali No



Pengembang



Produk



Kapasitas Produksi (Ton/Tahun)



Rencana Operasi * (Tahun)



Kandungan Ni Metal (Ton/Tahun)



1



Aneka Tambang



Ferronickel



20.000



Operated



4.000



2



Vale Indonesia



Ni in Matte



73.000



56.940



3



Indoferro



Nickel Pig Iron



Operated Operated



4



Bosowa Metal Industri Solway Investment Group Bumi Modern Sejahtera Bintang Delapan Mineral Aneka Tambang Central Omega Resourcess



Ferronickel



5.000



2014



1.000



Ferronickel



40.000



2014



8.000



Nickel Pig Iron



110.000



2014



4.400



Nickel Pig Iron



300.000



2014



12.000



Ferronickel



27.000



2015



5.400



Ferronickel



200.000



2015



40.000



60.000



2016



15.000



48.000



2017



12.000



Ferronickel



100.000



2017



20.000



Nickel Pig Iron



600.000



2018



24.000



Nickel Pig Iron



24.000



2018



960



Ferronickel



60.000



2017



5 6 7 8 9 10



Weda Bay Nickel



11



Inco



12 13 14 15



Macrolink Nickel Development Ibris Nickel Aneka Tambang KI Morowali (Mustang Corporation)



Total



Nickel Hydroxide Nickel Hydroxide



500.000



2.167.000



20.000



223.700



5.2.2 Analisis Teknologi Pengolahan Ferronickel Pengolahan nikel dengan proses pirometalurgi di Indonesia pada umumnya digunakan untuk mengolah nikel ore yang dapat mengahasilkan produk berupa ferronickel, nickel in matte dan nickel Smelter. Proses pengolahan nikel untuk menghasilkan ketiga produk tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. Proses pengolahan nikel ore menjadi Ferronickel (FeNi) dilakukan melalui dua rangkaian proses utama yaitu reduksi dalam tungku putar atau rotary kiln (RK) dan peleburan dalam tungku listrik atau electric arc furnace (EF) dan lazim dikenal dengan Rotary Kiln Electric Smelting Furnace Process atau ELKEM Process. Bijih yang telah dipisahkan, baik ukuran maupun campuran untuk mendapatkan komposisi kimia yang diinginkan, diumpankan ke dalam pengering putar



Master Plan Kawasan Industri 5-8



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah (rotary dryer) bersama-sama dengan reductant dan flux. Selanjutnya dilakukan pengeringan sebagian (partical drying) atau pengurangan kadar air (moisture content), dan kemudian dipanggang pada tanur putar (rotary kiln) dengan suhu sekitar 7001000°C tergantung dari sifat bijih yang diolah. Maksud utama pemanggangan (calcination) adalah untuk mengurangi kadar air, baik yang berupa air lembab (moisture content) maupun yang berupa air kristal (crystalized water), serta mengurangi zat hilang bakar (loss of ignition) dari bahan-bahan baku lainnya. Selain itu, pemanggangan dimaksudkan juga untuk memanaskan (preheating) dan sekaligus mencampur bahan-bahan baku tersebut. Dalam tanur putar juga dilakukan reduksi pendahuluan (prereduction) secara selektif untuk mengatur kualitas produk dan meningkatkan efisiensi/produktivitas tanur listrik, sesuai dengan pasaran dan kadar bijih yang diolah. Sekitar 20% dari kandungan nikel bjiih tereduksi, reduksi terutama dilakukan untuk merubah Fe3+ menjadi Fe2+, sehingga energi yang dibutuhkan dalam tanur listrik menjadi lebih rendah. Bijih terpanggang dan tereduksi sebagian dari tanur putar ini dimasukkan ke dalam tanur listrik secara kontinu dalam keadaan panas (di atas 500°C), agar dapat dilakukan pereduksian dan peleburan. Dari hasil peleburan diperoleh feronikel (crude ferronickel) yang selanjutnya dimurnikan pada proses pemurnian. Crude ferronickel memiliki kandungan 15-25% Ni dan kandungan pengotor yang tinggi seperti karbon, silikon, dan krom. Pemurnian dilakukan dengan oxygen blowing untuk menghilangkan karbon, krom dan silicon. Selain itu, juga ditambahkan flux berupa kapur, dolomit, flouspar, aluminium, magnesium, ferosilikon dan lain-lain, untuk menghasilkan slag yang memungkinkan sulfur dapat terserap pada saat pengadukan dengan injeksi nitrogen. Hasil proses pemurnian dituang menjadi balok feronikel (ferronickel ingot) atau digranulasi menjadi butir-butir feronikel (ferronickel shots), dengan kadar nikel di atas 30%. Diagram alir proses pengolahan nikel ore menjadi feronikel dapat dilihat pada Gambar 5.7. Sedangkan diagram alir untuk proses pemurnian dapat dilihat pada Gambar 5.8.



Master Plan Kawasan Industri 5-9



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Gambar 5-7 Proses Pengolahan Nikel Ore Menjadi Feronikel



Master Plan Kawasan Industri 5-10



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Sumber : Mineral&Energi, Maret 2013, Tekmira, ESDM Gambar 5-2 Diagram Alir Proses Pengolahan Nikel Ore Menjadi Feronikel (FeNi)



Sistem pengolahan nikel di atas menjadi penentu di dalam pengaturan tata letak ruang kegiatan di dalam tapak kawsan industri.



Master Plan Kawasan Industri 5-11



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



5.2.3 Industri Sektor Unggulan Lokal dan Aneka Industri Kabupaten Morowali, selain mempunyai sumberdaya alam berbasis tambang nikel, juga memiliki potensi untuk pengembangan industri berbasis sumberdaya pertanian dan perikanan tangkap (ikan laut). Apabila merujuk pada Perda No. 10/2012 tentang RTRW Kabupaten Morowali 2012-2032, di wilayah Kecamatan Bungku Tengah dan Bungku Timur, juga dicanangkan untuk pengembangan agroindustri. Karena itu, hasil FGD dengan stake holder di daerah dan juga calon investor (pengembangan KI Morowali), disepakati bahwa, selain industri berbasis nikel, di kawasan industri ini juga akan dikembangkan kegiaan industri komoditas unggulan lokal dengan rantai usaha/ industri ikutannya. Untuk itu telah dirumuskan dan ditentukan bahwa industri unggulan lokal yang akan dikembangkan dengan aneka industri ikutannya meliputi: No



Peruntukan Industri



Lluas Lahan (Ha)



Industri Berbasis Produk Unggulan Lokal 1 Industri Es 2 Cold Storage 3 Industri Pengolahan Ikan 4 Industri Pengolahan Rumput Laut 5 Industri Pengolahan Coklat 6 Industri Minyak Atsiri berbasis Cengkeh dan pala 7 Fasilitas Khusus Pendukung Industri Lokal Aneka Industri Industri Kimia, Makanan dan Minuman 1 Industri Makanan 2 Industri Pengolahan Kimia dan Makanan 3 Industri Kimia 4 Industri Pengolahan Air Minum Industri Elektronik 1 Industri Peralatan Listrik 2 Industri Kabel 3 Industri Peralatan Komunikasi



126,54 15,60 15,17 29,28 17,86 17,19 20,45 11,00 205,29 138,08 52,85 26,27 21,53 37,43 67,21 35,00 13,50 18,71



Sumber: Hasil analisis dan FGD di daerah, 2014. Dengan demikian maka secara digramatik, kegiatan-kegiatan industri yang akan dikembangkan dan diakomodir di KI-Morowali adalah sebagai terlohat pada gambar 5.10 di bawah.



Master Plan Kawasan Industri 5-12



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Gambar 5-10 Rencana Pengembangan Kegiatan Industri di KI Morowali Kawasan industri di Kabupaten Morowali rencananya akan dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali bekerjasama dengan PT. Mustang Corporation sebagai investor. Untuk itu, keduabelah pihak telah sepakat membentuk PT. Morowali Kawasan Industri sebagai pengembang kawasan dalam pengelolaan dan penyiapan pembangunan kawasan. Dengan dibangun/dikembangkan Kawasan Industri Morowali ini, diharapkan ke depan terjadi dampak ikutannya sebagai efek ganda kegiatan ekonomi industri yang dapat menciptakan/menyerap tenaga kerja dan menciptakan perluasan kegiatan ekonomi daerah sebagaimana digambarkan pada gambar 5.11 di bawah ini.



Gambar 5.11 Multipplier Effect Ekonomi Kawasan Industri



Master Plan Kawasan Industri 5-13



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



5.3 Rencana Kebutuhan Tenaga Kerja Sebagai kawasan yang akan dikembangkan, perhitungan jumlah penduduk hingga akhir tahun perencanaan tidak semata didasarkan pada laju pertumbuhan penduduk internal kawasan mengingat pola populasi penduduk eksisting akan sangat berbeda dengan pola populasi penduduk pada saat kegiatan industri telah dikembangkan. Pendekatan yang dilakukan untuk memprediksi jumlah penduduk hingga akhir tahun perencanaan dilakukan dengan memperhatikan sisi sediaan (supply side) yang berbasis pada daya dukung lahan bagi pengembangan komponen ruang pembentuk kawasan. Berdasarkan permen 35 tahun 2010, disebutkan bahwa standar teknis untuk kebutuhan tenaga kerja dapat dilihat berdasarkan luas area dari kawasan industri tersebut dengan standar yaitu sekitar 90 – 110 tenaga kerja per hektar. Dengan melihat standar tersebut maka dapat dihitung untuk kebutuhan tenaga kerja bagi kawasan industri Morowali adalah sebagai berikut : Kebutuhan Tenaga Kerja



: luas kawasan industri x 100 (diambil dari rata-rata kebutuhan)



Kebutuhan Tenaga Kerja



: 1244 Ha x 100 = 124.477 orang. Tabel 5-3 KEBUTUHAN TENAGA KERJA



Komponen



1 Ha Luas Kawasan Jumlah Tenaga Kerja Level Manager Level Staff / Supervisor Level Buruh TK Lokal TK Pendatang



Asusmsi



100 1.244 3% 20% 77% 30% 70%



Kebutuhan



org Ha 124.477 3734 24.895 95.847 37.343 87.133



org org org org org org



Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014



5.4 Rencana Pengembangan Tapak Kawasan (Site Plan Kawasan) Dengan mempertimbangkan berbagai input data dan hasil analisis sebagaimana telah dibahas pada Bab-3, Bab-4, dan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, kemudian disusun rencana pengambangan tapak (site plan) Kawasan Industri Morowali ini. Site Plan yang disusun merupakan kesimpulan dari hasil analisis dan konsep tapak di



Master Plan Kawasan Industri 5-14



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Bab-4. Kesimpulan tersebut meliputi komponen-komponen tapak sesuai dengan analisis tapak dan menghasilkan rencana pada tapak sebagai berikut.



5.4.1 Rencana Ruang (Lahan) Peruntukan Kegiatan Industri Kegiatan industri di dalam kawasan dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kluster, yaitu: 1. Industri Berbasis Nikel Industri fabrikasi di Kawasan Industri Morowali merupakan industri pengolahan nikel dibagi menjadi 3 jenis industri diantaranya: Sebagai rujukan untuk menentukan luas kapling-kapling untuk pengolahan nikel, diambil dari model pengolahan industri nikel PT. Ibris Nickel Ltd di Konawe Utara dan PT. Bintang Smelter Indonesia di Konawe Selatan. Hasil “benchmarking” menunjukkan bahwa luasan industri pada kedua Kawasan Industri tersebut adalah sebagai berikut. PT. Ibris Nickel Ltd di Konawe Utara Smelter membutuhkan pasokan bahan baku bijih nikel sebanyak 6 juta ton sampai 8 juta ton per tahun. Produk akhir yang dihasilkan berupa nickel smelter (bahan baku stainless steel) dengan kadar nikel 8% sebanyak 600.000 ton per tahun. Pembangunan dua train pilot project itu akan membutuhkan waktu delapan bulan. Kapasitas produksi nickel smelter dua train tersebut masing-masing 15.000 ton per tahun. Setelah pengoperasian dua unit train akan dilanjutkan pembangunan 38 train berikutnya. Jangka waktu pembangunan 38 unit train tersebut sekitar empat tahun. Untuk mengolah nikel tersebut, luas areal kompleks smelter yang dibutuhkan adalah sekitar 40 hektare (ha) di sekitar lokasi pertambangan nikel. Studi Kajian di PT. Bintang Smelter Indonesia di Konawe Selatan Pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel ini memiliki kapasitas produksi dengan hasil akhir berupa Nickel Smelter (NPI) sebesar 100.000 ton per tahun. Bijih nikel dipasok dari PT. Ifishdeco yang telah memulai kegiatan produksi tambang bijih nikel sejak 2011. PT Ifishdeco sebagai induk perusahaannya telah memproduksi bijih nikel sebanyak 2 juta ton per tahun sejak 2011 sampai sekarang. ton per tahun sejak 2011 sampai sekarang. Pengolahan dan pemurnian bijih nikel Bintang Smelter Indonesia, dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 500 orang, dengan memakai



Master Plan Kawasan Industri 5-15



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah tenaga lokal itu lebih secure untuk jangka panjangnya. Dan kalaupun ada tenaga kerja asing, paling satu atau dua orang. Luas lahan PT Bintang Smelter Indonesia adalah sekitar 70 hektare yang terdiri dari smelter, komplek dan area-area penunjanganya. Sementara, pasokan listrik 10 mega watt untuk operasional perkantoran, penerangan jalan dan lain sebagainya. Sedangkan, kebutuhan listrik untuk pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel akan memakai Kogas. Dengan menggunakan 2 (dua) perusahaan tersebut di atas sebagai referensi, maka rencana zona atau pola ruang untuk smelter di Kawasan Industri Morowali dikelompokkan dalam klasifikasi berikut: a. Zona Smelting Nikel Dengan kapasitas rencana untuk 2 unit smelter adalah masing-masing mencapai 60.000 ton per tahun, maka total produksi NPI adalah 100.000 ton per tahun, maka disusun zona ini direncanakan berfungsi untuk mengolah barang mentah nikel, Sebagai zona yang berfungsi untuk produksi Nickel Iron Pig, maka kegiatan yang menyertai zona ini direncanakan untuk kegiatan peleburan, pemurnian dan penumpukan. Zona ini mempunyai keterkaitan yang kuat dengan pasokan bahan baku. Dengan demikian, direncanakan berada paling dekat dengan tempattempat penyediaan bahan baku, juga memiliki akses langsung dengan pelabuhan melalui jalan kolektor kawasan. Tabel 5-4 Luas Lahan untuk Zona Smelting



Zona



Peruntukkan Blok



Smelting



2 unit Peleburan (Smelter) 2 unit Pemurnian (Refinery) Penumpukan Jalan Pengangkutan dan Penyimpanan



Zona Penyimpanan dan Mobilitas Material dan Produk NPI Total



Luas (Ha) 40 20 400 40 500



Sumber : Analisis , 2014



Master Plan Kawasan Industri 5-16



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah b. Zona Produksi Turunan Nikel Zona ini direncanakan sebagai zona yang berfungsi memanfaatkan hasil peleburan dan pemurnian nikel yang dilakukan di zona smelting . Zona ini direncanakan sebagai zona yang mengolah bijih nikel menjadi produk yang lebih memiliki nilai tambah. Fungsi zona ini adalah memanfaatkan hasil dari zona smelting . Fungsi yang boleh ada dalam zona ini adalah fungsi yang benar-benar mengolah bijih nikel yang dicampur dengan mineral lain sehingga menjadi barang-barang seperti ferro nikel, ferro mangan, ferro silikon, dan ferro. Ferro krom, dan produk-produk stainless steel. Dalam zona ini direncanakan ada dua blok besar yaitu blok stainles steel dan industri turunan. Tabel 5-5 Luas Industri Turunan Nikel Zona Industri Turunan Nikel



Peruntukkan Blok Stainless Steel Ferro Nickel Industri Komponen Otomotif Industri Peralatan Lain Berbasis Logam Nikel



Total



Luas (Ha) 25 20 20 30 100



Sumber : Indoferro , 2014



2. Zona Industri Unggulan Lokal Zona ini diperuntukan untuk pengalokasian bagi industri yang berbasis sumber daya ekonomi lokal Kabupaten Morowali yang terdiri dari hasil kelautan dan perkebunan. Dalam industri ini akan disedikan sejumlah lahan sekitar 2% dari total kawasan industri dari rencana kawasan sekitar 2.000 Ha , maka jumlah alokasi sekitar 40 Ha dengan perincian dibawah ini : Tabel 5-6 Industri Unggulan Lokal Zona



Industri Lokal



Peruntukkan Blok Industri Es Cold Storage Industri Pengolahan Ikan Industri Pengolahan Rumput Laut Industri Pengolahan Coklat Industri Minyak Atsiri berbasis cengkeh dan pala Fasilitas Khusus Pendukung Industri Lokal



Total



Luas (Ha) 5 1 10 5 5 2 5 33



Sumber : Aneka Referensi , 2014



Master Plan Kawasan Industri 5-17



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Pabrik es adalah suatu unit produksi untuk membuat dan menghasilkan es dalam bentuk es balok ataupun flake ice sebagai bahan pembantu untuk mendinginkan hasil perikanan dalam rangka mempertahankan mutu ikan. Pekerjaan pembangunan pabrik es terdiri dari pekerjaan sipil yaitu bangunan pabrik dan pekerjaan mekanikal yaitu instalasi unit refrigerasi atau unit pendingin dimana dalam unit ini terjadi proses pendinginan/pembekuan bahan baku air menjadi es. Adapun komponen yang di instal ini antara lain adalah compressor, condensor, receiver, evaporator (verdamper), brine tank (bak air garam), suction trap, accumulator, oil separator, agitator, control valve dan instalasi listrik sebagai sumber tenaga untuk menggerakan unit pendingin tersebut. Cold storage merupakan ruangan yang dirancang dengan kondisi suhu tertentu dan digunakan untuk menyimpan berbagai macam produk dengan tujuan mempertahankan kesegaran dan kandungan materialnya. Menurut jenisnya ruang pendingin dibagi menjadi empat yakni chilled room, freezer room, blast freezer, dan blast chiller. Chilled room dan freezer room digunakan untuk menyimpan produk sesuai dengan pengkondisian suhu yang diterima, sementara blast frezzer dan blast chiller digunakan untuk mengkondisikan sebuah produk pada suhu tertentu. Industri Fillet Ikan, merupakan bahan setengah jadi dari daging ikan yang nantinya akan diolah menjadi makanan lain seperti abon, bakso, sosis, dan juga dapat digunakan untuk fortifikasi berbagai aneka produk olahan. Fillet memiliki beberapa keuntungan sebagai bahan baku olahan, antara lain bebas duri dan tulang, dapat disimpan lebih lama, serta dapat menghemat waktu dan tenaga kerja karena penanganannya lebih mudah, sehingga akan memudahkan dan mengefesienkan proses produksi serta meningkatkan mutu produk olahannya. Industri rumput laut menjadi salah satu komoditas hilirisasi kelautan penting yang makin banyak dibudidayakan karena permintaan terhadapnya makin meningkat. Disamping karena kandungan agarnya juga ada kandungan karagenan (Carrageenan) yang penggunaannya makin meluas. Rumput laut dengan kandungan bahan untuk agar terutama didapatkan dari spesies Gracilaria dan Gelidium, sedangkan untuk kandungan karagenan banyak dibudidayakan spesies Eucheuma, ialah Eucheuma Cottoni dan Eucheuma Spinosum.



Master Plan Kawasan Industri 5-18



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Industri cokelat adalah pengolahan bahan utama coklat dalam berbagai jenis makanan seperti susu-kocok, permen, kue dan sereal. Produksi cokelat sangat rumit prosesnya. Pertama adalah memilih kokoa yang sudah dipanen, penyu-lingan kokoa menjadi biji kakao, dan pengiriman biji kakao ke pabrik untuk dibersihkan dan penghalusan. Biji kakao tersebut kemudian akan diimpor atau diekspor ke negaranegara lain dan diubah menjadi berbagai jenis produk makanan cokelat. Industri minyak cengkeh merupakan hasil penyulingan serbuk bunga cengkeh kering. Minyak atsiri jenis ini memiliki pasaran yang luas di industri farmasi, penyedap masakan dan wewangian. Kandungan minyak cengkeh adalah eugenol (90%), eugenil acetate, methyln-hepthyl alcohol, benzyl alcohol, methyl salicylate, methyl n-amyl carbinol, dan terpene caryo-phyllene. Minyak tangkai cengkeh adalah minyak atsiri hasil penyulingan tangkai kuntum cengkeh. Jenis ini jarang ditemukan di Kecamatan Samigaluh. Jenis minyak cengkeh yang terakhir, minyak daun cengkeh (clove leaf oil) adalah minyak atsiri hasil sulingan daun cengkeh kering (umumnya yang sudah gugur) dan banyak ditemukan di Kabupaten Morowali. 3. Zona Pendukung Industri (Aneka Industri) Zona ini diperuntukkan untuk pengalokasian fasilitas – fasilitas pendukung industri yang bersifat terintegrasi dengan kawasan, dan terkait industri yang dengan kegiatan industri yang ada dengan perincian dibawah ini : Tabel 5-7 Zona Pendukung Kegiatan Industri Zona Zona Pendukung



Peruntukkan Blok Pengemasan Pergudangan Powerplant (2 x 50 MW) dan Stockpille Batu Bara Pelayanan Logistik Stockpille Bahan Buangan Industri Air Minum Industri Kimia Batu Kapur Oxygen Plant



Total



Luas (Ha) 15 30 50 10 15 10 30 30 25 225



Sumber : Analisis , 2014



Pembagian zonasi masing-masing ruang kegiatan di Kawasan Industri Morowali disajikan pada gambar 5.9 di bawah ini.



Master Plan Kawasan Industri 5-19



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Gambar 5-9 Zoning Kawasan Industri Morowali



Master Plan Kawasan Industri 5-20



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



5.4.2 Aksesibilitas Terhadap Tapak Aksesibilitas terhadap tapak dibedakan antara aktivitas industri dengan aktivitas pendukung kawasan industri, Potensi yang ada adalah laut sebagai aksesibilitas aktivitas industri besar yang dalam hal ini aktivitas industri berbasis smelting melalui pembuatan pelabuhan, dan penggunaan rencana jaringan rel kereta api yang melintasi bagian depan kawasan yang akan digunakan sebagai alternatif aktivitas industri berbasis smelting ataupun aneka industri dan industri Produk Unggulan Lokal, Sedangkan aktivitas aneka industri dan industri Produk Unggulan lokal menggunakan aksesibilitas yang langsung berhubungan dengan jalan provinsi, Di dalam pembahasan analisis tapak aksesibilitas sebetulnya terjadi “Cross Activity” terutama antara sirkulasi jalan provinsi, rencana jaringan jalur kereta api, dan rencana aksesibilitas kawasan industri berbasis smelting terutama dengan adanya rencana pelabuhan, sehingga solusi desain adalah dengan membuat jalur kereta api dan jalan provinsi dengan konsep “Under Pass” dan rencana jalan untuk aktivitas industri berbasis smelting tetap pada level eksisting, Lihat gambar 5.10, aksesibiitas terhadap tapak.



5.4.3 Rencana Peruntukan Lahan dan Tata Letak di dalam Tapak Sesuai dengan zonasi peruntukan ruang kegiatan yang telah dipaparkan di atas, dapat dijelaskan bahwa rencana peruntukan lahan untuk berbagai kegiatan di dalam kawasan secara rinci terdiri atas: Zona & Blok



A 1



Kebutuhan luas Lahan (Ha)



Peruntukan Industri



Industri Berbasis nikel Smelting



762,08



4 Unit Peleburan dan Pemurnian (Smelter & Refinery)beserta lapangan penumpukan dan penyimpanan 2 3



Stainlees Steel Ferro Nickel



4 5 1 2 3



Industri Komponen Otomotif Industri Peralatan Lain Berbasis Logam Nikel Industri Berbasis Produk Unggulan Lokal Industri Es Cold Storage Industri Pengolahan Ikan



4 5



Industri Pengolahan Rumput Laut Industri Pengolahan Coklat



B



494,03 98,11 82,12 49,05 38,76 126,54 15,60 15,17 29,28 17,86 17,19



Master Plan Kawasan Industri 5-21



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Zona & Blok



6 7 C 1 2 3 4 1 2 3 D



Industri Minyak Atsiri berbasis Cengkeh dan pala Fasilitas Khusus Pendukung Industri Lokal Aneka Industri Industri Kimia, Makanan dan Minuman Industri Makanan Industri Pengolahan Kimia dan Makanan



20,45 11,00 205,29 138,08 52,85 26,27 21,53 37,43 67,21 35,00 13,50



Industri Kimia Industri Pengolahan Air Minum Industri Elektronik Industri Peralatan Listrik Industri Kabel Industri Peralatan Komunikasi



1



Pergudangan Simpanan Transit Lapangan Penumpukan Sarana Perkantoran dan Sarana Penunjang Lainnya IPAL



2 3 4 5 6 7



WTP Pemadam Kebakaran Rumah Telkom Power Plan Kantor Pengelola Klinik/RS



1 2 3 E



F G



Kebutuhan luas Lahan (Ha)



Peruntukan Industri



8 9 10 11 12 13



Tempat Olahraga Supermarket/Perbelanjaan Pujasera/Restauran Bank Hotel/Guest House Masjid



14 15 16 17



Gereja Dormitory Pusat Inovasi (Research Development) Pengolahan Sampah Ruang Terbuka Hijau Sarana Jalan



18,71 68,42 46,06 22,35 48,44 167,78 10,00 10,00 10,16 8,74 16,37 2,95 3,83 4,14 3,87 2,95 3,88 3,83 4,88 1,86 55,10 25,20 5,96 550,00 38,98



Jalan Utama



19,57



Jalan Lokal



19,41



Jumlah Total



1919,10



Master Plan Kawasan Industri 5-22



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Gambar 5.10: Aksesibiitas Teerhadap Tapak



Master Plan Kawasan Industri 5-23



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Dengan mempertimbangkan hubungan fungsional antarruang kegiatan dan hirarki (alur kegiatan), maka tata letak masing-masing blokg kegiatan merupakan hasil kesimpulan dari hirarki perletakan seluruh fungsi di dalam tapak terbagai atas: a. Ruang Terbuka Hijau dan green belt sebagai Kawasan Penyangga; b. Kawasan Industri sebagai Zona Privat (Industri berbasis Nikel, Industri Berbasis Produk Unggulan Lokal dan Aneka Industri); c. Kawasan Manajemen dan Pergudangan sebagai Zona Semi Publik (Power Plan, IPAL/WWTP & WTP/, Kantor Pengelola Kawasan, Jalan, Saluran Kawasan, Pemadam Kebakaran, Rumah Telekomunikasi, Tempat Pengolahan Sampah); dan d. Sarana dan Prasarana Penunjang sebagai Zona Publik (Kawasan Pemukiman/ Dormitory, Klinik/RS, Tempat Olahraga, Supermarket/Perbelanjaan, Pujasera/ Restoran, Bank, Hotel/Gust House, Masjid, Gereja, Pusat Inovasi). Tata letak masing-masing blok pe zonasi kegiatan industri, lihat gambar 5.12 di bawah. Komposisi penggunaan lahan pada kawasan industri Morowali, yaitu antara kaveling industri, jalan dan saluran, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang, memenuhi kriteria sebagai berikut, lihat pada tabel 5.8 dan 5.9 di bawah ini. Tabel 5-8 Kompisisi Penggunaan Lahan Pada Kaveling Industri



No



1



2



3



4



Jenis Penggunaan



Struktur Penggunaan (%)



Keterangan



Maksimal70%



Setiap kaveling harus mengikuti ketentuan KDB sesuai dengan Perda setempat.



Jalan dan Saluran



8-12%



Terdapat jalan primer dan jalan sekuder Tekanan gandar primer minimal 8 ton dan sekunder minimal 5 on Perkerasan jalan minimal 7meter.



RuangTerbuka Hijau



Minimal10%



Dapat berupa jalur hijau (greenbelt), taman dan perimeter



6-12%



Dapat berupa kantin, guest house, tempat ibadah, fasilitas olahraga,tempat pengolahan air bersih, gardu induk, rumah telekomunikasi.



Kaveling Industri



Fasilitas Penunjang



Sumber: Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah, Balitbang Indag-Puslitbang, 2001



Master Plan Kawasan Industri 5-24



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Master Plan Kawasan Industri 5-25



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Gambar 5. 10 Rencana Tapak (Site Plan) Kawasan Industri Morowali



Master Plan Kawasan Industri 5-42



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Tabel 5-9 Kriteria Alokasi Lahan Pada Kawasan Industri Luas Lahan Dapat Dijual (Maksimal 70%)



1 2



Luas Kawasan Industri Ha) 10-20 >20-50



Kaveling Industri (%) 65-70 65-70



3



>50-100



60-70



4



>100-200



50-70



No



5



>200-500



6



>500



45-70 40-70



Kaveling Komersial (%) Maksimal 10 Maksimal 10 Maksimal 12.5 Maksimal 15 Maksimal 17.5 Maksimal 20



Kaveling Perumah an (%) Maksimal10 Maksimal10



Jalan & Sarana Penunjang Lainnya Maksimal 70%



RTH (%)



Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan



Min 10 Min 10



Maksimal10



Sesuai kebutuhan



Min 10



Maksimal10



Sesuai kebutuhan



Min 10



10-25



Sesuai kebutuhan



Min 10



10-30



Sesuai kebutuhan



Min 10



Sumber: Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah, Balitbang Indag-Puslitbang, 2001



Berdasarkan peruntukkan jenis industri yang akan dikembangkan dalam Kawasan Industri Morowali, dimana ketiga kluster jenis industri ini membutuhkan peruntukan lahan yang cukup besar yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang kawasan industri tersebut. Maka indikasi penggunaan lahan bagi peruntukkan jenis industri yang dibutuhkan meliputi : Tabel 5-4 Kebutuhan Tenaga Kerja Dirinci Berdasarkan Kegiatan Industri No



Peruntukan Industri



A 1



Industri Berbasis nikel Smelting 2 Unit Peleburan (Smelter) 2 Unit Pemurnian (Refinery) Zona Penyimpanan dan Mobilitas Material dan Produksi NPI Penumpukan Jalan Pengangkutan dan Penyimpanan Stainlees Steel Ferro Nickel Industri Komponen Otomotif Industri Peralatan Lain Berbasis Logam Nikel Industri Berbasis Produk Unggulan Lokal Industri Es Cold Storage Industri Pengolahan Ikan Industri Pengolahan Rumput Laut Industri Pengolahan Coklat Industri Minyak Atsiri berbasis Cengkeh dan



2



3 4 5 6 B 1 2 3 4 5 6



Kebutuhan Lahan (Ha) 696.22



Tenaga Kerja 69,622



40.00 20.00



4,000 2,000



400.00 40.00 49.05 49.05 49.05 49.05 134.82 17.88 9.40 26.79 24.26 16.78 20.12



40,000 4,000 4,905 4,905 4,905 4,905 13,482 1,788 940 2,679 2,426 1,678 2,012



Master Plan Kawasan Industri 5-43



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah No 7 C 1 2 3 4 1 2 3



Kebutuhan Lahan (Ha)



Peruntukan Industri pala Fasilitas Khusus Pendukung Industri Lokal Aneka Industri Industri Kimia, Makanan dan Minuman Industri Makanan Industri Pengolahan Kimia dan Makanan Industri Kimia Industri Pengolahan Air Minum Industri Elektronik Industri Peralatan Listrik Industri Kabel Industri Peralatan Komunikasi Jumlah



19.59 308.98 204.24 66.81 45.97 45.19 46.27 104.75 46.79 22.98 34.97 1244



Tenaga Kerja 1,959 30,898 20,424 6,681 4,597 4,519 4,627 10,475 4,679 2,298 3,497 124,477



Sumber Hasil analisis, 2014



Melihat kebutuhan akan tenaga kerja dan proyeksi penduduk untuk di wilayah kajian tahun 2033 maka dapat disimpulkan bahwa jumlah yang terdapat di wilayah kajian tidak bisa memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja untuk kawasan industri, maka dari itu kemungkinan besar kawasan industri Morowali akan menarik tenaga kerja di luar kawasan sekitar wilayah kajian.



5.5



Rencana Kebutuhan Sarana dan Prasarana Kawasan



5.5.1 Rencana Kebutuhan Sarana Kawasan Kebutuhan sarana secara umum bagi pengembangan kawasan industri, terdiri dari sarana perumahan bagi tenaga kerja, sarana perkantoran pemerintahan/pelayanan dan sarana



penunjang



lainnya



berupa



pusat



informasi,



peribadatan,



kesehatan,



telekomunikasi, keuangan, olahraga, ruang terbuka, pemadam kebakaran, dan lain sebagainya. Berdasarkan Peraturan Menteri No. 35/M-IND/PER/3/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri, maka diperoleh kebutuhan untuk sarana/fasilitas penunjang adalah 6 – 12%, sehingga untuk pengembangan Kawasan Industri Morowali Di Kabupaten Morowali disediakan kebutuhan lahan untuk sarana penunjang seluas 130 Hektar. A. Sarana Perumahan Untuk menyerap daya tampung jumlah tenaga kerja di masa yang akan datang konsekuensinya adalah perlu penyediaan rumah bagi para tenaga kerja, dengan syarat lokasi perumahan tersebut harus :



Master Plan Kawasan Industri 5-44



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Aksesibilitas Yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan lain, yang perlu diperhatikan disini adalah pemilihan lokasi perumahan haruslah di tempat yang aksesnya tinggi ke tempat kerja dan pusat-pusat pelayanan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aksesibilitas tersebut adalah : -



Faktor lokasi atau posisi kawasan perumahan terhadap kawasan-kawasan



-



lain. Faktor sistim transportasi misalnya kondisi jalan dan sarana angkutannya.



Kompabilitas Keserasian dan keterpaduan antar kawasan yang menjadi lingkungannya, karena itu dalam memilih lokasi perumahan perlu dipertimbangkan kondisi eksisiting dan rencana guna lahan di sekitarnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya gangguan-gangguan oleh aktivitas di sekitarnya terhadap perumahan atau sebaliknya. Fleksibilitas Kemungkinan pertumbuhan fisik atau pemekaran kawasan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana. Ekologis Keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya, dalam hal ini berkaitan dengan faktor-faktor sumber daya alam, iklim dan kemungkinan bencana alam. Dengan adanya rencana pemanfaatan lahan untuk kegiatan perumahan di Kawasan Industri Morowali ini akan dijadikan sebagai alternatif dalam peme-nuhan kebutuhan perumahan bagi para tenaga kerja. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi kemungkinan ketidakmampuan perumahan yang telah ada untuk menampung tenaga kerja industri dalam kawasan, karena itu perhitungan kebutuhan perumahan untuk tenaga kerja perlu dilakukan. Khususnya bagi tenaga kerja pendatang. Kebutuhan perumahan pada kawasan mengacu pada Peraturan Menteri No. 35/MIND/PER/3/2010



tentang



Pedoman



Teknis



Kawasan



Industri,



dimana



diasumsikan 1,5 tenaga kerja/buruh membutuhkan 1 unit hunian. Dengan keberadaan jumlah tenaga kerja sekitar 89.900 tenaga kerja maka dibutuhkan 56.667 unit rumah. Kebutuhan akan lahan perumahan diasumsikan 1 unit rumah manager membutuhkan luas 120 m2, rumah staff membutuhkan luas 90 m2 dan rumah buruh dengan model rumah gandeng atau per kamar membutuhkan luas 24



Master Plan Kawasan Industri 5-45



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah m2 dengan demikian kebutuhan lahan untuk perumahan menjadi 2.150.960 m2 atau 215 Ha. Dengan keberadaan kebutuhan perumahan di kawasan industri, diasumsikan bahwa 70 % dari tenaga kerja yang ada merupakan tenaga kerja pendatang diluar sekitar kawasan, maka kebutuhan akan perumahan sekitar 37.567 unit dengan luas sekitar 1.505.672 m² atau sekitar 151 Ha. Berdasarkan pada Pedoman Teknis Kawasan Industri bahwa untuk kawasan industri lebih dari 500 Ha perlu disediakan areal perumahan 10-30% dari luas lahan yang dapat dijual. Dengan demikian dengan asumsi 10% dari luas kavling (2000 Ha) yang dapat dikembangkan sebagai kawasan perumahan dalam kawasan adalah seluas 200 Ha. Maka kebutuhan lahan perumahan dapat tercukupi bila jumlah tenaga kerja diasumsikan 70 % dari pendatang, akan tetapi bila seluruh tenaga kerja harus disediakan perumahan didalam kawasan, maka tidak mencukupi sehingga sisa dari kebutuhan perumahan (37.567 unit rumah) untuk tenaga kerja pendatang dialokasikan pada wilayah sekitar kawasan industri yang tentunya perlu didukung transportasi darat dan kendaraan angkutan pekerja yang memadai. Tabel 5-5 Kebutuhan Rumah Tenaga Kerja Komponen



Kebutuhan TK



Kawasan Industri Level Manager



2.697



Kebutuhan Rumah (Unit)



Luas kapling (m2)



Kebutuhan Lahan m²



Ha



2,150,960



215



org



53,667



org



1,610



120



193,200



19



Level Staff / Supervisor



17.980



org



10,733



90



966,000



97



Level Buruh



69.223



org



41,323



24



991,760



99



org



53,667



2,150,960



215



Jumlah Total



89.900



Sumber : Hasil Analisis, 2014



Pola pengembangan permukiman bagi buruh/tenaga kerja dapat dikembangkan dalam bentuk rumah susun atau dormitory dimana dalam rumah susun / dormitory tersebut dapat berisi ruang-ruang dengan ukuran dalam masing ruang sekitar 24 m2 yang mampu menampung sekitar 4 orang dengan jumlah lantai 5 – 8 lantai. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan rumah susun / dormitory termasuk kedalam rumah susun bertingkat tinggi. Rancangan bangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan keamanan, keselamatan, kesehatan dan kenyamanan bagi penghuni dan/atau pemakainya, sebagaimana ketentuan untuk bangunan hunian tidak bertingkat. Selain harus



Master Plan Kawasan Industri 5-46



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah memenuhi persyaratan keselamatan dan kenyamanan teknis sebagaimana diuraikan pada Ketentuan umum tentang rancangan bangunan. Sebagai rujukan perancangan digunakan Permen PU.No.05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi. Analisis terhadap kebutuhan pembangunan rumah susun bertingkat tinggi dengan jenis rumah susun sederhana sewa, adalah sebagai berikut : 1. Kebutuhan unit rumah



: 53.667 unit rumah



2. 1 Unit hunian ditempati oleh : 4 orang 3. Standar m2/unit dormitory



: 24 m2



4. Luas unit hunian



: 418.600 m2



5. Diperoleh perhitungan



: 418.600 m2 + (30% (sirkulasi) x 418.600 m2) =



515.200 m2 6. Perkiraan luas lantai tipikal satu blok massa bangunan : 6.000 m2 dengan daya tampung 250 unit 7. Jumlah Lapis yang dibutuhkan : 515.200 m2 / 6.000 m2 = 70 lapis Dari perhitungan tersebut dapat dibuat alternatif-alternatif jumlah peruntukkan blok : Alternatif 1 1 Blok terdiri dari 5 lapis unit hunian 70 : 5 = 14 blok Alternatif 2 1 Blok terdiri dari 8 lapis unit hunian 70 : 8 = 9 blok Dari alternatif diatas maka diambil kesimpulan penggunaan alternatif 2 untuk perancangan rumah susun/dormitory ini. Alternatif 2 ini terdiri dari 8 lapis unit hunian dan di tambah 1 lapis lantai dasar yang di peruntukan untuk fasilitas penunjang seperti ruang bersama, tempat bermain dan juga direncanakan untuk parkir, maka kebutuhan akan dormitory sekitar 12 blok yang harus disediakan. Tabel 5-12 Kebutuhan Perumahan / Dormitory



Komponen Kawasan Industri Level Manager Level Staff / Supervisor Level Buruh



Kebutuhan Rumah (Unit)



Dormitory



1 Unit dihuni 4 org



Sirkulasi (30 %)



Jumlah Lantai



Luas Total



Luas Lantai (6.000m2)



5



8



Luas Unit



Luas Keseluruhan



53,667



24



1,288,000



322,000



96,600



418,600



70



14



9



1,610



24



38,640



9,660



2,898



12,558



2



0



0



10,733



24



257,600



64,400



19,320



83,720



14



3



2



41,323



24



991,760



247,940



74,382



322,322



54



11



7



Sumber : Hasil Analisis, 2014



Master Plan Kawasan Industri 5-47



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



B. Sarana Perkantoran dan Fasilitas Penunjang Lainnya Kebutuhan sarana perkantoran dan sarana penunjang lainnya pada Kawasan Industri Morowali, mencakup sarana perkantoran dan saana penunjang lainnya dalam mendukung kegiatan di Kawasan Industri. Adapun kebutuhan sarana perkantoran dan penunjang ini disesuaikan berdasarkan perhitungan kebutuhan. Kebutuhan sarana sosial pada kawasan Industri, mencakup sarana/fasilitas sosial yang diperuntukan untuk pengguna dan tenaga kerja yang ada di dalam Kawasan Industri. Suatu kawasan industri tidak hanya semata-mata terdiri dari mesin-mesin saja, tetapi perlu disiapkan pula fasilitas penunjangnya (pelengkap). Dasar pertimbangan dalam pemilihan fasilitas-fasilitas penunjang adalah : - Standar teknis masing-masing fasilitas - Kelompok sasarannya dan skala pelayanannya - Keterkaitan dengan komponen lainnya, tingkat kepentingannya dan frekuensi pemanfaatannya. Berdasarkan pertimbangan ketiga faktor tersebut, dapat dirumuskan perletakan fasilitas penunjang sebagai berikut: - Fasilitas yang diletakkan di dalam kavling industri, adalah kantin, sehingga dalam jam istirahat karyawan/pegawai masih dalam tetap dalam lingkungan pabrik. - Fasilitas penunjang lainnya di letakkan secara terpusat untuk memudahkan pengguna/penghuni kawasan melakukan aktivitas di luar kegiatan pabrik dan diletakkan berdekatan dengan zona perumahan buruh/tenaga kerja. - Fasilitas berupa trade center merupakan fasilitas yang disediakan didalam kawasan sebagai pusat informasi, pameran produk-produk yang dihasilkan dan pelayanan industri lainnya yang terkait dengan kegiatan-kegiatan industri khususnya bagi penarik investor dan pelaku industri lainnya. Sebaiknya trade center memiliki keterdekatan dengan kantor pemasaran/manajemen pemasaran. Adapun kebutuhan sarana penunjang dalam kawasan industri dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5-13 Sarana Perkantoran dan Sarana Penunjang Lainnya No 1 2



Sarana Penunjang IPAL WTP



Luas Sarana (Ha) 10 10



Master Plan Kawasan Industri 5-48



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah No 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16



Sarana Penunjang Pemadam Kebakaran Rumah Telkom Gardu Distribusi Listrik Kantor Pengelola Klinik / RS Tempat Olahraga Supermarket / Perbelanjaan Pujasera / Restauran Bank Hotel / Gest House Masjid Gereja Dormitory Pusat Inovasi (Research Development) Jumlah Total



Luas Sarana (Ha) 2.8 2.8 11 4 4 4 2.8 2.1 1.4 11 4.2 1 55.2 25.5 151.8



Sumber: Analisis, 2014



Dengan peruntukan industri pada Kawasan Industri Morowali yang terdiri atas industri berbasis nikel dan aneka indutri, maka ada beberapa sarana pendukung industri yang lokasi penempatannya dibagi menjadi dua. Hal ini dikarenakan kebutuhan dan sistem pengolahan yang berbeda antara industri berbasis nikel dengan aneka industri. Adapun sarana yang dipisahkan antara lain : 1. IPAL dan WTP di tempatkan di dua tempat yaitu di Kawasan Industri Berbasis Nikel seluas 10 Ha dan di Kawasan Aneka Industri seluas 10 Ha. 2. Gardu distribusi untuk energy Listrik di tempatkan di dua tempat yaitu gardu distribusi listrik untuk kawasan industri berbasis Nikel seluas 11 Ha dan gardu distribusi untuk distribusi di Kawasan anaeka industri seluas 5 Ha. 3. Pemadam kebakaran di tempatkan di dua tempat yaitu pemadam kebakaran untuk kawasan industri berbasis Nikel seluas 2,8 Ha



5.5.2 Intensitas Ruang Kawasan A. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka prosentase berdasarkan perbandingan luas lantai dasar bangunan terhadap luas tanah perpetakan. Koefisien dasar bangunan diperlukan untuk membatasi luas lahan yang tertutup perkerasan, sebagai upaya untuk melestarikan ekosistem, sehingga dalam lingkungan yang



Master Plan Kawasan Industri 5-49



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah bersangkutan sisa tanah sebagai ruang terbuka masih menyerap atau mengalirkan air hujan ke dalam tanah. Batasan Koefisien Dasar Bangunan adalah : 1. Di kawasan perencanaan intensitas penggunaan lahan bagi peruntukkan industri, akan lebih rendah dari intensitas lainnya. Hal ini karena lahan peruntukkan industri selain bagi bangunan pabrik, lahan tersebut juga berguna bagi tempat parker dan RTH. Sehingga KDB yang disarankan bagi peruntukkan industri adalah 60 % dengan KLB sekitar 1,6 hingga 2. 2. Pada daerah peruntukkan sarana dan prasarana penunjang serta permukiman bagi pekerja industri, intensitas ruangnya jauh lebih tinggi disbanding intensitas ruang industri, hal ini diperuntukkan untuk memaksimalkan penggunaan lahan bagi kebutuhan sarana dan prasaran penunjang kegiatan industri. Sehingga KDB yang disarankan bagi peruntukkan sarana dan prasarana penunjang industri adalah 70 – 80 % dengan KLB sekitar 1,6 hingga 2. B. Ketinggian Bangunan Penataan ketinggian bangunan yang dicerminkan dari jumlah lantai bangunan, disesuaikan dengan daya dukung lahan dan fungsi lahan yang telah ditetapkan. Untuk Kawasan Industri Morowali yang mempunyai nilai lahan yang rendah hingga sedang, bangunan bangunan yang mempunyai banyak lantai dinilai lebih sesuai daripada bangunan- bangunan yang mempunyai lantai satu. Penentuan/penetapan ketinggian maksimum bangunan dapat dilakukan melalui : 1. Konsep 450 atau ½ ROW jalan . 2. Konsep Skyline Kawasan. 3. Bangunan Khusus. 4. Konsep Keselamatan Operasional Penerbangan. 5. Konsep Ekologi Bangunan. Keberadaan peruntukkan bagi industri ketinggian bangunan yang disarankan antara 2 - 4 lantai, hal ini juga didukung oleh kesetabilan lereng dan geologi tanah. Ketinggian hingga 4 lantai tersebut juga perlu diperhitungkan mengenai beban bangunan yang nantinya juga diperuntukkan oleh peralatan industri yang dapat mempengaruhi tingkat kesetabilan bangunan itu sendiri. Sedangkan peruntukkan bagi fasilitas penunjang seperti pusat inovasi, dormintory, hotel/geust house,



Master Plan Kawasan Industri 5-50



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Supermarket, tempat peribadatan dan perkantoran dapat diperkenankan antara 2 – 10 lantai, hal ini dikarenakan fungsi dari bangunan itu sendiri yang bukan merupakan memuat perlengkapan seperti pada industri. C. Garis Sempadan Bangunan Sempadan bangunan adalah lebar ruang bebas bangunan yang dihitung dari batas dinding bangunan terluar hingga batas pinggir daerah milik jalan, dari jalan yang ada di depan, di belakang dan di samping bangunan. Maksud perencanaan sempadan bangunan ini adalah untuk pengaturan ruang terbuka antara jalan dengan bangunan, bangunan dengan bangunan, untuk sirkulasi penghuni, ventilasi cahaya matahari atau kemungkinan gangguan/bahaya kebakaran. Garis sempadan bangunan di kawasan Industri Morowali disarankan antara 4 – 8 m.



5.5.3 Rencana Kebutuhan Prasarana Kawasan A. Jalan dan Sirkulasi



Pola Sirkulasi Pada dasarnya pola sirkulasi yang dibutuhkan dalam kawasan perencanaan terdiri dari sirkulasi eksternal dan sirkulasi internal. Sirkulasi eksternal merupakan prasarana jalan yang ada saat ini diarahkan untuk melayani sirkulasi eksternal dalam kawasan yang menghubungkan antar sub zona dan keluar kawasan dan sirkulasi eksternal tidak dibatasi oleh pagar pembatas. Sedangkan sirkulasi internal, merupakan sirkulasi yang terjadi untuk menghubungkan antar blok/zona dalam kawasan dan tiap kavling bangunan. Tiap massa bangunan yang berada dalam satu blok sebaiknya tidak dibatasi oleh pagar pembatas. Pola Jaringan Jalan Kawasan industri identik dengan pembentukan kavling-kavling secara beraturan sehingga membutuhkan penanganan pola jaringan jalan yang dapat menghubungkan antar kavling dengan jalan utama. Selain itu, perlu diperhatikannya pengguna jalan, dimana umumnya kendaraan yang melewati kawasan merupakan kendaraan berat pembawa bahan baku maupun hasil produksi sehingga untuk memudahkan kendaraan berat beroperasi dan terhubung dengan semua bagian blok. Berdasarkan kebutuhan pengembangan kawasan industri, maka pola yang cocok adalah dengan pengembangan pola jaringan jalan grid/grid iron/gris pattern. Dengan pola ini tapak



Master Plan Kawasan Industri 5-51



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah industri akan terbagi menjadi persil-persil secara beraturan. Dan seperti pola-pola yang lainnya, pola grid iron ini memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungan yang diperoleh dari pola grid iron antara lain: secara visual terlihat teratur dan rapi; akan lebih memudahkan dalam mendesain dan membangun jaringan prasarana, karena jaringan prasarana mengikuti pola jaringan jalan; kapling-kapling yang dihasilkan lebih banyak; interaksi antar kapling lebih baik dan aksesibilitas tiap kapling lebih tinggi. Adapun kerugian dari pola grid iron adalah: boros dalam penggunaan lahan untuk jaringan jalan dan prasarana lainnya; berkesan monoton, baik bagi pekerja maupun pengunjung yang akan memasuki kawasan tersebut; Persimpangan jalan, diatasi dengan pengaturan hirarki dan manajemen lalu-lintas. Jaringan jalan dalam kawasan dibagi menjadi Jalan Utama dan Jalan Lingkungan, a. Jaringan Jalan Utama (Primer) dan Kolektor Sekunder Jaringan Jalan Kolektor Primer merupakan jalan yang menghubungkan kawasan industri dengan jaringan jalan Sekunder di dalam kawasan industri Morowali, Rencana jaringan jalan ini memiliki fungsi Primer dengan tipikal sebagai berikut : Rumaja



: 60 meter



Rumija



: 45 meter



Ruwasja



: 45 meter (diukur dari as jalan)



Perkerasan



: 2 jalur satu arah dengan lebar perkerasan 2 x 7 m



Median



: 1 meter



Ilustrasi Penampang Jalan Kolektor Primer Jaringan jalan utama ini memiliki pola linear dan grid yang memanjang sepanjang kawasan industri, dan nantinya akan direncakan hingga kawasan pelabuhan yang



Master Plan Kawasan Industri 5-52



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah berada di luar kawasan industri. Adapun perencanaan jalan Kolektor Sekunder yang merupakan pengembangan jaringan jalan bagi peruntukkan di dalam kawasan industri yang terintegrasi antar kawasan/zona, Dengan Kondisi tersebut, maka akses menuju kawasan dapat men-jadi 2 (dua) akses pintu masuk – keluar yang dirancang khusus untuk kendaraan kecil (bukan Truck dan Container), Dalam perencanaannya, jaringan jalan kolektor sekunder di rancang dengan : Rumaja



: 32 meter



Rumija



: 18 meter



Ruwasja



: 18 meter (diukur dari as jalan)



Perkerasan : 14 meter



Ilustrasi Penampang Jalan Kolektor Sekunder b. Jaringan Jalan Lingkungan (lokal) Jaringan jalan lingkungan dalam kawasan industri adalah jaringan jalan yang menghubungkan antar kavling industri dan pusat pelayanan lainnya, Jaringan jalan lingkungan memudahkan aksesibilitas internal kawasan baik yang memanjang utara – Selatan maupun Barat – timur, Jalan lingkungan dalam Kawasan Industri direncanakan memiliki sistem jaringan jalan berupa lokal Sekunder dengan ketentuan : Rumaja



: 12 meter



Rumija



: 10 meter



Ruwasja



: 10 meter (diukur dari as jalan)



Perkerasan : 8 meter



Master Plan Kawasan Industri 5-53



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Penampang Melintang Jalan Lokal c. Perkerasan Jalan Jenis perkerasan harus diperhatikan dalam pemilihannya agar infrastruktur jalan dapat berumur sesuai rencana. Untuk area kendaraan karyawan yang meliputi kendaraan ringan mobil dan motor, perkerasan dapat dipilih aspal maupun conblok. Untuk kendaraan berat yang meliputi truk, container 20 feet dan 40 feet, termasuk forklift besar (bigred), harus dipertimbangkan beban yang akan terjadi pada badan jalan, dan perkerasan beton (rigid pavement) dapat menjadi alternatif. Sesuai dengan kebutuhan kegiatan kawasan, maka perkerasan beton sangat cocok untuk dikembangkan pada jalan utama. d. Kebutuhan Ruang Manuver/Memutar Arah Dimensi kebutuhan ruang maneuver/memutar arah pada kawasan industri dengan memperhatikan kebutuhan ruang berputar bagi kendaraan-kendaraan yang bervolume besar dan panjang seperti truk/container gandeng pada setiap segmen jalan. Guna tetap mempertahankan tingkat pelayanan jalan secara keseluruhan pada daerah perputaran balik arah, secara proporsional kapasitas jalan yang terganggu akibat sejumlah arus lalu-lintas yang melakukan gerakan putar arah perlu diperhi-tungkan. Fasilitas median yang merupakan area pemisahan antara kendaraan arus lurus dan kendaraan arus balik arah perlu disesuaikan dengan kondisi arus lalu-lintas, kondisi geometrik jalan dan komposisi arus lalu-lintas (Heddy R. Agah, 2007). Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometri. Untuk perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana akan mempengaruhi lebar lajur yang dibutuhkan. Sifat membelok kendaraan akan mempe-



Master Plan Kawasan Industri 5-54



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah ngaruhi perencanaan tikungan dan lebar median dimana mobil diperkenankan untuk memutar (U-turn). Dimensi dasar untuk masing-masing kategori kendaraan rencana ditunjukan dalam Tabel berikut : Tabel 5-14 Kebutuhan Radius Putaran Berdasarkan Jenis Kendaraan Dimensi Kendaraan (cm)



Tonjolan (cm)



Radius Putar



Tinggi



Lebar



Panjang



Depan



Belakang



Min.



Maks.



Radius Tonjolan (cm)



Kecil



130



210



580



90



150



420



730



780



Sedang



410



260



1.210



210



240



740



1.280



1.410



Besar



410



260



2.100



1.200



90



290



1.400



1.370



Kategori



Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometerik Jalan Antar Kota, 1997.



e. Sistem dan Kebutuhan Parkir Mengingat jaringan jalan dalam suatu kawasan industri membutuhkan tingkat aksesibilitas yang tinggi, maka dalam perencanaan penyediaan parkir dilakukan dengan ketentuan berikut: Kebutuhan parkir ditentukan dengan tersedianya ruang parkir yang cukup untuk menaruh berbagai macam kendaraan, luas minimum yang perlu disediakan adalah sebesar 10 % dari luas kapling. Parkir kendaraan karyawan non bus ditempatkan pada lahan kavling pabrik. Kegiatan bongkar muat barang dilakukan dalam areal/kapling pabrik, sehingga perlu dipersiapkan areal bongkar muat. Penyediaan tempat kendaraan bus karyawan ataupun kontainer bahan baku/ penolong yang menunggu giliran bongkar muat perlu disiapkan oleh pihak pengelola kawasan industri sehingga tidak memarkir bus atau kontainer di bahu jalan kawasan industri. Kebutuhan Ruang Parkir Satuan ruang parkir digunakan untuk mengukur kebutuhan ruang parkir. dengan pertimbangan sebagai berikut : - Dimensi Kendaraan Penumpang - Ruang bebas kendaraan parkir dengan arah lateral diambil 5 cm dan jarak bebas longitudinal sebesar 30 cm. - Lebar bukaan pintu kendaraan dengan maksimal pintu terbuka 75 cm.



Master Plan Kawasan Industri 5-55



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Penentuan satuan ruang parkir (SRP) dibagi atas tiga jenis kendaraan dan penentuan SRP untuk mobil penumpang diklasifikasikan menjadi tiga golongan, seperti pada tabel berikut : Tabel 5-15 Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP) Jenis Kendaraan 1. Mobil Penumpang a. Golongan I b. Golongan II c. Golongan III 2. Bus/Truk 3. Sepeda Motor



Satuan Ruang Parkir (m2) 2,30 x 5,00 2,50 x 5,00 3,00 x 5,00 3,40 x 12,50 0,75 x 2,00



Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Tahun 1998.



Merujuk pada standar kebutuhan ruang parkir sebagaimana didalam Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, Ditjen Perhubungan Darat, 1998, maka dapat disimpulkan, bahwa ukuran kebutuhan ruang parkir dihitung berdasarkan rasio standar ruang parkir dengan 100 (seratus) meter persegi luas lantai efekfif dan rasio standar ruang parkir dengan fungsi didalam bangunan. Pola Parkir dan Sirkulasi Parkir Secara garis besar ada tiga macam pola parkir yaitu pararel (sudut 0o), menyudut (30o, 45o, 60o, 75o) dan tegak lulur right-angle atau 90o). pola parkir parallel sesuai untuk ruang bebas yang terbatas (sempit) namun kurang nyaman bagi pengemudi pada saat melakukan maneuver parkir. Pola parkir menyudut unggul dalam hal kemudahan melakukan manuver parkir, namun kurang efisein dalam hal pemanfaatan lahan. Sedangkan untuk pola parkir tegak lurus paling efisien dalam hal pemanfaatan lahan yang tersedia, namun harus tersedia aisle yang lebih lebar agar pengemudi tidak mengalami kesulitan dalam melakukan manuver parkir. Tabel 5-16 Dimensi Petak Parkir Dalam Berbagai Sudut Parkir Sudut Parkir 0o



Dimensi stall (mm) Panjang Lebar 2,200 4,500 2,300 5,200 2,200 5,100



Master Plan Kawasan Industri 5-56



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Sudut Parkir 45o



90o



Dimensi stall (mm) Panjang Lebar 2,570 5,200 2,550 4,800 2,560 4,500 2,540 4,900 2,570 5,100 2,300 4,500 2,400 5,200 2,300 5,000



Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Tahun 1998.



Tata Letak Parkir Tata letak areal parkir kendaraan dapat dibuat bervariasi, bergantung pada ketersediaan bentuk dan ukuran tempat serta jumlah dan letak pintu masuk dan keluar. Tata letak area parkir dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: (1) Tata Letak Pelataran Parkir Untuk kawasan industri akan lebih ideal dengan memisahkan arus masuk dan arus keluar guna menghindari pertemuan kendaraan yang masuk dengan yang keluar sehingga pintu masuk tidak terletak pada satu ruas. (2) Gedung Parkir Pengelolaan gedung parkir tergantung dari ketersediaan pengelola industri dengan syarat memenuhi konstruksi dan perundang-undangan yang berlaku, tidak mencemari lingkungan dan memberikan kemudahan bagi pengguna jasa. Area/Parkir Bongkar Muat Area parkir bongkar muat pada kawasan industri disediakan pada masingmasing kavling dan khusus area bongkar muat peti kemas di kawasan darat. a. Area Parkir Bongkar Muat pada masing-masing zona/kavling industri disediakan terpisah dengan area parkir umum, dimana area parkir bongkar muat memiliki kedekatan dengan gudang/bangunan pabrik untuk memudahkan pergerakan barang bahkan dapat berhenti pada mulut pintu/gerbang menuju area gudang/produksi disertai kebutuhan peralatan pengangkatan barang yang dibutuhkan.



Master Plan Kawasan Industri 5-57



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah b. Area Bongkar Muat Area bongkar muat merupakan area yang digunakan untuk penyimpanan peti kemas baik yang akan di ekspor maupun di impor. Untuk menentukan kebutuhan luas area bongkar muat, maka diperlukan pertimbangan sebagai berikut : 1. Memprediksi jumlah produksi di kawasan perencanaan. 2. Distribusi peti kemas dengan asumsi 80% disitribusikan dengan peti kemas dan 20% didistribusikan melalui cargo. Sehingga dalam hal ini terkait dengan adanya pelabuhan, maka digunakan distribusi 80%. 3. Pada industri serupa rata-rata volume bahan baku yang diperlukan adalah 70% dari volume hasil produksi. Volume bahan baku yang harus diimpor diperkirakan 30% dari volume bahan baku yang dibutuhkan. Volume bahan baku impor tersebut yang dihitung sebagai arus bongkar. 4. Pendistribusian produksi tersebut diasumsikan 50% menggunakan kontainer 20 ft (1 TEU) dan 50% menggunakan 40 ft (2 TEU). Kapasitas kontainer 40 ft sama dengan dua kali kapasitas kontainer 20 ft sehingga jumlah kontainer 40 ft setengah dari kontainer 20 ft. Luas lapangan penumpukan yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus: (Port and Terminals, H. Ligteringen, hal 7-18, 2000) O=



C.I.F r.365.m



Dimana : O = ruas area yang dibutuhkan (m2) Ci = jumlah pergerakan peti kemas per tahun (TEU/tahun) TEU adalah singkatan dari twenty equivalent unit, yaitu luas yang dibutuhkan untuk peti kemas dengan standar 20 feet. td = waktu tinggal rata-rata (hari) = (T+2)/3 T untuk Negara-negara berkembang adalah 20 – 30 hari F = Luas area yang dibutuhkan untuk pergerakan peralatan (m2) r = rata-rata tinggi penumpukan/nominal tinggi (0,6 – 0,9) mi = angka rata-rata peti kemas yang menginap (0,65 – 0,70) Pada area pelabuhan telah direncanakan area bongkar muat seluas 50 Ha, sedangkan pada area darat diperlukan lapangan penumpukan yang strategis.



Master Plan Kawasan Industri 5-58



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Berdasarkan perhitungan di atas, maka diperoleh volume bongkar muat untuk kawasan perencanaan sebagai berikut : Tabel 5-17 Volume Bongkar Muat Jenis Kawasan Industri industri berbasis Nikel aneka industri jumlah



Luas Kavling (Ha)



Volume 40 Feet



Jumlah Volume Produksi (Teus/ Tahun)



Bongkar (H)



Muat (H X 30%)



Jumlah (I + J)



313,413



188,048



501,461



501,461



150,438



651,900



3,478,888



96,636



57,981



154,617



154,617



46,385



201,002



14,761,768



410,049



246,029



656,079



656,079



196,824



852,902



Perkiraan Produksi (Ton/Tahun)



Peti Kemas (80 % X D)



Volume 20 Feet



628



14,103,600



11,282,880



180



4,348,610



780.85



18,452,210



Sumber : Hasil Analisis Tahun 2013



Dari tabel di atas, diperoleh bahwa volume bongkar muat per tahun di kawasan perencanaan mencapai 617.776 TEU’s/tahun. Dengan merujuk pada persamaan perhitungan luas lapangan penumpukan di atas, maka : Ci = 656,079 TEU’s/tahun td = (30 hari + 2)/3 = 10,66 F = memilih dengan sistem chassis/trailer dengan 3 jumlah tinggi peti kemas seluas 13 m2 (sumber : ports and terminals, Delft University of Technology, 2000) r = 0,9; dan mi = 0,7 Sehingga diperoleh luas lahan yang dibutuhkan sebagai lapangan penumpukan seluas 395.388 m2 atau 39,5 Ha. Kelengkapan Jalan Pemasangan perlengkapan jalan bertujuan untuk mendukung kelancaran arus lalu lintas, keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan pada saat pengoperasian jalan. Dalam rangka meningkatkan dampak positif maka pengelolaan yang perlu dilakukan antara lain: a. Pemasangan perlengkapan jalan harus sesuai dengan disain yang telah memasukkan aspek lingkungan hidup. b. Penempatan jenis perlengkapan jalan dan lokasi penempatannya disesuaikan dengan kondisi RUMIJA dan RUWASJA, termasuk di antaranya pada daerah yang berdekatan dengan daerah sensitif.



Master Plan Kawasan Industri 5-59



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Kebutuhan perlengkapan jalan di kawasan industri pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama dengan perlengkapan jalan untuk perkotaan, dimana rujukan digunakan adalah sebagai berikut : 1) Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 KM Tahun 1993 tentang Marka Jalan; 2) Keputusan Menteri Perhubungan No. 61 KM Tahun 1993 tentang Rambu Lalu Lintas Jalan; 3) Keputusan Menteri Perhubungan No. 62 KM Tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas; 4) Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 KM Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan; 5) Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan. Dengan ketentuan tersebut di atas, maka kebutuhan perlengkapan jalan adalah sebagai berikut : a) Marka Jalan Marka jalan merupakan suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas. Berdasarkan karakter jalan yang ada di kawasan industri yang identik dengan pola grid/lurus, maka digunakan marka jalan dengan marka membujur berupa garis-garis putus dengan fungsi : - Mengarahkan lalu lintas. - Memperingatkan akan ada marka membujur berupa garis utuh di depan. - Pembatas jalur pada 2 arah dengan garis pemisah sepanjang 5 meter dan jarak antar garis pemisah 3 meter. Selain itu, diperlukan pula tempat penyeberangan pejalan kaki, dimana tempat penyeberangan selalu dibuat bersama garis stop, dengan daerah penempatan terutama pada persilangan tegak lurus, persilangan serong dan pada jalan lurus di daerah pejalan kaki cukup banyak. Tempat penyeberangan



Master Plan Kawasan Industri 5-60



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah membujur tersusun melintang jalur lalu lintasdan marka berupa 2 (dua) garis utuh melintang jalur lalul lintas. b) Perambuan Penyediaan perambuan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, dimana harus memenuhi sistem perambuan yang ada, sesuai dengan kebutuhan. (1) Rambu Peringatan Rambu peringatan digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya atau tempat berbahaya di bagian jalan didepannya. Rambu peringatan ditempatkan sekurang-kurangnya pada jarak 50 meter atau pada jarak tertentu sebelum tempat bahaya dengan memperhatikan kondisi lalu lintas, cuaca dan keadaan jalan yang disebabkan oleh faktor geografis, geometris, permukaan jalan, dan kecepatan rencana jalan. Rambu peringatan dapat dilengkapi dengan papan tambahan. Jarak antara rambu dan permulaan bagian jalan yang berbahaya, dapat dinyatakan dengan papan tambahan apabila jarak antara rambu dan permulaan bagian jalan yang berbahaya tersebut tidak dapat diduga oleh pemakai jalan dan tidak sesuai dengan keadaan biasa. Rambu peringatan dapat diulangi dengan ketentuan jarak antara rambu dengan awal bagian jalan yang berbahaya dinyatakan dengan papan tambahan. Warna dasar rambu peringatan berwarna kuning dengan lambang atau tulisan berwarna hitam. (2) Rambu Larangan Rambu larangan digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pemakai jalan. Rambu larangan ditempatkan sedekat mungkin dengan titik larangan dimulai dan jika berulang berjarak 15 meter. Rambu larangan dapat dilengkapi dengan papan tambahan. Untuk memberikan petunjuk pendahuluan pada pemakai jalan dapat ditempatkan rambu petunjuk lain pada jarak yang layak sebelum titik larangan dimulai.



Master Plan Kawasan Industri 5-61



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Warna dasar rambu larangan berwarna putih dan lambang atau tulisan berwarna hitam atau merah. (3) Rambu Perintah Rambu perintah digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh pemakai jalan. Rambu perintah wajib ditempatkan sedekat mungkin dengan titik kewajiban dimulai. Rambu perintah dapat dilengkapi dengan papan tambahan. Untuk memberikan petunjuk pendahuluan pada pemakai jalan dapat ditempatkan rambu petunjuk pada jarak yang layak sebelum titik kewajiban dimulai. Warna dasar rambu perintah berwarna biru dengan lambang atau tulisan berwarna putih serta merah untuk garis serong sebagai batas akhir perintah. (4) Rambu Petunjuk Rambu petunjuk digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai informasi letak industri, jalan, situasi, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan. Rambu petunjuk ditempatkan sedemikian rupa sehingga mempunyai daya guna sebesar- besarnya dengan memperhatikan keadaan jalan dan kondisi lalu lintas. Untuk menyatakan jarak dapat digunakan papan tambahan atau dicantumkan pada rambu itu sendiri. Rambu petunjuk dapat diulangi dengan ketentuan jarak antara rambu dan objek yang dinyatakan pada rambu tersebut dapat dinyatakan dengan papan tambahan. Rambu petunjuk yang menyatakan tempat fasilitas umum, batas wilayah suatu daerah, situasi jalan, dan rambu berupa kata-kata serta tempat khusus dinyatakan dengan warna dasar biru. Rambu petunjuk pendahulu jurusan rambu petunjuk jurusan dan rambu penegas jurusan yang menyatakan petunjuk arah untuk mencapai tujuan antara lain kota, daerah/wilayah serta rambu yang menyatakan nama jalan dinyatakan dengan warna dasar hijau dengan lambang dan/atau tulisan warna putih.



Master Plan Kawasan Industri 5-62



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Khusus rambu petunjuk jurusan kawasan dan objek wisata dinyatakan dengan warna dasar coklat dengan lambang dan/atau warna putih. c) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Alat pemeri isyarat lalu lintas ditunjukan dengan 1 (satu) lampu warna sebagai penanda peringatan pada pemakai jalan, dapat berupa lampu warna kuning atau merah. Pempatan pada kawasan industri, khususnya pada area keluar masuk kendaraan dari kavling pabrik dan/atau pada persimpangan di sisi jalur lalu lintas, tinggi bagian lampuyang paling bawah sekurangkurangnya 3.00 meter dari permukaan jalan. d) Fasilitas Penerangan Jalan Fasilitas penerangan jalan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan memenuhi persyaratan perencanaan dan penempatan sebagai berikut :



Tabel 5-18 Persyaratan Perencanaan & Penempatan Fasilitas Penerangan Jalan



Uraian



Besaran



Tinggi Tiang Lampu (H) Lampu standar Tinggi tiang rata-rata digunakan Lampu Monara Tinggi tiang rata-rata digunakan Jarak Interval Tiang Lampu (e) Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lokal Minimum jarak interval tiang Jarak Tiang Lampu ke Tepi Perkerasan (s1) Jarak dari tepi perkerasan ke titik penerangan jalan (s2) Sudut inklinasi (l)



10 – 15 m 13 m 20 – 50 m 30 m 3 H – 3,5 H 3,5 H – 4 H 5H–6H 30 m Minimum 0,7 m Minimum L/2 20o – 30o



Sumber : Pedoman Fasilitas Penerangan Jalan, Ditjen Bina Marga, 1997



Master Plan Kawasan Industri 5-63



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Penempatan fasilitas penerangan jalan untuk jalan utama kawasan diletakkan di median jalan dengan penempatan 3 L < 0.8 H dan untuk jalan kolektor dan lingkungan dapat ditempatkan dikiri dan kanan jalan berselang seling dengan penempatan 1,2 H < L1623 pedestrian/menit/meter. Pada LOS B, ruang pejalan kaki masih nyaman untuk dilewati dengan kecepatan yang cepat. Keberadaan pejalan kaki yang lainnya sudah mulai berpengaruh pada arus pedestrian, tetapi para pejalan kaki masih dapat berjalan dengan nyaman tanpa mengganggu pejalan kaki lainnya. Secara teknis Lebar efektif minimum jaringan pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adalah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 (dua) orang pejalan kaki berpapasan menjadi 150 cm. Lebar jaringan pejalan kaki berdasarkan lokasi menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 1993 tentang fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan untuk wilayah industri pada jalan primer lebar minimal adalah 3 meter dan pada jalan akses 2 meter. Ruang pejalan kaki memiliki perbedaan ketinggian baik dengan jalur kendaraan bermotor ataupun dengan jalur hijau. Perbedaan tinggi maksimal antara ruang pejalan kaki dan jalur kendaraan bermotor adalah 20 cm. Sementara perbedaan ketinggian dengan jalur hijau 15 cm. Fasilitas pelengkap berupa : - jalur hijau; - lampu; - tempat



Master Plan Kawasan Industri 5-64



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah duduk; - pagar; - tempat sampah; - signage; - shelter; - telepon umum; Untuk fasilitas penyandang cacat digunakan leretan dan marka penyandang cacat. Distribusi Aliran Barang (Pelabuhan) Keberadaan pelabuhan meruapakan prasarana sangat penting dalam pengembangan kawasan industi. Keberadaan pelabuhan saat ini di Kabupaten Morowali masih belum ada, dan pada saat ini masih menggunakan pelabuhan yang berada di Bahomoaihi sebagai pendistribusian barang untuk ekspor dan impor. Dengan adanya kawasan industri dan keberadaan industri pengolahan yang ada di Kabupaten Morowali, maka perlu dilakukan pengembangan baru bagi pelabuhan untuk memperlancar kepentingan eksport dan impor bagi kawasan iundustri. Berdasarkan kondisi yang ada maka keberadaan pelabuhan yang sangat memungkinkan dikembangkan yaitu berada di daerah Bahomoaihi yang berjarak sekitar 1,5 Km dari rencana kawasan industri yang akan dikembangkan. Keberadaan pelabuhan tersebut juga perlu dilakukan kajian lebih lanjut terkait lokasi tepatnya, hal ini dikarenakan juga pada lokasi tersebut juga memiliki kendala yang perlu dikaji untuk kelayakan lokasi peruntukkan pelabuhan. Jaringan sirkulasi di dalam tapak kawasan, disajikan pada gambar 5.12 di bawah ini. B. Pembangkit Listrik



Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk kawasan industri menargetkan dapat memperoleh kapasitas energi listrik sebesar 200 MW pada akhir 2016. Sebagai catatan, PT.Mustang telah rencana membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 2X35 MW di wilayah Kecamatan Bungku Timur areal kawasan industri membutuhkan sekitar 30 Ha untuk Powerplant dan 20 Ha untuk stockpille batu bara. D. Saluran Drainase Kawasan dan Utilitas di dalam Tapak Jaringan saluran drainase air hujan di dalam kawasan dirancang mengikuti sistem jaringan jalan, kemudian dialirkan ke sistem drainase alam, yaitu sungai yang membelah dua tapak kawasan. Sungai yang membelah kawasan perencanaan akan dimanfaatkan sebagai drainase utama kawasan, untuk sirkulasi air buangan dari air hujan bisa langsung dialirkan ke drainase utama melalui drainase sekunder kawasan.



Master Plan Kawasan Industri 5-65



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Gambar 5.12 Rencana Jaringan Sirkulasi di Dalam Tapak



Master Plan Kawasan Industri 5-66



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah Untuk limbah cair akan dialirkan kembali ke WWTP yang akan mengolah limbah tersebut sehingga sudah layak dibuang ke drainase utama kawasan, Penempatan WTP dan WWTP diletakan berada dalam satu kawasan water plant dikarenakan sistem pengolahan kembali limbah yang ada dan akan dimanfaatkan untuk kebutuhan air industri, sedangkan konsep jaringan listrik dan telepon sebagai instalasi elektrikal kawasan dibuat ditanam di bawah tanah (underground residential distribution = URD), untuk menghindari kesemarutan insalasi yang dapat menggagu estetika kawasan. Beberapa fasilitas juga menggunakan konstruksi jaringan bawah tanah seperti industri dan pusat-pusat layanan komersial. Penggunaan lain dari saluran bawah tanah seperti jaringan yang melewati sungai, jalan tol/pada persilangan saluran transmisi Penempatan fasilitas penunjang berupa water plant ditengah-tengah tapak adalah untuk memberikan efek sejuk dengan keberadaan unsur air di dalam tapak dan sebagai penanda dan pengarah dalam sebuah tapak, Rencana sistema jaringan drainase dan utilitas lainnya di dalam tapak kawasan disajikan pada gambar 5.11 dan 5.12 di bawah ini.



5.6 Estimasi Biaya Konstruksi Perhitungan volume pekerjaan dan biaya konstruksi untuk pembangunan seluruh komponen bangunan di dalam kawasan dilakukan dengan menggunakan harga satuan Kota Jakarta dikalikan dengan indeks koefisien jarak angkut. Estimasi hasil perhitungan diperlihatkan pada tabel 5.19 di bawah ini. Tabel 5. 19 Estimasi Biaya Konstruksi Pembangunan KI Morowali



No



Peruntukan Industri



Industri Berbasis nikel 1 Smelting 4 Unit Peleburan dan Pemurnian (Smelter & Refinery) beserta lapangan penumpukan dan penyimpanan



A



Kebutuhan Lahan Ha



HARGA SATUAN (Rp)



JUMLAH (Rp) x 1.000



Jml Kav.



Luas Kav. (Ha)



4,500,000



22,231,417,157.10



2



247



762.08



494.03



Master Plan Kawasan Industri 5-67



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



No



Peruntukan Industri



2 Stainlees Steel 3 Ferro Nickel Industri Komponen 4 Otomotif Industri Peralatan Lain 5 Berbasis Logam Nikel Industri Berbasis B Produk Unggulan Lokal 1 Industri Es 2 Cold Storage



Kebutuhan Lahan Ha



HARGA SATUAN (Rp)



JUMLAH (Rp) x 1.000



Jml Kav.



Luas Kav. (Ha)



98.11



4,500,000



4,414,929,629.40



8



12.3



82.12



4,500,000



3,695,611,221.45



6



13.7



49.05



4,500,000



2,207,464,814.70



4



12.3



38.76



4,500,000



1,744,360,994.70



4



9.7



15.60



4,500,000



701,959,695.75



4



3.9



15.17



4,500,000



682,793,294.85



4



3.8



29.28



4,500,000



1,317,756,655.80



4



7.3



17.86



4,500,000



803,505,335.40



4



4.5



17.19



4,500,000



773,438,546.25



4



4.3



20.45



4,500,000



920,065,194.90



4



5.1



11.00



4,500,000



495,005,906.70



2



5.5



52.85



4,500,000



2,378,051,535.15



4



13.2



26.27



4,500,000



1,182,232,733.40



4



6.6



21.53



4,500,000



969,030,648.45



4



5.4



37.43



4,500,000



1,684,443,645.90



4



9.4



126.54



3 Industri Olahan Ikan Industri Pengolahan 4 Rumput Laut 5 Industri Olahan Coklat Industri Minyak Atsiri 6 berbasis cengkeh & pala Fasilitas Khusus 7 Pendukung Industri Lokal C Aneka Industri Industri Kimia, Makanan dan Minuman 1 Industri Makanan Industri Pengolahan 2 Kimia dan Makanan 3 Industri Kimia Industri Pengolahan 4 Air Minum Industri Elektronik



205.29



1 Industri Alat2 Listrik



35.00



4,500,000



1,575.00



2



17.5



13.50



4,500,000



607,708,484.55



2



6.8



18.71



4,500,000



841,798,027.350



4



4.7



2 Industri Kabel Industri Peralatan 3 Komunikasi D Pergudangan



138.08



67.21



68.42



1 Simpanan



46.06



4,500,000



2,072,853,868.95



2 Transit



22.35



4,500,000



1,005,879,573.45



Master Plan Kawasan Industri 5-68



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



No



Peruntukan Industri



Lapangan Penumpukan Sarana Perkantoran E dan Sarana Penunjang Lainnya 1 IPAL 3



Kebutuhan Lahan Ha



JUMLAH (Rp) x 1.000



2,500,000



1,211,052,966.25



10.00



4,500,000



450,000.00



2 WTP



10.00



4,500,000



450,000.00



3 Pemadam Kebakaran



10.16



3,500,000



355,756.98



8.74



3,500,000



305,930,129.75



16.37



3,500,000



573,119,004.15



6 Kantor Pengelola



2.95



2,500,000



73,849,748.75



7 Klinik/RS



3.83



4,500,000



172,454,335.65



8 Tempat Olahraga Supermarket/ 9 Tempat berbelanja 10 Pujasera/Restauran



4.14



1,500,000



62,040.00



3.87



4,500,000



174,177,397.80



2.95



2,500,000



73,849,748.75



11 Bank



3.88



2,500,000



97,108,619.00



12 Hotel/Guest House



3.83



4,500,000



172,454,335.65



13 Masjid



4.88



4,500,000



219,410,037.00



14 Gereja



1.86



2,500,000



46,485,860.75



15 Dormitory



55.10



4,500,000



2,479,291,531.20



16 Pusat Inovasi (R & D)



25.20



4,500,000



1,134,117,339.30



17 Pengolahan Sampah



5.96



4,500,000



268,109,550.90



550.00



1,500,000



8,250,000,000.00



4 Rumah Telkom 5 Power Plan



48.44



HARGA SATUAN (Rp)



Luas Kav. (Ha)



167.78



F



Ruang Terbuka Hijau



G



Sarana Jalan



38.98



Jalan Utama



19.57



2,500,000



489,302,355.50



Jalan Lokal



19.41



2,500,000



485,187,500.00



Jumlah Total



Jml Kav.



1,919.10



69,849,004,406.60



Under Pass



44397.5632



6,500,000



28,858,416.08



Pelabuhan



32930.3339



6,500,000



21,404,717.04



Sumber: hasil estimasi, 2014



Master Plan Kawasan Industri 5-69



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Gambar 5.11 Rencana Jaringan Air Bersih di Dalam Tapak Kawasan



Master Plan Kawasan Industri 5-70



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Gambar 5.12 Rencana Jaringan Limbah, Listrik, dan Telepon Kawasan



Master Plan Kawasan Industri 5-71



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



5.7 Tahap Pembangunan Hasil diskusi dengan pihak calon nvestor, disanggupi bahwa dalam rangka percepatan, pelaksanaan pembangunan akan direncanakan selesai dalam 2 (dua) tahapan, yaitu selama tahun 2015-2019, sehingga pada tahun 2020 sudah kawsan industri Morowali ini sudah bisa operasional. Tahapan Pengembangan Kawasan Industri Morowali ini pada dasarnya merupakan suatu urutan penyelenggaraan pembangunan kawasan untuk mencapai tujuan pengembangan dalam jangka panjang. Tahapan pembangunan ini dimulai dari pembebasan lahan, perijinan pembangunan, pengembangan yang menjadi prioritas kawasan (pembangunan industri) hingga pembangunan sarana dan prasarana pendukung. Untuk lebih jelasnya tahapan pengembangan Kawasan Industri Morowali dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5-6 Tahapan Pengembangan Kawasan Industri No



Tahap Pembangunan Tahap -1 Tahap 2



Komponen



2015-2017



1 2 3 4 5 6 7 8 10



11



12



2018-2019



Membentuk Holding Company kawasan Industri Morowali Membentuk Badan Usaha Pengembang kawasan (Estate Developer) Studi DED, AMDAL Kawasan Pengurusan Izin Prinsip Pengurusan Izin Lokasi Pengurusan Izin Usaha Kawasan Industri Proses Penguasaan / Pebebasan lahan Persiapan Pematangan dan penyiapan lahan Pematangan Lahan Industri a. Industri Berbasis Nikel Industri Besar Industri Berbasis nikel Industri Sedang (Industri Berbasis Produk Unggulan lokal) Industri Kecil b. Aneka Industri Industri Besar Industri Sedang Industri Kecil Pergudangan Simpan Transit Pembangunan Fasilitas a. IPAL b. WTP c. Pemadam Kebakaran d. Rumah Telkom



Master Plan Kawasan Industri 5-72



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah No



Tahap Pembangunan Tahap -1 Tahap 2



Komponen



2015-2017



13 14 15 16



2018-2019



e. Gardu Distribusi Listrik f. Kantor Pengelola g. Klinik / RS h. Tempat Olahraga i. Supermarket / Perbelanjaan j. Pujasera / Restauran k. Bank l. Hotel / Gest House m. Masjid n. Gereja o. Perumahan / Dormitory p. Pusat Inovasi (Risearch Development) q. Drainase r. Jalan s. TPS / TPA t. RTH Membuat marketing tools, persiapan pemasaran, dan pemasaran selanjutnya. Persiapan pengoperasian kawasan tahap awal dan pengembangan selanjutnya Pembentukan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan SDM Pengembangan



Sumber : Hasil analisis



5.8 Indikasi Program Pengembangan Kawasan Indikasi program pengembangan kawasan merupakan penjabaran rinci dari tahapan implementasi rencana induk (master plan) kawasan. Sesuai dengan rencana tahapan pembangunan selama tahun 2015-2019, maka program dan kegiatan yang akan dilakukan dalam setiap tahun, serta sumber dana dan penanggungjawab pelaksana pekerjaan, disajikan pada tabel 5.21 di bawah ini.



Master Plan Kawasan Industri 5-73



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Gambar 5. 13 Rencana Tahap Pengembangan/Pembangunan KI Morowali



Master Plan Kawasan Industri 5-74



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Master Plan Kawasan Industri 5-1



Laporan Akhir Penyusunan Master Plan dan Renstra Kawasan Industri Morowali Sulawesi Tengah



Lampiran | 1