Mastoiditis [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Ulfah
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I.



PENDAHULUAN Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah. Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, masing-masing golongan mempunyai bentuk akut (OMSA) dan kronis (OMSK).[1] Otitis media terjadi karena faktor pertahanan tubuh yang terganggu. Pada dasarnya telinga tengah merupakan area yang steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisioligik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi. [2] Otitis media (OM) khususnya yang kronik (otitis media supuratif kronik) adalah infeksi telinga tengah yang ditandai oleh sekret telinga tengah aktif atau berulang di telinga tengah yang keluar melalui perforasi membran timpani yang kronik. OMSK yang sukar disembuhkan dapat menyebabkan komplikasi luas. Umumnya penyebaran bakteri merusak struktur sekitar telinga atau telinga tengah itu sendiri. Komplikasi ini dapat terjadi intratemporal yaitu mastoiditis, labirintitis, petrositis, paralisis n.facialis; ekstratemporal terdiri dari komplikasi ekstrakranial (subperiosteal abses, Bezold’s abses) dan intrakranial (meningitis, abses otak,sinus trombosis). Mastoiditis adalah suatu proses peradangan pada sel – sel mastoid pada tulang temporal. Mastoiditis termasuk komplikasi intratemporal dari otitis media akut maupun kronik yang terbanyak dijumpai dari beberapa komplikasikomplikasi lainnya [2] Penegakan diagnosis otitis media ini didasarkan atas hasil pemeriksaan klinis (anamnesis dan pemeriksaan otologik) serta untuk mengetahui ada tidaknya komplikasi melalui pemeriksaan radiologik (foto polos, CT Scan dan MRI mastoid ). Imaging yang terbaik untuk menilai penyakit kronik telinga



1



tengah dan tulang temporal (mastoid) adalah dengan CT Scan karena mampu memperlihatkan destruksi tulang. Radiografi konvensional os temporal masih banyak digunakan diberbagai daerah atau tempat dimana tidak terdapat CT scan dan MRI.[2,3]



II.



INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI



Berdasarkan beberapa penelitian, otitis media merupakan masalah paling umum kedua pada praktek pediatrik, setelah pilek. Pada anak, semakin sering terserang infeksi saluran napas, semakin besar kemungkinan terjadinya otitis media. Pada bayi terjadinya otitis media dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. [2] Pada saat belum ditemukan-nya antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab kematian pada anak-anak serta ketulian/hilangnya pendengaran pada orang dewasa. Jika tidak di obati, infeksi bisa menyebar ke sekitar struktur telinga tengah, termasuk di antaranya otak, yang bisa menyebabkan infeksi yang serius. Saat ini, terapi antibiotik ditujukan untuk pengobatan infeksi telinga tengah sebelum berkembang menjadi mastoiditis, yang akhirnya bisa menyebabkan kematian. Insidens mastoiditis akut akibat OMA pada anak kurang dari 14 tahun adalah 1,2- 4,2 per 100.000 per tahun pada negara berkembang. Pada era praantibiotik lebih daro 20% kasus otitis media berkembang menjadi mastoiditis. Angka mortalitas pada saat itu sekitar 2 dari 100.000 anak. Setelah ditemukan antibiotic dan digunakan luas pada otitis media maka terjadi penurunan mortalitas kurang dari 0,01 per 100.000 kelahiran.



Kenaikan insidens



mastoiditis akut pada anak-anak dapat disebabkan beberapa faktor. Faktor pertama adalah terapi antibiotik konservatif yang dapat menyamarkan pembentukan



mastoiditis



akut.



Faktor



lain



adalah



peningkatan 2



mikroorganisme resisten antibiotik seperti Streptococcus resisten penisilin, S.pneumoniae



yang



memproduksi



penisilinase,



dan



Moraxella



dan



Haemophilus yang memproduksi beta laktamase. Pengobatan awal yang tidak adekuat (durasi, dosis) juga merupakan salah satu faktor risiko peningkatan mastoiditis akut.[3]



III.



ANATOMI



Gambar 1. Anatomi Telinga[9]



Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam.



3



1.



Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga atau meatus acusticus externa berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.[1] Pada sepertiga bagian



luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar



serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.[1] 2.



Telinga tengah Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari : 



Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi ats 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.[1]







Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.[1]







Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.[1]



4



3. Telinga dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.[1,9] Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. [1]



Tulang Mastoid Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga, didalamnya terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-rongga udara ini ( air cells ) terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum mastoid. [1] Kegunaan



air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu



pergerakan normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan rongga telinga tengah juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut sebagai mastoiditis.



5



Gambar 2. Anatomi telinga dan tulang mastoid[9] Struktur didalam tulang Mastoid : antrum mastoid ( rongga di belakang epitimpani/ atik). Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan antrum dengan epitimpani. Lempeng dura (dura plate ) adalah lempeng tips yang keras dibanding tulang sekitarnya yang membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis. Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk oleh pertemuan duramater fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di posterior. Sudut ini ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel pneumatisasi mastoid di bagia posterior inferior lempeng dura dan postero superior lepeng sinus. Sudut keras/ solid angel / hard angel adalah penulangan yang keras sekali yang dibentuk oleh pertemuan 3 kanalis semisirkularis. Segitiga trautmann adalah daerah yang terletak di balik antrum yang dibatasi oleh sinus sigmoid, sinus lateral ( sinus petrosus superior), dan tulang labirin. Batas medialnya adalah lempeng dura fosa posterior.[1,7]



6



IV.



ETIOPATOGENESIS



Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada infeksi telinga tengah. Bakteri gram negative dan Streptococcus pneumonia adalah beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. [4] Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang kemudian dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius. [4] Beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita (imunitas) dan faktor dari bakteri itu sendiri. Dapat dilihat dari angka kejadian anak-anak yang biasanya berumur di bawah dua tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor lainnya seperti bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada dinding bakteri, pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan keras dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya penyakit.[4,5] Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama bisanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa alhi menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK. [5]



7



Gambar 3. Tulang mastoid[9]



Gambar 4. Hubungan topografi antara cavitas tympani dan strukturstruktur sekitar.[9] Lempeng tulang tipis (Tegmen tympani, Paries tympani) mmisakan epytimpanum dengan fossa cranii media di cranial. Dinding anterior Mesotympanum (Paries caroticus) berada dengan A.Carotis interna . 8



Membran tympani menjadi seluruh dinding lateral (Paries membranaceus). Tuba auditiva masuk ke cavitas tympani di bagian dinding inferior. Dinding posterior (Paries mastoideus) membatasi Proc.mastoideus. Di sisi superior posteriornya, terdapat hubungan langsung dengan ruang pneumatik mastoid (aditus ad antrum). Dinding medial memisahkan cochlea dari cavitas tympani. Dinding inferior cavitas tympani (Paries jugularis)



termasuk dalam



hypotympanum dan memisahkan cavitas tympani dari V.jugularis interna. [9]



Kuman aerob



Gram positif : S pyogenes dan S. aureus



Gram negative : proteus, pseudomonas spp



Bakterioides spp



E colli, kuman anaerob



Timbul Infeksi pada telinga



Eksogen infeksi dari luar melalui perforosi membrane tympani



Rinogen dari penyakit ronggga hidung dan sekitarnya



Endogen alergi,DM, TBC paru



9



Peradangan pada Mastoid



Mastoiditis



Nyeri



Gangguan rasa nyaman Nyeri



Timbul suara denging



Kemerahan pada mastoid



Cemas



Hiperemi



Gangguan pendengaran



Kerusakan jaringan/dikontinuitas jaringan



Keluarnya pus



pus



Otolitis



10



V.



DIAGNOSIS



Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dengan CT scan dapat dilihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar. Contoh cairan dari telinga dibiakkan di laboratorium untuk mengetahui organisme penyebabnya.



A. GAMBARAN KLINIK Manifestasi klinis dari mastoiditis adalah : 1



Febris / subfebris



2



Hilangnya sensasi pendengaran



3



Bahkan kadang timbul suara berdenging (tinitus) pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya)



4



Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir.



5



Matinya jaringan keras (Tulang, Tulang Rawan)



6



Adanya abses (Kumpulan jaringan mati dan nanah)



7



Eritema dan edema jaringan lunak mastoid



8



Nyeri dibelakang telinga



9



Mastoid tenderness



10 Limfadenopati lokal 11 Daun telinga terdorong ke depan 12 Paralisis nervus VII 13 Abses mastoid [5,10]



11



Gambar 5. Manifestasi klinis mastoiditis[7] B. GAMBARAN RADIOLOGI 1. FOTO POLOS Pemeriksaan konvensional pada tulang temporal dapat menilai pneumatisasi dan piramid tulang petrosus sehingga mampu menilai lebih jauh besar dan luas nya suatu lesi dari tulang temporal atau struktur sekitarnya. Ada delapan jenis proyeksi radiologik konvensional yang dapat dibuat untuk menilai tulang temporal, tetapi yang lazim digunakan hanya tiga proyeksi yaitu posisi yaitu posisi Schuller, owen, dan chausse III. [8] a. Posisi Schuller Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid, proyeksi foto dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan dan berkas sinar x ditujukan dengan sudut 30o cephalocauda. Pada posisi ini perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi dapat tampak lebih jelas. Posisi ini juga memberikan informasi dasar tentang besarnya kanalis auditorius eksterna dan hubungannya dengan sinus lateralis.[1,8]



12



Gambar 6.Gambaran radiologi temporal ; Posisi Schuller[1]



b. Posisi Owen Posisi ini menggambarkan penampakan lateral mastoid dan proyeksi dibuat dengan kepala terletak sejajar meja pemeriksaan lalu wajah diputar 30o menjauhi film dan berkas sinar x ditujukan dengan sudut 30-40o cephalocauda. Umumnya posisi owen dibuat untuk memperlihatkan kanalis auditorius eksternus, epitimpanikum, tulang pendengaran dan sel udara mastoid.[1,8]



Gambar 7 . Gambaran radiologi temporal ; Posisi Owen[1]



c. Posisi Chausse III Posisi ini merupakan penampakan frontal mastoid dan ruang telinga tengah, proyeksi dibuat dengan oksiput terletak diatas meja pemeriksaan lalu dagu ditekuk kearah dada kepala diputar 10-15o kearah sisi berlawanan dari



13



telinga yang akan diperiksa.Posisi ini merupakan tambahan setelah pemeriksaan lateral mastoid, dimana dapat menilai lebih baik keadaan telinga tengan terutama pada otitis media supuratif kronik dan kolesteatom.[1,8]



Gambar 8. Gambaran radiologi temporal ; Posisi Chausse III[1]



Mastoiditis akut Gambaran dini mastoiditis akut pada radiologis adalah adanya perselubungan di ruang telinga tengah dan sel-sel mastoid bila proses inflamasi terus berlangsung akan terjadi perselubungan difus pada kedua daerah tersebut. Pada masa permulaan infeksi biasanya struktur trabekula dan sel udara mastoid masih utuh, tetapi kadang-kadang dengan adanya edema mukosa dan penumukan cairan seropurulen, maka terjadi kekaburan penampakan trabekulasi udara mastoid. Bersamaan progresifitas infeksi maka akan terjadi demineralisasi diikuti destruksi trabekula dimana proses mastoid yang hebat akan terjadi penyebaran ke arah posterior menyebabkan tromboflebitis pada sinus laterali.[1,3,8]



14



Gambar 9 . Mastoiditis akut posisi schuller ( hilangnya radilusen ari tuba ustachi an meatus acusticus media, serta gambaran radioopak antrum mastoid dengan perkaburan batas luar dinding mastoid) .[1]



Mastoiditis kronik Gambaran radiologik pada mastoditis kronik terdiri atas perselubungan yang tidak homogen pada daerah antrum mastoid dan sel udara mastoid, serta perubahan yang bervariasi pada struktur trabekulasi mastoid. Proses inflamasi pada mastoid akan menyebabkan penebalan struktur trabekulasi diikuti demineralisasi trabekulae, pada saat ini yang tampak pada foto adalah perselubungan sel udara mastoid dan jumlah sel udara yang berkurang serta struktur trabekulae yang tersisa tampak menebal. Jika proses inflamasi terus berlangsung, maka akan terlihat obliterasi sel udara mastoid dan biasanya mastoid akan terlihat sklerotik. Kadang-kadang lumen antrum mastoidikum dan sisa sel udara mastoid akan terisi jaringan granulasi sehingga pada foto akan terlihat pula sebagai perselubungan.[1,3,8]



15



Gambar 10.. Mastoiditis kronik posisi schuller tampak perselubungan tidak homogen serta adanya penebalan trabkulasi. .[1]



2. CT SCAN Jika terjadi komplikasi intrakranial pada daerah fossa kranii posterior atau media, maka pemeriksaan computerized tomography (CT) merupakan pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi hal tersebut di mana pada pemeriksaan CT dapat ditemui defek tulang dengan lesi intrakranial. Dapat dilakukan CT scan mastoid normal potongan aksial dari inferior hingga superior atau potongan koronal dari anterior hingga posterior. Terutama untuk menegakkan diagnosis mastoiditis tanpa komplikasi ( hanya tampak perselubungan pada sel udara mastoid ), mastoiditis kronis ( proses sklerotik pada sel-sel udara mastoid) dan coalescent mastoid ( lesi litik disertai destruksi tulang). Diagnosis Coalescent Mastoiditis dikonfirmasi melalui CT scan, terlihat litik dari septum tulang, hilangnya cortex tulang dan perselubungan opak dari sel- sel udara mastoid. Pencitraan MRI harus dilakukan jika dicurigai adanya komplikasi intracranial.[1,3,8,11]



16



Gambar 11. CT scan mastoiditis tampak cairan di rongga mastoid[11]



Gambar 12. Potongan coronal – tampak destruksi tulang [11]



17



3. MRI MRI merupakan modalitas ideal untuk pencitraan jaringan lunak. Jaringan tubuh dengan komposisi hydrogen yang tinggi cenderung memberikan sinyal yang kuat. Kondisi patologis seperti tumor, inflamasi dan edema cenderung memberikan sinyal yang kuat dikarenakan meningkatnya



cairan



bebas



dibandingkan



jaringan



di



sekitarnya.



Pemeriksaan MRI sendiri diindikasikan pada pasien dengan mastoiditis dengan dicurigai adanya komplikasi, untuk melihat perluasan dari infeksi itu sendiri, menilai hasil terapi, juga untuk menilai efek samping dari komplikasi mastoiditis yang berat (pada anak dengan gangguan pendengaran paska mastoidektomi).[1,3,8,11]



Gambar 13 . MRI Mastoiditis terlihat opacification atau kekeruhan parsial atau total pada mastoid air cell. .[11]



18



4. LABORATORIUM Spesimen dari sel-sel mastoid yang diperoleh selama operasi dan cairan myringotomy, ketika diperoleh, harus dikirim untuk kultur bakteri aerobik dan anaerobik, jamur, mikobakteri dan basil tahan asam. 1) Jika membran timpani sudah perforasi, saluran eksternal dapat dibersihkan, dan sampel cairan drainase segar diambil. 2) Ketelitian adalah penting untuk mendapatkan cairan dari telinga tengah dan bukan saluran eksternal. 3) Kultur dan pengujian kepekaan terhadap isolat dapat membantu dalam memodifikasi terapi inisial antibiotik. 4) Hasil kultur yang dikumpulkan dengan benar untuk bakteri aerobik dan anaerobik sangat membantu untuk pilihan terapi definitif. 5) Pewarnaan Gram dari spesimen awalnya dapat membimbing terapi antimikroba empiris.[5,10]



VI.



DIAGNOSIS BANDING



Otitis eksterna dengan abses di belakang telinga dapat menyerupai Mastoiditis (pseudomastoiditis). Inflamasi limfe nodus retroaurikuler juga dapat menyebabkan tenderness dan pembengkakan pada mastoid seperti yang terlihat pada Mastoiditis. Kolesteatoma merupakan kista epitelial yang berisi deskuamasi eitel. Deskuamasi terus terbentuk lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar yang dapat memberi gamabaran radiologik yang mirip dengan mastoiditis. Tumor dari tulang temporal seperti Granuloma eosinofil, Sarkoma, metastase (Carsinoma mammae, Carcinoma bronkial, tumor renal), dan limfoma dapat juga menyerupai manifestasi klinis dari Mastoiditis.[12,13]



19



Gambar 14. CT scan coronal kolesteatom; tampak kolesteatom pada bagian posterior epitympanum (panah atas), erosi scutum (panah kanan), rektifikasi cochlea (panah bawah).[3]



VII.



PENATALAKSANAAN



Mastoiditis mungkin sulit untuk diterapi karena obat-obatan mungkin tidak dapat mencapai cukup dalam sampai ke tulang mastoid. Hal ini membutuhkan terapi yang berulang atau terapi jangka panjang. Infeksi ini diterapi dengan antibiotik intravena kemudian diberi antibiotik oral. Antibiotik yang dapat diberikan seperti Penisilin, Ceftriaxon, dan Metronidazol selama 14 hari. Bila gambaran radiologis memperlihatkan hilangnya pola trabekular atau adanya progresivitas dari penyakit, maka harus dilakukan Mastoidektomi lengkap dengan segera untuk mencegah komplikasi serius seperti Petrositis, Labirintitis, Meningitis, dan Abses otak. Mastoidektomi ini dapat dilakukan jika terapi antibiotik tidak berhasil. Miringotomi juga dapat dilakukan untuk mengobati infeksi telinga tengah.[4,10] Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan Mastoiditiskronis, baik tipe aman atau bahaya, antara lain: 20



a. Mastoidektomi Sederhana (Simple Mastoidectomy) Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini, dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya adalah agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.[4,10]



b. Mastoidektomi Radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy) Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan Kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk mebuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.[4,10] Jenis operasi yang dilakukan diatas, tergantung pada luasnya infeksi atau Kolesteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi atau luas kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau modifikasinya.[4,10]



VIII.



PROGNOSIS



Prognosis mastoiditis baik setelah terapi konservatif dengan pengobatan antibiotik, masteidektomi, serta tidak terdapat komplikasi ke area sekitarnya.



21



DAFTAR PUSTAKA



1. Adams GL., Boies LR., Higler P. Boies Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran RGC, 2014. 99-113 p. 2. Soepardi EA., Iskandar N., Bashiruddin J., Restuti R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014. 58-67 p. 3. Malueka RG. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cedekia Press, 2011. 119-122 p. 4. Djeric DR., Folic MM., Blazic SR., Djoric IB. Acute Mastoiditis in Children as Persisting Problem. Int Adv Otology. 2014; 10(1): 60-63 p. 5. Chein JH., Chen YS., Hung I., Hsiesh KS., Wu KS., Cheng MF. Mastoiditis Diagnosed by Clinical Symptoms and Imaging Studies in Children: Disease Spectrum and Evolving Diagnostic Challenges. Journal of Microbiology, Immunology and Infection. 2012;45(1):377-381 p. 6. Liao YJ., Liu TC. Mastoiditis. The New England Journal of Medicine. 2013;368(21): 5 p. 7. Dora L. Ototos Media Akut dengan Komplikasi Mastoiditis Kealesens. Jurnal Universitas Indonesia. 2013; 2(1):1-17 p. 8. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2013. 9. Paulsen F., Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2012. 10. Ozkaya H., Akcan AB., Aydemir G. Mastoiditis in Childhood: Review of The Literature. African Journal of Microbiology, 2011; 5(33): 5998-6003 p. 11. Hosn SS. Otomastoiditis and Enlarged Vestibular Aqueducts. 2012. From: radiopaedia.com 12. Tamir S, Shwartz Y, Peleg U, Shaul C, Perez R, Sichel JY. Shifting trends: mastoiditis from a surgical to a medical disease.American Journal of Otolaryngology–Head and Neck Medicine and Surgery 2010;31:467–71 22



13. Bakhos D, Trijolet JP, Moriniere S, Pondaven S, Zahrani MA, Lescanne E. Conservative Management of Acute Mastoiditis in Children. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2011; 137(4):346-9



23