Materi Moral Bahan Bacaan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Akhlak, Etika, Moral (Tinjauan Definitive dan Karakteristik Dalam Ajaran Islam) 1. Pendahuluan Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebehagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut. Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiaptiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu. Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.[1] 2. Pembahasan Dalam berbagai literature tentang ilmu akhlak islami, dijumpai uraian tentang akhlak yang secara garis besar dapat dibagi dua bagia, yaitu; akhlak yang baik (akhlak al-karimah), dan akhlak yang buruk (akhlak madzmumah). Berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan dan amanah misalnya termasuk dalam akhlak yang baik. Sedangkan berbuat yang dhalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir dan curang termasuk dalam akhlak yang buruk. Secara teoritis macam-macam akhlak tersebut berinduk pada tiga perbuatan yang utama, yaitu hikmah (bijaksana), syaja'ah (perwira/ksatria) dan iffah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat). Hukum-hukum akhlak ialah hokum-hukum yang bersangkut paut dengan perbaikan jiwa (moral); menerangkan sifat-sifat yang terpuji atau keutamaan-keutamaan yang harus dijadikan perhiasan atau perisai diri seseorang seperti jujur, adil, terpercaya, dan sifat-sifat yang tercela yang harus dijauhi oleh seseorang seperti bohong, dzalim, khianat. Sifat-sifat tersebut diterangkan dalam AlQur'an dan As-Sunnah dan secara Khusus dipelajari dalam Ilmu Akhlak (etika) dan Ilmu Tasawuf.[2]



a. Akhlak Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan). Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama). Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.[3] b. Etika Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu



pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbedabeda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut ahmad amin mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya. Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan cirri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasulkan oleh akal manusia. c. Moral Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.



Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk. Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat. Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada. Kesadaran moral erta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis. Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan. Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar. d. Karakteristik dalam ajaran Islam Secara sederhana akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai sifat.



Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah-daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal. Namun dalam rangka menjabarkan akhlak islami yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlak yang disamping mengakui adanya nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai bersifat local dan temporal sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal itu. Namun demikian, perlu dipertegas disini, bahwa akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral, walaupun etika dan moral itu diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang berdasarkan agama (akhlak Islami). Hal yang demikian disebabkan karena etika terbatas pada sopan santun antara sesame manusia saja, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Jadi ketika etika digunakan untuk menjabarkan akhlak Islami, itu tidak berarti akhlak Islami dapat dijabarkan sepenuhnya oleh etika atau moral. Ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah (agama/Islam) mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesame makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda yang tak bernyawa). 3. Penutup Akhirnya dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hokum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriyah. Perbedaaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk itu adalah al-qur'an dan al-hadis. Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersifat local dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan. Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasala dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan



yang berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jika etika, moral dan susila berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan. Daftar Pustaka Achmad, Mudlor. Tt. Etika dalam Islam. Al-Ikhlas. Surabaya. Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Lentera. Jakarta. Bakry, Oemar. 1981. Akhlak Muslim. Aangkasa. Bandung. Halim, Ridwan. 1987. Hukum Adat dalam Tanya Jawab. Ghalia Indonesia. Jakarta. Ilyas, Yunahar. 1999. Kuliah Akhlak. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam. Yogyakarta. Kusumamihardja, Supan dkk. 1978. Studia Islamica. Pt Giri Mukti Pasaka. Jakarta. Masyhur, Kahar. 1986. Meninjau berbagai Ajaran; Budipekerti/Etika dengan Ajaran Islam. Kalam Mulia. Jakarta. Mustofa, Ahmad. 1999. Ilmu Budaya Dasar. CV Pustaka Setia. Bandung. Nata, Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Rifa'i, Mohammad. 1987. 300 Hadits Bekal Dakwah dan Pembina Pribadi Muslim. Wicaksana. Semarang. Salam, Zarkasji Abdul. 1994. Pengantar Ilmu Fiqh Ushul Fiqh. Lembaga Studi Filsafat Islam. Yogyakarta.



PENDIDIKAN MORAL DI KALANGAN REMAJA DAN PENGARUH GLOBALISASI



A. Moral



1. Pengertian Moral Istilah moral kadang-kadang dipergunakan sebagai kata yang sama artinya dengan etika. Moral berasal dari bahasa latin, yaitu kata mos (adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat istiadat, kelakuan , tabiat, watak, akhlak, cara hidup) (Lorens Bagus, 1996:672). Secara etimologi kata moral sama dengan etika karena keduanya berasal dari kata



yang berarti adat kebiasaan. Jadi, moral yaitu nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Selanjutnya, istilah moral lebih sering dipergunakan untuk menunjukkan kode etik, tingkahlaku, adat, atau kebiasaandari individu atau sekelompok, seperti apabila seseorang membicarakan tentang moral orang lain. Disini moral sama artinya dengan kata dalam bahasa Yunani ethos dan kata lain mores (Runes;1977:202). Moral adalah hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma. Moral dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar-tidaknya atau baik-tidaknya tindakan manusia. Helden (1977) dan Richards (1971) merumuskan pengertian moral sebagai suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas merupakan pandangan tentang baik buruk, benar salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.



2. Tujuan Pendidikan Moral Kohlberg (1971) menekankan tujuan pendidikan moral adalah merangsang perkembangan tingkat pertimbangan moral siswa. Kematangan pertimbangan moral jangan diukur dengan standar regional, tetapi hendaknya diukur dengan pertimbangan moral yang benar-benar menjunjung nilai kemanusiaan yang bersifat universal, berlandaskan prisip keadilan, persamaan, dan saling terima (Bergling, 1985). Untuk tercapainya tujuan pendidikan moral tersebut, Kohlberg menegaskan, konsep pengembangan pembelajaran yang lebih sesuai adalah melalui imposisi, tidak menyatakan secara langsung sistem nilai yang konkret. Oleh karena itu, dianjurkan agar para pendidik di sekolah harus meningkatkan pemahamannya mengenai hakikat pengembangan moral serta memahami metode-metode komunikasi moral. Frankena (1971) menyatakan, tugas pendidikan moral adalah menyampaikan dan mempertahankan moral sosial, meningkatkan moralitas manusia, menjadi agen pengembang yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir moral secara maksimal. Lebih khusus Maritain (dalam Frankena, 1971) menegaskan bahwa tujuan pendidikan moral adalah terbentuknya kejujuran dan kebebasan mental spiritual.



3.



Pentingnya Pendidikan Moral dalam Tujuan Penddikan di Indonesia dan Pendidikan Moral



Indonesia



Dewey (dalam Kohlberg, 1997) menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan adalah mengembangkan kemampuan intelektual dan moral. Prinsip-prinsip psikologi dan etika dapat membantu sekolah untuk meningkatkan seluruh tugas pendidikan dalam membangun kepribadian siswa yang kuat. Kirschenbaum menegaskan bahwa untuk mengembangkan moral siswa, tujuan akhir dari studi IPS diarahkan untuk tercapainya tujuan pendidikan moral (dalam Noll, 1980). Untuk sampai kepada tujuan tersebut, Dewey mengemukakan bahwa proses dan tujuan akhir studi-studi social harus bermuara pada terwujudnya moral dalam mengembangkan kepribadian manusia (dalam Kohlberg, 1977). Dengan demikian, berbicara mengenai pendidikan , apapun dan bagaimanapun tidak dapat menghindari tugas pengembangan moral dan etika. Pasal 1 ayat(1) UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dengan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Selanjutnya Pasal 3 menegasakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jika dibandingkan dengan konsep dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang terdapat didalam UU No.20 tahun 2003 dengan konsep dan tujuan sebagaimana dikemukakan Dewey (dalam Kohlberg, 1977) maka konsep dengan tujuan Pendidikan Nasional Indonesia jauh lebih sempurna dari sekedar kemampuan intelektual dan moral sebagaimana yang dikehendaki oleh Dewey ini sudah tercakup d idalam nilai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Negara kita merupakan Negara yang mengakui pentingnya moralitas dan terselenggaranya pendidikan yang bermoral di sekolah maupun di lingkungan masyarakat luas, yakni di rumah ( lingkungan



keluarga), di tempat-tempat ibadah seperti majelis taqlim di masjid, bahkan melalui televisi yang di siarkan secara bebas dan menjangkau masyarakat luas. Goods (1945) menegaskan Negara yang mengakui agama dan sekolah agama, maka pendidikan moral di sekolah diajarkan melalui pendidikan agama atau sekolah sekolah agama, sedangkan Negara yang tidak mengakui agamapendidikan moral diajarkan pendidikan kewarganegaraan atau civics. Jika berpedoman pada konsep ini, dapat dikatakan bahwa Negara Indonesia merupakan Negara yang memberikan perhatian cukup besar dalam pembinaan moral. Hal ini dikarenakan, selain sekolah mengajarkan Pendidikan Agama juga sekaligus memberikan pendidikan moral melalui bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), IPS, Bahasa Indonesia diseluruah jenjang sekolah (dasar, menengah, dan perguruan tinggi). Berdasarkan hal tersebut, Ardhana (1985) menyatakan bahwa Negara Indonesia merupakan suatu Negara yang menaruh perhatian besar pada masalah pendidikan moral. Kurikulum sekolah mulai dari tingkat yang paling rendah hingga paling tinggi, mengalokasikan waktu yang cukup banyak bagi bidang studi yang potensial untuk pembinaan moral, antara lain Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu pengetahuan sosial. Demikan juga pembinaan moral yang dilakukan oleh masyarakat, baik melalui pemanfaatan kehidupan beragama, pengajian, penghapusan tempat maksiat seperti perjudian dan tempat prostitusi, secara terus menerus dilakukan oleh pemerintah. Namun, tampaknya segala usaha dan langkah yang positif tersebut masih uga belum mampu mengatasi tindak amoral.



B. Pengaruh Globalisasi Terhadap Perkembangan Moral Remaja di Indonesia Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan remaja. Faktor pendukung utama arus globalisasi adalah teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan teknologi dewasa ini begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Akibat globalisasi tentunya membawa pengaruh terhadap suatu negara termasuk Indonesia, khususnya terhadap perkembangan moral remaja. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Pengaruh negatif globalisasi yang berkaitan dengan perkembangan moral remaja antara lain dalam bidang budaya dan sosial, banyak dikalangan remaja telah hilang nilai-nilai nasionalisme



bangsa kita, misalnya sudah tidak kenal sopan santun, cara berpakaian, dan gaya hidup mereka cenderung meniru budaya barat. Yang lebih memprihatinkan adalah pergaulan bebas antar remaja. Munculnya sikap individualisme, kurang peduli terhadap orang lain sehingga sikap gotong royong semakin luntur. Dan berikut ini akan di bahas mangenai kenakalan remaja sebagai dampak negatif dari globalisasi tersebut.



1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja ialah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama. Paham kenakalan remaja dalam arti luas, meliputi perbuatan-perbuatan anak remaja yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum tertulis, baik yang terdapat dalam KUHP (pidana umum) maupun perundang-undangan di luar KUHP (pidana khusus). Dapat pula terjadi perbuatan anakremaja tersebut bersifat anti sosial yang menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya, akan tetapi tidak tergolong delik pidana umum maupun pidana khusus. Adapula perbuatan anak remaja yang bersifat anti susila, yakni durhaka kepada kedua orangtua, sesaudara saling bermusuhan. Di samping itu dapat dikatakan kenakalan remaja, jika perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama yang dianutnya.



2. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinyakenakalan remaja adalah sebagai berikut : a.



Keluarga Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama anak yang belum sekolah. Oleh karena itu, keluarga memilikiperanan yang penting dalam perkembangan anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif pada perkembangan anak. Adapun keadan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken home), keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan.



b. Pendidikan Formal (Sekolah)



Dalam konteks ini sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak remaja. Selama mereka menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi interaksi antara remaja dengan sesamanya, juga interaksi antara remaja dengan pendidik. Interaksi yang mereka lakukan di sekolah seringkali menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental sehingga anak remaja menjadi nakal. c.



Masyarakat dan Lingkungan Masyarakat Anak remaja sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan lingkungannya baik secaralangsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan adalah akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan seperti persaingan dalam perekonomian, pengangguran dan fasilitas rekreasi.



3. Langkah-langkah Yang Dapat Dilakukan Untuk Menaggulangi Kenakalan Remaja Memang sulit untuk menemukan cara yang terbaik di dalam menanggulangi kenakalan remaja, akan tetapi masyarakat, perseorangan bahkan pemerintah sekalipun melakukan langkahlangkah yang paling memadai di dalam melakukan preverensi. Lankah-langkah tersebut terutama dapat dilakukan pemerintah untuk memperbaikikehidupan warga masyarakat, agar di bidang sosial ekonomi mengalami peningkatan. Menurut Drs. Bimo Walgito, upaya lain dapat dilakukan dengan mengadakan penyensoran film-film yang lebih menitikberatkan pada segi pendidikan, mengadakan ceramah melalui radio, televisi ataupun melalui media yang lain mengenai soal-soal pendidikan pada umumnya. Mengadakan pengawasan terhadap peredaran buku-buku komik, majalah-majalah, pemasanganpemasangan iklan dan sebagainya. Di sini masyarakat pun ikut terlibat di dalam kenakalan yang dilakukan remaja, dan upayaupaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam menaggulangi hal tersebut dapat berupa : 1.



Memberi nasihat secara langsung kepada anak yang bersangkutan agar anak tersebut meninggalkan kegiatannya yang tidak sesuai dengan seperangkat norma yang berlaku, yakni norma hukum, sosial, susila dan agama.



2.



Membicarakan dengan orangtua/wali anak yang bersangkutan dan dicarikan jalan keluarnya untuk menyadarkan anak tersebut.



3. Langkah yang terakhir, masyarakat harus berani melaporkan kepada ppejabat yang berwenang tentang adanya perbuatan kenakalan/kejahatan sehingga segera dilakukan langkah-langkah prevensi secara menyeluruh. Selain dari pada hal-hal tersebut sekolah pun memiliki peranan dalam menaggulangi kenakalan remaja yakni dengan memberikan pendidikan moral (telah di sebutkan pada bagianmelalui bidang studi Pendidikan Agama, Pendidikan Kewargganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Bahasa Indonesia di seluruh jenjang sekolah (pendidikan dasar, pendidikan menengah dan perguruan tinggi)



Pengertian moral dan etika lengkap – Pengertian moral adalah merupakan pengetahuan atau wawasan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik, buruknya perbuatan dan kelakuan. Moralisasi yaitu uraian (pandangan dan ajaran) tentang perbuatan serta kelakuan yang baik. Demoralisasi, yaitu kerusakan moral. Menurut asal-usul katanya “moral” berasal dari kata mores dari bahasa Latin, lalu kemudian diartikan atau di terjemahkan jadi “aturan kesusilaan” ataupun suatu istilah yang digunakan untuk menentukan sebuah batas-batas dari sifat peran lain, kehendak, pendapat atau batasan perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik maupun buruk. Pengertian etika adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan-perbuatan yang di lakukan oleh manusia untuk dikatakan baik atau buruk, dengan kata lain aturan ataupun pola-pola dari tingkah laku yang di hasilkan oleh akal manusia. Karena adanya etika pergaulan dalam masyarakat/bermasyarakat akan terlihat baik & buruknya. Etika itu bersifat relatif yaitu dapat berubah-ubah sesuai dengan kemajuan zaman. Etika juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan & keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak serta didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan. Etik adalah suatu cabang ilmu filsafat. Yang secara sederhana dapat dikatakan bahwa etik yaitu disiplin yang mempelajari tentang baik & buruk sikap dari tindakan manusia. Etika merupakan sebuah bagian filosofis yang sangat berhubungan erat sekali dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan juga penyelesaiannya baik ataupun tidak.



Apa itu moral dan etika? Sedangkan menurut bahasa, Etik dapat diartikan sebagai – YUNANI áEthos, kebiasaan ataupun tingkah laku, INGGRIS á Ethis, tingkah laku / perilaku manusia yang baik ? tindakan yang harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada umumnya. Sedangkan dalam koteks yang lain secara luas dinyatakan bahwa: Etik yaitu aplikasi dari proses & juga teori filsafat moral terhadap kenyataan yang sebenarnya. Hal ini juga berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar serta konsep yang membimbing makhluk hidup dalam hal berpikir dan juga bertindak serta menekankan nilai-nilai mereka. Macam atau jenis-jenis dari etika Karena sebagai suatu ilmu maka Etika terdiri atas berbagai macam-macam jenis dan juga ragamnya diantaranya : 1. Etika deskriptif Memberikan gambaran & ilustrasi tentang tingkah laku manusia ditinjau dari nilai-nilai baik dan juga buruk serta hal-hal yang mana yang boleh dilakukan sesuai dengan norma etis, yang dianut oleh masyarakat. 2. Etika normative Membahas & mengkaji ukuran baik, buruknya tindakan manusia, yang biasanya dikelompokkan menjadi, sebagai berikut ini: 3. Etika Umum Membahas berbagai macam berhubungan dengan kondisi manusia untuk bertindak etis dalam mengambil berbagai macam kebijakan berdasarkan teori-teori dan juga prinsip-prinsip moral. 4. Etika khusus Etika yang terdiri dari etika sosial, etika individu & etika terapan, pengertiannya yaitu:



  



Etika sosial adalah yang menekankan tanggung jawab sosial & hubungan antar sesama manusia dalam aktivitas yang dilakukannya. Etika individu adalah lebih menekankan kepada kewajiban manusia sebagai pribadi. Etika terapan adalah etika-etika yang diterapkan pada sebuah profesi.



Dan inilah perbedaan antara moral dan etika Dengan demikian moral dan etika memiliki perbedaan, tolak ukur yang dipakai dengan moral untuk mengukur tingkah laku manusia yaitu adat istiadat, kebiasaan, dll. yang berlaku di masyarakat. Etika & moral sama artinya tetapi pemakaiannya dalam sehari-hari terdapat sedikit perbedaan. Moral digunakan untuk perbuatan yang sedang di nilai. Sedangkan etika digunakan untuk sistem nilai yang ada. Tadi itulah pengertian moral dan etika serta perbedaanya, yang di kutip dari berbagai sumber. Semoga dapat bermanfaat banyak bagi kamu khususnya dalam menambah ilmu pengetahuan.



Pengertian Moral Menurut Para Ahli Lengkap By bobsusantoPosted on August 19, 2016



Pengertian Moral Menurut Para Ahli Lengkap – Manusia yang hidup di dunia ini berjumlah ratusan miliar dan terus berkembang dengan pesat. Angka kelahiran dan kematian terus meningkat tetapi seimbang tetapi terkadang jumlah kelahiran lebih cepat meningkat. Dengan meningkatnya angka kelahian secara otomatis maka jumlah penduduknya makin meningkat. Banyak sekali generasi muda pada zaman sekarang sangat kurang dalam penilaian sikap dan tingkah lakunya kepada para orang tua dan pada teman seumurannya. Banyak dari generasi muda saat ini telah rusak dan tidak sopan atau hormat kepada orang tua atau sesorang yang umurnya lebih tua dari dirinya. Hal ini di sebabkan karena tidak adanya pengarahan moral yang di berikan ke pada anak tersebut. Sebenarnya apa moral itu akan di jelaskan sebagai berikut.



Pengertian Moral Pegertian moral secara umum adalah suatu hukum tingkah laku yang di terapkan kepada setiap individu untuk dapat bersosialiasi dengan tetangga tau perkumpulannya dengan benar dan agar terjalin rasa hormat dan menghormati. Moral ini perlu di tanamkan sejak kecil oleh orang tua dan lingkungan agar masa depan generasi kita menjadi anak yang bermoral baik dan dapat di terima dengan baik di masyarakat luas. Pelajaran moral ini sangat penting bagi kehidupan bermasyarak karena dapat membantu dalam pergaulan dan dapat terjalin hubungan yang baik dengan warga atau masyarakat sekitar. Jatuhnya moral anak muda saat ini adalah karena kurangnya perhatian dari para orang tua



tentang anaknya. Maka kita harus terus membantu meningkatkan moral anak-anak generasi muda agar bangsa kita tetap terjaga moralnya di mata dunia.



Pengerian Moral Menurut Para Ahli Pengertian koral menurut para ahli bermacam-macam. Ada beberapa ahli yang mengutarakan pengertiannya tentang moral yang di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Menurut Wikipedia



Pengertian moral adalah pesan yang di sampaikan atau pelajaran yang bisa di petik dari kisah atau peristiwa. 2. Menurut Merriam-webster



Pengertian moral adalah mengenai atau berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam perilaku manusia, dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang sesuai dengan standar perilaku yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut. 3. Menurut Kamus Psikologi



Pengertian moral adalah mengacu kepada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku. 4. Menurut Hurlock



Pengertian moral adalah perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Moral sendiri berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan konsep konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. 5. Menurut Dian Ibung



Pengertian moral adalah nilai (value) yang berlaku dalam suatu lingkungan sosial dan mengatur tingkah laku seseorang. Maria Assumpta menambahkan bahwa pengertian moral adalah aturan aturan (rule) mengenai sikap (attitude) dan perilaku manusia (human behavior) sebagai manusia. 6. Menurut Sonny Keraf



Pengertian moral adalah Moral dapat digunakan untuk mengukur kadar baik dan buruknya sebuah tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat (member of society) atau sebagai manusia yang memiliki posisi tertentu atau pekerjaan tertentu. 7. Menurut Zainuddin Saifullah Nainggolan



Pengertian moral adalah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat.



8. Imam Sukardi



Pengertian moral adalah kebaikan kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran ukuran tindakan yang diterima oleh masyarakat atau umum, meliputi kesatuan sosia maupun lingkungan tertentu. Demikianlah penjelasan mengenai Pengertian Moral Menurut Para Ahli Lengkap yang telah di jelaskan oleh seputarpengetahuan. Moral haruslah di terapkan oleh kita sejak kecil agar nilai moral kira baik di masyarakat luas dan dapat di terima dengan baik di kalangan luas. Semoga bermanfaat



Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral



yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.



Pengertian dan Definisi Moral ahmad dahlan Pendidikan Pengertian dan Definisi Moral Eureka Pendidikan. Masa remaja merupakan masa yang penting karena biasanya dimasa ini seseorang akan selalu berusaha untuk mencari jati diri, masa untuk melepaskan diri dari lingkungan orang tua. Tentunya nilai-nilai dalam kehidupan sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan atau petunjuk dalam mencari jalan untuk menumbuhkan jati dirinya. Tentunya sikap dari remaja tersebut harus sesuai dengan moral-moral tertentu sehingga terwujud perilaku yang bermoral dan segala perbuatannya selaras dengan kenyataan di dunia sekelilingnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak. Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya, sehingga adakalanya seorang individu melakukan suatu perbuatan yang tercela karena mereka tidak mengetahui bahwa itu adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Untuk itu, makalah ini akan membahas tentang perkembangan remaja yang berkaitan dengan perkembangan moralnya yang sangat erat kaitannya dengan sikap yang akan ditunjukkan nantinya. Pengertian Moral Moral adalah perbuatan, tingkah laku atau ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilainilai baik dan buruk. Moral (Bahasa Latin Moralitas) merupakan istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Masa remaja adalah masa yang tak pernah terlupakan, dan merupakan masa yang paling indah. Jika masa itu terlewatkan maka ia akan merasa rugi setidaknya begitulah kata anak-anak remaja sekarang ini. Karena ingin mendapatkan kesenangan di masa remaja, banyak anak-anak remaja mengorbankan uangnya hanya untuk sekedar berfoya-foya



merusak dirinya karena tingginya perasaan ingin tahu serta dorongan dari teman-temannya dan yang paling menyedihkan mereka tidak menyadari betapa sakit orangtuanya mencari nafkah hanya untuk anak-anaknya Source: http://www.eurekapendidikan.com/2015/02/pengertian-dan-definisi-moral.html Disalin dan Dipublikasikan melalui Eureka Pendidikan



A. Ringkasan Materi 1. Pengertian moral Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners, morals. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik-buruk, yang diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Dari beberapa pendapat di atas, istilah moral dapat dipersamakan dengan istilah-istilah; etika, etik, akhlak, kesusilaan dan budi pekerti. Dalam hubungannya dengan nilai, moral adalah bagian dari nilai yaitu nilai moral. Tidak semua nilai adalah nilai moral. Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia (human ) tentang hal baik –buruk. 2. Perbuatan moral Tindakan yang bermoral adalah tindakan manusia yang dilakukan secara sadar, mau dan tahu dan tindakan itu berkenaan dengan nilai-nilai moral. Tindakan bermoral adalah tindakan yang menjunjung tinggi nilai pribadi manusia, harkat dan martabat manusia. Tindakan atau perbuatan yang bermoral berkenaan dengan manusia sebagai manusia (human bukan sekedar homo) Perbuatan manusia dapat dinilai secara moral (dinilai baik-buruk) bila perbuatan itu didasarkan atas kesadaran moral. Perbuatan yang tidak didasarkan atas kesadaran moral tidak dapat dinilai secara moral. Kesadaran moral adalah kesadaran dalam diri manusia bahwa tindakannya itu diasarkan atas rasa wajib, suka rela, tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya. Ada perbuatan manusia yang tampaknya baik tetapi tidak dapat dinilai baik atau buruk perbuatan itu karena tidak didasarkan atas kesadaran moral. Perlu dibedakan antara perbuatan bermoral, perbuatan amoral dan perbuatan immoral. Perbuatan amoral adalah perbuatan yang menyimpang atau melanggar norma moral. Perbuatan immoral adalah perbuatan yang tidak atau bukan kategori perbuatan moral



3. Fenomena kesadaran moral Fenormena kesadaran moral ialah apa saja yang tampak atau kelihatan dalam kesadaran moral. Fenomena kesadaran menggambarkan menggambarkan apa yang terlihat dari kesadaran moral seseorang. Dalam fenomena kesadaran moral terdapat unsur-unsur, struktur dan aspek dari kesadaran moral a. Unsur unsur kesadaran moral 1) adanya rasa wajib yang tidak dapat ditawar 2) kewajiban itu berlaku obyektif , bukan subyektif berasal dari diri sendiri 3) kewajiban itu logis, atau masuk akal(rasional) 4) kesadaran bahwa kewajiban itu bernilai bagi dirinya 5) disadari bahwa kewajiban itu disetuui pula oleh orang lain 6) kesadaran bahwa pelaksanaan kewajiban itu bergantung pada diri 7) putusan atas kewajiban merupakan tanggung jawabnya 8) penilaian baik-buruk tergantung pada ketaatan pada kewajiban b. Struktur kesadaran moral 1) kewajiban bersifat mutlak 2) kewajiban itu bersifat umum dan obyektif 3) kewajiban itu masuk akal dan pantas disetujui 4) putusan melaksanakan kewajiban bergantung pada diri 5) putusan itu menentukan nilai pribadi c. Aspek kesadaran moral 1) kewajiban moral bersifat mutlak 2) kesadaran moral bersifat rasional 3) kesadaran moral menuntut tanggung jawab subyektif 4. Konsiensi/hati nurani Rasa wajib dalam kesadaran moral digerakkan oleh konsiensi yang terdapat dalam diri manusia. Konsiensi disebut pula kata hati atau hati nurani. Konsiensi berasal dari bahasa Latin Consciantia yang terdiri dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con (bersama, turut serta). Dalam bahasa Inggris, consciousness, kesadaran dan conscience, hati nurani. Dengan demikian konsiensi berarti “turut mengetahui”. Dengan konsiensi, manusia memiliki kesadaran bahwa ia turut mengetahui apa yang dia lakukan. Manusia melakukan perbuatan baik dan buruk dan manusia juga dapat turut mengetahui perbuatan itu. Hati nurani atau konsiesni bekerja dalam kesadaran manusia. Dalam bekerja konsiensi berfungsi sebagai berikut; a. Indeks /petunjuk Konsiensi memberi petunjuk pada manusia mana pebuatan baik atau buruk secara moral, sebalum perbuatan itu dilakukan b. Viudeks/penilai Konsiensi memberi penilaian moral terhadap perbuatan yang tengah dilakukan



c. Vindeks/pemberi sanksi Konsiensi memberi sanksi berdasar penilaiannya setelah perbuatan itu dilakukan. Konsiensi memberi sanksi negatif terhadap pebuatan yang buruk, sepeti penyesalan, rasa bersalah, malu, tertekan, rendah diri, dan sebagainya. Konsiensi memberi sanksi positif terhadap perbuatan baik. Seperti percaya diri, kebanggaan diri, rasa puas , lega, dan senang. 5. Aliran-aliran dalam filsafat moral Ukuran baik-buruk perbuatan ternyata berbeda-beda dalam berbagai sudut pandang. Ukuran kelakuan manusia dibicarakan dalam aliran-aliran filsafat moral. Filsafat moral dapat disebut dengan etika. Beberapa diantaranya sebagai berikut; a. Idealism b. Hedonism c. Eudonism d. Utilitarism e. Deontologi f. Teleologi