Materi Syarhil Qur'An [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

“Etika Komunikasi Di Media Sosisal”



ُ ‫ْال َح ْم ُد هلِل ِ الَّ ِذيْ بِنِ ْع َمتِ ِه تَتِ ُّم الصَّالِ َح‬ ‫ َأ ْشهَ ُد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْيكَ لَهُ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن‬.،‫ات‬ ‫صحْ بِ ِه‬ َ ‫ار ْك َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬ َ ‫ اللهم‬.ُ‫ي بَ ْع َده‬ َّ ِ‫ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ اَل نَب‬ ِ َ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َوب‬ ‫ َأ َّما بَ ْع ُد‬. َ‫ال ُم َجا ِه ِد ْينَ الطَّا ِه ِر ْين‬، Yang saya hormati Dewan hakam yang mulia dan bijak sana Yang saya hotmati, rekan rekan peserta Syarhil Qur’an yang saya banggakan dan cintai Dan hadirin sekalian yang dirahmati Allah Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kita atas kehadirat Alloh Yang Maha Kuasa yang trlah memberikan kita beribu macam nikmat sehingga kita berada ditempat yang mulia ini. Yang kedua kalinya tak lupa kita haturkan solawat serta salam pada junjungan alam Nabi Besar Muhammad Salallohualaihi wasallam yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman islamiyah. Hadirin rohimakumulloh Pada kesempatan ini izinkan kami menyampaikan pensyarahan materi kami yang berjudul “Etika Komunikasi Di Media Sosisal” Hadirin rohimakumulloh Dunia terus berkembang, termasuk cara berkomunikasi kita. Dulu banyak orang harus menempuh jarak yang jauh untuk bisa bercakap-cakap dengan orang lain di luar daerah. Sekarang, teknologi memfasilitasi umat manusia untuk kian mudah menjalin komunikasi hanya melalui perangkat di genggaman tangan, yakni handphone. Jamaaaaah…..o jamaah Alhamdulillah Ada gak yang hari ini masih tidak punya Handphone…..? Pasti jawabnya semua punya. Dari anak kecil, remaja, dewasa bahkan nenek nenek dan kakek kakek semua punya…. Bahkan Nenek-nenek dan kakek-kakek pandai main Tik tok lagi, dan diupload di berbagai media sosila. Dewan hakim yang saya hormati dan hadirin sekalian Kehadiran media sosial kian mempermudah lagi. Dalam hitungan detik kita sudah bisa berinteraksi dan berkirim pesan melalui tulisan, suara, gambar, bahkan video ke orang di belahan dunia lain. Luas bumi yang mencapai lebih dari setengah miliar kilometer persegi seolah mengkerut. Informasi beredar secara instan, kehidupan sosial banyak bergeser ke dunia maya, dan sebagian orang bahkan rela menghabiskan separuh waktunya untuk berselancar di internet atau media sosial.



Dewan hakim yang saya hormati dan hadirin sekalian Islam bukan agama yang anti perubahan. Namun demikian, ia punya prinsip-prinsip yang tak boleh dilanggar. Kita seyogianya memosisikan media sosial tak lebih dari sekadar alat, bukan tujuan. Media sosial sebagai wasîlah, bukan ghâyah. Kenapa? Sebagaimana pisau yang bermanfaat bila digunakan memasak dan merugikan bila dipakai melukai orang lain, begitu pula media sosial. Dalam dirinya terkandung potensi positif tapi sekaligus negatif. Semakin meningkatnya pengguna media sosial dari hari ke hari tak menjamin semakin berkualitas dari segi pemanfaatannya. Banyak kita jumpai media sosial menjadi ajang pamer (riya') amal kebaikan—usaha mencari citra kesalehan di mata masyarakat. Dari sini kita secara tak langsung menggeser maksud ibadah yang semestinya untuk Allah menjadi untuk popularitas dan kebanggaan diri. Media sosial juga kerap menjadi arena cacimaki antar kelompok yang berbeda agama, aliran, pandangan politik, dan sejenisnya. Tak jarang media sosial disesaki debat kusir saling menjatuhkan, ghibah (gosip), fitnah, berita bohong, hingga peningkatan jumlah musuh-musuh baru. Hanya berbekal jari tangan dan pikiran keruh dalam sekejap kita sudah membuat mudarat bagi pihak lain. Padahal dalam hadits shahih disebutkan bahwa di antara karakter seorang Muslim adalah mampu menjamin saudaranya dari malapetaka tangan dan lisannya. ِ‫َويَ ِده‬



‫ال ُم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم ال ُم ْسلِ ُمونَ ِم ْن لِ َسانِ ِه‬



“Seorang Muslim adalah orang yang tidak melukai saudara Muslim lainnya baik dengan lisan dan tangannya” Dan Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat Al Ahzab ayat 58 yang berbunyi:



۟ ُ‫ُوا فَقَ ِد ٱحْ تَمل‬ ۟ ‫ت ب َغيْر ما ٱ ْكتَ َسب‬ ‫وا بُ ْه ٰتَنًا َوِإ ْث ًما ُّمبِينًا‬ َ َ ِ ِ ِ َ‫َوٱلَّ ِذينَ يُْؤ ُذونَ ْٱل ُمْؤ ِمنِينَ َو ْٱل ُمْؤ ِم ٰن‬ "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."( AlAhzab: 58 ). Imam Abu Hamid bin Muhammad al-Ghazali dalam kitab Bidâyatul Hidâyah menjelaskan bahwa lisan manusia terdiri dari dua jenis, yakni lidah yang berada di dalam mulut dan lidah berupa qalam (pena). Tulisan memiliki fungsi yang mirip dengan pembicaraan. Qalam dalam konteks hari ini bisa diidentikkan dengan media sosial yang memiliki peran yang sama, yakni memproduksi tulisan yang pengaruhnya bisa negatif maupun positif. Dengan demikian, sikap bijak kita terhadap media sosial termasuk ikhtiar kita untuk menjadi Muslim yang baik sebagaimana hadits dan ayat di atas. Yang paling rentan dilupakan saat bermedia sosial adalah betapa berharganya waktu.



Dewan hakim yang saya hormati dan hadirin sekalian Sebagai wasîlah, media sosial juga merupakan perantara bagi banyak sekali hal baik. Melalui media sosial, seseorang dengan mudah bersilaturahim dengan orang lain yang di dunia nyata terkendala jarak geografis. Media sosial punya fungsi mempersatukan yang semula terpisah, memberi ruang komunikasi yang semula tanpa kabar. Fungsi positif lain dari media sosial adalah menjadi alat yang bagus untuk mendistribusikan pesan kebaikan secara luas dengan mudah. Kita dengan mudah membagikan informasi, misalnya, soal cara mendidik buah hati, tips hidup sehat, atau wawasan bermanfaat lain, hingga menjadikan media sosial sebagai media syiar yang memberi pendidikan kepada publik tentang nilai-nilai Islam yang mencerahkan, rahmatan lil ‘alamin. Sebagaimana disebutkan dalam Surat al Maidah ayat 35 yang berbunyi: َ‫تُ ْفلِحُون‬



‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هللاَ َوا ْبتَ ُغوا ِإلَ ْي ِه ْال َو ِسيلَةَ َو َجا ِه ُدوا فِي َسبِيلِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم‬



"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah wasîlah yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kalian mendapat keberuntungan". Wasîlah dalam konteks ini bisa kita perluas pengertiannya mencakup berbagai jalan, mekanisme, atau sarana yang bermanfaat bagi kebaikan, terutama untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah subhânahu wata‘alâ. Jika media sosial adalah wasîlah, maka ghâyah-nya adalah Allah subhânahu wata‘âlâ. Sekali lagi, fungsi positif media sosial tersebut bisa maksimal kita realisasikan ketika kitalah yang benar-benar menguasai media sosial, bukan dikuasai. Medsos hanya menjadi elemen sekunder bagi aktivitas kebaikan, bukan sebaliknya medsos mendorong kita untuk terperosok pada perbuatan sia-sia, atau bahkan merugikan. Dewan hakim yang saya hormati dan hadirin sekalian Melalui paparan materi ini, bisa disimpulkan bahwa setidaknya ada dua sikap dalam merespon kehadiran media sosial. Pertama, menyadari betul bahwa ia tak lebih dari sebatas wasîlah, perantaran atau alat. Kesadaran ini akan mendorong kita untuk tidak terbuai dengan medsos itu sendiri, melainkan pada apa tujuan pokok penggunaan perangkat dunia maya ini. Kedua, menjadiannya sebagai sarana yang tak hanya baik tapi juga bermanfaat. Tak menimbulkan kemudaratan kepada pihak lain melalui media sosial adalah sesuatu yang baik. Tapi akan lebih baik lagi bila media sosial memberikan faedah bagi orang lain lewat kontenkonten yang kita suguhkan. Bukankah “khairunnâs anfa‘uhum lin nâs” (sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya). Dewan hakim yang saya hormati dan hadirin sekalian



Dari apa yang kami paparkan ini, mudahan dapat memberi gambaran pada kami pribadi dan hadirin sekalian bagaimana menjadi orang yang bijaksana,beretika, dan memberi manfaat bagi orang lain dalam memanfaatkan media sosial, Demikian pensyarahaan yang dapat kami sampaikan pada malam hari ini. Jika ada kekurangan mohon dimaafkan karena itu berasal dari diri kami pribadi. Dan jika da kebenaran itu datangnya dari Alloh semata. Wabillahi taufiqu wal hidayah Assalamualaikum waraohmatullohi wabarokatuh



Berikut adalah beberapa etika yang harus diperhatikan dalam menggunakan jejaring sosial: 1) Jadikan Sebagai Sarana untuk Menebar Kebaikan Informasi yang tersebar di media sosial sedikit banyak mendeskripsikan kejernihan akhlak penulisnya. Mereka yang memiliki pandangan menyebarkan manfaat melalui tulisan dan berwawasan luas tidak akan tergesa-gesa dalam mem-posting berita. Ladang pahala justru akan mengalir apabila setiap hal yang kita beritakan berkhazanah Islam dan menebar faedah. Layaknya seekor lebah yang hanya akan mencari madu, jika insting kebaikan telah terparti, indra kita tidak akan tertarik untuk menciptakan hal-hal atau tulisan yang akan menimbulkan fitnah. 2) Mengingat Hisab atas Segala Perbuatan Menyadari sepenuhnya akan adanya hisab atau perhitungan atas tiap detail yang kita perbuat dapat menjadi pengontrol utama dalam mengendalikan perbuatan. Akan ada hari akhir di ujung kehidupan dunia yang menjadikan manusia sadar akan keterbatasan usia yang dimilikinya. Timbangan baik dan buruk menjadi titik penentu keberadaan manusia di akhirat: surga atau neraka. Kesadaran akan hisab ini pun semestinya kita pegang saat menggunakan media sosial karena apa pun yang kita lakukan dengan media sosial juga akan menjadi catatan amal yang dipertanggungjwabkan kelak. 3) Lakukan Kroscek Sebelum Berpendapat (Tabayun) Apabila berita yang ditampilkan hanya untuk mencari popularitas dan “like” dari pembaca tanpa mengindahkan kebenaran dan fitnah yang akan ditimbulkan, hal ini bisa menjadi awal kesalahpahaman. Fenomena "jemari berbicara", yaitu kebiasaan untuk asal share tanpa mencari kebenaran beritanya, kerap kali terjadi. Berita hoaks tersebar karena andil kedua ibu jari kita. Untuk itulah, mencari kebenaran berita menjadi hal wajib sebelum menyebarkannya. “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang paling baik (benar). Sesungguhnya, setan menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia” (Q.S Al-Israa' Ayat 53) 4) “CCTV” di Kedua Bahu Merasa selalu diawasi oleh malaikat utusan Allah di bahu kanan dan kiri semestinya menjadikan tubuh dan akal berpikir sebelum melakukan tindakan. Pengawasan 24 jam semasa detak jantung masih berdebar bukankah cukup untuk menjadi pengendali di setiap perbuatan? Begitu pula dengan aktivitas di jejaring sosial. Like, komen, atau share kita akan disaksikan dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban. 5) Ruang Keikhlasan Tanpa Mengumbar Riya



Misi atau niat hanya terjadi satu arah, yaitu kejujuran hati kepada Sang Pemilik Kehidupan. Kita tidak bisa melihat, apalagi memberikan penilaian terhadap niat seseorang. Tetapkan misi untuk memanen kelimpahan pahala-Nya tanpa beharap pujian yang melambungkan popularitas. Hal ini akan menjadi hal yang mendasari kita untuk terus melakukan segala hal yang positif.