Materi Training Retail Management [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MATERI TRAINING



Retail Management



Training Development Dept.



Cirebon 2019 BAB I INTRODUCTION OF RETAIL MANAGEMENT



1. Pengertian Retail Arti Retail / Ritel adalah suatu kegiatan pemasaran produk, baik barang maupun jasa, yang dilakukan secara eceran atau satuan langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan rumah tangga atau pribadi, bukan untuk dijual kembali. Pada dasarnya, ritel adalah kegiatan usaha dalam menjual berbagai ragam barang maupun jasa. Barang tersebut bisa berupa barang konsumsi langsung maupun tidak. Penjual retail disebut juga dengan penjual eceran/ ritel, dimana jumlah produk yang dijual adalah satuan. Jika suatu institusi pabrikan menjual sesuatu dalam partai besar kepada pebisnis lain, maka hal tersebut tidak termasuk penjualan retail. Pada praktiknya pengusaha retail membeli produk (barang maupun jasa) dalam jumlah banyak dari produsen untuk dijual kembali kepada konsumen akhir dalam satuan yang lebih kecil. Agar lebih memahami apa arti retail, maka kita bisa merujuk pada pendapat beberapa ahli. Berikut ini adalah definisi retail menurut para ahli : 



Berman dan Evans : Menurut Berman dan Evans, pengertian retail adalah suatu usaha bisnis yang berusaha memasarkan barang dan jasa kepada konsumen akhir yang menggunakannnya untuk keperluan pribadi dan rumah tangga







Kotler : Menurut Kotler, arti retail adalah penjualan eceran meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang atau jasa pada konsumen akhir untuk dipergunakan yang sifatnya pribadi, bukan bisnis







Gilbert : Menurut Gilbert, arti retail adalah semua usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi.







Levy dan Weitz : Menurut Levy dan Weitz, arti retail adalah satu rangkaian aktivitas bisnis untuk menambah nilai guna barang dan jasa yang dijual kepada konsumen untuk konsumsi pribadi atau rumah tangga



2. Tujuan dan Fungsi Bisnis Ritel



Perdagangan eceran melakukan aktivitas pengemasan menjadi bagian yang lebih kecil, menyimpan persediaan, menyediakan jasa agar pelanggan dapat memperoleh barang dengan mudah. Tujuan penjualan eceran (ritel) antara lain adalah sebagai berikut (Weits dkk, 2007:4): a. Menciptakan tersedianya pilihan akan kombinasi sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. b. Memberikan penawaran produk dan jasa pelayanan dalam unit yang cukup kecil sehingga memungkinkan para konsumen memenuhi kebutuhannya. c. Menyediakan pertukaran nilai tambah dari produk (ready exchange of value). d. Mengadakan transaksi dengan para konsumen-nya. Sedangkan menurut Sudjana (2005:117), terdapat empat tujuan perdagangan eceran atau retail, yaitu sebagai berikut: a. Perantara antara distributor dengan konsumen akhir. b. Penghimpunan berbagai kategori jenis barang yang menjadi kebutuhan konsumen. c.Tempat rujukan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan konsumen. d. Penentu eksistensi barang dari manufaktur di pasar konsumen. Adapun fungsi perdagangan eceran atau ritel menurut Utami (2008:8-9) adalah sebagai berikut: a. Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa. Konsumen selalu mempunyai pilihan sendiri terhadap berbagai jenis produk dan jasa. Untuk itu, dalam fungsinya sebagai peritel, mereka berusaha menyediakan beraneka ragam produk dan jasa yang dibutuhkan konsumen. b. Memecah (breaking bulk). Memecah (breaking bulk) di sini berarti memecah beberapa ukuran produk menjadi lebih kecil, yang akhirnya menguntungkan produsen dan konsumen. c. Penyimpan persediaan. Fungsi utama ritel adalah mempertahankan persediaan yang sudah ada, sehingga produk akan selalu tersedia saat konsumen menginginkannya. d. Penyedia jasa. Dengan adanya ritel, maka konsumen akan mendapat kemudahan dalam mengkonsumsi produk-produk yang dihasilkan produsen. e. Meningkatkan nilai produk dan jasa. Dengan adanya beberapa jenis barang atau jasa, maka untuk suatu aktivitas pelanggan dapat ditingkatkan manfaat yang diperoleh oleh pelanggan dari nilai yang diperoleh dari produk/jasa tersebut.



3. Struktur Dasar Bisnis Retail Saat ini telah terjadi perubahan yang sangat signifikan baik pola pikir, selera maupun pola berbelanja masyarakat luas, khususnya konsumen, dari pola yang berkecenderung tradisional ke pola berkecenderungan modern. Hal ini dapat terlihat jelas, salah satu indikatornya banyak berdiri bisnis – bisnis ritel yang lokasinya sangat berdekatan dengan masyarakat, dan bukan lagi di jalan raya atau jalan utama. Adapun struktur dasar bisnis ritel secara sederhana yang merupakan jalur distribusi barang dagangan dapat digambarkan sebagai berikut:



Produsen menjual produknya kepada pelaku ritel atau pedagang besar (peritel besar), disebut juga grosir. Selanjutnya pedagang besar membeli, menyimpan persediaan, mempromosikan, memajang, menjual, mengirimkan, dan membayar kepada produsen. Mereka biasanya tidak menjual langsung ke konsumen. Sedangkan pelaku ritel menjalankan fungsi pembelian, menyimpan persediaan, mempromosikan, menjual, mengirimkan, dan membayar kepada agen atau distributor. Ritel tidak membuat barang dan tidak menjual kepada pelaku ritel lainnya (C.W. Utami, 2006).



4. Konsep Pemasaran Retail Menurut Wal Mart dikutip Usman Thoyip (1998) telah memanfaatkan suatu pendekatan yang terkoordinasi dan merata di seluruh perusahaan terhadap perkembangan dan implementasi strategi dan memiliki suatu orientasi tujuan yang jelas. Berikut ini gambar konsep pemasaran ritel:



Keterangan: 



Berorientasi konsumen, seorng peritel harus menetukan atribut-atribut dan kebutuhan-kebutuhan para konsemennya, serta harus menyediakan diri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut secara maksimal.







Usaha yang terkoordinir, di mana seorang peritel harus mengintegrasikan semua rencana dan kegiatan untuk melakukan efisiensi.







Berorientasi tujuan, di mana seorang peritel harus menetapkan tujuan dan selanjutnya mengunakan strateginya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.



5. Karakteristik Bisnis Retail Menurut Berman dan Evans (dikutip Asep S.Sujana, 2005) ada beberapa karakteristik bisnis ritel sebagai berikut: 



Small Enough Quantity



Penjualan barang atau jasa pada karakteristik ini dalam partai kecil yaitu jumlah secukupnya untuk dikonsumsi sendiri dalam waktu tertentu 



Impulse buying



Dalam karakteristik ini, kondisi yang tercapai dari ketersediaan barang dalam jumlah dan jenis yang sangat variatif sehingga menimbulkan banyaknya pilihan dalam proses belanja konsemen. Sering kali konsumen dalam proses pembeliannya, keputusan yang diambil untuk menbeli suatu barang adalah yang sebelumnya tidak tercantum dalam pembelian barang. Keputusan ini timbul begitu saja terstimulasi oleh variasi bauran produk dan tingkat harga barang yang ditawarkan. 



Store condition



Pada karakteristik ini, dipengaruhi oleh lokasi toko, efektivitas penanganan barang, jam buka toko, dan tingkat harga yang bersaing. Menurut Asep S.Sujana (2005) aspek-aspek internal bisnis ritel terdiri atas asset, human, finande, dan merchandise.



6. Kelebihan dan Kekurangan Bisnis Retail 6.1 Kelebihan bisnis ritel antara lain: 



Modal yang diperlukan cukup kecil namun keuntungan yang didapat bisa cukup besar, bahkan keuntungan yang didapat bisnis ritel ini hampir melebihi modal yang dikeluarkan para pengecer.







Pada umumnya lokasi bisnis ritel ini sangat strategis sehingga memudahkan pelanggan untuk mendapatkan kebutuhan barangnya.







Hubungan antara peritel dan pelanggan sangat dekat, hal ini dikarenakan terjadinya komunikasi dua arah antara peritel dan pelanggan.







Kelebihan-kelebihan ini sering menjadi peritel cepat berkembang pesat dalam pengembangan tokonya.



6.2 Kekurangan Bisnis Ritel 



Pengelolaan toko ritel dengan skala kecil sering mendapat kurang perhatian dari peritel itu sendiri.







Administrasi atau pembukuan dalam bisnis ritel ini kurang atau bahkan tidak diperhatikn.







Promosi bisnis ritel sering dilakukan secara tidak optimal.



7. Klasifikasi Bentuk Retail



7.1 Berdasarkan Kepemilikan (Ownership Based Retailing )



a. Independent Retailers Mereka memiliki dan menjalankan satu toko, dan menentukan kebijakan mereka secara mandiri. Anggota keluarga mereka dapat membantu dalam bisnis dan kepemilikan unit dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Keuntungan terbesar adalah mereka dapat membangun hubungan pribadi dengan konsumen dengan sangat mudah. Misalnya, toko kelontong yang berdiri sendiri, toko bunga, toko alat tulis, toko buku, dll. b. Corporate Retail Chain (Jaringan retail) Jenis ini merupakan toko ritel dengan banyak cabang dan pada umumnya dimiliki oleh suatu instansi bisnis bukan perorangan, namun dalam bentuk perseroan. Bentuknya seperti rantai toko minimarket atau mega hyperstore,. Ketika beberapa outlet berada di bawah kepemilikan bersama itu disebut rantai toko/ Retail Chain.



Perusahaan



mengoperasikan beberapa unit ritel dengan pengambilan keputusan yang terpusat untuk menentukan dan melaksanakan strategi. Retail Chain menawarkan dan menyimpan barang dagangan yang serupa. Mereka tersebar di berbagai kota dan wilayah. Keuntungannya, toko dapat menyimpan barang dagangan tertentu sesuai dengan preferensi konsumen di area tertentu. misalnya Hero supermarket, Sogo Departement Store & Supermarket, Matahari Mall, Ramayana Mall, dan sebagainya c. Franchises Toko waralaba atau franchise store adalah toko ritel yang dibangun berdasarkan kontrak kerja bagi hasil (waralaba) antara pengusaha investor perseorangan dengan pewaralaba yang merupakan pemegang lisensi/nama toko, sponsor, dan pengelola usaha, Ini adalah toko-toko yang menjalankan bisnis dengan nama merek yang sudah mapan atau format tertentu dengan perjanjian antara pemilik waralaba dan pemilik waralaba. Misalnya fast food restaurant, bengkel, toko optikal atau supermarket (McDonald’s, indamart, Alfamart). d. Consumers Co-Operative Stores Ini adalah bisnis yang dimiliki dan dijalankan oleh konsumen dengan tujuan menyediakan barang-barang penting dengan biaya yang wajar dibandingkan dengan harga pasar. Mereka harus sezaman dengan bisnis saat ini dan kebijakan politik untuk menjaga bisnis tetap sehat. Misalnya, Sahakar Bhandar dari India, Puget Food Co-Operative dari AS utara, Dublin Food Co-Operative dari Irlandia.



7.2 Berdasarkan barang yang dijual ( Merchandise Based Retailing ) a. Toko Serba Ada / Convenience Stores Toko-toko kecil yang umumnya berlokasi di dekat tempat tinggal, dan dibuka sampai larut malam atau 24x7. ini adalah toko pengecer yang menjual jenis item produk yang terbatas, bertempat ditempat yang nyaman dan jam buka yang panjang. Toko-toko ini menawarkan kebutuhan dasar seperti makanan, telur, susu, perlengkapan mandi, dan bahan makanan. Mereka menargetkan konsumen yang ingin melakukan pembelian cepat dan mudah. Misalnya, toko mom-and-pop, toko yang terletak di dekat pompa bensin, 7Eleven dari AS, dll. b.Supermarket Sering disebut sebagai Toko swalayan. Supermarket adalah toko yang yang menjual berbagai macam kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Toko ini memiliki luasan 400 m2 s/d 5000 m2. . Toko ini menjual berbagai macam produk makanan dan juga sejumlah kecil produk non-makanan dengan sistem konsumen melayani dirinya sendiri (swalayan). Ini adalah toko besar dengan volume tinggi dan margin laba rendah. Mereka menawarkan barang-barang makanan segar dan diawetkan, perlengkapan mandi, bahan makanan, dan barang-barang rumah tangga dasar. Di sini, setidaknya 70% dari ruang penjualan dicadangkan untuk produk makanan dan bahan makanan. Misalnya yogya, dan griya, carefour, Super Indo, Giant, Sri Ratu, dll c. Hypermarket Jenis bisnis ritel ini menjual barang-barang dalam rentang kategori barang yang sangat luas yaitu menjual sebagian besar barang kebutuhan setiap lapisan konsumen, sehingga sedikitnya membutuhkan luas toko dan area sebesar 10.000 m² dan di Indonesia belum ada seluas ini. toko retail ini menjual jenis barang dalam jumlah yang sangat besar atau lebih dari 50.000 item dan mencakup banyak jenis produk. Ini adalah toko ritel serba ada dengan ruang penjualan yang sangat luas, di mana 35% ruang didedikasikan untuk produk nongrosir. Mereka menargetkan konsumen di wilayah yang luas dan sering berbagi ruang



dengan restoran dan kedai kopi. Mereka menawarkan peralatan olahraga, siklus, CD / DVD, Buku, peralatan elektronik, dll. Misalnya, Big Bazar dari India, Walmart dari AS. d.Toko Khusus / Specialty Stores Toko eceran ini menawarkan barang dagangan tertentu seperti perabotan rumah, peralatan elektronik domestik, komputer, dan produk terkait, dll. Mereka juga menawarkan layanan tingkat tinggi dan informasi produk kepada konsumen. Contoh specialty stores yaitu toko buku gramedia, toko musik disctarra, toko obat guardian, dan banyak lagi contoh lainnya. e. Departmental Stores Ini adalah suatu toko eceran berskala besar yang pengelolaannya dipisah dan dibagi menjadi bagian departemen – departemen yang menjual macam barang yang berbeda – beda. Toko ini memakai ruang untuk menjual barangnya sekitar di kisaran 10% hingga 70% untuk makanan, pakaian, dan barang-barang rumah tangga. Dengan kata lain Department store adalah suatu toko eceran yang berskala besar yang pengeloaannya dipisah dan dibagi menjadi bagian departemen-departemen yang menjual macam barang yang berbeda-beda. Contohnya seperti ramayana, robinson, rimo, Matahari Departemen Store, dan sebagainya. 



Discount Stores



Sebuah toko diskon adalah jenis department store, yang menjual produk dengan harga lebih rendah daripada yang diminta oleh gerai ritel tradisional. Sebagian besar toko diskon department menawarkan berbagai macam barang, yang lainnya mengkhususkan diri dalam barang seperti perhiasan, peralatan elektronik, atau peralatan listrik. Toko diskon memberikan



margin



yang



rendah



dengan



volume



penjualan



yang



lebih



tinggi.



Misal: Wall-Mart f. Off Price Store Sebuah toko yang membeli dengan harga yang lebih rendah dari pada harga grosir yang umum dan membebani konsumen dengan harga eceran yang lebih rendah. Ada tiga jenis toko model Off Price, diantaranya : 



Factory Outlet



Ini adalah toko ritel yang menjual barang yang diproduksi dalam jumlah berlebih dengan harga diskon. Dahulu Factory Outlet adalah toko retail yang dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan manufaktur. Barang-barang yang dijual di toko ini adalah barang-barang sisa produksi, barang-barang yang sudah tidak diproduksi lagi atau barang-barang non regular. Namun sekarang, Factory Outlet adalah toko retail yang menjual berbagai macam produk



bermerk dan tidak lagi hanya dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan manufaktur. Outlet ini terletak di dekat unit pabrik atau asosiasi dengan outlet pabrik lainnya. Misalnya, Nike, adidas, eager, dll







Independent Off Price



Independent Off Price adalah toko yang dimiliki oleh divisi perusahaan atau pihak lain. Toko ini menjual barang-barang out of seasons, barang-barang sisa produksi, tentu saja dengan harga yang lebih rendah daripada toko retail yang lain. 



Klub Gudang (Warehouse Club)/Klub Grosir (Wholesale Club)



Toko ini menjual barang kepada retailer-retailer lain, industrial, commercial, institusi atau professional user yang lain atau kepada pihak lain yang bertindak sebagai agen atau broker yang menjualkan kembali kepada pihak lain dengan jumlah yang besar.



g. Catalogue Showrooms: Toko retail yang menjual berbagai peralatan rumah tangga dan pribadi serta perhiasan. Tidak seperti toko retail yang lain, sebagian besar barang dagangan tidak didisplay.Gerai ritel ini menyimpan katalog produk untuk dirujuk oleh konsumen. Konsumen perlu memilih produk, menulis kode produknya dan menyerahkannya kepada petugas yang kemudian mengelola untuk menyediakan produk yang dipilih dari gudang perusahaan.



7.3 Retail non-toko (Non-Store Based Retailing) Retail berbasis non-toko biasanya lebih berfokus pada kontak langsung dengan konsumen. Kontak dapat dilakukan secara personal melalui penjualan langsung (direct selling) atau non-personal melalui TV, Internet, email marketing, telepon, atau katalog. Retail berjenis non – toko ini menjual produk atau jasa dengan menggunakan media di luar toko fisik sebagai teknik pemasarannya. Contoh non – store retailing yaitu penjualan yang dilakukan melalui direct selling, email, vending machine, televisi, dan media elektronik / digital lainnya. a. Direct Sales : dalam direct sales dibagi menjadi beberapa jenis diataranya :







Penjualan langsung (Direct Selling). Ialah usaha retail dengan kegiatan penjualan dari pedagang keliling dan terus berkembang menjadi industri yang besar. Penjualan langsung dijalankan oleh para wira-niaga langsung kepada konsumen akhir.







Penjual satu-satu (One to One Selling). Ialah usaha retail dengan kegiatan penjualan dijalankan oleh wira-niaga dengan cara langsung memasarkan ke tempat tinggal konsumen satu per satu.







Penjual satu ke banyak (One to Party Selling). Ialah usaha retail dengan cara penjualan seorang wira-niaga datang ke rumah seorang konsumen yang kemudian mengundang teman atau tetangganya untuk melihat demonstrasi produk.







Pemasaran Jaringan (Network Marketing-MLM). Usaha retail yang memilih para usahawan agar berperan sebagai distributor yang kemudian akan memiliki beberapa anggota sebagai agen sedangkan agen nantinya akan menjual produk ke orang lain lagi agar dijualkan kepada pengguna terakhir.



b. Mail Orders/Postal Orders/E-Shopping: Konsumen dapat merujuk katalog produk di internet dan memesan tempat untuk membeli produk melalui email / pos. c. Telemarketing : Produk diiklankan di televisi. Harga, garansi, kebijakan pengembalian, skema pembelian, nomor kontak dll. Dijelaskan di akhir Iklan. Konsumen dapat memesan dengan menghubungi nomor pengecer. Pengecer kemudian mengirimkan produk di depan pintu konsumen. d. Automated Vending/Kiosks : Sistem penjualan ini menggunakan mesin penjual otomatis. Mesin penjual otomatis ini diletakkan di pabrik, toko eceran besar, pusat layanan publik,



Mesin penjual bekerja selama 24 jam. Sangat mudah bagi konsumen dan



menawarkan barang yang sering dibeli sepanjang waktu, seperti minuman, permen, keripik, koran, dll.



7.4 Ritel Berbasis Layanan ( Service Based ) Pengecer ini menyediakan berbagai layanan kepada konsumen. Layanannya meliputi perbankan, penyewaan mobil, listrik, dan pengiriman kontainer gas memasak. Keberhasilan pengecer berbasis layanan terletak pada kualitas layanan, kustomisasi, diferensiasi, dan ketepatan waktu layanan, peningkatan teknologi, dan harga yang berorientasi pada



konsumen. Jenis retail ini menawarkan jasa atau layanan secara langsung pada konsumen. Service retailing terbagi menjadi beberapa kategori, diantaranya: 



Rented goods service: retail yang menawarkan penyewaan barang terhadap konsumen. Contohnya; sewa CD, sewa apartemen, rental mobil, dsb.







Owned goods service: retail yang menawarkan pelayanan berupa modifikasi atau perbaikan barang milik konsumen. Contoh; reparasi barang elektronik dan bengkel kendaraan.







Non-good service: jasa yang ditawarkan bersifat intangible, artinya tidak berbentuk produk fisik. Contoh dari layanan ini yaitu pengasuh bayi, pemandu wisata, dan supir.



7.5 Ritel berdasarkan lokasi Retailer juga dapat dibedakan berdasarkan lokasinya. Beberapa diantaranya adalah; 



Strip development (mal strip), yaitu lahan komersial yang dikembangkan sehingga semua orang memiliki akses langsung ke jalan dan area parkir.







Downtown central business districts, yaitu pusat bisnis dan komersial di suatu kota. Di kota-kota besar, kawasan ini biasanya identik dengan “distrik keuangan” (atau “kawasan finansial”) di kota tersebut.







Shopping center, suatu tempat yang berfungsi sebagai tempat perdagangan eceran atau retail yang lokasinya digabung dalam satu bangunan atau komplek.



8. Sektor Retail 8.1 Makanan Ini terdiri dari makanan dan bahan makanan, dan layanan makanan. Konsumen membeli makanan kemasan, makanan siap saji, dan memanfaatkan layanan makanan di tempat kerja. Mengunjungi restoran tidak lagi merupakan kemewahan dalam kehidupan yang sibuk hari ini. Industri makanan ritel berkembang pesat dengan laju gaya hidup di seluruh dunia.



8.2 Pakaian / Tekstil Mirip dengan makanan, pakaian adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Industri tekstil meliputi pembuatan kain seperti serat alami, serat sintetis, alat tenun, dan berbagai campuran. Pakaian terutama dilihat sebagai pakaian siap pakai seperti kemeja, T-shirt, celana panjang, jins, pakaian wanita, pakaian anak-anak, pakaian bayi dan pakaian kaus kaki seperti kaus kaki, sarung tangan, dan pakaian dalam.



8.3 Consumer Durable Durable konsumen diharapkan memiliki umur panjang setelah pembelian dan tidak sering dibeli. Ini terdiri dari mobil ritel, sepeda motor, dan peralatan rumah tangga.



8.4 Footwear / Alas Kaki Alas kaki dikategorikan menurut jenis kelamin konsumen, bahan baku produk, dan desain seperti yang ditunjukkan dalam diagram



8.5 Jewelry / Perhiasan Dua segmen utama di sektor ritel ini adalah perhiasan logam mulia dan batu permata.



8.6 Artikel Buku-Musik-Hadiah Ini termasuk buku-buku, CD film atau audio, artikel hadiah, dan suvenir. Toko-toko eceran ini sering ditemukan di dekat daerah perumahan, tempat wisata, dan monumen bersejarah. Festival dan perayaan adalah faktor pendorong utama untuk dijual di sektor ini. Barangbarang ini tidak terlalu sering dibeli dan faktor emosional konsumen melekat pada produk daripada manfaatnya. 8.7 Bahan Bakar Lima negara konsumen bahan bakar tertinggi di dunia adalah AS, Cina, Jepang, India, dan Rusia. Ritel ini melibatkan kegiatan seperti produksi, pemurnian, dan distribusi. Perusahaan bahan bakar bekerja sama dengan pengecer lain seperti apotek, layanan makanan & makanan.



9. Faktor penting dalam usaha bisnis retail Faktor-faktor yang berpengaruh dalam bisnis retail adalah place, price, product, dan promotion yang dikenal sebagai 4P. 9.1 Place (Lokasi) Menurut ( J.Supranto, 1998 ) Lokasi yaitu tempat dimana perusahaan melakukan kegiatan sehari-hari. Salah pemilihan lokasi perusahaan akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Dengan semakin tajamnya persaingan dan banyaknya perusahaan sudah tidak mungkin lagi untuk perusahaan melakukan coba-coba. Bagi seorang retailer untuk menentukan lokasi yang tepat bagi tokonya perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut (Basu Swastha dan Irawan, 1997 ): · · · ·



· · · ·



Luas daerah perdagangan; Dapat dicapai dengan mudah; Potensi pertumbuhannya; Lokasi toko-toko saingan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi potensi penjualan dari lokasi toko baru adalah: Dapat dicapai dengan mudah; Populasi; Pesaing; Batas-batas daerah perdagangan.



9.2 Price (Harga) Basu Swastha (1996 : Hal 149 ) mendefinisikan harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang bersedia melepaskan barang dan jasa yang dimiliki pihak lain. Dari pengertian diatas jelas



bahwa harga merupakan salah satu variabel yang penting dalam pemasaran, karena akan mempengaruhi secara langsung terhadap hasil penjualan dan keuntungan yang diperoleh perusahaan. a. Tujuan penetapan harga Penetapan harga ini biasanya mempunyai beberapa tujuan bagi produk yang dihasilkan. Tujuan tersebut antara lain:  Menetapkan laba maksimun. Dalam kenyataannya, terjadi harga ditentukan oleh penjual dan pembeli. Sebab makin besar pula kemungkinan bagi penjual mempunyai harapan mendapatkan keuntungan yang maksimal.  Mencegah atau mengurangi persaingan. Dapat dilakukan melalui kebijakan harga. Harga ini dapat diketahui bagaimana penjual menawarkan barang dengan harga yang sama. Oleh karena itu persaingannya hanya mungkin dilakukan tanpa melalui kebijakan harga, tetapi melalui servis lain.  Memperbaiki atau mempertahankan pangsa pasar. Memperbaiki pangsa pasar dilakukan bila kemampuan dibidang lain seperti di bidang pemasaran, keuangan, dan sebagainya. Dalam hal ini harga merupakan faktor yang penting bagi perusahaan kecil dengan kemampuan terbatas. Kemampuan harga ditujukan hanya skedar untuk mempertahankan market share. · b. Prosedur Penetapan Harga. Menurut Basu Swastha (1993:150) dalam prosedur penentuan harga ada lima tahap yaitu:  Mengantisipasi permintaan untuk produk tersebut.  Mengetahui lebih dahulu reaksi dalam persaingan.  Menentukan market share yang ditentukan.  Memilih strategi harga untuk mencapai target pasar.  Mempertimbangkan politik pemasaran perusahaan. 9.3 Product Menentukan produk/jasa yang akan ditawarkan ke pasar umumnya menjadi langkah paling awal. Ide mengenai produk bisa didapatkan dari beberapa sumber. Cara termudah adalah dengan membandingkan langsung produk sejenis seperti yang ingin dijual, dan melakukan riset kecil-kecilan ke target pasar mengenai kelebihan dan kekurangan dari produk tersebut. Hasil dari riset tersebut diharapkan memberikan informasi yang lebih akurat bagi wirausaha mengenai prospek pasar yang akan dimasukinya dan produk macam mana yang diharapkan oleh target pasar. Melihat banyaknya produk yang beredar di pasar maka keberhasilan bisnis ritel tergantung dari variasi produk yang dihadirkan atau penyediaan produk yang mngkin hanya tersedia di bisnis yang dipilih. Mengembangkan merek-merek berlabel ( juga disebut merek-merek toko ) yang merupakan produk – produk yang dikembangkan dan dipasarkan oleh pelaku bisnis ritel dan hanya tersedia dari tempat bisnis ritel tersebut.



9.4 Promotion (Promosi) Aspek penting lainnya adalah mengenai promosi dari produk. Bagaimana suatu produk akan dikenalkan ke pasar agar pelanggan tergerak untuk membelinya. Salah satu cara berpromosi efektif adalah dengan beriklan. Bagi wirausaha yang baru memulai bisnis, iklan



dilakukan



dengan



mempertimbangkan



efektifitas



dan



efisiensi-nya.



Untuk



mendapatkan efektifitas beriklan sebaiknya dilakukan pemilihan media iklan yang benarbenar cocok dengan karakter target pasar dari produk. Mungkin tidak diperlukan untuk memasang iklan di segala media/tempat karena belum tentu berpengaruh kepada peningkatan penjualan. Selain itu pemasangan iklan juga berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan. Pada tahap-tahap awal memulai bisnis, sebaiknya masalah biaya mendapat perhatian khusus agar tidak menjadi ganjalan dalam operasional usaha. Tentukan juga tujuan dari promosi, apakah untuk menciptakan kesadaran merek atau dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan. Jangan lupa untuk mengukur hasil dari setiap kegiatan promosi yang dilakukan, apakah sesuai dengan harapan atau masih perlu perbaikan untuk kegiatan promosi berikutnya.



BAB II CHALLENGES & THEORIES IN RETAIL



1. Tantangan dalam bisnis retail Michael Porter, seorang profesor dari Harvard Business School, merancang kerangka kerja yang disebut Analisis Lima Kekuatan untuk analisis terstruktur industri. Kerangka kerja ini membantu untuk memahami tingkat persaingan dalam industri. Mari kita lihat sesuai dengan kerangka kerjanya, apa saja lima kekuatan fundamental persaingan dalam industri ritel:



1.1 Threat of New Competitors / Ancaman Pesaing Baru Semakin mudah bagi perusahaan baru untuk memasuki industri, semakin sengit persaingan. Setiap pendatang baru menimbulkan ancaman bagi pemain yang ada karena dapat mengurangi pembagian keuntungan pemain yang ada. Faktor-faktor yang membatasi pendatang baru adalah: 



Seberapa setia konsumen di industri?







Seberapa sulit bagi konsumen untuk beralih ke produk baru?







Berapa besar jumlah modal yang dibutuhkan untuk masuk ke industri?







Seberapa sulit mengakses saluran distribusi?







Seberapa sulit untuk memperoleh keterampilan baru untuk staf?



Ancaman Tinggi Ketika... Produk dari setiap perusahaan ritel tidak



Ancaman Rendah Ketika... Produk dari setiap perusahaan ritel dapat



dapat dibedakan Persepsi konsumen tidak baik untuk produk



dibedakan Persepsi konsumen sehat untuk produk yang



yang ada dan biaya tukar rendah Merek Ritel tidak dikenal Mengakses saluran distribusi mudah Teknologi dan materi eksklusif, kebijakan



ada dan biaya tukar tinggi. Merek Ritel terkenal Mengakses saluran distribusi sangat sulit Teknologi dan materi eksklusif, kebijakan



pemerintah, dan lokasi bukanlah masalah



pemerintah, dan lokasi adalah masalah yang



yang merepotkan Jumlah pembeli produk yang ada rendah



merepotkan. Jumlah pembeli untuk produk yang sudah ada tinggi



Sebagai contoh, Pizza Hut, pemain lama di ritel layanan makanan, didirikan pada tahun 1958 di Kansas, AS. Masuknya Dominos pada tahun 1960 di Michigan menimbulkan ancaman persaingan . Tetapi mengikuti kebijakan pemasaran mereka yang berbeda, mereka berdua telah memperoleh tempat-tempat terkemuka di pasar.



1.2 Threat of Substitutes / Ancaman Pengganti Pengganti adalah produk atau layanan yang menyediakan fungsionalitas yang sama. Produk yang sukses mengarah pada penciptaan produk serupa lainnya. Saat memasuki ritel, orang harus memikirkan: 



Berapa banyak pengganti yang dekat dan ada di pasar?







Berapa harga pengganti?







Apa persepsi konsumen tentang pengganti tersebut?



Dengan beriklan, memasarkan, dan berinvestasi dalam R&D untuk produk atau layanan, bisnis ritel dapat meningkatkan posisinya di industri. Ancaman Pengganti Tinggi Ketika... Produk dari perusahaan ritel tidak dapat



Ancaman Pengganti Rendah Ketika... Produk dari perusahaan ritel dapat



dibedakan Harga produk murah Loyalitas merek konsumen rendah Tersedia produk paralel yang lebih murah



dibedakan Harga produk mahal Loyalitas merek konsumen tinggi Tidak ada produk paralel yang lebih murah



dari kategori yang sama.



tersedia.



Misalnya, Google+ dan Facebook keduanya adalah platform sosial yang digunakan konsumen untuk bersosialisasi. Mereka menyediakan fitur serupa seperti posting, obrolan, berbagi teks, grafik dan konten media, membentuk grup, dll. 1.3 Bargaining Power of Buyers / Daya Tawar Pembeli Ini adalah posisi pembeli dan kemungkinan kemampuan mereka untuk mendapatkan manfaat saat membeli. Jika ada banyak pemasok dan sedikit pembeli, pembeli berada pada posisi menguntungkan. Manajer ritel perlu memikirkan hal-hal berikut: 



Seberapa besar pangsa pasar yang dimiliki perusahaan ritel?







Berapa ukuran konsumen yang menjadi andalan perusahaan untuk penjualannya?







Apakah pembeli membeli dalam volume besar?







Berapa banyak pesaing ritel yang berada dalam lini produk yang sama?



1.4 Bargaining Power of Suppliers / Daya Tawar Pemasok Ini adalah kemampuan pemasok untuk mengendalikan biaya dan pasokan produk di pasar. Jika pemasok berada pada posisi dominan di atas perusahaan maka mereka dapat dengan mudah untuk menetapkan harga produk, mengancam akan menaikkan harga atau mengurangi pasokan, maka industri ritel dikatakan kurang menarik. Manajer ritel perlu menemukan jawaban untuk hal-hal berikut: 



Apa saja produk pengganti selain yang disediakan pemasok?







Apakah pemasok menyediakan barang ke berbagai industri?







Apakah biaya penggantian pemasok tinggi?







Jika pemasok dan perusahaan mampu memasuki bisnis satu sama lain?



1.5 Intensity of Rivalry among Existing Competitors / Intensitas Rivalitas di antara Pesaing yang Ada Persaingan sangat ketat ketika ada pesaing berukuran kurang lebih sama di pasar dan tidak ada pemimpin pasar yang tak tertandingi. Intensitas Rivalitas Tinggi Ketika...



Intensitas Rivalitas Rendah Ketika...



Tidak ada perbedaan dalam produk dan Produk dan layanan dapat dibedakan layanan Ada lebih sedikit pesaing Ketersediaan produk di area tertentu kurang



Ada lebih banyak pesain Produk ini banyak tersedia di area tertentu



2. Theories of Development Dalam manajemen ritel, teori dapat diklasifikasikan secara luas sebagai berikut: 2.1 Environmental Theory (Natural Selection) / Teori Lingkungan (Seleksi Alam) Ini didasarkan pada teori kelangsungan hidup Darwin: "Yang terkuat akan bertahan paling lama". Sektor ritel terdiri dari konsumen, produsen, pemasar, pemasok, dan perubahan teknologi. Pengecer / Retailers yang beradaptasi dengan perubahan dalam demografi, teknologi, preferensi konsumen, dan perubahan hukum lebih mungkin bertahan lama dan makmur. 2.2 Cyclical Theory / Teori Siklus McNair mengrepresentasikan teori ini dengan Wheel of Retailing yang menjelaskan perubahan yang terjadi dalam ritel. Menurutnya, para Riteler / pengecer baru sering masuk ke dalam bisnis berbiaya rendah, margin laba rendah, bisnis ritel berstruktur rendah, yang menawarkan beberapa manfaat nyata dan unik bagi konsumen. Selama beberapa waktu mereka membangun diri mereka dengan baik, makmur, dan memperluas produk mereka dengan fasilitas yang lebih mahal, tanpa kehilangan fokus pada nilai-nilai inti mereka.



Ini menciptakan tempat bagi pendatang baru di pasar sehingga menciptakan ancaman kompetisi, substitusi, dan rivalitas. 2.3 Conflict Theories (Evolution through Dialectic Process) / Teori Konflik (Evolusi melalui Proses Dialektik) Dalam kategori ritel yang luas, selalu ada konflik antara format penjualan yang serupa, yang mengarah pada pengembangan format baru. Dengan demikian, format ritel baru dikembangkan melalui proses dialektik memadukan dua format.



Katakanlah, Tesis adalah pengecer tunggal di sudut area perumahan. Antithesis adalah toko serba ada besar di dekat area perumahan yang sama, yang berkembang beberapa waktu berlawanan dengan Tesis. Antitesis merupakan tantangan bagi Tesis. Ketika ada konflik antara Tesis dan Antitesis, format ritel baru lahir.



BAB III RETAIL STRATEGY



1. Strategi Retail Strategi ritel menguraikan misi dan visi organisasi ritel. Ini adalah rencana sistematis yang memberikan para retailer kerangka kerja keseluruhan untuk berurusan dengan pesaing serta gerakan teknologi dan global. Di masa lalu pengecer tradisional terutama akan bereaksi terhadap perubahan dalam lingkungan bisnis, tetapi dengan meningkatnya kompleksitas bisnis, ini tidak lagi berlaku. Alasannya, persaingan dalam semua disiplin ilmu ritel semakin meningkat dan perubahan dalam selera, kebutuhan, keinginan, lingkungan teknologi, dan lingkungan eksternal konsumen dan variabel lainnya berlangsung sangat cepat. Strategi jangka panjang



dan pemeriksaan kekuatan secara terus menerus, kelemahan, peluang, dan ancaman (analisis SWOT) diperlukan untuk memastikan bahwa peluang pertumbuhan tidak dilewatkan dan tindakan diambil pada waktu yang tepat untuk memerangi potensi ancaman di lingkungan bisnis yang berlaku. Jadi Strategi Retail adalah rencana yang dirancang oleh organisasi ritel tentang bagaimana bisnis bermaksud menawarkan produk dan layanannya kepada pelanggan. Mungkin ada berbagai strategi seperti strategi barang dagangan, strategi merek sendiri, strategi promosi, untuk beberapa nama. Strategi ritel mencakup identifikasi hal-hal berikut: a. Target Pasar : adalah segmen pasar yang menjadi fokus bisnis ritel dalam penyusunan rencana sumber daya, usaha dan bauran ritelnya. b. Format Ritel : adalah yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan target pasar, menggambarkan karakteristik operasi dari bisnis ritel (jenis barang dan jasa, harga, iklan dan promosi, desain toko yang khas, lokasi etc) -memenuhi kebutuhan target pasarnya. Sebelum menentukan format retail yang akan digunakan maka kita harus menetukan terlebih dahulu konsep ritel dan pasar ritel terlebih dahulu. 



Konsep Ritel adalah Orientasi manajemen ritel yang berfokus pada menentukan kebutuhan target pasar pengecer dan memuaskan kebutuhan mereka secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan oleh pesaing. Konsep retil menekankan bahwa ritel harus mempertimbangkan pelanggan dan pesaing mereka ketika mengembangkan strategi retail







Pasar ritel bukan merupakan tempat yang spesifik dimana pembeli dan penjual bertemu, tetapi sebagai sebuah kelompok konsumen dengan kebutuhan yang hampir sama (segmen pasar) dan sebuah kelompok pengecer menggunakan format retail yang hampir sama untuk memenuhi kebutuhan konsumen



c. Keunggulan kompetitif yang berkelanjutan : adalah keunggulan pengecer yang tidak mudah ditiru oleh pesaing dan dapat dipertahankan selama jangka waktu yang panjang. Suatu keunggulan dapat bertahan dalam jangka panjang, sementara yang lain dapat menurun dengan cepat karena ditiru (diduplikasi) oleh pesaing Untuk menciptakan keunggulan bersaing yang dapat bertahan dalam jangka panjang maka retailer harus membangun tembok pemisah (thick walls), meminimumkan tekanan persaingan dan mempertahankan keuntungan dalam jangka panjang



Terdapat 4 peluang penting bagi retailer untuk mengembangkan keunggulan bersaing, yaitu: 1. Loyalitas Konsumen : Loyalitas lebih dari sekedar kesukaan terhadap satu retailer dibandingkan yang lain. Beberapa cara untuk membangun loyalitas konsumen: 



Citra Merek yang kuat







Positioning yang tepat







Barang dan Jasa yang unik







Layanan Pelanggan yang unggul







Manajamen Hubungan Pelanggan (CRM)



2. Lokasi : Lokasi menjadi faktor penting bagi konsumen dalam memilih toko. Selain itu lokasi juga dapat menjadi keunggulan bersaing yang sulit ditiru oleh pesaing . Tetapi dengan penggunaan internet untuk berbelanja menyulitkan untuk menjadikan lokasi sebagai sebuah keunggulan bersaing 3. Memperkuat hubungan dengan Vendor / pemasok Dengan membangun hubungan yang kuat dengan vendor, retailer memiliki hak eksklusif seperti: 



Menjual barang-barang pada wilayah tertentu







Membeli barang pada harga yang lebih rendah







Memperoleh barang yang terkenal dalam pasokan yang cepat







Hubungan dengan vendor yang dikembangkan dalam jangka panjang akan menyulitkan bagi pesaing



4. Efisiensi di Operasi Internal Bisnis Ritel 



Manajemen Sumber Daya manusia



Retailing adalah bisnis yang menggunakan tenaga kerja secara intensive. Tenaga kerja mempunyai peranan penting dalam memberikan layanan kepada konsumen dan membangun loyalitas konsumen. Dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan (knowledgeable) dan ketrampilan (skills) untuk mendukung keberhasilan retailers 



Sistem Informasi & Distribusi



Dicapai melalui Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management) yang efisien. Maka dari itu untuk membangun keunggulan bersaing yang berkelanjutan,retailer secara tipikal tidak boleh bergantung pada pendekatan tunggal, tetapi harus menggunakan multiple approach



2. Growth Strategy ( Strategi Pertumbuhan ) Jika organisasi ritel melakukan Analisis SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Ancaman) sebelum mempertimbangkan strategi pertumbuhan, akan sangat membantu untuk menganalisis strategi organisasi saat ini dan merencanakan strategi pertumbuhan.



a. Penetrasi Pasar



Kesempatan pertumbuhan yang diarahkan pada



pelanggan yang sudah ada dengan



menggunakan format ritel saat ini.. Perusahaan berfokus pada penjualan produk atau layanan yang ada di pasar yang ada untuk pangsa pasar yang lebih tinggi. Strategi penetrasi pasar meliputi: 



Price Penetration / Penetrasi Harga



Menetapkan harga produk atau layanan lebih rendah daripada produk atau layanan pesaing. Karena penurunan biaya, volume dapat meningkat yang dapat membantu mempertahankan tingkat laba yang layak. 



Aggressive Promotion / Promosi Secara Agresif



Meningkatkan promosi produk atau layanan di TV, media cetak, saluran radio, e-mail, menarik pelanggan dan mendorong mereka untuk melihat dan memanfaatkan produk atau layanan. Dengan menawarkan diskon, berbagai skema pembelian bersama dengan manfaat tambahan dapat bermanfaat dalam penetrasi pasar yang tinggi. 



High Product Distribution / Distribusi Produk yang tinggi



Dengan mendistribusikan produk atau layanan hingga tingkat saturasi membantu penetrasi pasar dengan cara yang lebih baik. Sebagai contoh, Coca Cola memiliki distribusi yang sangat tinggi dan tersedia di mana-mana dari toko kecil hingga hypermarket. b. Ekspansi/Perluasan Pasar Sebuah peluang pertumbuhan perluasan pasar melibatkan menggunakan format ritel yang sudah ada di segmen pasar yang baru c. Pengembangan Format Ritel Kesempatan Pertumbuhan di mana pengecer mengembangkan format-format ritel baru dengan ritel mix yang berbeda pula-untuk target pasar ritel yang sama. d. Diversifikasi Sebuah peluang pertumbuhan di mana pengecer memperkenalkan format ritel baru yang diarahkan ke segmen pasar yang saat ini tidak dilayani oleh pengecer. Diversifikasi bisa dibagi menjadi diversifikasi terkait atau tidak terkait. Intinya Perusahaan berupaya mengembangkan produk atau layanan baru untuk pasar baru.



3. Proses Perencanaan Strategi Retail



1. Mempunyai Tujuan atau Misi Tujuan bisnis / misi bisnis perencanaan ritel adalah gambaran atau penjelasan yang luas tentang tujuan ritel dan ruang lingkup kegiatan yang akan dilakukan. 2. Melakukan Audit ( Pemeriksaaan ) Situasi Audit situasi adalah analisis SWOT dalam lingkungan ritel. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan saat melakukan audit situasi adalah 



Faktor pasar







Faktor persaingan







Faktor lingkungan



3. Temukan Berbagai Peluang Strategis Untuk menemukan peluang strategis, peritel dapat mendefinisikan kebali misalnya dan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Penetrasi Pasar -



Meningkatkan jumlah dagangan



-



Membuka cabang baru dilokasi yang strategis pada kota yang sama



b. Ekspansi Pasar



-



Menjual barang dagangan baru untuk pelanggan baru yang telah dilayani pada toko lama atau toko baru.



-



Menjual barang dagangan yang sama pada segmen yang sama, tetapi melalui intenet.



-



Membuka toko baru dengan jenis barang dan segmen pasar yang benar-benar berbeda.



4. Evaluasi Berbagai Peluang Strategis Evaluasi ini menentukan peluang ritel untuk meningkatkan keunggulan bersaing yang dapat dipertahankan dan keuntungan jangka panjang. 5. Tentukan Tujuan Khusus dan Alokasi berbagai Sumber Daya. Setelah



mengevaluasi



proses



berikutanya



adalah



perencanaan



strategis.



Proses



perencanaan strategis adalah proses menentukan tujusn khusus untuk setiap kesempatan. Tujuan-tujuan khusus ini memiliki tiga komponen, yaitu : -



Pengelolaan, Termasuk adanya kemajuan yang bias diukur.



-



Kernagka waktu daimna tujuan harus dicapai.



-



Tingkat investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.



6. Mengembangkan Gabungan Ritel Untuk Melaksanakan Strategi Adalah mengembangkan penggabungan ritel untuk tiap kesempatan dimana investigasi akan dilakukan untuk mengontrol dan mengevaluasi pengelolaan. 7. Evaluasi Pengelolaan dan Membuat Penyesuaian. Jika ritel memenui atau melebih-lebihkan tujuan, perubahan tidak diperlukan. Tetapi jika ritel gagal memenuhi tujuannya maka diperlukan analisis ulang. Analisis ulang ini dimulai dengan peninjauan program-program pelaksanaan, tetapi ini bias menunjukan bahwa kebutuhan strategi harus dipertimbangkan ulang.



BAB IV UNDERSTANDING RETAIL CUSTOMER



1. Pentingnya memahami perilaku pelanggan Memahami kebutuhan dan perilaku pembelian Pelanggan sangat penting untuk merumuskan dan menerapkan strategi retail yang efektif. Peritel yang sukses adalah customer-centric - keputusan strategis dan taktis bisnis ritel



berkisar pada pelanggan



mereka saat ini dan masa yang akan datang. Cara memahami konsumen ritel adalah dengan memahami perilaku pembelian mereka di toko ritel. Memahami konsumen penting untuk mengetahui siapa apa yanf dibeli, kapan, dan bagaimana. Penting juga untuk mengetahui cara mengevaluasi respons konsumen terhadap promosi penjualan. Sangat penting untuk memahami konsumen di sektor ritel untuk kelangsungan hidup dan kemakmuran bisnis. 2. Consumer versus Customer / Konsumen versus Pelanggan Seorang konsumen adalah pengguna suatu produk atau layanan sedangkan pelanggan adalah pembeli dari produk atau layanan tersebut. Pelanggan memutuskan apa yang harus dibeli dan melaksanakan transaksi pembelian dengan membayar dan memanfaatkan produk atau layanan. Konsumen menggunakan produk atau layanan untuk dirinya sendiri. Misalnya, pelanggan makanan hewan bukan konsumen yang sama. Juga, jika seorang ibu di supermarket membeli Nestlé Milo untuk anak laki-lakinya maka dia adalah pelanggan dan putranya adalah konsumen. 3. Identifying a Customer / Mengidentifikasi Pelanggan Terkadang sulit untuk memahami siapa yang sebenarnya merupakan pengambil keputusan saat membeli ketika seorang pelanggan memasuki toko atau hanya menemani orang lain. Dengan demikian setiap orang yang memasuki toko dianggap sebagai pelanggan. Namun, perlu untuk mengidentifikasi komposisi dan asal pelanggan. 



Komposisi Pelanggan: Ini termasuk pelanggan dari berbagai jenis kelamin, usia, status ekonomi dan pendidikan, agama, kebangsaan, dan pekerjaan.







Asal Pelanggan: Dari mana pelanggan datang untuk berbelanja, berapa banyak pelanggan melakukan perjalanan untuk mencapai toko, dan jenis daerah tempat tinggal pelanggan.







Tujuan Pelanggan: Berbelanja atau Membeli? Berbelanja adalah mengunjungi tokotoko dengan maksud mencari produk baru dan mungkin atau mungkin tidak termasuk pembelian. Membeli berarti benar-benar membeli suatu produk. Apa yang digambarkan oleh bahasa tubuh pelanggan?



4. Pola Perilaku Membeli Pelanggan Kebutuhan, selera, dan preferensi konsumen untuk siapa produk dibeli mendorong perilaku pembelian pelanggan. Pola perilaku pembelian pelanggan dapat dikategorikan sebagai: 4.1 Tempat Pembelian Pelanggan membagi tempat pembelian mereka. Bahkan jika semua produk yang mereka inginkan tersedia di toko, mereka lebih suka mengunjungi berbagai toko dan membandingkannya dalam hal harga. Ketika pelanggan memiliki pilihan toko yang akan dibeli, loyalitas mereka tidak tetap permanen untuk satu toko. Studi tentang tempat pembelian pelanggan penting untuk pemilihan lokasi, menjaga barang dagangan yang tepat, dan memilih distributor di dekat. 4.2 Produk yang dibeli Ini berkaitan dengan item apa dan berapa unit item yang dibeli pelanggan. Pelanggan membeli produk tergantung pada yang berikut: 



Ketersediaan produk







Pilihan produk







Daya tahan produk







Persyaratan penyimpanan







Daya beli diri sendiri



Kategori ini penting untuk produsen, distributor, dan pengecer. Katakanlah, sabun, sikat gigi, kentang, dan apel dibeli oleh sekelompok besar pelanggan terlepas dari demografi mereka tetapi lobster hidup, anggur Prancis, alpukat, kacang panggang, atau daging sapi dibeli oleh hanya sejumlah kecil pelanggan dengan demarkasi regional yang kuat. 4.3 Waktu dan Frekuensi Pembelian Peritel perlu menjaga waktu kerja mereka disesuaikan dengan ketersediaan pelanggan. Waktu pembelian dipengaruhi oleh: 



Cuaca







Musim







Lokasi pelanggan



Frekuensi pembelian terutama tergantung pada faktor-faktor berikut: 



Jenis komoditas







Tingkat kebutuhan yang terlibat







Gaya hidup pelanggan







Festival dan kebiasaan







Pengaruh orang yang menyertai pelanggan.



Misalnya, Seorang pemain tenis akan membeli barang-barang yang diperlukan lebih sering daripada siswa yang belajar tenis di sekolah. 4.4 Metode Pembelian Ini adalah cara pembelian pelanggan. Ini melibatkan faktor-faktor seperti: 



Apakah pelanggan membeli sendiri atau ditemani oleh seseorang?







Bagaimana cara pelanggan membayar: dengan uang tunai atau dengan kredit?







Apa mode perjalanan untuk pelanggan? Naik kendaraan roda dua atau empat ?



4.5 Tanggapan terhadap Metode Promosi Penjualan Semakin banyak pelanggan mengunjungi toko ritel, semakin dia terpapar metode promosi penjualan. Penggunaan perangkat promosi penjualan meningkatkan jumlah pengunjung toko yang menjadi pembeli impulsif. Metode promosi meliputi: 



Displays: Produk konsumen dikemas dan ditampilkan dengan estetika saat dipajang. Bentuk, ukuran, warna, dan dekorasi menciptakan daya tarik.







Demonstrasi: Konsumen dipengaruhi oleh pemberian sampel produk atau dengan menunjukkan cara menggunakan produk dan manfaatnya.







Harga khusus: Harga khusus unit dalam beberapa skema atau selama musim perayaan, kupon, kontes, hadiah, dll.







Sales Talk: Ini adalah iklan verbal atau cetak yang dilakukan oleh penjual di toko. Pelanggan perkotaan, karena kehidupan yang serba cepat akan memilih makanan



yang mudah dimasak atau siap makan daripada bahan makanan mentah dibandingkan dengan pelanggan di pedesaan yang berasal dari gaya hidup santai dan swasembada yang tergantung dari makanan yang ditanam di pertanian. Ditemukan bahwa pelangggan yang berpasangan akan membeli lebih banyak barang dalam satu transaksi daripada seorang pria atau wanita yang berbelanja sendirian.



5. Tahap Proses Pembelian dan tipe-tipe pengambilan keputusan pelanggan Tahapan pembelian seorang pelanggan dalam membeli barang di sebuah toko ritel dapat dijelaskan dalam bagan dibawah :



Untuk tipe-tipe pengambilan keputusan pembelian digolongkan sebagai berikut : 1. Impulse Buying (Pembelian Tidak Terencana) 



Merupakan keputusan pembelian yang dibuat oleh pelanggan secara spontan atau seketika setelah melihat barang dagangan







Produk-produk impulse buying biasanya dipajang pada tempat-tempat yang mudah dilihat oleh pelanggan, ie: kasir atau tempat pembayaran







Contoh: Ice Cream, Permen, Snack



2. Pengambilan keputusan secara kebiasaan (Habitual Decision Making) 



Adalah proses keputusan belanja yang melibatkan sedikit sekali usaha dan waktu



1. Kesetiaan Merek : pelanggan menyukai dan secar a konsisten membeli merek tertentu dalam sebuah kategori produk 2. Kesetiaan Toko : Kondisi dimana pelanggan suka dan terbiasa mengunjungi toko yang sama untuk membeli suatu jenis barang dagangan. 3. Pemecahan masalah secara luas (Extended Problem Solving)







Suatu proses pengambilan keputusan pembelian dimana pelanggan memerlukan usaha dan waktu yang cukup besar untuk meneliti dan menganalisis berbagai alternatif







Contoh; Mobil, Motor, Komputer



4. Pemecahan masalah secara terbatas (limited Problem Solving) 



Merupakan proses pengambilan keputusan belanja yang melibatkan upaya dan waktu yang tidak terlalu besar







Biasanya mengandalkan informasi pribadi dibanding ekternal







Contoh: Parfum, Pasta Gigi, Sabun



6. Faktor yang mempegaruhi pelanggan / konsumen ritel Memahami perilaku konsumen sangat penting bagi bisnis ritel untuk menciptakan dan mengembangkan strategi pemasaran yang efektif dan menggunakan empat P dari bauran pemasaran (Produk, Harga, Tempat, dan Promosi) untuk menghasilkan pendapatan tinggi dalam jangka panjang. Berikut adalah beberapa faktor yang secara langsung mempengaruhi perilaku pembelian konsumen: 6.1 Market Conditions / Kondisi Pasar Di pasar yang berkinerja baik, pelanggan tidak keberatan membelanjakan uangnnya untuk kenyamanan dan kemewahan. Sebaliknya, selama krisis ekonomi mereka cenderung memprioritaskan kebutuhan mereka dari kebutuhan dasar hingga kemewahan, dalam urutan itu dan hanya berfokus pada apa yang mutlak penting untuk bertahan hidup. 6.2 Cultural Background / Latar Belakang Budaya Setiap anak (calon pelanggan) memperoleh kepribadian, proses berpikir, dan sikap saat tumbuh dewasa dengan belajar, mengamati, dan membentuk opini, suka, dan tidak suka dari sekitarnya. Perilaku membeli berbeda-beda pada setiap orang, tergantung pada berbagai budaya tempat mereka dibesarkan dan demografi yang berbeda. 6.3 Social Status / Status Sosial Status sosial tidak lain adalah posisi pelanggan di masyarakat. Umumnya, orang membentuk kelompok sambil berinteraksi satu sama lain untuk kepuasan kebutuhan sosial mereka. Kelompok-kelompok ini memiliki efek menonjol pada perilaku pembelian. Ketika pelanggan membeli dengan anggota keluarga atau teman, kemungkinan lebih dari pilihan mereka diubah atau bias di bawah tekanan teman sebaya untuk tujuan mencoba sesuatu yang baru. Orang yang mendominasi dalam keluarga dapat mengubah pilihan atau pengambilan keputusan dari pelanggan yang setia.



6.4 Income Levels / Tingkat Pendapatan Konsumen dengan pendapatan tinggi memiliki harga diri yang tinggi dan mengharapkan segala yang terbaik ketika datang untuk membeli produk atau layanan availing. Konsumen kelas ini umumnya tidak berpikir dua kali tentang biaya jika ia membeli produk berkualitas baik. Di sisi lain, konsumen kelompok berpenghasilan rendah akan lebih suka pengganti murah dari produk yang sama. 6.5 Personal Elements / Elemen Personal Gender: Pria dan wanita berbeda dalam perspektif, tujuan, dan kebiasaan mereka saat memutuskan apa yang harus dibeli dan benar-benar membelinya. Para peneliti di Wharton's Jay H. Baker Retail Initiative dan Verde Group, mempelajari pria dan wanita dalam berbelanja dan menemukan bahwa pria membeli, sementara wanita berbelanja. Wanita memiliki ikatan emosional dengan berbelanja dan bagi pria itu adalah sebuah misi. Karenanya, pria berbelanja cepat dan wanita tinggal di toko untuk waktu yang lebih lama. Pria membuat keputusan lebih cepat, wanita lebih suka mencari penawaran yang lebih baik bahkan jika mereka telah memutuskan untuk membeli produk tertentu. Manajer ritel yang bijak menetapkan kebijakan pemasaran mereka sedemikian rupa sehingga keempat P itu menarik bagi kedua jenis kelamin. 



Umur: Orang-orang dari berbagai usia atau tahapan siklus kehidupan membuat keputusan pembelian yang berbeda.







Pekerjaan: Status pekerjaan mengubah persyaratan produk atau layanan. Misalnya, seseorang yang bekerja sebagai petani skala kecil mungkin tidak memerlukan gadget elektronik yang mahal tetapi seorang profesional IT akan membutuhkannya.







Gaya Hidup: Pelanggan dari gaya hidup yang berbeda memilih produk yang berbeda dalam budaya yang sama.







Sifat: Pelanggan dengan kesadaran pribadi yang tinggi, kepercayaan diri, kemampuan beradaptasi, dan dominasi terlalu pemilih dan membutuhkan waktu saat memilih suatu produk tetapi cepat dalam membuat keputusan pembelian.



6.6 Psychological Elements / Elemen Psikologis Faktor psikologis adalah pengaruh utama dalam perilaku pembelian pelanggan. Beberapa faktor tersebut adalah : 



Motivasi: Pelanggan sering membuat keputusan pembelian dengan motif tertentu seperti kelaparan, kehausan, kebutuhan keselamatan, dan lain-lain.







Persepsi: Pelanggan membentuk persepsi berbeda tentang berbagai produk atau layanan dari kategori yang sama setelah menggunakannya. Karenanya persepsi pelanggan mengarah pada keputusan pembelian yang bias.







Pembelajaran: Pelanggan belajar tentang produk atau layanan baru di pasar dari berbagai sumber seperti rekan, iklan, dan Internet. Oleh karena itu, belajar sangat mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Misalnya, pelanggan milenial hari ini mengetahui perbedaan antara spesifikasi dua produk, biaya, daya tahan, usia yang diharapkan, penampilan, dll., Lalu memutuskan mana yang akan dibeli.







Keyakinan dan Sikap: Keyakinan dan sikap adalah pendorong penting dari keputusan pembelian pelanggan.



BAB V RETAIL BUSINESS LOCATION



1. Pentingnya lokasi dalam bisnis Retail Apakah tiga hal yang paling penting dalam ritel?" Adalah “LOKASI, LOKASI & LOKASI.“ Berikut beberapa alasan kenapa pemilihan lokasi sangat penting bagi bisnis ritel, diantaranya : 



Lokasi biasanya salah satu pertimbangan yang paling berpengaruh dari sisi pelanggan saat akan memilih toko langganannya. Lokasi yang baik adalah elemen kunci untuk menarik pelanggan ke toko.







keputusan lokasi memiliki kepentingan strategis karena lokasi dapat digunakan untuk mengembangkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.







Keputusan lokasi biasanya memiliki resiko tinggi. Karena ini keputusan jangka panjang. Biasanya, ketika peritel memilih lokasi, mereka harus membuat investasi modal yang besar.dan jangka pangang.







Lokasi adalah faktor unik yang tidak dapat ditiru oleh pesaing. Oleh karena itu, dapat memberikan keunggulan kompetitif yang kuat.







Toko yang berlokasi baik membuat persediaan dan distribusi lebih mudah.







Lokasi dapat membantu mengubah kebiasaan pembelian pelanggan.



2. Tipe Lokasi Binis Ritel



2.1 Freestanding Sites ( Unplanned Areas ) Lokasi ritel bagi toko ritel yang bersifat Individual, terisolasi dan tidak terhubung dengan peritel lain; Namun, mereka mungkin saja berada di dekat peritel freestanding lainnya atau pusat perbelanjaan.



Keuntungan dari Freestanding Location adalah kenyamanan untuk pelanggan mereka: 



Akses yang mudah dan ketersediaan area parkir yang luas







High Traffic







biaya sewa hunian realtif murah; dan







lebih sedikit pembatasan pada tanda-tanda, jam, atau barang dagangan, seperti biasanya dikenakan di pusat perbelanjaan.



2.2 Urban locations/central business district ( Unplanned Areas ) Beberapa peritel menemukan lokasi perkotaan sebagai lokasi yang strategis dan menarik 



Central Business District



Daerah Bisnis Pusat Kota. Karena aktivitas hariannya, ia menarik banyak orang dan karyawan selama jam kerja.







Main Street



Area perbelanjaan tradisional di kota-kota kecil atau kawasan bisnis sekunder di pinggiran kota atau dalam kota yang lebih besar. Jalan-jalan di beberapa daerah ini telah dikonversi menjadi trotoar pejalan kaki.







Inner City



kepadatan tinggi daerah perkotaan yang memiliki kepadatan yang tinggi dengan pendapatan penduduknya rata-rata lebih rendah dari wilayah metropolitan sekitarnya 2.3 Shopping center ( Planned Areas ) Pusat Perbelanjaan adalah merupakan grup ritel dan bisnis lain yang direncanakan, dibangun, dimiliki dan dimanage sebagai satu kepemilikan.



Dengan menggabungkan



banyak toko di satu lokasi, bisnis ritel akan lebih menarik banyak konsumen ke pusat perbelanjaan daripada jika toko-toko tersebut berada di lokasi yang terpisah Shopping ini terdiri dari: 1. Pusat Belanja Masyarakat sekitar



2. Power Center 3. Shopping Malls



4. Lifestyle Centers



5. Mixed-use developments (MXDs)



6. Outlet Centers 7. Theme/Festival Centers



8. Larger, Multiformat Developments—Omnicenter



3. Faktor-Faktor Yang Menentukan Lokasi Ritel Tim pemasaran harus menganalisis lokasi ritel sehubungan dengan masalah berikut: 



Ukuran Daerah Tangkapan / Size of Catchment Area: : Primer (dengan 60 hingga 80% pelanggan), Sekunder (15 hingga 25% pelanggan), dan Tersier (dengan pelanggan lainnya yang berbelanja sesekali).







Biaya Hunian / Occupancy Cost : Biaya sewa / kepemilikan berbeda di daerah yang berbeda, pajak properti, biaya pemeliharaan lokasi.







Lalu Lintas Pelanggan / Costumer Traffic: Jumlah pelanggan yang mengunjungi lokasi, jumlah kendaraan pribadi yang melewati lokasi, jumlah pejalan kaki yang mengunjungi lokasi.







Pembatasan yang Ditempatkan pada Operasi Toko: Pembatasan jam kerja, intensitas kebisingan selama acara promosi media.







Kenyamanan Lokasi: Dekat dengan daerah perumahan, dekat dengan fasilitas transportasi umum.



4. Langkah-langkah untuk memilih lokasi Retail yang tepat Perusahaan ritel harus mengikuti langkah-langkah yang diberikan untuk memilih lokasi yang tepat:



Langkah 1 : Analisis pasar dalam hal industri, produk, dan pesaing



-



Berapa umur perusahaan dalam bisnis ini?



-



Berapa banyak bisnis serupa yang ada di lokasi ini?



-



Apa yang seharusnya disediakan oleh lokasi baru: produk baru atau pasar baru?



-



Seberapa jauh lokasi pesaing dari lokasi prospektif perusahaan?



Langkah 2 : Memahami Demografi -



Literasi pelanggan di lokasi prospektif, kelompok umur, profesi, kelompok pendapatan, gaya hidup, agama.



Langkah 3 : Mengevaluasi Potensi Pasar -



Kepadatan populasi di lokasi prospektif, antisipasi dampak persaingan, estimasi permintaan produk, pengetahuan hukum dan peraturan dalam operasi.



Langkah 4 : Identifikasi Lokasi Alternatif -



Apakah ada lokasi potensial lainnya?



-



Berapa biaya huniannya?



-



Faktor-faktor apa yang dapat dikompromikan jika ada lokasi yang lebih baik?



Langkah 5 : Finalisasi -



Finalisasi pemilihan lokasi terbaik dan paling cocok untuk outlet ritel



5. Mengukur Keberhasilan Lokasi Setelah outlet ritel dibuka di lokasi yang dipilih, penting untuk melacak seberapa layak pilihan lokasi tersebut. Untuk memahami hal ini, perusahaan ritel melakukan dua jenis penilaian lokasi:



5.1 Macro Location Evaluation Ini dilakukan di tingkat nasional ketika perusahaan ingin memulai bisnis ritel internasional. Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan: a) Audit eksternal terperinci dari pasar dengan menganalisis lokasi sebagai lingkungan makro seperti politik, sosial, ekonomi, dan teknis. b) Faktor-faktor yang paling penting dicantumkan seperti tingkat pengeluaran pelanggan, tingkat persaingan, Tingkat penghasila individu, ketersediaan lokasi, dll., Dan tingkat minimum yang dapat diterima untuk setiap faktor. c)



Faktor yang sama yang tercantum di atas dipertimbangkan untuk wilayah lokal di negara-negara yang dipilih untuk menemukan lokasi yang dapat diandalkan.



5.2 Micro Location Evaluation Pada tingkat evaluasi ini, lokasi dinilai berdasarkan empat faktor yaitu:



a) Populasi: Jumlah yang diinginkan dari pelanggan yang cocok yang akan berbelanja. b) Infrastruktur: Sejauh mana toko dapat diakses oleh pelanggan potensial. c) Outlet Toko: Mengidentifikasi tingkat toko yang bersaing (toko yang menurunkan daya tarik lokasi) serta toko pelengkap (yang meningkatkan daya tarik lokasi). d) Biaya: Biaya pengembangan dan operasi. Startup tinggi dan biaya berkelanjutan mempengaruhi kinerja bisnis ritel.



BAB VI RETAIL BUSINESS OPERATION



Operasi bisnis ritel mencakup semua kegiatan yang dilakukan pengusaha untuk menjaga toko berfungsi dengan lancar. Pengalaman berbelanja pelanggan direncanakan sebelum pelanggan masuk, berbelanja, dan meninggalkan toko dengan senyum atau kesedihan dengan membawa persepsi tentang toko. Pengalaman ini mendorong keputusan pelanggan untuk mengunjungi toko di masa depan. 1. Strore Management



Toko ritel yang menjadi sumber pendapatan utama dan tempat interaksi pelanggan, sangat penting bagi Peritel. Manajer toko mungkin tidak melakukan sendiri, tetapi bertanggung jawab untuk tugas-tugas berikut: 



Menjaga kebersihan di toko.







Memastikan stok barang dagangan yang memadai di toko.







Perencanaan, penjadwalan, dan pengaturan staf yang tepat, inventaris dan pengeluaran, untuk kesuksesan jangka pendek dan jangka panjang.







Memantau kehilangan dan mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi aset dan produk perusahaan di toko.







Upgrade toko untuk mencerminkan citra yang menguntungkan.







Berkomunikasi dengan kantor pusat / kantor regional bila diperlukan.







Melakukan pertemuan konstruktif dengan staf untuk meningkatkan moral mereka dan memotivasi staf untuk mencapai tujuan penjualan.







Berkomunikasi dengan pelanggan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keluhan mereka.







Memastikan bahwa toko mematuhi hukum ketenagakerjaan terkait gaji, jam kerja, dan peluang kerja yang setara.







Menulis penilaian kinerja untuk membantu staf.



Manajer toko memastikan bahwa tugas-tugas ini dilakukan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh perusahaan.



2. Premises Management / Manajemen Tempat Tempat toko sama pentingnya dengan toko ritel itu sendiri. Mengelola tempat meliputi tugastugas berikut: a. Menentukan Jam Kerja Toko. Ini sangat tergantung pada audiens target, produk ritel, dan lokasi toko. Misalnya, toko kelontong di dekat area perumahan harus dibuka lebih awal dari toko pakaian. Juga, toko soliter dapat dibuka selama pemilik menginginkannya, tetapi toko di mal harus mematuhi jam kerja yang ditentukan oleh manajemen mal. b. Mengelola Keamanan Toko. Ini membantu menghindari penyusutan inventaris. Itu tergantung pada ukuran toko, produk, dan lokasi toko. Beberapa pengecer melampirkan tag elektronik pada produk, yang dirasakan di pintu masuk toko dan keluar oleh sensor untuk deteksi pencurian. Beberapa toko memasang kamera video untuk memantau pergerakan dan beberapa menyediakan entri dan keluar terpisah untuk personel sehingga mereka dapat



diperiksa. Misalnya, toko serba ada yang besar membutuhkan keamanan yang tinggi daripada toko kelontong yang terletak di dekat area perumahan. 3. Inventory Management Manajer Merchandise, dan staf lain menangani inventaris. Ini mencakup tugas-tugas berikut: 



Menerima produk dari vendor.







Merekam masuknya produk ke dalam store.







Memeriksa produk berdasarkan norma kualitas yang ditetapkan oleh perusahaan ritel dan untuk perincian seperti warna, ukuran, dan gaya. 







Memisahkan dan mendokumentasikan produk yang rusak atau rusak untuk dikembalikan.







Menampilkan produk dengan tepat untuk menarik perhatian pelanggan. Produk berat disimpan di tingkat bawah. Sebagian besar produk yang diakses disimpan pada level mata dan produk yang kurang diakses disimpan di rak tingkat tinggi. Produk yang dibeli langsung seperti cokelat, permen, dll. Ditempatkan di dekat konter pembayaran.



4. Receipt Management Mengelola tanda terima tidak lain adalah menentukan cara pengecer akan mendapatkan pembayaran untuk produk yang dijual. Metode dasar penerimaan adalah: 



Tunai







Kartu kredit







Kartu debit







Kartu hadiah



Toko-toko besar memiliki fasilitas pembayaran dengan metode yang tercantum di atas, tetapi pengecer kecil umumnya lebih suka menerima uang tunai. Staff yang bertanggung jawab untuk menerima pembayaran harus memahami dengan jelas prosedur untuk menerima pembayaran dengan kartu. 5. Supply Chain Management and Logistics Supply Chain Management (SCM) adalah serangkaian kegiatan yang meliputi koordinasi, penjadwalan, dan pengendalian terhadap pengadaan, produksi, persediaan dan pengiriman produk ataupun layanan jasa kepada pelanggan



yang



mencakup



administrasi



harian, operasi



pengolahan informasi mulai dari customer hingga supplier.



, logistik



dan



Singkatnya Supply Chain Management (SCM) adalah mekanisme yang menghubungkan semua pihak yang bersangkutan dan proses berubahnya bahan baku menjadi sebuah produk. Pihak yang ikut serta adalah yang bertanggung jawab untuk memberikan barang – barang jadi hasil produksi ke customer pada waktu dan tempat yang tepat dengan cara yang paling efisien.



6. Customer Service Manajemen puncak bisnis ritel memutuskan kebijakan layanan pelanggan. Seluruh staf toko ritel dilatih untuk layanan pelanggan. Setiap atasan di toko ritel memastikan bahwa layanan dimulai dengan senyuman dan pelanggan yang berinteraksi merasa nyaman dan memiliki pengalaman berbelanja yang menyenangkan. Ketepatan waktu dan kesopanan staf toko ritel, pengetahuan mereka tentang produk dan bahasa, kemampuan untuk mengatasi tantangan, dan kecepatan di loket penagihan; semuanya dicatat oleh pelanggan. Aspek-aspek ini membangun banyak persepsi pelanggan tentang toko.



BAB VII HUMAN RESOURCES IN RETAIL



Bisnis ritel selalu bersifat padat karya. Maka dari itu, Manajemen sumber daya manusia sangat penting dalam Bisnis ritel karena karyawan memainkan peran utama dalam menjalankan fungsi bisnis kritis: Melakukan kegiatan Pembeliaan, menampilkan barang dagangan, dan memberikan pelayanan kepada pelanggan.Bisnis ritel yang semakin pesat perkembangannya berimplikasi langsung pada kebutuhan SDM yang handal. Nanun



SDM yang handal tidak datang dengan sendirinya. Dibutuhkan menejemen pengrekrutan dan pengelolaan ritel. 1. Bisnis retial membutuhkan SDM yang handal Ritel sebagai unit bisnis tentunya tidak terlepas dari kebutuhan akan sumber daya manusia. Mengingat karakteristik bisnis ritel, kenutuhan SDM tidak sedikit pada 2 atau 5 SDM saja. Kebutuhan bias mencapai ratusan atau bahkan ribuan SDM. Guna melakukan operasional bisnis ritel, dibutuhakn SDM yang handal. Sudah menjadi anggapan umum perusahaan bahwa Sumber Daya Manusia adalah asset termahal perusahaan. Perusahaan memang akan semakin bergantung dengan kemampuan sumber daya manusianya. Teknologi, strategi, modal, mesin, menejemen semuanya mengikuti sumber daya manusia bukan sekedar asset tapi juga pelan-pelan akan menjadi asset termahal sekaligus juga terpenting. Setiap kariyawan memainkan suatu peran yang penting dalam melaksanakan fungsi pekerjaan dengan baik. Dalam pengelolaannya SDM memberikan kontribusi besar dalam peningkatkan kinerja dalam perusahaan. Sehingga ritel akan dapat keuntungan yang kompetitif dengan cara mengembangakan dan mengelola sumber daya dengan baik. Manajemen sumber daya manusia sangat penting dalam bisnis ritel untuk berfokus pada masalah strategi dalam struktur organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia dalan ritel sangat menantang, karena pada dasarnya bisnis ritel sanagat berbeda dengan bisnis atau perusahaan pada umumnya. Ada beberapa ciri yang menjadi perbedaan yaitu : 



Jam kerja karyawan berbeda dengan perusahaan pada umumnya.







Penekanan terhadap control biaya. Konstribusi biaya karyawan cukup besar pada total biaya took keseluruhan.







Perubahan demografis pekerja.



2. Tujuan dari pengelolaan SDM dalam bisnis ritel Tujuan utama dari sumber daya manusia (SDM) manajemen adalah untuk membangun dasar untuk keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. 



Manajemen Sumber daya Manusia yang efektif dapat menghasilkan keuntungan biaya (sebagaian besar pengeluaran ritel berasal dari SDM)







Karyawan dapat menjadi sumber diferensiasi dengan ritel lainnya dengan menyediakan kualitas layanan yang prima







Meningkatkan Produktivitas Karyawan = Penjualan atau keuntungan ritel /Jumlah Karyawan







Menurunkan Turnover Karyawan



3. Permasalahan Strategis Dalam Pengelolaan SDM Ritel Manajemen sumber daya manusia / karyawan pada umumnya memiliki tantangan yang berbeda karena nilai-nilai kerja, system ekonomi, dan peraturan SDM ritel yaitu sebagai berikut : 



Bentuk struktur organisasi harus mampu membagi tanggung jawab dan otoritas dalam melaksanakan tugas pada bisnis unit beserta orang-orangnya.







Harus mengkoordinasikan aktifitas berbagai depeartemen dan memotivasi karyawan untuk dapatbekerja ke arah keberhasilan perusahaan.







Program yang digunakan untuk membangun komitmen dan mempertahankan nilainilai SDM.



Adapun isu-isu yang sering ditemukan dalam managemen SDM di ritel, diantaranya : 1. Kontrol Biaya Karyawan 2. Penggunaan Karyawan Part Time 3. Mengelola Karyawan yang Berasal dari Latar belakang berbeda2 4. Masalah Sumber Daya Manusia Internasional Para Ahli Manajemen Ritel berpendapat, terlalu berisiko menyerahkan pengelolaan SDM hanya kepada Bagian SDM saja. Banyak Bisnis Ritel Saat ini membuat sistem segitiga SDM



4. Membangun Komitment Karyawan



Tantangan utama dalam bisnis ritel adalah untuk mengurangi tingkat keluar masuk karyawan. Perputaran karyawan yang tinggi akan mengurangi penjualan ( Karena kurang pengalaman, kurang pengetahuan akan barang dan kebijakan perusahaan sehingga tidak mampu berinteraksi secara efektif dengan konsumen ) dan meningkat biaya ( rekrutmen dari pelatihan membutuhkan biaya ). Beberapa pendekatan yang dilakukan oleh ritel untuk membangun komitmen timbal balik adalah : 



Meningkatkan ketrampilan







memberdayakan karyawan







Menciptakan hubungan kemitraan dalam karyawan.



Terdapat 3 aktifitas manajemen sumber daya manusia yang dapat membangin dan mengembangkan komitmen melalui hubungan kemitraan , diantaranya : 



Mengurangi perbedaan status antar karyawan.







Memberikan peluang promosi untuk karyawan lama.







Diberikan flextime ( system penjadwalan pekerjaan yang memungkinkan karyawan memilih waktu kerja ) dan job sharing ( dua karyawan secara sukarela bertanggung jawab atas pekerjaan.



5. Memotivasi Karyawan Ritel umumnya menggunakan tiga metode untuk memotivasi aktivitas karyawannya, yaitu 5.1 Kebijakan tertulis dan pengawasan karyawan Hal ini adalah metode koordinasi yang paling mendasar karena dapat dijadikan indikasi dan petunjuk bagi karyawan mengenai apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. 5.2 Insentif nsentif biasa dipergunakan peritel untuk memotivas karyawan dalam melaksanakan aktivitas yang konsisten dengan sasaran penjualan. Terdapat 2 (dua) jenis insentif, yaitu : a) Komisi Kompensasi yang didasarkan pada rumusan yang telah di tetapkan perusahaan. Contoh: 2% dari penjualan jika penjualan mencapai 1m/bulan b) Bonus Kompensasi tambahan yang diberikan secara periodik berdasarkan evaluasi kerja karyawan. Contoh : bonus akhir tahun. 5.3 Budaya organisasi



Memotivasi dan mengoordinasi karyawan bertujuan untuk mengembangkan budaya organisasi kuat. Satuan nilai-nilai, tradisi, kebiasaan dalam suatu perusahaan yang mendasari perilaku karyawan atau organisasi , seperti menghargai setiap karyawan, mau mendengarkan bawahan, dan lain-lain.