Maternitas Dismenor [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir semua wanita mengalami gangguan kesehatan pada saat menstruasi, baik gangguan ringan maupun yang sangat berat. Serius tidaknya gangguan tersebut tergantung pada kondisi tubuh setiap orang. Nyeri saat haid merupakan keluhan yang sering dijumpai di kalangan wanita usia subur, yang menyebabkan mereka pergi ke dokter untuk berobat dan berkonsultasi. Dismenore terdapat pada 30-75% dari populasi dan kira-kira separuhnya memerlukan pengobatan. Etiologi dan patogenesis dismenore sampai sekarang belum jelas, maka pengobatannya pun masih simpang siur. Pengobatan secara kedokteran barat yang akhirakhir ini banyak dipakai yaitu anti prostaglandin non steroid seperti: asam mefenamat, naproksen dan ibuprofen, yang berefek menurunkan konsentrasi prostaglandin di endometrium. Tetapi ternyata obat-obat ini mengakibatkan banyak kerugian karena dapat menimbulkan iritasi lambung, kolik usus, diare, lekopeni dan serangan asma bronkial. Keberhasilan pengobatan secara barat belum diketahui dengan pasti, sedangkan pengobatan secara akupunktur keberhasilannya sekitar 90,9%. Pada umumnya setiap wanita akan mengalami gejala-gejala seperti malas, lemas, payudara mengejang, dan nyeri di sekitar perut bagian bawah sebelum atau saat mengalami haid. Bahkan ada juga wanita yang mengalami nyeri di perut sampai kram perut, mual, nyeri kepala, sehingga gak bisa melakukan aktivitas sehari-hari bahkan sampai pingsan seperti yang kamu alami. Gejala PMS (premenstrual syndrom) yang berat seperti ini disebut dengan dismenorrhoe.



Karena memang dismenorrhoe bisa



berkaitan dengan gejala adanya gangguan pada organ reproduksi. Namun ada juga dismenorrhoe yang hanya disebabkan karena kondisi tubuh yang sedang kurang sehat, baik secara fisik maupun psikologis. Misalnya sedang sakit, maupun sedang mengalami stres yang berlebihan. Tetapi jika 1



kondisinya seperti ini tentu saja dismenorrhoe tidak akan dialami setiap bulan setiap kali mengalami haid.



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan dismenore ? 2. Apa saja klasifikasi dismenore ? 3. Apa penyebab dismenore ? 4. Bagaimana pathofisiologi dismenore ? 5. Bagaimana pathway dismenore ? 6. Bagaimana gambaran klinis dismenore ? 7. Bagaimana perbedaan dismenore primer dan sekunder ? 8. Apa saja pemeriksaan penunjang dismenore ? 9. Bagaimana penalaksanaan dismenore ?



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dismenore 2. Untuk mengetahui klasifikasi dismenore 3. Untuk mengetahui penyebab dismenore 4. Untuk mengetahui pathofisiologi dismenore 5. Untuk mengetahui pathway dismenore 6. Untuk mengetahui gambaran klinis dismenore 7. Untuk mengetahui perbedaan dismenore primer dan sekunder 8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dismenore 9. Untuk mengetahui penalaksanaan dismenore



2



BAB II PEMBAHASAN A. Defenisi Dismenore Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang di sebabkan oleh kejang otot uterus. Nyeri ini terasa di perut bagian bawah dan atau di daerah bujur sangkar Michaelis . Nyeri dapat terasa sebelum dan sesudah haid. Dapat bersifat kolik atau terus menerus. Nyeri haid yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Istilah dismenorea biasa dipakai untuk nyeri haid yang cukup berat dimana penderita mengobati sendiri dengan analgesik atau sampai memeriksakan diri ke dokter. Dismenore adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari. Patofisiologi dismenore sampai saat ini masih belum jelas, tetapi akhir-akhir ini teori prostaglandin banyak digunakan, dikatakan bahwa pada keadaan dismenore kadar prostaglandin meningkat. Kram, nyeri dan ketidaknyamanan lainnya yang dihubungkan dengan menstruasi disebut juga dismenore. Kebanyakan wanita mengalami tingkat kram yang bervariasi; pada beberapa wanita, hal itu muncul dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih, dimana beberapa yang lain menderita rasa sakit yang mampu menghentikan aktifitas sehari-hari. Dismenore dikelompokkan sebagai dismenore primer saat tidak ada sebab yang dapat dikenali dan dismenore sekunder saat ada kelainan jelas yang menyebabkannya. Wanita yang tidak berovulasi cenderung untuk tidak menderita kram menstruasi; hal ini sering terjadi pada mereka yang baru saja mulai menstruasi atau mereka yang menggunakan pil KB. Kelahiran bayi sering merubah gejala-gejala menstruasi seorang wanita, dan sering menjadi lebih baik. Istilah dismenorea atau nyeri haid hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaannya untuk beberapa jam atau beberapa hari (Simanjuntak, 1997). Ada 2 jenis dismenorea, yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder. 3



B. Klasifikasi Dismenore Dismenore terbagi menjadi 2 , yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder : 1. Desminore primer Desminore primer terjadi jika tidak ada penyakit organic, biasanya dari bulan ke-6 sampai tahun ke-2 setelah menarke. Desminore ini seringkali hilang saat berusia 25thn atau setelah wanita hamil dan melahirkan pervaginam. Faktor psikogenik dapat mempengaruhi gejala, tetapi gejala pasti berhubungan dengan ovulasi dan tidak terjadi saat ovulasi disupresi. Selama fase luteal dan aliran menstruasi berikutnya, prostaglandin F2 alfa (PGF2α) disekresi. Pelepasan PGF2α yang berlebihan meningkatkan amplitude dan frekuensi reaksiuterus dan menyebabkan vesospasme arteriol uterus, sehingga menyebabkan iskemia dan kram abdomen bawah yang bersifak siklik. Respon sistemik



terhadap



PGF2α



meliputi



nyeri



punggung



,



kelemahan,



mengeluarkan keringat, gejala saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, diare) dan gejala system saraf pusat (pusing, sinkop, nyeri kepala, dan konsentrasi buruk) (Heitkemper,dkk 1991). Penyebab pelepasan prostaglandin yang berlebihan belum diketahui. 2. Desminore sekunder Desminore sekunder dikaitkan dengan penyakit pelvis organic, seperti endometriosis, penyakit radang pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium atau uterus dan polip uterus. IUD juga dapat menyebabkan desminore sekunder. Desminore sekunder dapat disalah artikan sebagai desminore primer aatau dapat rancu dengan komplikasi kehamilan dini. Pada kasus pemeriksaan pelvis abnormal dibutuhkan evaluasi selanjutnya untuk menentukan diagnosis. Desminore dapat timbul pada perempuan dengan menometroragia yang meningkat. Evaluasi yang hati-hati harus dilakukan untuk mencari kelainan dalam kavum uteri atau pelvis yang dapat menimbulkan kedua gejala tersebut. Histeroskopi, histerosalpingogram (HSG), sonogram transvaginal (TSV), dan laproskopi, semuanya dapat digunakan untuk evaluasi. Pengobatak ditujukan untuk memperbaiki keadaan yang mendasarinya.



4



C. Etiologi 1.



Dismenore Primer Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha. Penyebab Dismenore Primer antara lain : a. Faktor endokrin Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum. Menurut Novak dan Reynolds, hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas



uterus



sedangkan



hormon



estrogen



merangsang



kontraktilitas uterus. b. Kelainan organic Seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi kanalis servikalis, mioma submukosum bertangkai, polip endometrium. c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis Seperti: rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh,



konflik dengan kewanitaannya, dan imaturitas.



d. Faktor konstitusi Seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat memengaruhi timbulnya dismenorea. e. Faktor alergi Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada asosiasi



antara dismenorea dengan urtikaria, migren, dan asma



bronkiale. 2. Dismenore sekunder Dismenore sekunder mungkin di sebabkan oleh kondisi berikut : a. Endometriosis b. Polip atau fibroid uterus c. Penyakit radang panggul d. Perdarahan uterus disfungsional e. Prolaps uterus



5



f. Maladaptasi pemakaian AKDR g. Produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abotus spontan, abortus terauputik, atau ,melahirkan. h. Kanker ovarium atau uterus.



D. Pathofisiologi 1. Dismenorea primer (primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam 6-12 bulan



pertama



setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus ovulasi teratur (regular ovulatory



cycle)



ditetapkan/ditentukan.



Selama



menstruasi,



sel-sel



endometrium yang terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin,



yang



menyebabkan



iskemia



uterus



melalui



kontraksi



miometrium dan vasokonstriksi. Peningkatan kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita dengan dismenorea berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari pertama menstruasi. Vasopressin juga memiliki peran yang sama. Riset terbaru menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea primer adalah karena prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan miometrium yang kuat (a potent myometrial stimulant) dan vasoconstrictor, yang ada di endometrium sekretori (Willman, 1976). Respon terhadap inhibitor prostaglandin



pada



pasien



dengan dismenorea



mendukung



pernyataan bahwa dismenorea diperantarai oleh prostaglandin (prostaglandin mediated). Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea dengan kontraksi uterus yang memanjang (prolonged uterine contractions) dan penurunan aliran darah ke miometrium. Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di cairan endometrium (endometrial fluid) wanita dengan dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri (Helsa, 1992; Eden, 1998). Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama menstruasi (Speroff, 1997; Dambro, 1998). Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan progesterone pada akhir fase luteal



6



menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan (Dawood, 1990). Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk mempertinggi sensitivitas nyeri serabut (pain fibers) di uterus (Helsa, 1992). Jumlah leukotriene yang bermakna (significant) telah dipertunjukkan di endometrium wanita dengan dismenorea primer yang tidak berespon terhadap pengobatan dengan antagonis prostaglandin (Demers, 1984; Rees, 1987; Chegini, 1988; Sundell, 1990; Nigam, 1991). Hormon pituitari posterior, vasopressin,



terlibat



pada



hipersensitivitas



miometrium,



mereduksi



(mengurangi) aliran darah uterus, dan nyeri (pain) pada penderita dismenorea primer (Akerlund, 1979). Peranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin. 2. Dismenorea Sekunder Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja setelah menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an atau 30-an, setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian (by definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic inflammatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine device). Karim Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat dalam patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder : a. Endometriosis b. Pelvic inflammatory disease c. Tumor dan kista ovarium d. Oklusi atau stenosis servikal e. Adenomyosis f.



Fibroids



g. Uterine polyps



7



h. Intrauterine adhesions i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus) j. Intrauterine contraceptive device k. Transverse vaginal septum l. Pelvic congestion syndrome m. Allen-Masters syndrome



E. Pathway Fungsi Endokrin



VFungsi Fisologi



Persepsi Nyeri Meningkat



Peningkatan produk vasopresin



Produk Prostaglandin



Gastroistentinal



Merangsang Pengeluaran netransmiter



Peningkatan kontraksi uterus



Mual, Muntah



Kontraksi Uterus/ endometerium



Hipoksia dan iskemia jarinagn uterus



Nutrisi



Fungsi Abstruksi komalis servik



Penumpukan darah hadidn prostaglanidin utrerus



Terjadi hipersentivitas



Nyeri Hambatan Mobilitas Kurang Pengetahuan



Ansietas



8



F. Gambaran Klinis 1. Dismenore Primer Deskripsi perjalanan penyakit a. Dismenore muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian tengah, bersifat spasmodis yang dapat menyebar ke punggung atau paha bagian dalam. b. Umumnya ketidaknyamanan di mulai 1-2 hari sebelu menstruasi, namun nyeri yang paling berat selama 24 jam pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua. c. Dismenore kerpa di sertai efek samping seperti : 1) Muntah 2) Diare 3) Sakit kepala 4) Sinkop 5) Nyeri kaki d. Karakteristik dan faktor yang berkaitan : 1) Dismenore primer umumnya di mulai 1-3 tahun setelah menstruasi. 2) Kasus ini bertambah berat setelah beberapa tahun samapai usia 23- 27 tahun, lalu mulai mereda. 3) Umumnya terjadi pada wanita nulipara , kasus ini kerap menuntun signifikasi setelah kelahiran anak. 4) Lebih sering terjadi pada wanita obesitas. 5) Dismenore berkaitan dengan aliran menstruai yang lama. 6) Jarang terjadi pada atlet. 7) Jarang terjadi pada wanita yang memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur. 8) Nulliparity (belum pernah melahirkan anak) 9) Usia saat menstruasi pertama