(Mayuni Putri) Laporan Pendahuluan ISPA - Revisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)



Oleh : MAYUNI PUTRI INTAN SAFITRI 20020054



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS) 2020/2021



LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)



1.1



Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spectrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen, penyebabnya faktor lingkungan dan faktor pejamu (Masriadi, 2017). ISPA yang terjadi pada saluran pernapasan atas sering ditemui sebagai common cold, influenza, sinusitis, tonsillitis, bahkan dapat meluas hingga menyebabkan otitis media. Sementara ISPA yang menyerang saluran pernapasan bawah adalah bronchitis dan pneumonia (Saputri, 2016). Program Pemberantasan Penyakit ISPA (P2 ISPA) membagi penyakit ISPA dalam beberapa klasifikasi yaitu : 1. Pneumonia



: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat



2. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada ke dalam 3. Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk, pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada ke dalam, tanpa napas cepat 1.2



Etiologi Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, dan riketsia. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan mycloplasma. Virus yang termasuk penggolong ISPA adalah rinovirus, koronavirus, adenavirus, dan koksakievirus, influenza, virus sinsial pernapasan. Virus yang ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau



dibersinkan oleh penderita adalah virus influenza, virus sinsial dan rinovirus (Sinuraya, 2017). 1.3



Manifestasi Klinis a. Gejala dari ISPA ringan Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : 1. Batuk 2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara 3. Pilek (mengeluarkan lender atau ingus dari hidung) 4. Demam (suhu badan lebih dari 37oC atau jika dahi anak diraba b. Gejala dari ISPA sedang Seorang anak dinyatakan ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : 1. Pernapasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih 2. Suhu lebih dari 39oC 3. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak 4. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari telinga 5. Pernapasan berbunyi seperti mengorok 6. Pernapasan berbunyi menciut-ciut c. Gejala dari ISPA berat Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejalagejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejalagejala sebagai berikut : 1. Bibir atau kulit membiru 2. Lubang hidung kembang kempis dengan cukup lebar pada saat bernapas 3. Kesadaran menurun 4. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah 5. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba



1.4



Patofisiologi Banyak virus yang dapat menyebabkan salesma atau batuk pilek yang merupakan bagian dari gejala ISPA. Virus yang masuk ke tubuh dan menginfiltrasi saluran nafas di hidung sampai tenggorokan akan memicu rangkaian reaksi sistem imun (pertahanan tubuh) dan bermanifestasi sebagai gejala-gejala yang dialami (batuk, pilek, demam dan lainnya). Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkus dilapisi oleh membrane mukosa bersilia (rambut-rambut halus). Udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukosa ke posterior/belakang ke rongga hidung dank e arah superior/atau atas menuju faring. Secara umum, efek pencemaran udara terdapat saluran pernapasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lender akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernapasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan.



1.5



Pathway (terlampir)



1.6



Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah di laboratorium 2. Pengambilan sampel dahak untuk diperiksa di laboratorium 3. CT-scan atau X-ray untuk menilai kondisi paru-paru



1.7



Diagnosa Banding a. Bronkopneumonia b. Bronkitis



1.8



Komplikasi 1. Otitis Media Akut (OMA) 2. Mastoiditis 3. Gagal nafas 4. Kematian Dalam penelitian Fakhri, M. I. et al, 2019 bahwa kondisi anak yang lemah, menyebabkan proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko



ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media akut (OMA) dan mastoiditis. Untuk terjadinya OMA, bakteri yang berkolonisasi di nasofaring harus memasuki telinga tengah melalui tuba eustachii. Dalam keadaan normal, bakteri dicegah memasuki telinga tengah oleh epitel bersilia yang melapisi tuba eustachii. ISPA merusak sistem mukosiler dan mengganggu pertahanan mekanik primer telinga dari invasi bakteri. Disfungsi tuba eustachii juga pada akhirnya dapat menurunkan tekanan di dalam telinga tengah, yang mendorong mukus, sekresi nasofaring dan bakteri ke dalam telinga tengah. Hal ini membuat kondisi ideal terhadap superinfeksi bakteri. 1.9



Penatalaksanaan Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam pelaksanaan pengendalian ISPA yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang telah mengalami adaptasi sesuai kondisi Indonesia. Tabel 1. Tatalaksana Penderita Batuk atau Kesukaran Bernapas Umur 50 kali/menit 12 blb d. < 5 tahun : > 40 kali/menit Klasifikasi pneumonia berat



Pneumonia



Batuk bukan pneumonia



Klasifikasi



Pneumonia



Batuk bukan



pneumonia berat



pneumonia Tindakan :



a. Rujuk segera ke



a. Nasihati



Rumah Sakit b. Beri



1



untuk dosis



antibiotic



ada d. Obati



tindakan



whezzing,



minggu, rujuk



di



b. Nasihati Ibunya







Beri



untuk tindakan



antibiotic selama



perawatan



3 hari



rumah



b. Anjurkan



jika ada



a. Bila batul > 3



perawatan rumah



c. Obati demam, jika



Ibunya



Ibu



untuk kontrol 2 hari



atau



lebih



cepat



bila



keadaan



c. Obati



di



demam,



jika ada d. Obati whezzing, jika ada



anak



memburuk c. Obati



demam,



jika ada d. Obati



whezzing,



jika ada Periksa dalam 2 hari anak yang diberi antibiotic Tanda memburuk :



Tanda tetap sama



a. Tak dapat minum



Membaik : a. Napasnya



b. Ada TDDK



Tindakan :



c. Ada tanda bahaya



Ganti antibiotic atau



b. Panasnya turun



rujuk



c. Nafsu



Tindakan : Rujuk



segera



melambat



makan



membaik ke



Rumah Sakit



Tindakan : Teruskan antibiotic sampai 3 hari



Sumber : Kemenkes RI, 2011



1.10



Konsep Keperawatan 1.1.1



Pengkajian a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) Demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan. b. Keluhan utama Saat dikaji biasanya penderita memiliki keluhan berupa batuk ringan, flu, bersin, bisa juga terjadi konjungtiva merah dan mata berair. c. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit tenggorokan. d. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini. e. Riwayat kesehatan keluarga Pada saat dikaji, apakah keluarga memiliki riwayat sakit yang sama seperti klien. f. Riwayat sosial Bagaimana lingkungan klien pada tempat tinggal dan kepadatan penduduknya. g. Pola aktivitas sehari-hari : 1. Nutrisi Pada common cold ditemukan riwayat kebiasaan konsumsi makanan instant/snack seperti chiki, permen, dll. Dari makanan tersebut dapat menyebabkan mual, muntah sampai anoreksia 2. Aktivitas Pada common cold anak lemas dan malas beraktivitas 3. Istirahat Terjadi sumbatan nafas yang menyebabkan nafas pendek, dangkal dan cepat sehingga istirahat malam terganggu



h. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Bagaimana keadaan klien pada saat dikaji, apa yang dirasakan klien. b. Tanda vital Bagaimana hasil pemeriksaan suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah klien. c. Kepala Tidak ada haematoma, tidak ada benjolan d. Wajah Tidak pucat e. Mata Simetris, conjungtiva tidak anemis, sclera tidak uterus f. Hidung Terdapat secret cair dan jernih g. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar thyroid h. Telinga Bersih tidak ada seramen i. Thorax Bagaimana



bentuk



dada,



simetris/tidak,



kaji



pola



pernafasan, apakah ada whezzing, apakah ada gangguan dalam pernafasan. Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan 1. Inspeksi a. Membrane mukosa-faring tampak kemerahan b. Tonsil tampak kemerahan dan edema c. Tampak batuk tidak efektif d. Tidak ada jaringan parut e. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung



2. Palpasi a. Adanya demam b. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe sevikalis c. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar thyroid 3. Perkusi a. Suara paru normal (resonance) 4. Auskultasi a. Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru j. Abdomen Bising usus normal, tidak ada nyeri tekan, turgor baik. k. Integumen Kaji warna kulit, intregitas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas. l. Ekstremitas atas Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk. 1.1.2



Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Strandar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2017) didapatkan : 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 2. Hipertermia 3. Pola nafas tidak efektif 4. Intoleransi aktivitas 5. Resiko infeksi



1.1.3 Perencanaan STANDAR DIAGNOSIS



STANDAR LUARAN KEPERAWATAN



STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN



KEPERAWATAN



INDONESIA (SLKI)



INDONESIA (SIKI)



INDONESIA (SDKI) Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Latihan batuk efektif (1.01006) efektif



berhubungan 1×24 jam, masalah teratasi



Tindakan :



dengan proses infeksi



Kriteria hasil :



O:



D.0001



Bersihan jalan nafas (L.01001)



- Identifikasi kemampuan batuk SA



ST



- Monitor adanya retensi sputum



Batuk efektif



2



4



T:



Produksi sputum



2



4



- Atur posisi semi fowler/fowler



Sulit bicara



2



4



- Buang secret pada tempat sputum



Indikator



Keterangan :



E:



1 = menurun



- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif



2 = cukup menurun



- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung



3 = sedang



selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian



4 = cukup meningkat



keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu



5 = meningkat



selama 8 detik



- Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali - Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ke-3 K: - Kolaborasi



pemberian



mukolitis/ekspektoran,



jika perlu Hipertermia



berhubungan Termoregulasi membaik dengan kriteria hasil :



dengan proses penyakit



Manajemen hipertermia



Termoregulasi



Tindakan :



a. Menggigil menurun



O:



b. Kulit merah menurun



- Identifikasi penyebab hipertermia



c. Pucat menurun



- Monitor suhu tubuh



d. Suhu tubuh membaik



T:



e. Suhu kulit membaik



- Berikan cairan oral



f. Tekanan darah membaik



- Longgarkan atau lepaskan pakaian - Basahi dan kipasi permukaan tubuh - Lakukan pendinginan eksternal (kompres)



E: - Anjurkan tirah baring K: - Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit Pola nafas tidak efektif Pola nafas membaik dengan kriteria hasil :



Pemantauan Respirasi



berhubungan



Tindakan :



hambatan



dengan Pola Nafas upaya



(kelemahan pernafasan, bernafas)



nafas a. Dispneu menurun otot b. Penggunaan



nyeri



saat



otot



O: bantu



nafas



pernafasan cuping hidung menurun



menurun



- Monitor adanya sumbatan jalan napas - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru



c. Frekuensi nafas membaik



- Auskultasi bunyi napas



d. Kedalaman nafas membaik



- Monitor saturasi oksigen - Monitor nilai AGD, monitor hasil x-ray toraks



Tingkat Keletihan



T:



a. Mengi menurun



- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi



b. Gelisah menurun



pasien



c. Frekuensi nafas menurun



- Dokumentasikan hasil pemantauan



d. Pola nafas membaik



E: - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan - Informasikan hasil pemantauan, jika perlu



Resiko infeksi



Resiko infeksi dapat dicegah dengan kriteria hasil :



Pencegahan infeksi (1.04539)



Integritas kulit dan jaringan (L.14125)



Tindakan :



Indikator



S.A



S.T



O:



Nyeri



2



4



- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan



Kemerahan



2



4



Kerusakan jaringan



2



4



Keterangan : 1 = menurun



sistemik T: - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien



2 = cukup menurun



E:



3 = sedang



- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar



4 = cukup meningkat



- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka



5 = meningkat



operasi C: - Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu



DAFTAR PUSTAKA



Depkes RI. 2004. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA. Jakarta : Depkes RI Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Dirjen Pengendalian Penyakit Penyehatan Lingkungan. Jakarta : Depkes RI Fakhri, M. I. et al. (2019). Hubungan Infeksi Saluran Pernapasan Atas dengan Otitis Media Akut Pada Balita di Puskesmas Mangunreja Kabupaten Tasikmalaya. Prosiding Pendidikan Dokter, 508-517. Masriadi, H. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: Rajawali Pers, Hal: 346 – 353 Saputri, I. W. 2016. Analisis Spasial Faktor Lingkungan Penyakit ISPA Pneumonia Pada Balita Di Provinsi Banten Tahun 2011-2015. Tersedia dalam http://repository.uinjkt.ac.id. Diakses tanggal 19 Juli 2021 Sinuraya, L. D. 2017. Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa Singgamanik Kecamatan Munte Kabupaten Karo Tahun 2017. Tersedia dalam http://ecampus.poltekkes-medan.ac.id. Diakses tanggal 19 Juli 2021 Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI