Menjelang Ajal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Palliative Care / Menjelang Ajal 1. Defenisi Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada penderita yang sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya. Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan ini mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2008). Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016). Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan menghilangkan penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative Care, 2013). Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010). Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan perawatan paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial, konsep diri, masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual (Campbell, 2013). Perawatan paliatif ini bertujuan untuk membantu pasien yang sudah mendekati ajalnya, agar pasien aktif dan dapat bertahan hidup selama mungkin. Perawatan paliatif ini meliputi mengurangi rasa sakit dan gejala lainnya, membuat pasien menganggap kematian sebagai proses yang normal, mengintegrasikan aspek-aspek spikokologis dan spritual (Hartati & Suheimi, 2010). Selain itu perawatan paliatif



juga bertujuan agar pasien terminal tetap dalam keadaan nyaman dan dapat meninggal dunia dengan baik dan tenang (Bertens, 2009). Diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan pada stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak Palliative Care harus diberikan kepada penderita itu. Palliative Care tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang berduka. Palliative Care tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita itu yang ditangani, tetapi juga aspek lain seperti psikologis, sosial dan spiritual. Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak dibatasi pada pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi terkait. Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna, hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas socialmedis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan. Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini : 1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal. 2. Tidak mempercepat atau menunda kematian. 3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu. 4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual. 5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya. 6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative Care adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang



terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya. 2. Elemen dan Prinsip Palliative Care Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES, 2013)dan Aziz, Witjaksono, dan Rasjidi (2008) priinsip pelayanan perawatan paliatif yaitu menghilangkan nyeri dan mencegah timbulnya gejala serta keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri, menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal , tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian, memberikan dukungan psikologis, sosial dan spiritual, memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita, serta menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya 1. Mampu menguuraikan teknik berkomunikasi pada pasien paliatif yang menjelang ajal  Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang kontruktif dalam menghadapi kehilangan dan kematian.  Selalu berada di dekat klien.  Pertahankan kontak mata 2. Mampu menyebutkan tanda-tanda mendekati kematian   Fase Denial ( pengikraran ) Reaksi pertama individu ketika mengalami kehilangan adalah syok. Tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehlangn itu terjadi dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit kronis, akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengikraran adalah letih,lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak tau harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dlam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.   Fase anger ( marah )



Fase ini di mulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan yang terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering di proyeksikan kepada orang yang ada di sekitarnya, orang –orang tertentu atau di tunjukkan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan prilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh perawat ataupun dokter tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan menggepai.  Fase bargening ( tawar menawar ) Apabila individu sudah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon kemurahan tuhan. Respon ini sering di nyataka dengan kata kata “ kalau saja kejadian ini bisa di tunda, maka saya akan selalu berdoa “ . apabila proses berduka ini di alami keluarga, maka pernyataan seperti ini sering di jumpai “ kalau saja yang sakit bukan anak saya.  Fase depression Individu fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mau berbicara, kadang kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut atau dengan ungkapAn yang menyatakan keputus asaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering di perlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libugo menurun  Fase acceptance ( penerimaan ) Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase menerima ini biasanya di nyatakan dengan kata kata ini “ apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh?” Apabila individu dapat memulai fase fase tersebut dan masuk pada fase damai atau penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilnagannya secara tuntas. Tapi apabila individu tetep berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan Jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan. 3. Mampu menjelaskan bagaimana cara mengkonfirmasi kematian







Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang kontruktif dalam menghadapi kehilangan dan kematian



 Selalu



berada di dekat klien



 Memberikan



kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, hearing



dan menggunakan teknik respek  Pertahankan  Memberi



kontak mata



kesempatan kepada pasien untuk menawar dan imenanyakan kepada



pasien apa yang di inginkan  Jangan



mencoba



menenangkan



klien



dan



biarkan



klien



dan



keluarga



mengekspresikan kesedihannya.  Meluangkan



waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan



keluarga terhadap kematian pasien 4. Mampu menentukan cara mengelola barang-barang berharga pada pasien paliatif  Menanyakan kepada pasien tentang harta benda yang berharga yang dimiliki pasien mau diserahkan atau dipercayakan kepada siapa.   Tanyakan kepada pasien apakah benda berharganya dapat digunakan untuk membantu atau menolong orang lain yang mengalami kesulitan.  Menanyakan kepada pasien dimana saja dia menyimpan harta bendanya yang berharga. 2. Penyakit Terminal a. Defenisi Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu. (Carpenito, 2004) Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju kearah kematian contohnya seperti penyakit jantung, dan kanker atau penyakit



terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang dikatakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian. (Nursedarsana, 2010) Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu bervariasi. ( Stuart & Sundeen, 2009) Penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat diobati, bersifat progresif, pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup. (Heelya, 2009) Pasien penyakit terminal adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien penyakit terminal harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan. Jadi keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi yang sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan. 1. Kriteria Penyakit Terminal Adapun kriteria penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai berikut: 



Penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi







Mengarah pada kematian







Diagnosa medis sudah jelas







Tidak ada obat untuk menyembuhkan







Prognosis jelek







Bersifat progresif



2. Jenis-Jenis Penyakit Terminal



Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009) adalah : a. Penyakit-penyakit kanker Kanker merupakan salah satu penyakit berbahaya yang ada. Diantara beberapa jenis kanker, kanker payudara adalah jenis kanker yang paling berbahaya dan paling sering terjadi. Kanker payudara sangat berbahaya dikarenakan kanker jenis ini menyerang organ reproduksi luar yaitu payudara dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Kanker payudara juga dapat menyebabkan kematian. Kanker payudara yang dapat menyebabkan kematian adalah kanker payudara stadium IV. Pada kanker payudara stadium IV seseorang sudah menderita kanker payudara yang sangat parah atau bahkan tidak memiliki harapan hidup (terminal). Kondisi terminal pada penderita kanker payudara stadium IV tidak dapat dihindari dan ini pasti akan dialami oleh setiap penderita yang akan menjelang ajal. Pada kondisi terminal perubahan utama yang terjadi adalah perubahan psikologis yang menyertai pasien. Perubahan psikologis tersebut biasanya mengarah ke arah yang lebih buruk dan membuat pasien menjadi tidak koperatif. Disini peran perawat sangat dibutuhkan dan menjadi hal yang penting, dan untuk membuat klien merasa lebih nyaman dan mampu membuat klien menjadi tenang pada saat menjelang ajal. b. Penyakit-penyakit infeksi Meningitis merupakan infeksi pada selaput otak yang di sertai radang membran pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang mana keseluruhan tersebut di sebut meningen. Bahayanya adalah Apabila Meningitis telah masuk stadium terminal dan tidak ditangani segera, maka adanya resiko kematianlah yang akan terjadi dalam waktu kurang lebih 3 pekan. c. Congestif Renal Falure (CRF) Chronic Renal Failure (CRF) merupakan gangguan fungsi ginjal yang berlangsung secara progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia



(retensi



urin



dan



sampah



nitrogen



lain



dalam



tubuh).



Stroke Multiple Sklerosis Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit dimana



syaraf-syaraf dari sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang atau spinal cord) memburuk atau degenerasi. Myelin, yang menyediakan suatu penutup atau isolasi untuk syaraf-syaraf, memperbaiki pengantaran (konduksi) dari impuls-impuls sepanjang syaraf-syaraf dan juga adalah penting untuk memelihara kesehatan dari syaraf-syaraf.Akibat kecelakaan fatal Cedera kepala telah menyebabkan banyak kematian dan cacat pada usia kurang dari 50 tahun. Otak bisa mengalami cedera meskipun tidak terdapat luka yang menembus tulang tengkorak. Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak bergerak. d. AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome)Adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau : sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus- virus lain. Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Tujuan Keperawatan Pasien Dengan Kondisi Terminal 1. Perawatan Penyakit Terminal Tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal secara umum menurut Stuart & Sundeen (2009) adalah sebagai berikut : 1. Menghilangkan atau mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi 2. Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna 3. Membantu pasien menerima rasa kehilangan 4. Membantu kenyamanan fisik 5. Mempertahankan harapan (faith and hope)



2. Masalah Yang Berkaitan Dengan Penyakit Terminal Menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai berikut : 1. Problem fisik Berkaitan dengan kondisi (penyakit terminalnya) : nyeri, perubahan berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik. 2. Problem psikologis (ketidakberdayaan) Kehilangan kontrol, ketergantungan, kehilangan diri dan harapan. 3. Problem sosial Isolasi dan keterasingan, perpisahan. 4. Problem spiritual. Kehilangan harapan dan perencanaan saat ajal tiba 5. Ketidak-sesuaian Antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang didapat (dokter, perawat, keluarga, dsb). b. Perawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal 1. Kebutuhan Seseorang dengan Penyakit Terminal Seseorang dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka dan kehilangan. Sebagai seorang perawat kita harus mampu memahami hal tersebut. Komunikasi dengan pasien penyakit terminal merupakan komunikasi yang tidak mudah. Perawat harus memiliki pengethauan tentang penyakit yang mereka alami serta pengetahuan tentang proses berduka dan kehilangan.



Dalam berkomunikasi perawat menggunakan konsep komunikasi terapeutik. Saat berkomunikasi dengan pasien dengan kondisi seperti itu bisa jadi akan timbul penolakan dari pasien. Dalam menghadapi kondisi tersebut, perawat menggunakan komunikasi terapeutik. Membangun hubungan saling percaya dan caring dengan pasien dan keluarga melaui penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi pelayanan paliatif.



(Potter & Perry, 2009) Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi terbuka dan jujur, tunjukkan rasa empati. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka, serta amati respon verbal dan nonverbal pasien dan keluarga. Saat berkomunikasi mungkin saja pasien akan menghindari topik pembicaraan, diam, atau mungkin saja menolak untuk berbicara. Hal tersebut adalah respon umum yang mungkin terjadi. Respon berduka yang normal seperti kesedihan, mati rasa, penyangkalan, marah, membuat komunikasi menjadi sulit. Jika pasien memilih untuk tidak mendiskusikan penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan katakana bahwa pasien bisa kapan saja mengungkapkannya. Beberapa pasien tidak akan mendiskusikan emosi karena alasan pribadi atau budaya, dan pasien lain ragu - ragu untuk mengungkapkan emosi mereka karena orang lain akan meninggalkan mereka. (Potter & Perry, 2009) Memberi kebebasan klien memilih dan menghormati keputusannya akan membuat hubungan terapeutik dengan pasien berkembang. Terkadang pasien perlu mengatasi berduka mereka sendirian sebelum mendiskusikannya dengan orang lain. Ketika pasien ingin membicarakan tentang sesuatu, susun kontrak waktu dan tempat yang tepat. 2.Tingkat Kesadaran Terhadap Kondisi Penyakit Terminal Tingkat kesadaran terhadap kondisi penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai berikut : a. Closed Awareness Dalam hal ini pasien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu mengapa sakit dan percaya akan sembuh.



b. Mutual Pretense Dalam hal ini pasien, keluarga, team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal tetapi merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang dihadapi pasien. Ini berat bagi pasien karena tidak dapat mengekspresikan kekuatannya. c.Open Awareness Pada kondisi ini pasien dan orang disekitarnya tahu bahwa dia berada diambang kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini pasien dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan.



c.Peran Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Terminal 1. Respon Pasien Terhadap Penyakit Terminal a. Menurut Stuart & Sundeen (2009) keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan diantaranya adalah: Kehilangan kesehatan Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa : pasien merasa takut, cemas, pandangan tidak realistis dan aktivitas terbatas. b. Kehilangan kemandirian Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan dan ketergantungan c. Kehilangan situasi Pasien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga dan kelompoknya. d. Kehilangan rasa nyaman Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll e. Kehilangan fungsi fisik Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti pasien dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa f. Kehilangan fungsi mental Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti pasien mengalami



kecemasan dan depresi, tidak dapat



berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga pasien tidak dapat berpikir secara rasional g. Kehilangan konsep diri Pasien dengan penyakit terminal merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga pasien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image) peran serta identitasnya. Hal ini dapat mempengaruhi idealisme diri dan harga diri rendah. h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga Contohnya : seorang ayah yang memiliki peran dalam keluarga mencari nafkah akibat penyakit teminalnya, ayah tesebut tidak dapat menjalankan peranya tersebut.



2. Adaptasi Dengan Penyakit Terminal Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan penyakit terminal sesuai dengan umurnya menurut Stuart & Sundeen (2009), sebagai berikut : a. Anak Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-anak. Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di tempat lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya bahwa kematian bisa dihindari. Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan kematian dengan mengatakan bahwa orang mati akan “pergi” atau “berada di surga” atau hanya tidur. Pada anak yang mengalami penyakit terminal kesadaran mereka akan muncul secara bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar mengenai kematian dari teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit mirip, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat. Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya terutama mengenai perpisahan dengan orang tua. Ketika anak mengalami terminal illness biasanya orang tua akan menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak terganggu. Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan sensitif mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan saling percaya dengan orang tuanya. b. Remaja atau Dewasa muda Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka mengalami terminal illness, mereka menyadari bahwa kematian tidak terjadi semestinya dan merasa marah dengan “ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan” serta tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya. Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat. Menderita penyakit terminal



terutama pada pasien yang memiliki anak akan membuat pasien merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa muda menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya diancam terminal illness. c. Dewasa madya dan dewasa tua Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut dengan kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka mungkin akan mati karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki masa lalu yang lebih panjang dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan kesempatan pada mereka untuk menerima lebih banyak. Orang- orang yang melihat masa lalunya dan percaya bahwa mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan beradaptasi dengan penyakit terminal. d.Teknik-Teknik Komunikasi Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal 1. Tahap-Tahap Berduka Tahap-tahap berduka menurut Kubler-Ross, (1969) dalam Purwanto, (2011) yaitu : 1. Menolak (Denial) Pada tahap ini pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi menolak. 2. Marah (Anger) Kemarahan terjadi karena kondisi pasien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. 3. Menawar (Bargaining) Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya. 4. Kemurungan (Depresi) Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak



bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal. 5. Menerima atau Pasrah (Acceptance) Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat. 2.Teknik Komunikasi Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal Teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai berikut : a. Denial Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi : 1) Listening a. Dengarkan apa yang diungkapkan pasien, pertahankan kontak mata dan observasi komunikasi non verbal. b. Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan ciptakan suasana tenang. 2) Silent a) Duduk bersama pasien dan mengkomunikasikan minat perawat pada pasien secara non



verbal.



b) Menganjurkan pasien untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak menghindar dari situasi sesungguhnya. 3) Broadopening a. Mengkomunikasikantopik/pikiranyangsedangdipikirkanpasien.



b. Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara mananyakan



tentang



kondisinya



atau



prognosisnya



dan



pasien



dapat



mengekspresikan perasaan-perasaannya. b.Angger Pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi listening : perawat berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang dikatakan pasien lalu diklarifikasikan. 1)  Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan, menggambarkan apa yang akan dan sedang terjadi pada mereka. 2)  Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri. 3)  Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa marah merupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman. c. Bargaining 1) Focusing a. Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting b. Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang bermakna. 2 ) Sharing perception a. Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan untuk meluruskan kerancuan. b. Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya. d. Depresi 1)  Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.



2)  Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal pengertian harusnya diklarifikasi. 3) Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien. e. Acceptance 1)  Informing 2)  Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang sesuai dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien. 3)  Broad opening 4) Komunikasikan kepada pasien tentang apa yang dipikirkannya dan harapan harapannya. 3) Focusing Membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai topik utama dan menjaga agar tujuan komunikasi tercapai. Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang dan damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.



DAFTAR PUSTAKA Ferrell, B.R. & Coyle, N. (2010). Oxford Textbook of palliative nursing 3nd ed. New York : Oxford University Press Nugroho, Agung.(2011). Perawatan Paliatif Pasien Hiv



/



Aids.



http://www.healthefoundation.eu/blobs/hiv/73758/2011/27/palliative_care.p



df.



Diakses tanggal 9 sep 2017. Menkes RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 812/Menkes/Sk/Vii/2007. Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri Kesehatan Republik



Indonesia.



Di



akses



pada



21



Maret



2018



dari



http://spiritia.or.id/Dok/skmenkes812707.pdf. “Komunikasi teraupetik pada pasien tidak sadar” di akses pada 23 Maret 2018 dari http://nurse3030.blogspot.co.id/2014/02/komunikasi-terapeutik- pada-pasien-tak.html “konsep dasar keperawatn palliative” di akses pada 22 Maret 2018 dari http://ukhtihuda.blogspot.co.id/2012/07/konsep-dasar-keperawatan- palliatif.html “Komunikasi



dalam



keperawatan”



di



akses



pada



22



Maret



2018



dari



http://dwicheeprutezz.blogspot.co.id/2013/07/makalah-komunikasi- keperawatan.html