Mental Model Dalam Learning Organization [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDEKATAN MENTAL MODEL DALAM LEARNING ORGANIZATION (PETER SENGE) A. Pengertian Mental Model Mental karena ia ada (exist) dalam pikiran kita dan membentuk pikiran kita. Models karena ia kita konstruksikan dari pengalaman kita dalam bentuk peta-peta mental. Beberapa definisi tentang mental model yaitu : a. Menurut Peter Senge Mental models adalah asumsi-asumsi atau generalisasigeneralisasi (paradigma) yang terdapat dalam pikiran kita yang mempengaruhi bagaimana kita memahami, bersikap dan bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi, seorang pemimpin akan bertindak atau mengambil keputusan dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari pengalaman-pengalaman yang pernah dilaluinya, pengalaman membentuk pengetahuan-pengetahuan yang akan menuntun dia dalam bertindak. b. Mental Models; melakukan refleksi, melakukan klarifikasi secara terus menerus, dan memperbaiki gambaran internal tentang dunia, dan melihat bagaimana gambaran tersebut berpengaruh pada perilaku. c. Model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya. d. Mental Models, proses bercermin dan meningkatkan gambaran diri tentang dunia luar dan melihat bagaimana mereka membentuk keputusan dan tindakan. Mental Model sebagai bagian dari Learning Organization Mental Model adalah bagian dari lima disiplin dari Learning Organization oleh Peter Senge. Learning Organization adalah usaha yang dilakukan oleh sebuah organisasi yang melakukan proses pembelajaran. Hal ini ditujukan agar dalam sebuah organisasi tersebut dapat tetap stabil meskipun banyaknya perubahan yang terjadi. Dalam mewujudkan Learning Organisation dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti training, kursus, outbond, dan lainnya. Kehidupan merupakan suatu proses dari pertumbuhan, dan kekuatan dari pertumbuhan itu sendiri adalah dengan belajar. Dengan belajar, seseorang dapat mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik. Proses belajar itu sendiri tidak akan berhenti karena seseorang akan terus belajar selama hidupnya. Begitu pula dengan



organisasi. Keadaan lingkungan yang terus berubah, memaksa organisasi untuk terus membenahi diri dan menghadapi perubahan itu dengan segala kemampuan yang telah disiapkannya. Dengan kata lain, organisasi secara tidak langsung juga selalu mengalami proses pembelajaran. Perusahaan yang paling sukses adalah perusahaan yang terbentuk learning organization, yaitu organisasi yang anggotanya mampu mengembangkan kapasitasnya secara berkelanjutan dalam mewujudkan hasil yang optimal. Perhatian yang cukup besar diarahkan kepada lima disiplin yang diarahkan oleh Peter Senge, yaitu : a. Personal Mastery b. Mental Models c. Shared Vision d. Team Learning e. Systems Thinking Dalam lima disiplin ini mental model menjadi salah satu aspek penting yang tidak bisa terpisahkan dalam mencapai tujuan organisasi. Hal ini menjadikan mental model berkaitan erat dengan kepemimpinan (Leadership). Kepemimpinan (leadership) yang digunakan dalam Learning Organization itu adalah bukanlah orang yang dominan dalam organisasi, tetapi bagaimana dia bisa menganggap orang dalam sebuah organisasi sebagai kolega, tidak ada yang menonjol sendiri-sendiri, tidak unik yang melebihi dari orang lain yang dapat berpikir sistem. Dalam konteks ini, maka pemimpin menurut Senge, adalah sebagai designer, sebagai stewardess (pelayan), teacher, dan kepemimpinan bersama (share leadership) setiap orang bisa dilatih sebagai pemimpin. Kepemimpinan dalam Learning Organization ini sangat penting diterapkan dalam organisasi/institusi di bidang Kesehatan seperti halnya di Puskesmas. Kepala Puskesmas yang baik tentu saja adalah kepala puskesmas yang berhasil mempengaruhi motivasi kerja bawahannya, dengan motivasi kerja yang baik tentu saja akan mempengaruhi performa atau kinerja dari bawahannya. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa peran kepala puskesmas seperti selalu memberikan pengarahan, motivasi dalam bekerja



juga komunikasi yang harmonis dengan bawahan dapat meningkatkan kinerja dari pegawai. Dalam hal ini tentu saja akan berhubungan dengan gaya kepemimpinan. Mental models adalah asumsi-asumsi atau generalisasi-generalisasi (paradigma) yang terdapat dalam pikiran kita yang mempengaruhi bagaimana kita memahami, bersikap dan bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi, seorang pemimpin akan bertindak atau mengambil keputusan dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari pengalaman-pengalaman yang pernah dilaluinya, pengalaman membentuk pengetahuan-pengetahuan yang akan menuntun dia dalam bertindak. Dari gambaran diatas dapat dipahami bahwa Mental Models yang baik dari seorang pemimpin merupakan aspek yang tidak boleh dikesampingkan dalam pencapaian tujuan organisasi dan dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan staf atau karyawan.



B. Cara Pembentukan Mental Model Mental Model berasal dari pengamatan dengan pengetahuan, informasi informasi membentuk skemata-skemata sehingga terbentuklah mindset   atau yang disebut model mental. Salah satu teori dasar pembentukan mental model adalah yang disampaikan oleh Cris Argyris yaitu The Ladder of Inference atau tangga Argyris, yang kemudian dikembangkan oleh Peter Senge. “The Ladder Of Inference” adalah suatu proses seperti tangga dalam mengambil kesimpulan. Teori ini berasal dari Chris Argyris kemudian dikembangkan oleh Peter Senge dalam  Learning Organization. Menurut teori ini ada tingkatan dalam mengambil kesimpulan yaitu: 1.  Reality and fact (kenyataan dan fakta) 2. Selected reality (kenyataan yang terseleksi) 3.  Interpreted reality (kenyataan yang diinterprestasikan) 4.  Assumtion (asumsi)



5. Conclutions (kesimpulan-kesimpulan) 6.  Beliefs (keyakinan) 7.  Action (bertindak) Kepustakaan lain menyebutkan Model mental ( Mental Model ) adalah suatu prinsip yang mendasar dari organisasi pembelajar. Model mental adalah suatu aktivitas perenungan yang dilakukan dengan terus menerus mengklarifikasikan dan memperbaiki gambarangambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita. Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi. Model mental merupakan suatu pembuatan peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk melihat bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Model mental ini kemudian menghasilan cara berfikir atau mindset. Didalam proses terbentuknya mental model terdapat hal tersebut dibawah ini, yaitu: a. Konstruksi : menciptakan sesuatu mencari pola dan makna yang paling semua.   b. Penghapusan : memilih dan menyaring pengalaman, menutupi beberapa bagian. c. Distorsi : pengalaman yang berliku mengubah pengalaman, mengurangi dan melengkapi bagian memberikan arti yang berbeda dengan kenyataan (reading different meaning into it). d. Generalisasi : gambaran umum atas semua kejadian yang sama menciptakan sesuatu dari pengalaman dan mempresentasikan kelompok. Selain proses tersebut diatas, didalam pembentukan suatu model mental terdapat Teori Chris Argyris (Teori Dewasa dan Tidak Dewasa) yang merupakan pengembangan dari Teori X dan Y. Teori X dan Teori Y oleh Mc.Gregor berdasarkan atas penelitiannya pada organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, hubungan piramida antara atasan dan bawahan, dan pengendalian kerja ekstrenal, adalah pada hakikatnya berdasarkan atas asumsi-asumsi mengenai sifat manusia dan



motivasinya. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar manusia lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggungjawab, serta menginginkan keamanan atas segalanya. Mengikuti falsafah ini maka kepercayaaanya ialah orang-orang hendaknya dimotivasi dengan uang, gaji, honorarium dan diperlakukan dengan sanksi hukuman. Untuk menutupi kelemahan dari asumsi teori X itu, maka Mc.Gregor memberikan alternative teori lain yang dinamakan teori Y. asumsi teori Y merupakan kebalikan dari teori X. Teori Argyris menambahkan bahwa ada perbedaan antara sikap dan perilaku pada diri seseorang. Menurut Argyris, ada tujuh perubahan yang terjadi di dalam kepribadian seseorang jika ia berkembang ke kedewasaan. a. Seseorang itu akan bergerak dari suatu keadaan pasif sebagai anak-anak, ke suatu keadaan yang bertambah aktivitasnya sebagai orang dewasa. b. Seseorang akan berkembang dari suatu keadaan yang tergantung kepada orang lain ke suatu keadaan yang relatif merdeka sebagai orang dewasa. c. Seseorang bertindak hanya dalam cara sedikit sebagai anak-anak, tetapi sebagai orang dewasa ia akan mampu bertindak dalam berbagai cara. d. Seseorang itu mempunyai minat yang tidak menentu, kebetulan dan tidak begitu mendalam dan kuat minatnya sebagai orang dewasa. e. Persfektif waktu bagi anak-anak adalah singkat, hanya melibatkan waktu kini, tetapi sebagai orang dewasa maka perspektif waktunya bertambah menjangkau masa lalu dan masa yang akan datang. f. Seorang sebagai anak-anak, ia berada di bawah pengendalian setiap orang (Subordinary to every one). g. Sebagai anak-anak, seseorang kurang kesadaran akan dirinya, tetapi sebagai orang yang sudah matang ia tidak hanya sadar, tetapi mampu untuk mengendalikan dirinya.



C. Mental Model Bagi Individu Dan Factor Yang Mempengaruhi 1) Discipline your mind



Jika dibiarkan tidak terkontrol, pikiran dapat mengembara kemana-mana, memikirkan segala macam hal. Jika hal ini terjadi maka pikiran dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang, karena yang bersangkutan menjadi tidak fokus dalam berpikir. Pikiran yang liar akan berdampak pada pembentukan mental model yang liar juga. 2) Get rid of lustful thinking Get rid of lustful thinking dapat digambarkan sebagai berikut. Seorang yang membiarkan pikirannya memikirkan kegagalan, sementara pada saat yang sama ia sedang melakukan berbagai cara agar pekerjaan yang dikerjakan dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka sebenarnya ia sedang mempertentangkan antara keberhasilan yang sedang diusahakan dengan kegagalan yang ada di pikirannya. Dengan kata lain, ia membuka pintu dan membiarkan musuh (dalam hal ini kegagalan) memasuki wilayah keberhasilan yang sedang diperjuangkan. Get rid of lustful thinking juga dimaksudkan supaya jangan mengotori pikiran dengan hal-hal yang kotor, negatif, tidak sopan, atau yang tidak bermanfaat, yang akan berpengaruh pada perkataan, dan pada akhirnya tindakan. 3) Think a correct thinking and take the trash out Mencegah supaya pikiran jangan dibiarkan memikirkan hal-hal yang negatif atau mengarah pada kegagalan belum cukup. Setelah dicegah, hal selanjutnya adalah mengisi dan mengarahkan pikiran dengan hal-hal yang bermanfaat, sedangkan hal-hal yang kotor (trash) dibuang. Jika hal-hal yang kotor tidak dibuang, maka pikiran akan penuh dan sulit untuk ditambah dengan hal-hal baru yang sebenarnya bermanfaat untuk kemajuan. 4) Mind is the leader or forerunner of all actions Pikiran merupakan awal dari semua tindakan. Dengan kata lain, tindakan yang dilakukan seorang pemimpin adalah sebagai akibat langsung dari apa yang dipikirkan terus menerus. Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu memiliki pikiran yang bijaksana untuk menghasilkan tindakan-tindakan yang bijaksana pula. Jika seseorang ingin maju, maka orang tersebut harus memiliki mental model yang memampukan dia untuk memimpin diri sendiri dengan benar.



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi a. Deception Deception atau tipuan adalah salah satu hal yang perlu diwaspadai. Deception ada tiga hal yaitu : 1.) Self - Deception : Ada sementara orang yang berpendapat bahwa dirinya sudah tidak bisa berubah. Hal ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk penipuan pada diri sendiri. Pada kenyataannya, setiap hari kita pasti mengalami perubahan, misalnya perubahan umur, perubahan dalam hal makan. Atau ada juga orang yang selalu mengatakan: ‘ Ya….apa boleh buat, mungkin ini memang sudah nasib saya, kondisi sudah tidak dapat diubah lagi .’ Ini adalah contoh lain dari self-deception . Sekalipun mungkin kondisi yang dialami masih tetap sama, tetapi seorang pemimpin harus mampu mengubah cara berfikirnya dengan mengatakan bahwa kondisi ini masih sangat mungkin untuk berubah. Pemimpin harus memiliki mental model bahwa segala sesuatu buatan manusia pada dasarnya masih dapat diubah/berubah. 2.) Deceiving Others : Membohongi, apa pun bentuknya, adalah suatu tindakan yang merugikan orang lain dan bahkan diri sendiri. Demi untuk mencapai keuntungan pribadi, orang sering harus melakukan tindakan ‘membohongi orang lain.’ Atau untuk supaya tidak menyakiti orang lain, orang terpaksa melakukan apa yang disebut sebagai ‘white lie’ . Ditinjau dari arti kata yang digunakan, white lie is a lie . A lie atau sebuah kebohongan tetap selalu mempunyai nilai negatif. Seorang pemimpin tidak semestinya melakukan ‘white lie’, apa pun alasannya. 3.) Deceived by Others : Ditipu oleh orang lain, demikianlah kira-kira terjemahan dari



deceived by others. Jika menipu orang lain merupakan hal yang



sebaiknya tidak dilakukan oleh pemimpin, maka ditipu oleh orang lain juga menjadi satu hal yang mestinya tidak boleh terjadi pada seorang pemimpin. Dalam hal ini, seorang pemimpin harus memiliki kepekaan tinggi untuk mengantisipasi orang lain yang berusaha untuk menipu atau mencari keuntungan dengan memanfaatkan kelemahannya.



b. Boundaries atau Pembatas Dalam membangun sebuah hubungan antar manusia, selalu ada boundaries yang harus dipasang. Boundaries diperlukan untuk melindungi diri sendiri. Setiap orang perlu membuat boundaries terhadap orang lain. Siapa pun tidak perlu merasa tersinggung ketika orang lain menunjukkan boundaries-nya . Seorang pemimpin yang tidak membuat boundaries akan repot sendiri dan kehabisan waktu karena harus menanggapi semua orang yang mendatanginya. c. Making Decision Setiap orang dalam setiap hari diharuskan untuk membuat banyak keputusa. Tingkatan keputusan yang dibuat sangat bervariasi: sangat penting, penting, kurang penting. Saat membuat keputusan pun dapat bervariasi: tergesa-gesa, dengan pertimbangan yang matang, atau ada juga yang penting membuat keputusan. Seorang pemimpin tentu saja diharapkan dapat membuat keputusan seakurat mungkin, karena keputusan yang dibuat akan berdampak pada orang lain. Meyer dalam artikelnya yang berjudul ‘ Unplug the flow of forgiveness’ mengatakan bahwa kehidupan kita hari ini merupakan hasil dari keputusan yang dibuat sebelumnya dan bahwa salah satu keputusan penting yang dapat meringankan hidup seseorang adalah keputusan untuk memberi maaf secara tulus. Dengan demikian, sebenarnya setiap hari orang harus selalu dalam keadaan ‘sadar’, karena setiap hari selalu ada keputusan yang harus dibuat. Sebagai seorang pemimpin, jangan sampai ia membuat keputusan dalam keadaan setengah sadar. d. Obedience or disobedience, both are costly Obedience diartikan sebagai patuh atau tunduk, tetapi patuh atau tunduk untuk hal yang bersifat positif. Obedience di sini juga tidak semata-mata ditujukan pada orang, tetapi bisa pada peraturan, atau ketentuan, misalnya: patuh dalam menegakkan kejujuran dan keadilan. Sekilas kelihatannya patuh atau tunduk memberatkan, tetapi kalau ditinjau lebih dalam lagi, ketidakpatuhan justru lebih memberatkan. Contoh: kepatuhan seseorang dalam menegakkan kejujuran di bidang keuangan mungkin akan mendapatkan reaksi yang keras



di kalangan tertentu, tetapi ketidakpatuhannya dalam hal yang sama juga akan memiliki dampak yang tidak enak, bahkan mungkin lebih tidak enak. Ketika seorang pemimpin memiliki mental model yang positif, maka akan lebih mudah baginya dalam mempengaruhi bawahannya untuk memiliki mental model yang positif pula. Memiliki mental model yang positif, menjadi salah satu modal dalam mencapai keberhasilan. Dengan demikian, sangat penting bagi seorang kepala Puskesmas untuk menekankan pentingnya mengembangkan



mental model yang positif. Kepala puskesmas sebagai



seorang pemimpin dengan mental models yang baik akan menciptakan keberhasilan dari dalam terlebih dahulu sebelum akhirnya keberhasilan itu benar-benar menjadi kenyataan.



D. Mental Models Bagi Seorang Pemimpin Mental model kelihatannya lembut tetapi sebenarnya sangat kuat dalam mempengaruhi tindakan seseorang. Mental model seorang pemimpin memberikan pengaruh pada bawahannya. Dalam hal ini, pengaruh yang diharapkan dapat diberikan kepada bawahannya tentu saja adalah pengaruh positif. Jika pengaruh positif yang diharapkan, berarti mental model yang dimiliki oleh pemimpin juga harus mental model positif. Mental Models seorang pemimpin yaitu : 



Mental Model Bagi pemimpin yang Memimpin Orang lain Pemimpin yang kurang berhasil salah satunya adalah karena tidak menyadari akan eksistensinya sebagai orang yang harus berada di garis depan. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin dalam mengembangkan mental model sehingga ia akan lebih berhasil dalam memimpin. 1.) Put God at the Top Priority Hal paling penting dan harus dimiliki seorang pemimpin adalah meletakkan Tuhan pada prioritas pertama. Fokus pada hal ini akan mempengaruhi pemimpin dalam mengembangkan mental model nya. 2.) Fear of God



Setelah menempatkan Tuhan pada urutan pertama dalam arti seperti yang diharapkan, maka hal berikutnya adalah ‘ fear of God’. Jika hanya menempatkan Tuhan pada prioritas utama tetapi tidak ada rasa takut akan Tuhan, maka yang muncul adalah penonjolan ritual-ritual keagamaan belaka yang kurang memberi pengaruh positif. Tetapi, jika seorang pemimpin menjadi orang yang fear of God, hal-hal terlarang tidak akan dilakukan sekalipun tidak ada satu orang pun yang melihat atau memeriksa. Dia sadar bahwa sekali pun orang tidak melihat, tetapi Tuhan melihat. 3.) Be a Giver, Not a Taker Menjadi ‘a giver, not a taker’ seperti yang diharapkan akan sangat sulit dilakukan jika seorang pemimpin tidak memiliki fondasi 1dan 2 di atas. Ketika yang selalu dipikirkan pemimpin adalah menjadi



a giver , maka



mental model yang muncul juga akan mengarah kesana. Mental model terkait dengan



giving principle



sangat perlu dikembangkan, karena memberi



merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar dan bahwa dengan memberi orang akan merasa memiliki arti dalam hidup. 4.) The Seed Must Lead Selama pemimpin memikirkan diri sendiri, maka yang terbaik dalam lembaga tidak akan pernah dapat dicapai, sekali pun rencana yang dibuat sangat bagus, bahkan cenderung sempurna. Untuk itu, terkait dengan prinsip be a giver, not a taker, seorang pemimpin perlu melengkapi dengan prinsip lain, yaitu: ‘The Seed must Lead’. Hal ini diibaratkan seorang petani yang ingin menuai padi, ia harus menabur benih padi terlebih dahulu. Apa yang diinginkan pemimpin haruslah ditabur terlebih dahulu sebagai benih. Jika pemimpin menginginkan kerja sama yang baik, maka ia harus menaburkan kerjasama yang baik dengan bawahan terlebih dahulu. 5.) Unbelief Leads to Disobedience Ketidakpercayaan dapat membawa seseorang pada ketidakpatuhan (unbelief leads to disobedience). Jika seorang pemimpin tidak dipercaya, maka hal ini akan membawa ketidakpatuhan di kalangan anak buah atau orang lain. Interpretasi lain dari unbelief leads to disobedience adalah jika pemimpin



dapat dipercaya, maka kepatuhan menjadi tumbuh. Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang pemimpin untuk dapat dipercaya. Dipercaya tentu saja tidak hanya terkait dengan masalah uang saja tetapi dengan banyak hal, misalnya dipercaya karena memiliki tujuan yang jelas. E. Mental Model Dalam Organisasi Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi. Adapun dimensi model mental meliputi : 1. Prinsip dan nilai-nilai : seluruh anggota organisasi mengetahui dan memiliki prinsip prinsip dan nilai-nilai yang dimiliki bersama. 2. Mengkaji ulang kebiasaan : mengkaji ulang nilai-nilai bersama yang ada untuk diselaraskan dengan kondisi lingkungan. 3. Memperkuat kebersamaan : anggota organisasi selalu berusaha untuk memelihara dan memperkuat kebersamaan. Jika organisasi adalah untuk mengembangkan kapasitas untuk bekerja dengan model mental maka akan diperlukan bagi orang untuk belajar keterampilan baru dan mengembangkan orientasi baru, dan untuk mereka untuk menjadi perubahan institusional yang mendorong perubahan tersebut. Mental model yang sudah berdiri kuat menggagalkan perubahan yang dapat berasal dari sistem pemikiran.